CITRA PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI.

(1)

CITRA PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Bahasa dan Sastra Indonesia

oleh

AKHMAD BAKTIAR RIFAI NIM 0900432

PROGRAM BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Citra Perempuan Dalam Kumpulan Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini

SKRIPSI

CITRA PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra program Bahasa dan Sastra Indonesia

disusun oleh Akhmad Baktiar Rifai

NIM 0900432

Pembimbing I

Yulianeta, M. Pd. NIP 197507132005012002

Pembimbing II

Suci Sundusiah, M. Pd. NIP 198212192008122002

disetujui oleh

Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Dadang S. Anshori, M. Si. NIP 197204031999031002


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Citra

Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini ini berserta

seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Atas pernyataan ini, saya siap menaggung sanksi etika apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya sastra ini.

Bandung, Juni 2013 Yang membuat pernyataan

Akhmad Baktiar Rifai NIM 0900432


(4)

ii

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Citra Perempuan Dalam Kumpulan Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini

ABSTRAK

CITRA PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI

Oleh

AKHMAD BAKTIAR RIFAI NIM 0900432

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kuatnya dominasi laki-laki terhadap perempuan dengan mengetengahkan tema budaya patriarki di Bali yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini. Adapun rumusan masalah adalah (1) bagaimana struktur teks cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu (2) bagaimana citra perempuan, dan (3) bagaimana tinjauan feminisme terhadap citra perempuan.

Pengkajian struktur cerpen menggunakan analisis dari Tzevan Todorov, yakni analisis aspek sintaksis berupa analisis terhadap pengaluran dan alur, aspek semantik yang meliputi analisis terhadap tokoh dan latar, lalu aspek verbal yang meliputi analisis terhadap kehadiran pencerita dan tipe pencerita. Pendekatan kritik sastra feminis ideologis digunakan untuk mendapatkan citra perempuan yang terbagi atas citra fisik berupa tanda-tanda jasmaniah, citra psikis berupa rasa dan emosi yang dimiliki perempuan, dan citra sosial berupa bentuk hubungan perempuan dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data berupa studi dokumentasi.

Hasil analisis struktur cerpen memberikan jawaban bahwa pengaluran dan alur mudah dipahami karena didominasi alur linear. Alur kilas balik, sorot balik dan bayangan digunakan untuk menciptakan ketegangan-ketegangan dalam cerita. Tokoh-tokoh perempuan berperan sebagai tokoh utama dan menggerakkan cerita. Latar cerita terjadi di Bali lengkap dengan warna lokal kebudayaan yang khas. Jenis penceritaan dan tipe pencerita hadir memperjelas kedudukan pengarang sebagai pembuat cerita. Citra perempuan yang tercermin adalah perempuan yang mendapatkan penindasan, baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh tokoh laki-laki dalam kehidupannya. Citra sosial yang tercermin adalah citra sosial perempuan yang mendapat pandangan negatif dari masyarakat karena bertindak di luar kelaziman. Berdasarkan tinjauan feminisme, tokoh-tokoh perempuan ditempatkan dalam kurungan budaya patriarki Bali yang mengkontruksi perempuan menjadi makhluk lemah. Terdapat perlawanan perempuan terhadap budaya patriarki yaitu dengan menjadi perempuan yang tidak mau bicara pada siapapun, menjadi istri yang berkhianat pada suami, menjadi perempuan penentang sistem kasta, dan menjadi perempuan yang menolak menikah.


(5)

ii ABSTRACK

IMAGE OF WOMEN IN A COLLECTION SHORT STRORIES AKAR

PULE BY OKA RUSMINI

AKHMAD BAKTIAR RIFAI NIM 0900432

This research is motivated by the strong dominance of men over women with the theme of patriarchal culture in Bali is contained in a collection of short stories Akar Pule by Oka Rusmini. The formulation of the problem is (1) how to structure a short story text Sipleg, Sawa, and Pastu (2) how the image of women, and (3) how the review feminism on the image of women.

Assessment using the analysis of the structure of short stories Tzevan Todorov, the analysis in the form of an analysis of the syntactic aspect describes the plot and how it is arranged, which includes analysis of the semantic aspects of the characters and backgrounds, and verbal aspect which includes an analysis of the presence and type narrator narrator. Feminist literary criticism ideological approach used to obtain the image of women, divided into a physical image signs of physical, mental imagery and emotion in the form of a sense of women-owned, and a form of social image of women in public relations. The method used is descriptive method of analysis with data collection techniques in the form of documentation.

Results of structural analysis of the short story and provide the answers that describes the plot and how is arranged easily understood as predominantly linear flow. Groove flashback, flashback and shadows are used to create tensions in the story. Figures of women as the main character and move the story. Background story happened in Bali culture complete with typical local color. Type of storytelling and storytellers types clarify the present position of the author as the creator of the story. Reflected image of women is women who get oppression, both physically and psychologically by male figures in his life. Social image reflected is the social image of women who received a negative view of society as acting outside prevalence. Based on a review of feminism, female figures are placed in confinement patriarchal culture Balinese women construct a weak creature. There are women's resistance against patriarchy is to be a woman who does not want to talk to anyone, a betrayed wife whose husband, a female opponents of the caste system, and a woman who refused to marry.


(6)

vi

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... LEMBAR PENGESAHAN ... KATA MUTIARA ...

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR BAGAN DAN TABEL ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10


(7)

BAB 2 CERITA PENDEK, ANALISIS STRUKTURAL, DAN TEORI KRITIK

SASTRA FEMINIS ... 12

2.1 Cerita Pendek (Cerpen) ... 12

2.1.1 Hakikat Cerpen ... 12

2.1.2 Unsur-unsur Pembentuk Cerpen ... 13

2.2 Analisis Struktural ... 14

2.2.1 Aspek Sintaksis ... 14

2.2.2 Aspek Semantik ... 15

2.2.3 Aspek Verbal ... 18

2.3 Citra Perempuan ... 19

2.4 Kritik Sastra Feminis ... 21

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Metode Penelitian ... 28

3.2 Sumber Data ... 28


(8)

viii

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

BAB 4 CITRA PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN AKAR PULE

KARYA OKA RUSMINI ... 34

4.1 Cerpen Sipleg ... 34

4.1.1 Ikhtisar Cerpen ... 34

4.1.2 Analisis Struktur Cerpen Sipleg ... 35

4.1.2.1 Pengaluran Cerpen Sipleg ... 35

4.1.2.2 Struktur Alur Cerpen Sipleg ... 37

4.1.2.3 Analisis Tokoh Cerpen Sipleg ... 39

4.1.2.4 Analisis Latar dalam Cerpen Sipleg ... 46

4.1.2.5 Analisis Penceritaan dalam Cerpen Sipleg ... 47

4.1.3 Citra Perempuan Dalam Cerpen Sipleg ... 51

4.1.3.1 Citra Fisik ... 51

4.1.3.2 Citra Psikis ... 53

4.1.3.3 Citra Sosial ... 54

4.1.4 Tinjauan Feminisme terhadap Struktur Cerpen Sipleg ... 56

4.1.5 Tinjauan Feminisme terhadap Citra Perempuan dalam Cerpen Sipleg ... 58

4.1.6 Perlawanan Tokoh-Tokoh Perempuan dalam Cerpen Sipleg ... 60

4.1.7 Kesimpulan Analisis Cerpen Sipleg ...60


(9)

