Studi Deskriptif Tentang Derajat Adversity Quotient Pada Anak Asuh Yayasan "X" di Bandung.

(1)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient

Pada Anak Asuh Yayasan X di Bandung” ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai AQ pada anak asuh Yayasan X berusia 9-11 Tahun di Bandung, yang berada pada kategori masa kanak kanak akhir.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-eksperimental, ex post facto. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada semua anggota populasi yang berjumlah 32 orang.

Penelitian ini didasari oleh teori Adversity Quotient dari Paul G. Stoltz (2000) dengan keempat dimensinya yang terdiri dari Control, Ownership, Reach dan Endurance. Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari alat ukur “Adversity Response Profile” (ARP) dari Paul G. Stoltz (2000) dan terdiri dari 16 item. Validitas alat ukur berkisar antara 0.301 – 0.768 dan reliabilitas sebesar 0,616. Hasil dari penelitian adalah sebagian besar anak asuh Yayasan X di Bandung mempunyai AQ dalam taraf yang sedang, dengan dimensi Control, Reach dan Endurance dalam taraf yang sedang pula. Sedangkan untuk dimensi Ownership berada pada taraf yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa anak asuh cukup memiliki kemampuan untuk bertahan dan mengatasi hambatan yang dialaminya, serta memiliki tanggung jawab yang besar terhadap hambatan yang dialami.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sikap orang tua, guru dan teman-teman ketika menghadapi kesulitan tampaknya berkaitan dengan sikap anak asuh ketika menghadapi kesulitan belajar. Peneliti mengajukan saran agar peneliti lain dapat mengembangkan penelitian ini, dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi AQ sebagai pembahasan yang lebih mendalam lagi dari penelitian ini, misalnya dengan melihat hubungan AQ dengan parent support.


(2)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

ABSTRAK……….. KATA PENGANTAR………. DAFTAR ISI……… DAFTAR BAGAN………..

DAFTAR TABEL………

DAFTAR LAMPIRAN………

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 11

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 11

1.4Kegunaan Penelitian………..11

1.4.1. Kegunaan Teoretis………...11

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 12

1.5. Kerangka Pemikiran ... 12

1.6. Asumsi ... 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adversity Quotient 2.1.1 Definisi Adversity Quotient ... 21


(3)

Universitas Kristen Maranatha

2.1.3 Derajat Adversity Quotient…… ... 24

2.1.4 Peran Adversity Quotient dalam Kehidupan ... 26

2.1.5 Ilmu Pengetahuan tentang Adversity Quotient ... 31

2.1.6 Proses Kerja Adversity Quotient ... 36

2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient ... 39

2.1.7.1 Faktor Internal ... 40

2.1.7.2 Faktor Eksternal ... 42

2.2 Masa Akhir Kanak-kanak 2.2.1 Definisi dan Batasan Masa Akhir Kanak-kanak ... 44

2.2.2 Perkembangan Kognitif pada Masa Akhir Kanak-kanak... 45

2.2.3 Perkembangan Sosioemosional pada Masa Akhir Kanak- kanak ... 45

2.3 Anak Asuh 2.3.1 Pengertian Anak Asuh... 47

2.3.2 Anak Asuh Yayasan X ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 50

3.2. Variabel Penelitian ... 50


(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Definisi Konseptual ... 51

3.3.2 Definisi Operasional ... 51

3.4. Alat Ukur Penelitian ... 52

3.4.1 Alat Ukur Adversity Quotient... 52

3.4.2 Data Penunjang ... 54

3.4.3 Pengujian Alat Ukur ... 55

3.4.3.1 Validitas Alat ukur ... 55

3.4.3.2 Reabilitas Alat ukur ... 57

3.5. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 58

3.5.1 Populasi Sasaran ... 58

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 58

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 59

3.6 Teknik Analisis ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Sampel ... 60

4.2 Hasil Penelitian ... 61

4.2.1 Distribusi Frekuensi………. . 61

4.2.2 Tabulasi Silang ... 64


(5)

Universitas Kristen Maranatha BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 76 5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA………... DAFTAR RUJUKAN……… LAMPIRAN...


