GAYA KOMUNIKASI PEMANDU MUSEUM.

ABSTRAK

Bimo Andhika Nugroho Perkasa. NPM 210110110626. 2013. Skripsi ini
berjudul “Gaya Komunikasi Pemandu Museum”. Penelitian ini dibimbing oleh
pembimbing utama Dr. Antar Venus, M.A.Comm dan pembimbing pendamping
H. Hadi Suprapto Arifin, Drs., M.Si. Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan
Manajemen Komunikasi, Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gaya komunikasi apa yang
digunakan oleh pemandu dalam melakukan pemanduan, alasan mengapa mereka
menggunakan gaya komunikasi tersebut, dan hambatan yang biasanya mereka
jumpai dalam penggunaan gaya komunikasi tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Metode kualitatif digunakan karena dirasakan sangat efektif dan sesuai
dengan tujuan dari penelitian ini yang ingin menggali informasi lebih dalam
mengenai gaya komunikasi pemanduan yang digunakan oleh pemandu di
Museum Konperensi Asia-Afrika. Sedangkan pendekatan deskriptif ditujukan
untuk mendeskripsikan segala hasil pemanduan yang dilakukan oleh masingmasing pemandu. Penelitian ini dilakukan terhitung pada tanggal 11 Juni sampai 1
Juli 2013. Penulis melakukan penelitian setiap harinya, terhitung dari hari Selasa
hingga Minggu. Penulis melakukan observasi, wawancara, dan studi pustaka
dalam tehnik pengumpulan datanya. Observasi dan wawancara dilakukan terhadap
masing-masing pemandu yang berjumlah delapan orang, dengan rincian tiga

pemandu laki-laki dan lima pemandu wanita. Jenis observasi yang digunakan,
yaitu observasi partisipatori pasif, sedangkan jenis wawancara yang digunakan,
yaitu wawancara tidak berstruktur. Sebanyak 17 pertanyaan dilontarkan oleh
penulis kepada informan.
Hasil penelitian ini menemukan adanya tiga kategori gaya komunikasi
pemanduan. Pertama, gaya komunikasi ceramah yang diterapkan oleh Bapak
Kodrat. Gaya ceramah cenderung menekankan pada aspek komunikasi verbal &
nonverbal. Gaya ini terbilang cukup efektif dalam mengatur pengunjung museum
dibandingkan dengan gaya yang lainnya. Kedua, gaya komunikasi setara yang
diterapkan oleh Dehit, Sheila, dan Pak Asep. Gaya ini juga memiliki porsi yang
seimbang, baik itu dari komunikasi verbal, maupun nonverbal. Tidak ada jarak
yang dihasilkan dari penggunaan gaya ini. Ketiga, gaya komunikasi storytelling
yang diterapkan oleh Ibu Ecin, Ibu Tresna, Ibu Yuli, dan Pak Lili. Pada gaya
komunikasi ini cenderung menekankan pada aspek komunikasi verbal.
Pengunjung umumnya berada pada posisi yang pasif.
Penggunaan gaya komunikasi pemanduan yang diterapkan oleh masingmasing pemandu memiliki alasan yang beragam-ragam, tetapi mayoritas
didasarkan atas rasa nyaman yang sudah mereka rasakan. Rasa nyaman tersebut
dijadikan sebuah patokan bagi mereka untuk terus menggunakan gaya komunikasi
pemanduan ini. Adapun hambatan yang biasanya mereka hadapi berasal dari
pengunjung yang tidak fokus mendengarkan pemanduan yang mereka berikan.

Hambatan seperti ini kerap kali dihadapkan oleh setiap pemandu.

iii