4.1.1 Ikhtisar Cerpen ... 63

4.2.2 Analisis Struktur Cerpen Sawa ... 64

4.2.2.1 Pengaluran Cerpen Sawa ... 64

4.2.2.2 Struktur Alur Cerpen Sawa ... 67

4.2.2.3 Analisis Tokoh Cerpen Sawa ... 69

4.2.2.4 Analisis Latar dalam Cerpen Sawa ... 72

4.2.2.5 Analisis Penceritaan dalam Cerpen Sawa ... 74

4.2.3 Citra Perempuan Dalam Cerpen Sawa ... 76

4.2.3.1 Citra Fisik ... 76

4.2.3.2 Citra Psikis ... 77

4.2.3.3 Citra Sosial ... 78

4.2.4 Tinjauan Feminisme terhadap Struktur Cerpen Sawa ... 79

4.2.5 Tinjauan Feminisme terhadap Citra Perempuan dalam Cerpen Sawa ... 80

4.2.6 Perlawanan Tokoh-Tokoh Perempuan dalam Cerpen Sawa ... 81

4.2.7 Kesimpulan Analisis Cerpen Sawa ... 82

4.3 Cerpen Pastu ... 86

4.3.1 Ikhtisar Cerpen ... 86

4.3.2 Analisis Struktur Cerpen Pastu ... 87


(10)

x

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

4.3.2.2 Struktur Alur Cerpen Pastu ... 90

4.3.2.3 Analisis Tokoh Cerpen Pastu ... 92

4.3.2.4 Analisis Latar dalam Cerpen Pastu ... 98

4.3.2.5 Analisis Penceritaan dalam Cerpen Pastu ... 100

4.3.3 Citra Perempuan dalam Cerpen Pastu ... 102

4.3.3.1 Citra Fisik ... 102

4.3.3.2 Citra Psikis ... 103

4.3.3.3 Citra Sosial ... 104

4.3.4 Tinjauan Feminisme terhadap Struktur Cerpen Pastu ... 106

4.3.5 Tinjauan Feminisme terhadap Citra Perempuan dalam Cerpen Pastu ... 108

4.3.6 Perlawanan Tokoh-Tokoh Perempuan dalam Cerpen Pastu ... 109

4.3.7 Kesimpulan Analisis Cerpen Pastu ... 110

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 113

5.1 Simpulan ... 113

5.2 Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA... 117 LAMPIRAN ...


(11)

(12)

1

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat oleh status sosial tertentu (Damono, 1978:1). Pengertian tersebut menjelaskan bahwa sastrawan, lingkungan, dan karya saling mempengaruhi. Pengaruh masyarakat merupakan faktor terbesar seorang sastrawan dalam mencipta karya. Seorang sastrawan akan senantiasa peka dan peduli melihat fenomena yang terjadi di lingkungannya sehingga terjadilah apa yang dinamakan dengan kebenaran sejarah dan sosial dalam karya sastra (Wellek & Warren, 1989 : 111).

Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama. Cerita rekaan yang tergolong ke dalam prosa terbagi atas novel, novelet, dan cerita pendek (Cerpen). Cerpen tumbuh subur melalui media massa, baik koran maupun majalah. Menurut Mahayana, cerpen Indonesia menunjukkan signifikansinya. Ia hadir tidak hanya lantaran penerbitan antologi cerpen, tetapi juga karena kuatnya kecenderungan untuk bebas dari mainstream atau aliran utama (Suara Merdeka, 2001).

Pengarang cerpen diberikan kebebasan untuk menciptakan karya. Hal ini tidak lepas dari peran media massa yang memberikan ruang untuk dunia sastra. Kehadirannya dalam media massa membawa nilai tersendiri. Ruang sastra tersebut dapat menambah wawasan maupun sekadar menjadi hiburan semata. Tema-tema yang diusung cerpen banyak memuat persoalan kehidupan manusia, termasuk persoalan perempuan. Persoalan tersebut direspons manusia dengan bentuk menerima maupun menolak. Ratna (2004: 329) mengatakan bahwa sastra mengandung aspek-aspek kultural, bukan individual. Karya sastra dihasilkan oleh seorang pengarang, tetapi masalah yang diceritakan adalah masalah-masalah masyarakat pada umumnya. Pengarang mengacu pada manusia, kejadian,


(13)

2

dan bahasa sebagaimana dipahami oleh manusia pada umumnya. Pengarang adalah wakil masyarakat, pengarang sebagai kontruksi transindividual, bukan dirinya sendiri.

Berbicara tentang perempuan tidak akan pernah ada habisnya, karena dianggap menarik untuk diperbincangkan. Perempuan sama halnya dengan laki-laki, memiliki masalah tersendiri. Terkadang masalah yang dihadapi perempuan lebih kompleks daripada laki-laki. Sejak masa Balai Pustaka, perempuan telah menjadi tema karya sastra, seperti dalam novel Sitti Nurbaya, Darah Muda, Salah

Pilih, Salah Asuhan, dan lain-lain yang kesemuanya menempatkan perempuan

pada posisi bawah. Menurut Mahayana, dkk. (1992: 6 dalam Sugihastuti dan Suharto, 2002: 37), sebagian besar kritikus sastra Indonesia menempatkan novel

Sitti Nurbaya sebagai karya penting dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Secara

tematik, novel ini tidak hanya menampilkan secara lebih jelas latar sosial, tetapi juga mengandung kritik tajam terhadap tradisi kolot dan adat istiadat lama yang membelenggu. Novel ini menampilkan masalah perkawinan dalam hubungannya dengan persoalan adat. Dalam hal ini, tradisi kawin paksa tersebut merupakan salah satu bentuk dari budaya patriarki.

Budaya patriarki adalah hasil pandangan ideologi yang menekankan

kekuasaan laki-laki untuk mendominasi, mensubordinasikan dan

mendeskriminasikan perempuan. Laki-laki memiliki kontrol penuh atas perempuan, atas badannya, seksualitasnya dan pekerjaannya, baik dalam keluarga maupun masyarakat (Bhasin: 1996).

Di Bali, terdapat asumsi sendiri mengenai patriarki. Herutomo dan Hartati dalam bukunya yang berjudul Dampak Perkawinan Campuran terhadap

Tatakrama Daerah Bali (1991: 13) menyebutkan bahwa masyarakat Bali

memberlakukan prinsip patrilineal yang disebut dengan istilah purusa, yakni menghitung kekerabatan melalui garis laki-laki.