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.5. Kerangka Pemikiran……….………19 Bagan 3.1. Rancangan Penelitian………...50


(7)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin…. 60 Tabel 4.1.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia………. 60 Tabel 4.2.1.1 Distribusi Frekuensi AQ……… 61 Tabel 4.2.1.2 Persentase CORE Responden Secara Keseluruhan………62 Tabel 4.2.1.3 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai

Derajat AQ Tinggi……….….62 Tabel 4.2.1.4 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai

Derajat AQ Sedang..……….……….63 Tabel 4.2.1.5 Persentase CORE Pada Responden Yang Mempunyai

Derajat AQ Rendah…..……….64 Tabel 4.2.2.1 Tabulasi Silang antara AQ dengan Karakteristik Responden…...64 Tabel 4.2.2.2 Tabulasi Silang antara AQ dengan Penilaian Responden

Tentang Prestasinya………...65 Tabel 4.2.2.3 Tabulasi Silang antara AQ dengan Prestasi Akademik

Selama Mendapatkan Beasiswa……… 66 Tabel 4.2.2.4 Tabulasi Silang antara AQ dengan Usaha Responden dalam

Mengatasi Hambatan………... 67 Tabel 4.2.2.5 Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Orang Tua Ketika


(8)

(9)

Lampiran 1. Alat Ukur Adversity Quotient PETUNJUK PENGISIAN

Pada halaman berikut terdapat sejumlah pernyataan. Adik diminta untuk membayangkan setiap situasi yang ada di bawah ini seolah-olah terjadi pada diri adik saat ini. Bayangkan apa yang akan adik apa yang akan terjadi sebagai akibat dari situasi tersebut. Kemudian berikan tanda silang (X) pada angka yang merupakan jawaban yang sesuai dengan dirimu. Adik diminta untuk mengisinya secara spontan, yaitu apa yang pertama kali ada dalam pikiranmu saat membayangkan situasi tersebut. Adik diminta untuk mengisi semua pertanyaan dan jangan sampai ada yang terlewati.

Contoh :

o Saya kehilangan mainan yang sangat saya sukai.

Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

 Bila adik merasa sama sekali tidak mungkin mempengaruhi situasi tersebut, maka berikan tanda silang pada angka 1

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

 Bila adik merasa cenderung tidak mungkin mempengaruhi situasi tersebut, maka berikan tanda silang pada angka 2

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

 Bila adik merasa ragu antara mungkin atau tidak mungkin dapat mempengaruhi situasi itu sepenuhnya, maka berikan tanda silang pada angka 3


(10)

 Bila adik merasa cenderung dapat mempengaruhi situasi tersebut sepenuhnya, maka berikan tanda silang pada angka 4

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

 Bila adik merasa dapat mempengaruhi situasi itu sepenuhnya, maka berikan tanda silang pada angka 5


(11)

1. Orang tua kamu mengalami kesulitan keuangan pada saat tahun ajaran baru. Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

2. Kamu terlewati untuk diangkat menjadi ketua kelas.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

bertanggung jawab bertanggung jawab

3. Kamu mendapatkan teguran atas tugas yang baru saja kamu selesaikan. Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada

aspek hidup saya situasi ini

4. Seseorang yang kamu hargai mengabaikan usaha kamu untuk membicarakan tugas yang tidak kamu mengerti.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

bertanggung jawab bertanggung jawab

5. Orang memberikan tanggapan yang tidak baik pad aide kamu. Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?


(12)

6. Kamu tidak dapat beristirahat seperti yang kamu perlukan. Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

7. Ban sepedamu bocor ketika kamu sedang dalam perjalanan ke sekolah untuk mengikuti ulangan umum.

Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada

aspek hidup saya situasi ini

8. Setelah mencari dengan seksama, kamu tidak dapat menemukan buku catatan yang penting.

Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

9. Kamu kekurangan anggota kelompok untuk mengerjakan tugas pada mata pelajaran yang sulit.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya


(13)

10.Kamu terlambat datang ke sekolah pada hari pertama ulangan umum. Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada

aspek hidup saya situasi ini

11.Tugas sekolah dan tugas di rumahmu tidak seimbang. Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

12.Kamu tampaknya tidak mempunyai cukup uang . Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

13.Kamu tidak berolahraga secara teratur padahal tahu apa yang seharusnya dilakukan. Sejauh mana kamu dapat mempengaruhi situasi ini?

Sama sekali tidak mungkin 1 2 3 4 5 Sepenuhnya

14.Kamu tidak berhasil mencapai nilai rapor seperti yang diharapkan.

Sejauh mana kamu merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini?

Sama sekali tidak 1 2 3 4 5 Sepenuhnya


(14)

15.Kamu kehilangan sesuatu yang penting untukmu. Akibat dari situasi ini akan:

Berpengaruh selamanya 1 2 3 4 5 dengan cepat

berlalu

16.Gurumu tetap tidak setuju dengan pendapatmu ketika kamu menyerahkan tugas yang diberikannya.

