Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Nikah Dagang: suatu kajian sosio – antropologi tentang pranata nikah adat di jemaat GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut T1 712008002 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Identifikasi Permasalahan
Kebudayaan merupakan sesuatu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Kebudayaan sendiri ialah keseluruhan kompleks yang meliputi ilmu, kepercayaan, kesenian, tata
social, hukum, adat istiadat yang diperoleh dari anggota-anggota masyarakat.1Begitu juga
dengan pernikahan yang merupakan suatu pranata (institusi) budaya, yang menurut keyakinan
iman kristen dibenarkan oleh Tuhan. Ditegaskan pula bagaimana sepatutnya hubungan antara
laki-laki dan perempuan diatur. Dalam hubungan ini ada seperangkat nilai-nilai dan ketentuan
yang mengatur kelangsungan hidup manusia, termasuk bagaimana melangsungkan sebuah
pernikahan.
Pranata perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau pun bangsa
tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan di mana sesuatu kelompok itu berada serta
bergaul. Ia antara lain dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan
yang dianut masyarakat bersangkutan. 2 Pranata (institusi) adat adalah suatu sistim norma yang
mengatur kelangsungan hidup suatu persekutuan di dalam interaksi sosial antara mereka itu
sendiri. Manusia atau suatu kelompok masyarakat yang taat pada adat, adalah suatu pencerminan
dari tatanan budaya yang paripurna, mulai dari lahir sampai meninggal, hal mana yang tidak

1


Mahjunir, Mengenal Pokok-pokok Antropologi dan kebudayaan, (Jakarta: Bhrantara, 1967)2
Prof. H. Hilman Hadikusuma, SH. Hukum Perkawinan Indonesia, menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum
Agama. Mandar Maju/1990/Bandung, 1

2

1

lepas dari sentuhan adat. Contohnya pada saat kelahiran, kegiatan “masohi”3, acara pernikahan,
upacara-upacara adat lainnya termasuk pada upacara kematian.
Di wilayah Maluku Tengah (kepulauan Lease), khususnya desa tradisional yang dalam
istilah hukum adat disebut negeri Titawai, ada istilah pernikahan yang disebut “nikah dagang”,
di mana sebuah pasangan yang mau menikah harus melewati serangkaian kegiatan upacara adat
dalam negeri tersebut. Ritus ini mengharuskan pihak laki-laki (mempelai pria) membayar
sejumlah harta (mas kawin) untuk harta rumah tangga dan harta negeri antara lain berupa:
(1) Kain Putih satu kayu
(2) Sirih, Pinang, Tabaku, kapur
(3) Sopi
(4) Rokok

(5) Sejumlah uang untuk pemuda negeri, Raja, penjaga pintu Baileo
Ini merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh pihak mempelai laki-laki, agar supaya
pasangan tersebut dapat dinikahkan secara adat. Ketika seluruh prosesi adat telah dilakukan oleh
pihak mempelai laki-laki, maka pihak perempuan sebaliknya juga akan melakukan prosesi adat
serupa,dalam hubungan ini ketika pesta pernikahan sedang berlangsung keluarga perempuan
akan menebus semua hartanya berupa semua perlengkapan dapur,ruang tamu,dan kamar kepada
suami. Ini merupakan simbol kepatuhan istri kepada sang suami, seolah-olah telah terjadi
perdagangan harta antara pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Dari situlah timbul istilah
“nikah dagang”. Ketika semua proses yang telah penulis utarakan diatas tidak dilakukan oleh
3

Masohi adalah kegiatan bersama-sama melakukan suatu pekerjaan (gotong royong)