Herutomo dan Hartati (1991: 30) juga menjelaskan bahwa masyarakat Bali seperti juga masyarakat lainnya di Indonesia, menganggap perkawinan suatu yang penting bagi kehidupan seseorang. Hal itu dikarenakan seseorang barulah


(14)

3

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

dianggap penuh sebagai warga masyarakat dengan memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban, baik dalam kelompok kekerabatannya maupun dalam suatu komunitas, setelah ia kawin. Perkawinan yang diinginkan bagi masyarakat Bali adalah perkawinan endogami kasta dan endogami klen. Kasta adalah pembagian golongan yang didasari atas keturunan. Kasta tersebut terbagi kedalam 4 golongan, yaitu kasta Brahmana sebagai kasta tertinggi dalam masyarakat Bali, kasta Ksatria sebagai golongan menengah, kasta Weisya sebagi golongan ketiga, dan kasta Sudra sebagai kasta terendah. Amatlah tercela bila seorang wanita dari kasta yang tinggi menikah dengan laki-laki dari kasta yang lebih rendah. Perkawinan yang tidak sederajat itu akan membuat malu keluarga. Bagi yang melakukan perkawinan tersebut akan mendapat hukuman maselong atau hukuman buang untuk beberapa lama ke tempat yang jauh dari tempat asalnya. Sejak tahun 1951, hukuman seperti itu sudah tidak dilaksanakan lagi dan perkawinan campuran antar kasta telah banyak dilakukan (Bagus, 1971: 292 dalam Herutomo dan Hartati, 1991: 30).

Perkawinan selain bertujuan untuk mendapatkan teman hidup, juga untuk memperoleh keturunan, yang menurut agama Hindu dipandang sebagai jalan untuk menebus hutang dan melaksanakan dharma (kebenaran, kebajikan). Orang yang tidak kawin akan mendapat cemoohan dan roh-nya nanti dianggap akan digantung di sorga. Bertitik tolak dari prinsip patrilineal, masyarakat Bali tidak hanya mengenal perkawinan monogami, tetapi juga perkawinan pologini. Seseorang bila dalam perkawinannya tidak memperoleh anak laki-laki, maka ia dapat mengambil seorang istri lagi demi mendapatkan anak laki-laki (Herutomo dan Hartati, 1991: 31).

Hingga saat ini perempuan tetap mendapat tempat dalam karya sastra. Sastrawan-sastrawan perempuan mulai bermunculan menyuarakan keberadaan mereka. Jika menilik dari sejarah sastra Indonesia, kemunculan pengarang perempuan sudah terjadi sekitar tahun 1930-an yang dipelopori oleh Selasih dan Hamidah. Kemudian sekitar tahun 1970-an, terdapat nama-nama seperti NH. Dini,


(15)

4

Marianne Katopo, Titi Said, Ike Supomo, Marga T, La Rose, Titis Basino, Mira W, Ratna Indraswari Ibrahim, dan lain-lain (Noor, 1999: 5).

Pada awal tahun 2000-an semakin banyak pengarang perempuan yang muncul menyuarakan kaumnya. Beberapa nama pengarang perempuan yang masuk dalam kategori produktif adalah Djenar Maesa Ayu, Fira Basuki, Dewi Lestari, Oka Rusmini, Nenden Lilis A, Helvy Tiana Rosa, Naning Pranoto, Asma Nadia, Ayu Utami dan lain-lain. Pengarang-pengarang perempuan tersebut tidak hanya sekedar menghasilkan karya dengan mutu sama baiknya dengan pengarang laki-laki, tetapi mereka menulis tentang dunianya: dunia perempuan dengan tokoh dan topik utamanya adalah kehidupan perempuan. Noor (1999: 6) menegaskan bahwa hasil-hasil karangan wanita tersebut mendapatkan penerimaan positif dari masyarakat. Darma (1984: 82) mengingatkan bahwa wanita Indonesia telah bangkit menjadi kelas tersendiri dengan kekuatan tersendiri. Karya-karya mereka dapat menjadi wajah perempuan Indonesia sebenarnya. Pemikiran Damono (1999: 229) juga sejalan dengan hal yang dikemukakan Noor dan Darma bahwa pengarang perempuan melukiskan sosok perempuan dalam fiksi sebagai pengalaman. Sementara laki-laki melukiskan sosok perempuan dalam karya fiksi sebagai konsep.

Salah satu di antara sastrawan perempuan yang gencar menyuarakan kaumnya dan isu feminisme adalah Oka Rusmini. Ida Ayu Oka Rusmini, nama lengkapnya. Lahir di Jakarta pada 11 juli 1967. Nama Oka Rusmini mulai bersinar sejak novelnya Tarian Bumi diluncurkan. Novel yang mengusung isu feminisme dengan mengetengahkan persoalan perempuan Bali dalam belitan kultur dan agama Hindu tersebut membuat nama Oka Rusmini berkibar di blantika sastra Tanah Air, kendati kiprah kepenulisanya telah dimulai jauh sebelumnya. Karya pertamanya yang dipublikasi adalah Monolog Pohon (1997) berupa kumpulan cerita pendek (Cerpen). Seterusnya, karya-karyanya yang lain, baik berbentuk puisi ataupun prosa, terus mengalir. Beberapa diantaranya bahkan mendapat penghargaan sebagai yang terbaik. Trauma akan perceraian orang tuanya sempat membuat Oka berniat tidak menikah. Namun, kekerasan hatinya luluh oleh cinta


(16)

5

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

seorang pria Jawa yang kini menjadi suaminya itu. Namun perkawinan ini harus

“dibayar” mahal oleh Oka yang berkasta Brahmana. Ia harus menerima nasib

seperti tokoh-tokoh perempuan Bali rekaannya: “dibuang” dari keluarga karena menikah dengan seorang pria muslim (beda kasta). Ia sendiripun lantas memutuskan memeluk agama Islam.

Berbagai penghargaan telah diraih Oka Rusmini. Dimulai pada 1994 ketika cerpennya yang berjudul “Putu Menolong Tuhan” terpilih sebagai cerpen

terbaik majalah Femina. Disusul oleh “Sagra” yang memenangi sayembara

novelet di majalah yang sama pada 1998. Lalu giliran majalah sastra Horison

mengganjar cerpen karyanya, “Pemahat Abad” sebagai cerpen terbaik

1990-2000. Kemudian pada 2003 ia dinobatkan sebagai “Penerima Penghargaan

Penulisan Karya Sastra 2003” berkat novel Tarian Bumi. Hasil karya Oka yang

telah terbit antara lain: Monolog Pohon (1997), Tarian Bumi (2000), Sagra

(2001), Kenanga (2003), Patiwangi (2003), Warna Kita (2007), Pandora (2008), Tempurung (2010) dan Akar Pule (2012).

Kumpulan cerpen Akar Pule merupakan salah satu karya Oka Rusmini yang berbicara tentang perempuan dengan latar belakang budaya Bali. Akar Pule terdiri dari 10 judul cerpen yang ditulis periode 2002 sampai 2010. Ke-10 judul cerpen tersebut berbicara mengenai perempuan, khususnya perempuan Bali. Perbedaan tema pada setiap cerpen menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti. Berdasarkan hipotesa awal, peneliti menyimpulkan bahwa banyak sekali penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan dalam kumpulan cerpen Akar

Pule tersebut. Penindasan dan ketidakadilan tersebut akan membentuk citra

perempuan yang tercermin dalam cerpen.

