Tanah Sende: Respon Dan Strategi Adaptasi Masyarakat Pedesaan Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tanah Sende: Respon Dan Strategi Adaptasi Masyarakat Pedesaan Dalam Menghadapi Krisis
Ekonomi Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tiwuk Kusuma Hastuti, Retno Kusumawiranti
Krisis ekonomi telah mendorong munculnya berbagai bentuk respons masyarakat. Respons dan
adaptasi penduduk pedesaan antara daerah yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai
dengan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Beberapa bentuk respon dalam mengatasi
kesulitan itu terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan subsisten adalah menjual harta
kekayaan, menggadaikan barang-barang miliknya (tanah, emas, perabotan, dan lain-lain),
mengungsi, mengemis, dan lain-lain. Krisis ekonomi di satu sisi menyebabkan tertutupnya
peluang bagi satu golongan dan sekaligus memunculkan kesempatan baru bagi golongan lain. Di
sisi lain muncullah kelompok yang berhasil menguasai sumberdaya desa khususnya tanah dan
barang-barang lainnya yang dijual oleh golongan miskin. Di DIY disamping menjual harta milik,
tindakan yang dilakukan masyarakat adalah menggadaikan barang-barang berharga. Lembaga
pergadaian menjadi salah satu katup pengaman yang cukup populer. Orang-orang kaya
memberi pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan uang dengan agunan tanah Inilah
kearifan lokal yang menjadi kapital sosial penting bagi kelangsungan hidup penduduk pedesaan
yang perlu digali dan dikembangkan. Ketika institusi negara tidak mampu menolong penderitaan
penduduk miskin, lembaga keluarga dan adat menjadi salah satu katup pengaman yang penting
Tujuan penelitian yaitu: (1)memberikan mode pemahaman baru terhadap potensi dan
kemampuan masyarakat desa dalam upaya menghadapi krisis atau kesulitan hidup dengan
mengembangkan strategi-strategi adaptasi yang sesuai dengan kondisi/tantangan yang
dihadapi; (2) menawarkan alternatif perspektif dalam memahami masalah-masalah orang desa,
strategi kelangsungan hidup, dan lembaga perdesaan,(3) menghasilkan suatu model
pengembangan desa mandiri dengan lebih memperhatikan keberadaan lembaga-lembaga
perdesaan yang tumbuh dari bawah.
Tanah dan pola pemilikannya bagi masyarakat pedesaan merupakan suatu factor yang krusial
bagi perkembangan kehidupan social, ekonomi, dan politik masing-masing warga desa. Hal
tersebut menyebabkan petani tidak ingin melepaskan tanahnya (jual lepas) karena memiliki
tanah berarti mempunyai kedudukan social tertentu dalam masyarakat.
Sende terjadi karena pemilik tanah memerlukan uang tetapi tidak ingin melepaskan tanahnya
untuk selama-lamanya. Dengan transaksi tanah sende, pemilik tanah tidak akan kehilangan
status sosialnya sebagai pemilik tanah, karena meskipun tanahnya dijual secara sende terusmenerus, statusnya sebagai pemilik tetap dihormati. Maka dengan menggadaikan tanah di satu
pihak kebutuhan yang sangat mendesak akan uang kontan dapat dipenuhi dengan mudah tanpa
melepaskan tanah untuk selama-lamanya karena sewaktu-waktu dapat ditebus. Di lain pihak
pemilik masih tetap menggarap tanah sebagai buruh upahan atau penyakap, sehingga masih
mempunyai penghasilan untuk menopang hidupnya. Dalam hal demikian ia masih merasa
sebagai seorang petani, karena masih ikut bertanggung jawab atas pekerjaannya. Selain itu
petani juga masih dapat aktif dalam proses pengambilan keputusan desa, karena secara de yure
masih sebagai pemilik tanah meski secara de facto tidak menguasai tanah.
Bagi pemilik modal, landasan untuk membeli sende yang selalu ada ialah bahwa si calon penjual
sudah dikenal betul dan pembeli tanah percaya bahwa uang yang diserahkan akan dikembalikan
secara utuh. Dengan membeli tanah sende, maka pemilik modal akan mendapatkan keuntungan
sebagai bunga tanah, yaitu hak pakai, sehingga dapat meningkatkan penghasilannya. Pemilik
modal pun tidak akan menderita rugi, meskipun mengalami kegagalan panen, karena uangnya
akan kembali secara utuh. Adanya pandangan kemasyarakatan, bahwa pemilikan tanah dapat
berarti peningkatan kedudukan social, menyebabkan pemilik modal berusaha keras untuk
mendapatkan tanah meskipun hanya untuk sementara waktu.
Transaksi tanah sende juga memberikan keuntungan tidak langsung kepada pemilik modal,
misalnya pemanfaatan ternak, waktu dan tenaga kerja yang ada secara baik. Cukup banyak
petani yang sukses dalam memperkembangkan usaha taninya melalui sende atau gadai tanah.
Karena dengan jumlah modal yang sama besarnya ia tidak akan memperoleh tanah yasan yang
sama luasnya dengan tanah garapan yang diperolehnya dari sende. Lazimnya harga dalam gadai
tanah lebih rendah jika dibanding dengan pembelian tanah yasan. Sehingga pemilik modal
mempunyai keuntungan karena tidak memerlukan modal yang besar untuk pembelian tanah
dan modal lainnya dapat digunakan untuk biaya pengelolaan secara intensif.