2

pasangan yang akan menikah, maka sanksi dan larangan yaitu diyakini (mereka tidak dikaruniai
keturunan, tidak bahagia, dan sebagainnya). Penduduk negeri Titawai sendiri sangat melekat
pada adat istiadat yang diberlakukan kepada mereka. Oleh sebab itu harus mematuhinya.
Jelaslah bahwa suatu upacara pernikahan yang seharusnya dilandaskan pada kewibawaan
gereja dan hukum, kini juga harus melewati suatu mata rantai upacara tradisional berupa ritual

adat. Ini adalah suatu prasyarat yang harus dilakukan oleh pasangan yang akan menikah. Proses
inimerupakan ritual yang harus dilakukan sebelum memasuki tahapan Nikah Gereja dan
disahkan pernikahannya di hadapan pejabat Catatan Sipil. Jadi singkatnya, setelah prosesi adat
dilakukan, barulah suatu pasangan dapat dinikahkan oleh Gereja dan Catatan Sipil.
Menurut ketentuan hukum perkawinan Kristen, tujuan perkawinan adalah untuk
membentuk suatu persekutuan hidup yang kekal antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
cinta.4 Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan menurut agamanya
dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada
Kantor Catatan Sipil, sebagaimana dimaksud dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan hal pencatatan perkawinan (pasal 2 ayat 2 PP no 9 Tahun 1975).5
Alasan mengapa penduduk setempat melakukan ritual tersebut, diduga karena tradisi
mereka yang mengharuskan setiap pasangan yang akan menikah harus terlebih dahulu
melakukan upacara adat nikah dagang sebagai tradisi“mas kawin”. Hal ini dimungkinkan juga
karena taraf pendidikankomunitas Titawai di pulau Nusalaut relatif masih minim (tamatan SMP).
Itulah sebabnya mereka hanya mengikuti ritual yang sudah merupakan upacara turun-temurun.

4
5

Ibid,. 25

Ibid., 88

3

Dan gereja di sini mungkin hanya bisa memposisikan diri sebagai fasilitator dari institusi yang
sudah ada.
2. Alasan Pemilihan Judul
Penulis berangkat dari perspektif dogmatis, bahwa suatu sistem hukum adat tidak dapat
membelokkan kepercayaan atau Iman Gereja terhadap suatu kepercayaan peradatan. Karena hal
tersebut diyakini oleh komunitas setempat sebagai harga mati.Hal itu mengingat nilai-nilai yang
harus dipatuhi dan dituruti oleh komunitas tersebut.
Berdasarkan alasan-alasan sebagaimana disebutkan di atas, maka judul penelitian yang di
pilih oleh penulis adalah sebagai berikut :
NIKAH DAGANG
“Suatu Kajian Sosio – Antropologi Tentang Pranata Nikah Adat Di Jemaat
GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut”
B. Pembatasan Rumusan Masalah
Dalam pemahaman tentang “nikah dagang” dijemaat GPM Titawai, penulis membatasi
perumusan masalah, pada pandangan sehubungan dengan pelaksanaan suatu pranata adat dan
pandangan masyarakat dalam menanggapi hal itu. Dengan demikian rumusannya adalah sebagai

berikut:
Bagaimana pandangan penduduk Titawai terhadap pranata nikah dagang
Untuk memperoleh jawaban atas masalah tersebut, maka berikut ini diinginkan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
4

1. Bagaimana pandangan Pemangku adat atau Tua-tua adat terhadap Anggota Jemaat
GPM Ebenhaezer yang melakukan nikah dagang ?
2. Bagaimana pandangan Majelis Jemaat terhadap Jemaat GPM Ebenhaezer yang
melakukan nikah dagang ?

C. Manfaat
Memperdalam wawasan penulis tentang bagaimana orang kristen selaku jemaat yang
mempunyai dasar agama dan kepercayaan dalam melihat ritual adat nikah dagang. Dan mengkaji
dalam hubungannya dengan gereja lewat ajaran-ajaran sosial, di mana presepsi suatu masyarakat
setempat, melihat adat atau ritual-ritual yang merupakan simbol dalam kehidupan bermasyarakat
sebagai bagian dari kesaksian dan pelayanan pernikahan secara iman Kristiani.

D. Metodelogi Penelitian
1.


Pendekatan Yang Digunakan
Pada kesempatan ini, penulis menggunakan jenis penelitian Kualitatif. Objek

penelitian Kualitatif adalah manusia atau segala seuatu yang dipengaruhi manusia,
termasuk tindakan dan perkataan manusia secara alamiah. 6
Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian Deksriptif. Metode
penelitian Deskriptif bermaskud mendiskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan

6

Jacob Daan Engel, Seminar Dasar (Salatiga: Fakultas Teologi, 2009), 14.