Kajian tentang perempuan dalam karya sastra Indonesia telah banyak dikerjakan, baik dalam bentuk makalah maupun hasil penelitian. Tak jarang kajian tersebut merebak dalam opini-opini di surat kabar. Karya-karya Oka Rusmini juga telah banyak dikaji. Berikut adalah beberapa kajian dan penelitian tersebut:

Pertama, penelitian yang dilakukan Mashuri dalam bentuk makalah pada November 2011 dengan judul Bahasa Pemberontakan terhadap Tradisi Bali


(17)

6

dalam Novel Tempurung: Kajian Stilistika memberikan kesimpulan antara lain (1)

terdapat bahasa perlawanan yang begitu kental terhadap tradisi Bali dalam novel

Tempurung; (2) metode pemberontakan tradisinya menggunakan gaya bahasa

sarkasme, sinisme, ironi, dan paradoks; (3) Bali menyimpan potensi kekerasan, sarkasme, kekejaman, dan lain-lainnya yang selama ini tidak pernah terungkap dan didialogkan.

Kedua, penelitian yang dilakukan Dara Windiyarti dalam bentuk makalah pada April 2011 dengan judul Dendam Perempuan-Perempuan yang Tersakiti:

Kajian Psikoanalisis Sosial Novel Tempurung Karya Oka Rusmini memberikan

kesimpulan antara lain (1) tokoh-tokoh perempuan dalam novel Tempurung mengalami persoalan batin yang sangat komlpeks dan dinamis sehingga mengantarkan mereka pada kehidupan yang diliputi kecemasan dan konflik batin yang tiada henti; (2) usaha-usaha yang dilakukan untuk menanggulangi konflik batinnya diekspresikan dengan tindakan balas dendam; (3) tindakan balas dendam dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menyalurkan permusuhan dan mengekspolitasi orang lain; (4) tokoh-tokoh perempuan dalam novel Tempurung memiliki kepribadian yang neorotik karena tindakan-tindakan irasional yang dilakukannya.

Ketiga, artikel yang ditulis oleh Hat Pujiati dan dipublikasikan di Bali Post edisi Senin, 25 April 2010 dengan judul Mitos Cantik dan Kendali Pada Tubuh

Perempuan memberikan kesimpulan antara lain (1) konsep kecantikan selalu

berubah seiring perkembangan zaman dan peristiwa yang mengiringinya; (2) wacana kecantikan seseorang yang diidolakan akan mengendalikan tubuh pengidola untuk menjadi cantik dengan cara apapun; (3) wacana tubuh perempuan tersebut direpresentasikan ke dalam karya sastra oleh Oka Rusmini lewat kumpulan cerpen Akar Pule.

Keempat, artikel yang ditulis oleh Ni Made Purnamasari dan dipublikasikan di Bali Post edisi 04 April 2010 dengan judul

Perempuan-Perempuan Imajer di Simpang Kenyataan. Artikel tersebut mengupas novel Tempurung karya Oka Rusmini yang memberikan kesimpulan antara lain (1)


(18)

7

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

novel Tempurung mengangkat tema kesangsian atas pandangan tradisi dalam kenyataan kekinian; (2) novel tersebut membagi perempuan dalam tiga bagian; (3) novel Tempurung adalah novel yang yang bercerita tentang realitas dan identitas mayarakat Bali.

Kelima, penelitian yang dilakukan Vega Galanteri dalam bentuk Skripsi pada tahun 2007 dengan judul Citra Perempuan Jawa, Jepang, dan Keturunan

Indo Jepang dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan Fang

memberikan kesimpulan antara lain (1) citra perempuan jawa adalah perempuan yang tidak pernah bersikap manja; (2) perempuan jawa identik dengan sikap yang lemah lembut dan sopan santun; (3) citra perempuan jepang umumnya adalah perempuan yang sangat menghargai dan menghormati laki-laki. Mereka menganggap diri mereka tidak pantas untuk banyak tahu urusan laki-laki; (4) citra perempuan indo-jepang mencerminkan dua perpaduan antara budaya jawa dan jepang. Tokohnya memiliki sifat lemah lembut seperti yang dimiliki perempuan jawa dan jepang. Selain itu, tokohnya juga digambarkan tidak menyukai konflik, tidak suka menyimpan dendam, dan merupakan perempuan yang menerima kehidupan apa adanya. Pada dasarnya masyarakat jawa dan jepang adalah masyarakat yang patriarkis dengan karakter yang tidak jauh berbeda.

Keenam, penelitian yang dilakukan Nissa Awaliyah dalam bentuk Skripsi pada tahun 2008 dengan judul Citra Penari Tayub Perempuan dalam Novel

Penari Karya Dadang A. Dahlan memberikan kesimpulan antara lain (1) tokoh

perempuan dalam novel Penari memberikan gambaran mengenai sisi baik seorang penari tayub dalam menjalankan pekerjaannya; (2) dalam aspek fisik dan psikis telah terbentuk suatu citra perempuan sebagai mahluk individu yang mempunyai konsep diri. Perempuan mempunyai kesadaran dalam dirinya bahwa ada suatu perbedaan sikap yang diturunkan oleh budaya patriarki dalam kehidupan bermasyarakat; (3) dalam citra sosial telah terbentuk suatu citra perempuan sebagai mahluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat lainnya.


(19)

8

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji citra perempuan dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini menggunakan teori kritik sastra feminis ideologis dengan alasan sebagai berikut:

Pertama, berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan dari hasil pengamatan peneliti, citra perempuan dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini belum pernah diteliti, sehingga peneliti tertarik untuk mengkajinya.

Kedua, alasan dipilihnya karya Oka Rusmini karena hampir seluruh karyanya berbicara mengenai perempuan Bali. Oka Rusmini banyak membongkar kultur Bali yang sangat patriarki. Latar belakang Oka Rusmini yang juga perempuan Bali, berasal dari kasta Brahmana, kemudian menikah dengan laki-laki non Bali tentu sangat mempengaruhi karya-karyanya. Ia seakan bercerita tentang dirinya lewat tokoh fiksi ciptaannya.

Ketiga, Pemilihan objek penelitian pada kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini dikarenakan ke-10 cerpen dalam Akar Pule sarat akan nilai-nilai permasalahan perempuan dengan tema yang beragam sehingga dapat menghasilkan kesimpulan berupa citra perempuan dalam kumpulan cerpen tersebut. Dari 10 judul cerpen tersebut, hanya akan diambil 3 judul cerpen yang dianggap lebih menonjolkan permasalahan yang dihadapi perempuan dengan tema yang berbeda dengan tujuan untuk mengetahui apa sajakah permasalahan dan penindasan yang sering dihadapi perempuan. Ke-3 judul cerpen tersebut adalah

Sipleg, bercerita tentang perempuan yang terus dipaksa suaminya untuk

melahirkan demi mendapatkan anak lelaki; Sawa, bercerita tentang

perselingkuhan perempuan yang telah bersuami; dan Pastu, bercerita tentang perempuan yang tidak menginginkan perkawinan karena takut disakiti seperti yang telah dialami orang-orang terdekatnya.