Ekonomi Di Daerah Istimewa Yogyakarta
Tiwuk Kusuma Hastuti, Retno Kusumawiranti
Krisis ekonomi telah mendorong munculnya berbagai bentuk respons masyarakat. Respons dan
adaptasi penduduk pedesaan antara daerah yang satu dengan yang lain berbeda-beda sesuai
dengan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Beberapa bentuk respon dalam mengatasi
kesulitan itu terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan subsisten adalah menjual harta
kekayaan, menggadaikan barang-barang miliknya (tanah, emas, perabotan, dan lain-lain),
mengungsi, mengemis, dan lain-lain. Krisis ekonomi di satu sisi menyebabkan tertutupnya
peluang bagi satu golongan dan sekaligus memunculkan kesempatan baru bagi golongan lain. Di
sisi lain muncullah kelompok yang berhasil menguasai sumberdaya desa khususnya tanah dan
barang-barang lainnya yang dijual oleh golongan miskin. Di DIY disamping menjual harta milik,
tindakan yang dilakukan masyarakat adalah menggadaikan barang-barang berharga. Lembaga
pergadaian menjadi salah satu katup pengaman yang cukup populer. Orang-orang kaya
memberi pinjaman kepada orang-orang yang membutuhkan uang dengan agunan tanah Inilah
kearifan lokal yang menjadi kapital sosial penting bagi kelangsungan hidup penduduk pedesaan
yang perlu digali dan dikembangkan. Ketika institusi negara tidak mampu menolong penderitaan
penduduk miskin, lembaga keluarga dan adat menjadi salah satu katup pengaman yang penting
Tujuan penelitian yaitu: (1)memberikan mode pemahaman baru terhadap potensi dan
kemampuan masyarakat desa dalam upaya menghadapi krisis atau kesulitan hidup dengan
mengembangkan strategi-strategi adaptasi yang sesuai dengan kondisi/tantangan yang
dihadapi; (2) menawarkan alternatif perspektif dalam memahami masalah-masalah orang desa,
strategi kelangsungan hidup, dan lembaga perdesaan,(3) menghasilkan suatu model
pengembangan desa mandiri dengan lebih memperhatikan keberadaan lembaga-lembaga
perdesaan yang tumbuh dari bawah.
Tanah dan pola pemilikannya bagi masyarakat pedesaan merupakan suatu factor yang krusial
bagi perkembangan kehidupan social, ekonomi, dan politik masing-masing warga desa. Hal
tersebut menyebabkan petani tidak ingin melepaskan tanahnya (jual lepas) karena memiliki
tanah berarti mempunyai kedudukan social tertentu dalam masyarakat.
Sende terjadi karena pemilik tanah memerlukan uang tetapi tidak ingin melepaskan tanahnya
untuk selama-lamanya. Dengan transaksi tanah sende, pemilik tanah tidak akan kehilangan
status sosialnya sebagai pemilik tanah, karena meskipun tanahnya dijual secara sende terusmenerus, statusnya sebagai pemilik tetap dihormati. Maka dengan menggadaikan tanah di satu
pihak kebutuhan yang sangat mendesak akan uang kontan dapat dipenuhi dengan mudah tanpa
melepaskan tanah untuk selama-lamanya karena sewaktu-waktu dapat ditebus. Di lain pihak
pemilik masih tetap menggarap tanah sebagai buruh upahan atau penyakap, sehingga masih
mempunyai penghasilan untuk menopang hidupnya. Dalam hal demikian ia masih merasa
sebagai seorang petani, karena masih ikut bertanggung jawab atas pekerjaannya. Selain itu
petani juga masih dapat aktif dalam proses pengambilan keputusan desa, karena secara de yure
masih sebagai pemilik tanah meski secara de facto tidak menguasai tanah.
Bagi pemilik modal, landasan untuk membeli sende yang selalu ada ialah bahwa si calon penjual
sudah dikenal betul dan pembeli tanah percaya bahwa uang yang diserahkan akan dikembalikan
secara utuh. Dengan membeli tanah sende, maka pemilik modal akan mendapatkan keuntungan
sebagai bunga tanah, yaitu hak pakai, sehingga dapat meningkatkan penghasilannya. Pemilik
modal pun tidak akan menderita rugi, meskipun mengalami kegagalan panen, karena uangnya
akan kembali secara utuh. Adanya pandangan kemasyarakatan, bahwa pemilikan tanah dapat
berarti peningkatan kedudukan social, menyebabkan pemilik modal berusaha keras untuk
mendapatkan tanah meskipun hanya untuk sementara waktu.
Transaksi tanah sende juga memberikan keuntungan tidak langsung kepada pemilik modal,
misalnya pemanfaatan ternak, waktu dan tenaga kerja yang ada secara baik. Cukup banyak
petani yang sukses dalam memperkembangkan usaha taninya melalui sende atau gadai tanah.
Karena dengan jumlah modal yang sama besarnya ia tidak akan memperoleh tanah yasan yang
sama luasnya dengan tanah garapan yang diperolehnya dari sende. Lazimnya harga dalam gadai
tanah lebih rendah jika dibanding dengan pembelian tanah yasan. Sehingga pemilik modal
mempunyai keuntungan karena tidak memerlukan modal yang besar untuk pembelian tanah
dan modal lainnya dapat digunakan untuk biaya pengelolaan secara intensif.