PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT TERPISAH DI INDONESIA DARI PERKAWINAN YANG DILAKSANAKAN DI LUAR NEGERI DITINJAU DARI UNDANG - UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN.

PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT TERPISAH DI
INDONESIA DARI PERKAWINAN YANG DILAKSANAKAN DI
LUAR NEGERI DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 1
TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
VEGA NIDIA ATMAWIJAYA
110110110202

Perjanjian perkawinan sebelumnya telah diatur dalam KUHPerdata
yang diberlakukan di Indonesia hingga saat ini dengan diberlakukannya
Undang – Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada dasarnya
perjanjian perkawinan dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan dalam bentuk tertulis yang disahkan oleh Pegawai
Pencatat Perkawinan agar isinya mengikat pihak ketiga. Dalam kaitannya
dengan kenyataan di masyarakat, ternyata terdapat perjanjian perkawinan
yang tidak disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Hal tersebut
terjadi karena perjanjian perkawinan dibuat secara terpisah di Indonesia,
sedangkan perkawinan dilaksanakan di luar negeri. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keabsahan serta akibat
hukum terhadap pihak ketiga dari perjanjian perkawinan yang dibuat di
Indonesia secara terpisah dari perkawinan yang dilaksanakan di luar
negeri.

Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif, yaitu metode penelitian dengan cara studi kepustakaan
dengan mengumpulkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder dan tersier seperti peraturan perundang – undangan,
buku literatur maupun surat kabar yang kemudian dianalisis secara yuridis
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian perkawinan yang
dibuat terpisah dari perkawinannya yang dilaksanakan di luar negeri
statusnya adalah tidak sah karena tidak dibuat menurut peraturan yang
berlaku, baik peraturan dimana perkawinan dilangsungkan maupun
menurut peraturan yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang – Undang
Perkawinan dan peraturan pelaksananya. Hal ini mengakibatkan
perjanjian tersebut hanya mengikat para pihak yang membuatnya saja.
Begitu pula terhadap pihak ketiga, perkawinan tersebut dianggap tanpa
perjanjian perkawinan, sehingga perjanjian perkawinan tersebut tidak
mengikat bagi pihak ketiga dan pihak ketiga tetap mempunyai hak
menagih kepada kedua belah pihak apabila para pihak melakukan
hubungan hukum dengan pihak ketiga.

iv