Keempat, peneliti memfokuskan penelitian pada citra perempuan dikarenakan banyak terjadinya penindasan dan ketidakadilan terhadap perempuan hampir di seluruh sendi kehidupan dan tercermin dalam karya sastra. Melalui tokoh-tokoh yang terdapat pada ke-3 cerpen yang telah dipilih tersebut akan


(20)

9

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

tercermin citra perempuan. Citra para tokoh perempuan tersebut merupakan bentuk imajinasi, renungan, ingatan, pikiran, gagasan, pandangan pengarang tentang keberadaan, kedudukan, kehidupan, kepribadian, dan keadaan-keadaan perempuan. Mahayana (1993:11) mengatakan bahwa para sastrawan Indonesia, baik pria maupun wanita, banyak menampilkan hayatan, renungan, ingatan, fikiran, gagasan dan pandangan mereka tentang citra perempuan Indonesia (1993:5). Selain itu, ia menegaskan bahwa citra perempuan menjadi bagian yang sangat penting dan menonjol (signifikan dan dominan) dari sejarah perkembangan sastra di Indonesia.

Kelima, untuk mendapatkan citra perempuan dalam cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini, maka digunakanlah teori kritik sastra feminis ideologis yang bertujuan membongkar citra streotipe wanita dalam karya sastra.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, penelitian ini penting dilakukan. Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang citra perempuan dan tinjauan dari segi feminisme terhadap citra perempuan yang direpresentasikan dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini.

1. Bagaimana struktur teks cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini?

2. Bagaimana citra perempuan pada cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini?

3. Bagaimana tinjauan dari segi feminisme terhadap citra perempuan pada cerpen

Sipleg, Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule

karya Oka Rusmini? 1.3 Tujuan Penelitian


(21)

10

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis citra perempuan dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini. Secara lebih terperinci penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis:

1. struktur teks cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini;

2. citra perempuan pada cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini;

3. tinjauan dari segi feminisme terhadap citra perempuan pada cerpen Sipleg,

Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka

Rusmini.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan informasi mengenai citra perempuan dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini. Informasi tersebut diharapkan dapat bermanfaat dalam hal-hal berikut.

1. Manfaat Teoretis, menambah perbendaharaan penelitian tentang citra perempuan dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan telaah Feminisme.

2. Manfaat Praktis, mendapatkan pengetahuan tentang citra perempuan dan tinjauan dari segi feminisme terhadap citra perempuan pada cerpen Sipleg,

Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka

Rusmini.

1.5 Definisi Operasional

Sesuai dengan judul, permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini meliputi beberapa konsep. Konsep-konsep tersebut perlu ditegaskan terlebih dahulu definisinya agar penelitian ini jelas dan tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami maksudnya. Adapun konsep-konsep yang dimaksud adalah sebagai berikut.


(22)

11

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

1. Cerpen

Cerpen merupakan akronim dari cerita pendek yang memiliki pengertian kisahan yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam latar dan situasi dramatik. Panjang cerpen bervariasi tergantung dari jumlah kata, mulai dari short-short story (berkisar 500-an kata), middle short story, dan long short

strory (terdiri dari puluhan ribu kata). Cerpen-cerpen dalam penelitian ini

merupakan middle short strory. 2. Pendekatan strukturalisme

Pendekatan strukturalisme dipandang sebagai salah satu pendekatan (penelitian) kesusastraan yang menekankan kajian hubungan antara unsur-unsur pembangun karya sastra yang bersangkutan. Analisis struktural terhadap cerpen dalam penelitian ini dilakukan terhadap pengaluran, alur, tokoh, latar, dan aspek penceritaan.

3. Citra Perempuan

Citra perempuan diartikan sebagai gambaran mental yang dimiliki seseorang atau sekelompok perempuan. Dalam penelitian ini, citra perempuan yang akan dianalisis meliputi citra fisik, citra psikis, dan citra sosial.

4. Kritik Sastra Feminis

Kritik sastra feminis adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan kesadaran khusus akan adanya perbedaan jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan manusia pada umumnya. Kritik sastra feminis dalam penelitian ini akan dilihat melalui tinjauan feminis terhadap struktur cerpen dan citra perempuan. Selain itu, akan dianalisis juga bagaimana perlawanan tokoh-tokoh perempuan dalam cerpen.


(23)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melakukan kajian terhadap kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini. Dalam menentukan metode penelitian yang digunakan, dapat diperoleh melalui gabungan dua metode dengan syarat kedua metode tidak bertentangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Deskripsi analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa yunani,

analyein (‘ana’ = atas, ‘lyein’ = lepas, urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan malainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2004: 53).

Melalui metode penelitian desktriptif analisis, peneliti bermaksud mendekripsikan masalah-masalah yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar

Pule karya Oka Rusmini. Setelah mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan masalah-masalah, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis dengan menggunakan teori kritik sastra feminis ideologis sehingga akan didapat kesimpulan berupa citra perempuan dalam kumpulan cerpen Akar Pule. 3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini yang diterbitkan oleh PT Grasindo: Jakarta pada tahun 2012 dengan ketebalan 145 halaman. Kumpulan cerpen Akar Pule terdiri dari 10 judul cerpen yang mengetengahkan tema perempuan dalam kultur budaya Bali. Dari ke-10 judul cerpen tersebut, peneliti melakukan kajian terhadap 3 judul cerpen yang dianggap menonjol dari segi tema perempuan dalam kultur budaya Bali.


(24)

29

Akhmad Baktiar Rifai, 2013 3.3 Teknik Penelitian

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan sumber yang relevan dan dapat dijadikan rujukan penelitian.

3.3.2 Teknik Pengolahan Data

Setelah memperoleh data yang lengkap maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis. Dalam penelitian ini data akan dianalisis menggunakan pendekatan struktural dan kritik sastra feminis (KSF) ideologis. Pendekatan struktural yang akan digunakan untuk menganalisis struktur cerpen adalah pendekatan struktural Todorov. Analisis yang dilakukan meliputi analisis struktur alur, pengaluran, tokoh, latar, dan tipe penceritaan. Sedangkan melalui kritik sastra feminis ideologis akan didapatkan citra stereotip perempuan dalam karya sastra. Berikut adalah langkah kerja penelitian ini.

1. Peneliti melakukan analisis struktur pada cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu. Analisis sruktur tersebut meliputi analisis alur dan pengaluran, tokoh, latar, dan tipe penceritaan.

2. Peneliti melakukan analisis dan deskripsi mengenai citra perempuan pada cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis ideologis. Citra perempuan yang dianalisis meliputi citra fisik, citra psikis, dan citra sosial.

3. Peneliti melakukan analisis dan deskripsi mengenai tinjauan feminisme

terhadap struktur cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu. Struktur yang dimaksud dibatasi pada tinjauan terhadap tokoh dan latar sosial.

4. Peneliti melakukan analisis dan deskripsi mengenai tinjauan feminisme

terhadap citra perempuan pada cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu. Citra perempuan yang dimaksud sebelumnya telah dianalisis berdasarkan asek fisik, psikis, dan latar sosialnya.


(25)

30

5. Peneliti melakukan analisis dan deskripsi mengenai perlawanan tokoh-tokoh

perempuan pada cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu. Perlawanan tokoh-tokoh perempuan yang dimaksud adalah tindakan memberontak terhadap dominasi kekuasaan laki-laki yang dilakukan secara tersamar maupun terang-terangan, dilakukan dalam hal kecil maupun besar, dan memberikan dampak maupun tidak sama sekali.

6. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dan telah

dianalisis. Langkah terakhir adalah merumuskan simpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menjawab masalah utama dalam penelitian, yakni bagaimana citra perempuan dalam kumpulan cerpen

Akar Pule karya Oka Rusmini.