5

dengan masalah dan unit yang diteliti. Penulis memakai metode deskriptif karena
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan semua fenomena yang
terdapat dalam masalah yang diteliti, yang meliputi pengumpulan dan penyusunan data
serta interpertasi dan analisa tentang arti data itu.7
2.


Teknik Pengumpulan Data

.

Dalam penelitian ini, sumber informasi dan teknik pengumpulan data yang

dipakai adalah :
2.1 Data Primer, yang dihimpun lewat wawancara.
a. Metode pengumpulan data dengan wawancara yaitu dalam wawancara.
Penulis terlebih dahulu menentukan informasi pokok (key informan) yang
memahami dan menguasai persoalan penelitian yang akan diteliti.
Informan pangkal (key informant) adalah orang-orang yang dapat
memberikan kepada kita petunjuk atau keterangan lebih lanjut yang kita
perlukan.8 Selanjutnya penulis akan mengadakan tanya jawab secara
mendalam kepada key informan untuk menjawab persoalan penelitian,
yang telah penulis rumuskan. Wawancara tersebut dilakukan secara tak
terstruktur, yang dimaksud untuk menanyakan secara mendalam maksud,
atau penjelasan dari informan kunci. Yang merupakan Informan kunci
ialah: Pendeta, Majelis Jemaat yang bersangkutan, dan mereka yang

melakukan “nikah dagang”. Dalam pengumpulan data ini penulis

7

Ibid., 20
Koetjaraningrat. Metode-metode –enelitian masyarakat, Edisi-ketiga, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. 1997), 130

8

6

menggunakan pencatatan dengan alat recording, yang bertujuan untuk
dapat memudahkan proses wawancara, karena dapat mencatat jawaban
secara tepat samapai ke detil-detil yang kecil.
b. Informan yang penulis dapatkan dari Pendeta, Majelis Jemaat, dan Jemaat
yang melakukan Nikah Dagang.

2.1.2 Data Sekunder
a. Selain teknik wawancara, penulis juga menggunakan data sekunder. Data

sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan yang bertujuan agar dapat
memberikan data berupa vidio, foto yang bermanfaat untuk menyusun
landasan teori.
b. Lokasi : Penulis mengambil lokasi penelitian di Titawaai-Nusalaut
khususnya Jemaat Ebenheazer, karena di desa tersebut terdapat suatu
istilah „Nikah Dagang” dalam suatu pranata adat istiadat setempat.

3.

Satuan pengamatan dan Analisa
Setelah malakukan atau memperoleh data dari informan, selanjutnya penulis akan
membuat klarifikasi dari data tersebut, dari klarifikasi tersebut maka, penulis akan
menganalisa data tersebut dan kemudian dikaitkan sesuai dengan tujuan penelitian
yaitu menyangkut masyarakat dan budaya mereka yang melakukan nikah dagang.

7

E. Definisi Istilah-Istilah
(1) Gereja adalah persekutuan orang-orang beriman kepada Yesus Kristus.
(2) Mas kawin adalah adalah tanda pengikat yang diberikan oleh pihak mempelai lakilaki (atau keluarganya) kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai

perempuan) pada saat pernikahan.
(3) Gotong royong adalah suatu istilah asli khas Indonesia yang berarti saling membantu
bersama-sama, yang dalam bahasa daerah disebut “masohi”.
(4) Adat, istilah melayu Ambon. Istilah hukum adat sebenarnya berasal dari bahasa
Arab, “ Huk’m” dan “Adah” (jamaknya, Ahkam) yang artinya suruhan atau
ketentuan.9
(5) Pernikahan adalahsebuah pranta (institusi) pengikat janji perkawinan, yang
dilaksanakan untuk meresmikan sebuah ikatan pernikahan secara formal,
sebagaimana diatur dalam norma agama, norma hukum, dan norma sosial. 10
(6) Kematian adalah proses akhir dari kehidupan, atau pun ketiadaan nyawa dalam
organisme biologis.
(7) Pranata atau institusi adalah kebiasaan yang sudah melembaga secara tradisional.
(8) Norma adalah aturan hidup yang berlaku dalam lingkup kehidupan suatu kelompok
sosial. Oleh sebab itu disamakan dengan sebuah institusi. Antara lain terkait dengan
tatanan hidup beragama, sopan santun, kesusilaan, dan hukum. Perbedaan norma
hukum dengan yang lainnya terletak pada adanya sanksi yang tegas.
(9) Wilayah adalah sebuah kawasan yang secara administratif tercakup dalam sebuah
lingkup kedaulatan.
9