Akibat dari situasi ini akan:

Mempengaruhi semua 1 2 3 4 5 Terbatas pada


(15)

Lampiran 2. Data Penunjang

No. Urut : Data Pribadi

1. Nama :

2. Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan

3. Usia :

4. Kelas :

5. Lama mendapat beasiswa : ……… semester. 6. Rata-rata nilai rapor selama mendapat beasiswa : 7. Saya memiliki kemampuan dalam bidang:

……….. 8. Prestasi yang pernah dicapai:

……….. 9. Cita-cita:

……….. 10.Usaha yang dilakukan untuk mencapai cita-cita itu:

………. …….……… ………….……… 11.Hal yang biasa saya lakukan jika menemukan hambatan dalam belajar:

……… ………


(16)

12.Ikut bimbingan belajar? Ya / tidak Alasannya:

……… ……… II. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri saudara!

1. Guru mengadakan ulangan mendadak, padahal saya belum belajar. Saya akan……… a. Mengerjakan sendiri sesuai dengan kemampuan saya

b. Bertanya kepada teman bila saya tidak dapat menjawab soal tersebut c. Bekerja sama dengan teman dalam menjawab soal ulangan tersebut 2. Guru memberikan soal secara lisan. Saya akan…

a. Langsung mengangkat tangan untuk mencoba menjawab soal tersebut b. Menunggu ditunjuk oleh guru, baru menjawab

c. Tidak menjawab karena takut salah

3. Dalam waktu 1 bulan, kira-kira saya terserang penyakit sebanyak….. a. 1 kali atau tidak sama sekali

b. 2-3 kali

c. Lebih dari 3 kali

4. Ketika ada teman yang mengejek saya, maka……. a. Saya langsung marah kepadanya

b. Saya mengatakan padanya bahwa saya kesal dengan perbuatannya dan memintanya untuk berhenti mengejek


(17)

5. Hubungan saya dengan guru saya ………

a. Sangat baik d. Kurang baik

b. Baik e. Tidak baik

c. Cukup baik

6. Hubungan saya dengan orang tua saya ………

a. Sangat baik d. Kurang baik

b. Baik e. Tidak baik

c. Cukup baik

7. Sikap orang tua ketika saya sedang belajar ………..

a. Sangat mendukung c. Kurang mendukung

b. Cukup mendukung d. Tidak mendukung

8. Menurut pengamatan saya, ketika orang tua saya mengalami kesulitan, biasanya mereka : a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut

b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu c. Mudah menyerah terhadap situasi

9. Setahu saya, ketika guru saya mengalami kesulitan, biasanya mereka : a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu c. Mudah menyerah terhadap situasi

10.Ketika teman saya mengalami kesulitan, biasanya mereka :

a. Berusaha keras melakukan sesuatu untuk mengatasi kesulitan tersebut b. Berusaha mengatasi kesulitan, namun hanya sampai batas tertentu c. Mudah menyerah terhadap situasi


(18)

11.Saya termasuk siswa yang :

a. Sangat berprestasi c. Kurang berprestasi b. Cukup berprestasi d. Tidak berprestasi

12.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan orang tua saya terhadap keberhasilan saya ?

a. Sangat besar c. Kurang

b. Cukup besar d. Tidak ada

13.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan oleh guru saya terhadap keberhasilan saya ?

a. Sangat besar c. Kurang

b. Cukup besar d. Tidak ada

14.Selama ini seberapa besar perhatian yang diberikan oleh teman dekat saya terhadap keberhasilan saya ?

a. Sangat besar c. Kurang


(19)

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Validitas dan Reabilitas No soal Validitas

1 0.349 valid 2 0.305 valid 3 0.627 valid 4 0.345 valid 5 0.517 valid 6 0.301 valid 7 0.49 valid 8 0.345 valid 9 0.517 valid 10 0.49 valid 11 0.402 valid 12 0.55 valid 13 0.305 valid 14 0.715 valid 15 0.768 valid 16 0.654 valid

Reabilitas 0.616


(20)

Lampiran 4. Tabulasi Silang Data Penunjang dan AQ

Tabel 4.1. Tabulasi Silang antara AQ dengan Usia Responden

Usia AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

9 tahun 2 28.57 5 71.43 0 0 7 100

10 tahun 4 28.57 10 71.43 0 0 14 100

11 tahun 4 36.36 6 54.55 1 9.09 11 100

Tabel 4.2. Tabulasi Silang antara AQ dengan Kelas Responden

Kelas AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

4 3 27.28 8 72.72 0 0 11 100

5 6 37.5 9 56.25 1 6.25 16 100


(21)