Untuk memudahkan penelitian, penulis membuat alur penelitian yang merupakan kerangka berpikir penelitian dalam bentuk bagan, sebagai berikut.


(26)

31

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Bagan 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian

m

KUMPULAN CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI

Terdapat 10 judul cerpen dengan tema perempuan dalam kultur budaya Bali. Dalam penelitian ini dipilih 3 judul cerpen yang dilatarbelakangi atas perbedaan tema dan masalah yang lebih menonjol mengenai permasalahan

perempuan

Studi Pustaka Cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu Karya Oka Rusmini

Kritik Sastra Feminis Ideologis

-Citra Perempuan -Tinjauan Feminis

terhadap Stuktur Cerpen -Tinjauan Feminis

terhadap Citra Perempuan -Perlawanan Tokoh-Tokoh

Perempuan Sruktur Cerpen Sipleg, Sawa,

dan Pastu

-Analisis Pengaluran

-Analisis Alur

-Analisis Tokoh

-Analisis Latar

-AnalisisTipe Penceritaan

CITRA PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI


(27)

32

Dalam menganalisis struktur cerpen, peneliti melakukan langkah-langkah penelitian. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Menyebutkan identitas cerpen berupa judul cerpen.

2. Menguraikan ikhtisar cerpen

3. Menganalisis struktur cerpen, yaitu pengaluran, alur, tokoh, latar, dan aspek penceritaan, dan mengkaji apakah dalam setiap unsur tersebut terdapat representasi citra perempuan. Analisis akan dilakukan dengan acuan seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.1

Pedoman Analisis Cerpen No Pokok-Pokok

Analisis

Penjelasan Teori Kritik Sastra Feminis Ideologis

1 Pengaluran Menganalisis bagaimana

pengaluran dalam cerpen dengan mencari satuan motif atau satuan cerita yang memberi kesan akan satuan keutuhan (sekuen)

2 Alur Menganalisis bagaimana

satuan dasar (sekuen) tersebut membentuk narasi yang disebut dengan fungsi utama dan menjadi penggerak jalan cerita

3 Tokoh Menjelaskan tokoh utama dan

tokoh tambahan berserta semua

Apakah tindakan-tindakan tokoh tersebut merepresentasikan citra


(28)

33

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

tindakan-tindakannya perempuan

4 Latar Analisis jenis latar yang

meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial

Apakah jenis-jenis latar tersebut merepresantikan citra perempuan.

5 Penceritaan Analisis penceritaan menurut

jenisnya dibedakan atas pencerita intern dan pencerita ekstern, sedangkan menurut tipenya dibedakan atas wicara yang dilaporkan, wicara alihan, dan wicara yang dinarasikan


(29)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Dari hasil analisis citra perempuan dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Struktur cerpen yang dianalisis meliputi pengaluran, alur, tokoh, latar dan aspek penceritaan. Secara sederhana, struktur pengaluran dan alur ketiga cerpen dapat dikatakan mudah dipahami karena didominasi alur linear. Alur kilas balik, sorot balik dan bayangan digunakan untuk menciptakan ketegangan-ketegangan dalam cerita.

Pengambaran tokoh dalam ketiga cerpen tersebut cukup jelas. Tokoh-tokoh perempuan berperan sebagai Tokoh-tokoh utama dan menggerakkan cerita. Tindakan tokoh-tokoh perempuan merepresentasikan adanya penindasan dominan yang dilakukan oleh laki-laki. Selain itu, terdapat juga penindasan oleh tokoh perempuan seperti tergambar dalam cerpen Sipleg. Watak-watak tokoh perempuan sangat beragam, antara lain berwatak keras dan egois, berwatak lemah dan labil, serta berwatak halus dan lembut. Penamaan tokoh menyiratkan strata sosial mereka dalam masyarakat.

Pengambaran latar yang meliputi latar tempat, latar waktu dan latar sosial ditampilkan dengan jelas. Latar tempat selalu menampilkan pulau Bali lengkap dengan warna lokal kebudayaan yang khas. Latar waktu dalam cerpen Sipleg dan

Pastu menampilkan Bali pada zaman dahulu dimana aturan-aturan adat masih

berlaku dan wajib ditaati. Sementara itu, latar waktu masyarakat Bali modern tergambar dalam cerpen Sawa. Latar sosial yang ditampilkan dalam ketiga cerpen berbeda-beda. Dalam Cerpen Sipleg, latar sosial yang ditampilkan adalah masyarakat Bali yang menganut sistem patriarki dengan mendudukkan laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Dalam cerpen Sawa, latar sosial tidak lagi menampilkan sistem patriarki. Kedudukan laki-laki dan perempuan sejajar seperti terlihat pada pendidikan dan pekerjaan tokoh-tokoh cerita. Latar sosial cerpen


(30)

114

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Pastu menampilkan keadaan masyarakat Bali yang memegang teguh peran kasta

dalam mengatur pernikahan.

Jenis penceritaan dalam ketiga cerpen tersebut mencakup pencerita intern yang hadir di dalam teks dan mengambil posisi sebagai tokoh dan pencerita ekstern yang tidak hadir di dalam teks karena posisinya hanya sebagai pengamat. Terdapat juga tipe pencerita yaitu, wicara yang dilaporkan, wicara alihan, dan wicara yang dinarasikan. Jenis penceritaan dan tipe pencerita tersebut memperjelas kedudukan pengarang sebagai pembuat cerita.

Analisis citra perempuan dalam ketiga cerpen tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh dalam cerita. Gambaran tersebut didapat dengan cara menganalisis setiap tindakan maupun ucapan yang dilakukan tokoh. Terdapat tiga kategori citra perempuan yang dianalisis, yakni citra fisik, citra psikis, dan citra sosial. Dari hasil analisis, secara sederhana dapat dikatakan bahwa citra perempuan dalam ketiga cerpen tersebut adalah perempuan yang mendapatkan penindasan, baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh tokoh laki-laki dalam kehidupannya. Sementara itu, citra sosial yang tergambar adalah citra sosial perempuan yang mendapat pandangan negatif dari masyarakat.

Tinjauan feminisme digunakan untuk melakukan kritik-kritik terhadap penindasan yang dialami perempuan, dalam hal ini kaitannya dengan tokoh-tokoh perempuan dalam ketiga cerpen tersebut. Tinjauan feminisme terbagi atas tinjauan terhadap struktur cerpen dan tinjauan terhadap citra perempuan dalam cerpen. Struktur yang dimaksud oleh peneliti dibatasi pada penokohan dan latar sosial. Berdasarkan hasil analisis tinjauan feminisme, pengarang menempatkan tokoh-tokoh perempuan terkurung dalam budaya patriarki Bali. Oleh pengarang, tokoh-tokoh laki-laki dibuat mendominasi segala aspek kehidupan yang menyebabkan perempuan mengalami penindasan.