Prof. Dr. C. Dewi Wulansari, SH., MH., SE., MM, Hukum Adat Indonesia. (Bandung: Rafika Aditama, 2010),1
Cb-http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan; Pasal 2 ayat (1) Undang-undang no 1 tahun 1974;

10

8

(10) Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai
sesuatu peristiwa. Dalam pernikahan saksi dipakai untuk melihat dan menyaksikan
secara langsung pernikahan tersebut, dan disahkan lewat catatan sipil.
(11) Catatan Sipil adalah bagian dari birokrasi negera yang mencatat kejadian-kejadian
penting dalam hidup para warganegara (kelahiran, kematian, pernikahan) jadi harus
didaftarkan peristiwa-peristiwa tersebut ke catatan sipil.
(12) Nikah Dagang adalah suatu istilah yang digunakan di suatu wilayah, dalam hal
pertukaran harta atau pun “mas kawin”.
(13) Satu kayu adalah alat yang digunakan untuk menjadi mas kawin dalam ritual adat.
(14) Negeri adalah suatu komunitas yang tinggal pada suatu tempat; Ini adalah istilah
melayu Ambon pada suatu tatanan pedesaan adat tertentu dalam lingkup sosial
disebut desa adat.

F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN


Berisikan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian

BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL
Dalam bab II ini, berisikan tentang;


Perkawinan dalam prespektif sosial



Perkawinan dalam prespektif antropologi

9

BAB III NIKAH DAGANG DALAM MASYARAKAT TITAWAI-NUSALAUT
Pada Bab ini berisikan tentang;


Gambaran umum lokasi penelitian (pulau Nusalaut)



Gambaran umum Komunitas Titawai



Pemahaman orang Titawai terhadap nikah dagang, faktor-faktor yang menyebabkan
nikah dagang terjadi



Pandangan gereja terhadap nikah dagang.

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP NIKAH DAGANG
DALAM LINGKUP KOMUNITAS TITAWAI-NUSALAUT.


Pada bagian ini penulis akan menganilisi dan merefleksikan rumusan permasalahan
yang terdapat pada bab III dengan menggunkan pendekatan gagasan-gagasan teori
perkawinan dari tinjauan sosiologi, antropologi.

BAB V PENUTUP


Yang berisikan pengalaman penelitian penulis, kesimpulan dan saran-saran.

10

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Nikah Dagang: suatu kajian sosio – antropologi tentang pranata nikah adat di jemaat GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Nikah Dagang: suatu kajian sosio – antropologi tentang pranata nikah adat di jemaat GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut T1 712008002 BAB II

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Nikah Dagang: suatu kajian sosio – antropologi tentang pranata nikah adat di jemaat GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut T1 712008002 BAB IV

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Nikah Dagang: suatu kajian sosio – antropologi tentang pranata nikah adat di jemaat GPM Ebenhaezer-Titawai Nusalaut T1 712008002 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suatu Tinjauan Sosio-Antropologi tentang Adat Kain Berkat di Nalahia

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suatu Tinjauan Sosio-Antropologi tentang Adat Kain Berkat di Nalahia T1 712007010 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suatu Tinjauan Sosio-Antropologi tentang Adat Kain Berkat di Nalahia T1 712007010 BAB II

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suatu Tinjauan Sosio-Antropologi tentang Adat Kain Berkat di Nalahia T1 712007010 BAB IV

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suatu Tinjauan Sosio-Antropologi tentang Adat Kain Berkat di Nalahia T1 712007010 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Suatu Tinjauan Sosio-Antropologi tentang Adat Kain Berkat di Nalahia

0 0 3