Selain itu, dianalisis juga bagaimana perlawanan yang dilakukan tokoh-tokoh perempuan. Pada cerpen Sipleg, tokoh-tokoh Luh Sipleg melawan budaya patriarki di Bali. Perlawanan tersebut dilakukan secara tersamar dengan menjadi perempuan yang tidak mau berbicara pada siapapun. Hal itu dilakukan Luh Sipleg


(31)

115

sebagai protes terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya yang memandang rendah kedudukan perempuan. Pada cerpen Sawa, perlawanan terhadap budaya patriarki dilakukan oleh tokoh Ni Luh Pudakwangi. Perlawanan tersebut juga dilakukan secara tersamar, yakni dengan berselingkuh dengan laki-laki lain. Sebenarnya tindakan berselingkuh yang dilakukan seorang perempuan yang telah bersuami tentu saja tidak dibenarkan dalam budaya manapun, akan tetapi dalam hal ini Ni luh Pudakwangi telah berani menentang budaya patriarki pada masyarakat Bali yang sangat kental. Dalam masyarakat Bali, perempuan yang telah menikah harus berada dibawah kekuasaan laki-laki, sehingga dengan mudah akan diambil kesimpulan bahwa perempuan Bali tidak

akan berbuat “macam-macam”. Pada cerpen Pastu, perlawanan terhadap budaya

patriarki dilakukan oleh tokoh Dayu Cenana. Perlawanan tersebut dilakukan secara terang-terangan; ia memilih untuk tidak menikah. Dalam budaya Bali, perempuan yang tidak menikah adalah perempuan yang tidak sempurna. Dayu Cenana memilih menjadi perempuan yang dianggap tidak sempurna dibandingkan harus mengalami perlakuan semena-mena dari laki-laki seperti yang dialami oleh orang-orang terdekatnya. Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengarang dalam ketiga cerpen tersebut mengambil tema perempuan dalam balutan kebudayaan Bali yang menganut sistem patriarki. Sistem patriarki tersebut mengakibatkan ketertindasan perempuan yang dilakukan oleh laki-laki atas nama budaya.

5.2 Saran

Setelah melakukan serangkaian penelitian pada cerpen Sipleg, Sawa, dan

Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini,

penulis memberikan saran yang bersifat membangun sehubungan dengan objek penelitian, yaitu:

1. Dalam ketiga cerpen tersebut banyak sekali terjadi ketidakadilan gender yang dilakukan laki-kali terhadap perempuan. Dominasi laki-laki begitu sulit dihilangkan karena kentalnya budaya patriarki. Untuk itu, perlu perhatian dan


(32)

116

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

ini belum menyeluruh. Perempuan-perempuan dalam masyarakat pemegang teguh adat istiadat patriarki adalah contoh nyata dari ketidakadilan gender tersebut.

2. Bagi kegiatan akademis, penelitian ini diharapakan menjadi bahan

pembelajaran dan referensi sehingga memperkaya khazanah penelitian karya sastra. Kumpulan cerpen Akar pule karya Oka Rusmini ini juga dapat dikaji menggunakan teori lain sehingga akan didapat hasil penelitian yang beragam.

3. Bagi penulis perempuan, penelitian ini adalah sebuah tolok ukur keberhasilan

mereka dalam menyuarakan kaumnya. Penulis perempuan harus tetap memperjuangkan kesetaraan gender yang telah sejak lama dicita-citakan melalui karya sastra.


(33)

Daftar Pustaka

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Harcourt, Brace, & World, Inc.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Awaliyah, Nissa. 2008. Citra Penari Tayub Perempuan dalam Novel Penari Karya Dadang A. Dahlan. Bandung: Tidak diterbitkan.

Bali Post. 2010. Mitos Cantik dan Kendali Pada Tubuh Perempuan. Bali: Dimuat tanggal 25 April.

Bali Post. 2010. Perempuan-Perempuan Imajer di Simpang Kenyataan. Bali: Dimuat tanggal 4 April.

Bhasin, K. 1996. Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi

terhadap Kaum Perempuan. Yogyakarta: Bentang dan Kalynamitra.

Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Damono, Sapardi Djoko. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Darma, Budi. 1984. Sejumlah Esei Sastra. Jakarta: Unipress.

Depdiknas. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.


(34)

118

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Galanteri, Vega. 2007. Citra Perempuan Jawa, Jepang, dan Keturunan Indo Jepang dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan Fang. Bandung: Tidak diterbitkan.

Herutomo dan Hartati. 1991. Dampak Perkawinan Campuran terhadap

Tatakrama Daerah Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Jones, Edward H. 1968. Outlines of Literature: Short Stories, Novels, and Poems. New York: The Macmillan Company.

Luxemburg, Jan Van, Mike Bal, dan Willem G. Westseijn. 1991. Tentang Sastra. (diterjemahkan oleh Akhadiati Ikram). Jakarta: Intermasa.

Mahayana, Maman S dkk. 1993. Ringkasan Novel Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.

Mashuri. 2011. Bahasa Pemberontakan Terhadap Tradisi Bali Dalam Novel Tempurung : Kajian Stilistika. Tidak Diterbitkan.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Noor, Redyanto. 1999. Perempuan Idaman Novel Indonesia: Erotik dan Narsistik. Semarang: Bendera.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosidi, A. 1959. Cerita Pendek Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya. Rusmini, Oka. 2012. Akar Pule. Jakarta: Grasindo.

Rusyana, Yus. 1979. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: FKKS IKIP Bandung. Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. (diterjemahkan oleh Sugihastuti & Rossi Abi


(35)

119

Suara Merdeka. 2001. Cerpen Indonesia Yang Semakin Menjamur. Semarang:

Dimuat tanggal 19 Agustus.

Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita. Bandung: Nuansa.

Sugihastuti, dan Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob. 1917. Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumardjo, Jakob dan Saini K. M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Teeuw, A. 1983. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya. Toeti, Heraty. 1991. Wanita Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Grasindo. Tzevan, Todorov. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: PT. Gramedia.

Windiyarti, Dara. 2011. Dendam Perempuan-Perempuan Yang Tersakiti : Kajian Psikoanalisis Sosial Novel Tempurung Karya Oka Rusmini. Tidak Diterbitkan.


(1)

114

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Citra Perempuan Dalam Kumpulan Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pastu menampilkan keadaan masyarakat Bali yang memegang teguh peran kasta dalam mengatur pernikahan.

Jenis penceritaan dalam ketiga cerpen tersebut mencakup pencerita intern yang hadir di dalam teks dan mengambil posisi sebagai tokoh dan pencerita ekstern yang tidak hadir di dalam teks karena posisinya hanya sebagai pengamat. Terdapat juga tipe pencerita yaitu, wicara yang dilaporkan, wicara alihan, dan wicara yang dinarasikan. Jenis penceritaan dan tipe pencerita tersebut memperjelas kedudukan pengarang sebagai pembuat cerita.

Analisis citra perempuan dalam ketiga cerpen tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai tokoh-tokoh dalam cerita. Gambaran tersebut didapat dengan cara menganalisis setiap tindakan maupun ucapan yang dilakukan tokoh. Terdapat tiga kategori citra perempuan yang dianalisis, yakni citra fisik, citra psikis, dan citra sosial. Dari hasil analisis, secara sederhana dapat dikatakan bahwa citra perempuan dalam ketiga cerpen tersebut adalah perempuan yang mendapatkan penindasan, baik fisik maupun psikis yang dilakukan oleh tokoh laki-laki dalam kehidupannya. Sementara itu, citra sosial yang tergambar adalah citra sosial perempuan yang mendapat pandangan negatif dari masyarakat.

Tinjauan feminisme digunakan untuk melakukan kritik-kritik terhadap penindasan yang dialami perempuan, dalam hal ini kaitannya dengan tokoh-tokoh perempuan dalam ketiga cerpen tersebut. Tinjauan feminisme terbagi atas tinjauan terhadap struktur cerpen dan tinjauan terhadap citra perempuan dalam cerpen. Struktur yang dimaksud oleh peneliti dibatasi pada penokohan dan latar sosial. Berdasarkan hasil analisis tinjauan feminisme, pengarang menempatkan tokoh-tokoh perempuan terkurung dalam budaya patriarki Bali. Oleh pengarang, tokoh-tokoh laki-laki dibuat mendominasi segala aspek kehidupan yang menyebabkan perempuan mengalami penindasan.

Selain itu, dianalisis juga bagaimana perlawanan yang dilakukan tokoh-tokoh perempuan. Pada cerpen Sipleg, tokoh-tokoh Luh Sipleg melawan budaya patriarki di Bali. Perlawanan tersebut dilakukan secara tersamar dengan menjadi perempuan yang tidak mau berbicara pada siapapun. Hal itu dilakukan Luh Sipleg


(2)

sebagai protes terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya yang memandang rendah kedudukan perempuan. Pada cerpen Sawa, perlawanan terhadap budaya patriarki dilakukan oleh tokoh Ni Luh Pudakwangi. Perlawanan tersebut juga dilakukan secara tersamar, yakni dengan berselingkuh dengan laki-laki lain. Sebenarnya tindakan berselingkuh yang dilakukan seorang perempuan yang telah bersuami tentu saja tidak dibenarkan dalam budaya manapun, akan tetapi dalam hal ini Ni luh Pudakwangi telah berani menentang budaya patriarki pada masyarakat Bali yang sangat kental. Dalam masyarakat Bali, perempuan yang telah menikah harus berada dibawah kekuasaan laki-laki, sehingga dengan mudah akan diambil kesimpulan bahwa perempuan Bali tidak akan berbuat “macam-macam”. Pada cerpen Pastu, perlawanan terhadap budaya patriarki dilakukan oleh tokoh Dayu Cenana. Perlawanan tersebut dilakukan secara terang-terangan; ia memilih untuk tidak menikah. Dalam budaya Bali, perempuan yang tidak menikah adalah perempuan yang tidak sempurna. Dayu Cenana memilih menjadi perempuan yang dianggap tidak sempurna dibandingkan harus mengalami perlakuan semena-mena dari laki-laki seperti yang dialami oleh orang-orang terdekatnya. Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengarang dalam ketiga cerpen tersebut mengambil tema perempuan dalam balutan kebudayaan Bali yang menganut sistem patriarki. Sistem patriarki tersebut mengakibatkan ketertindasan perempuan yang dilakukan oleh laki-laki atas nama budaya.

5.2 Saran

Setelah melakukan serangkaian penelitian pada cerpen Sipleg, Sawa, dan Pastu yang terdapat dalam kumpulan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini, penulis memberikan saran yang bersifat membangun sehubungan dengan objek penelitian, yaitu:

1. Dalam ketiga cerpen tersebut banyak sekali terjadi ketidakadilan gender yang dilakukan laki-kali terhadap perempuan. Dominasi laki-laki begitu sulit dihilangkan karena kentalnya budaya patriarki. Untuk itu, perlu perhatian dan kesadaran dari semua pihak demi mewujudkan kesetaraan gender yang selama


(3)

116

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Citra Perempuan Dalam Kumpulan Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ini belum menyeluruh. Perempuan-perempuan dalam masyarakat pemegang teguh adat istiadat patriarki adalah contoh nyata dari ketidakadilan gender tersebut.

2. Bagi kegiatan akademis, penelitian ini diharapakan menjadi bahan pembelajaran dan referensi sehingga memperkaya khazanah penelitian karya sastra. Kumpulan cerpen Akar pule karya Oka Rusmini ini juga dapat dikaji menggunakan teori lain sehingga akan didapat hasil penelitian yang beragam. 3. Bagi penulis perempuan, penelitian ini adalah sebuah tolok ukur keberhasilan

mereka dalam menyuarakan kaumnya. Penulis perempuan harus tetap memperjuangkan kesetaraan gender yang telah sejak lama dicita-citakan melalui karya sastra.


(4)

Daftar Pustaka

Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Harcourt, Brace, & World, Inc.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Awaliyah, Nissa. 2008. Citra Penari Tayub Perempuan dalam Novel Penari Karya Dadang A. Dahlan. Bandung: Tidak diterbitkan.

Bali Post. 2010. Mitos Cantik dan Kendali Pada Tubuh Perempuan. Bali: Dimuat tanggal 25 April.

Bali Post. 2010. Perempuan-Perempuan Imajer di Simpang Kenyataan. Bali: Dimuat tanggal 4 April.

Bhasin, K. 1996. Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi terhadap Kaum Perempuan. Yogyakarta: Bentang dan Kalynamitra. Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Damono, Sapardi Djoko. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Darma, Budi. 1984. Sejumlah Esei Sastra. Jakarta: Unipress.

Depdiknas. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia.


(5)

118

Akhmad Baktiar Rifai, 2013

Citra Perempuan Dalam Kumpulan Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Galanteri, Vega. 2007. Citra Perempuan Jawa, Jepang, dan Keturunan Indo Jepang dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan Fang. Bandung: Tidak diterbitkan.

Herutomo dan Hartati. 1991. Dampak Perkawinan Campuran terhadap Tatakrama Daerah Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jones, Edward H. 1968. Outlines of Literature: Short Stories, Novels, and Poems. New York: The Macmillan Company.

Luxemburg, Jan Van, Mike Bal, dan Willem G. Westseijn. 1991. Tentang Sastra. (diterjemahkan oleh Akhadiati Ikram). Jakarta: Intermasa.

Mahayana, Maman S dkk. 1993. Ringkasan Novel Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.

Mashuri. 2011. Bahasa Pemberontakan Terhadap Tradisi Bali Dalam Novel Tempurung : Kajian Stilistika. Tidak Diterbitkan.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Noor, Redyanto. 1999. Perempuan Idaman Novel Indonesia: Erotik dan Narsistik. Semarang: Bendera.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rosidi, A. 1959. Cerita Pendek Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya. Rusmini, Oka. 2012. Akar Pule. Jakarta: Grasindo.

Rusyana, Yus. 1979. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: FKKS IKIP Bandung. Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. (diterjemahkan oleh Sugihastuti & Rossi Abi


(6)

Suara Merdeka. 2001. Cerpen Indonesia Yang Semakin Menjamur. Semarang: Dimuat tanggal 19 Agustus.

Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita. Bandung: Nuansa.

Sugihastuti, dan Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob. 1917. Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sumardjo, Jakob dan Saini K. M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Teeuw, A. 1983. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya. Toeti, Heraty. 1991. Wanita Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Grasindo. Tzevan, Todorov. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: PT. Gramedia.

Windiyarti, Dara. 2011. Dendam Perempuan-Perempuan Yang Tersakiti : Kajian Psikoanalisis Sosial Novel Tempurung Karya Oka Rusmini. Tidak Diterbitkan.