Tabel 4.3. Tabulasi Silang antara AQ dengan Lama Responden Mendapat Beasiswa Lama

Beasiswa (Semester)

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

3 2 22.22 6 66.67 1 11.11 9 100

5 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100

7 5 35.71 9 64.29 0 0 14 100

Tabel 4.4. Tabulasi Silang antara AQ dengan Kemampuan Responden

Kemampuan AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Akademik 1 25 3 75 0 0 4 100

Non – Akademik 9 32.14 18 64.29 1 3.57 28 100

Tabel 4.5. Tabulasi Silang antara AQ dengan Prestasi Responden

Prestasi AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Akademik 2 33.33 4 66.67 0 0 6 100

Non-Akademik 5 29.41 12 70.59 0 0 17 100


(22)

Tabel 4.6. Tabulasi Silang antara AQ dengan Bidang Cita-cita Responden Cita-cita

(dalam bidang)

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Kesehatan 2 25 5 62.5 1 12.5 8 100

Pendidikan 3 50 3 50 0 0 6 100

Kesenian 2 50 2 50 0 0 4 100

Olahraga 1 11.11 8 88.89 0 0 9 100

Lain-lain 2 40 3 60 0 0 5 100

Tabel 4.7. Tabulasi Silang antara AQ dengan Usaha Responden untuk Mencapai Cita-cita

Usaha untuk mencapai

cita-cita

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Umum 9 33.33 17 62.97 1 3.70 27 100


(23)

Tabel 4.8. Tabulasi Silang antara AQ dengan Keikutsertaan Responden dalam Bimbingan Belajar yang Diadakan Yayasan X

Mengikuti bimbingan belajar

Yayasan X

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Ya 6 28.57 14 66.67 1 4.76 21 100

Kadang 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100

Tidak 1 50 1 50 0 0 2 100

Tabel 4.9. Tabulasi Silang antara AQ dengan Alasan Keikutsertaan Responden Dalam Bimbingan Belajar

Alasan AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Internal 8 30.77 17 65.38 1 3.85 26 100


(24)

Tabel 4.10 Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Responden Ketika Guru Mengadakan Ulangan Mendadak

Respon Responden AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Mengerjakan sendiri

10 31.25 21 68.75 1 0 32 100

Bertanya bila tidak dapat menjawab

0 0 0 0 0 0 0 0

Bekerjasama 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 4.11. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Responden Ketika Guru Memberikan Soal Lisan

Respon Responden AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Langsung menjawab 7 30.43 16 69.57 0 0 23 100

Menunggu ditunjuk 3 37.5 5 62.5 0 0 8 100


(25)

Tabel 4.12. Tabulasi Silang antara AQ dengan Frekuensi Responden Terserang Penyakit dalam waktu 1 Bulan

Frekuensi AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

≤ 1 8 38.09 13 61.91 0 0 21 100

2-3 2 22.22 6 66.67 1 11.11 9 100

>3 0 0 2 100 0 0 2 100

Tabel 4.13. Tabulasi Silang antara AQ dengan Reaksi Responden Ketika Ada Yang Mengejek

Reaksi responden AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Langsung marah 0 0 1 100 0 0 1 100

Menyatakan kekesalan

4 26.66 10 66.67 1 6.67 15 100

Memendam kekesalan


(26)

Tabel 4.14. Tabulasi Silang antara AQ dengan Hubungan Responden dengan Guru Hubungan

dengan Guru

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat baik 5 55.56 4 44.44 0 0 9 100

Baik 1 8.33 11 91.67 0 0 12 100

Cukup baik 4 40 5 50 1 10 10 100

Kurang baik 0 0 1 100 0 0 1 100

Tidak baik 0 0 0 0 0 0 0 0

Tabel 4.15. Tabulasi Silang antara AQ dengan Hubungan Responden dengan Orang Tua Hubungan

dengan Orang tua

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat baik 8 47.06 9 52.94 0 0 17 100

Baik 1 11.11 7 77.78 1 11.11 9 100

Cukup baik 1 25 3 75 0 0 4 100

Kurang baik 0 0 2 100 0 0 2 100


(27)

Tabel 4.16. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Orang Tua Ketika Menghadapi Kesulitan

Respon orang tua AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Berusaha Keras 6 27.27 16 72.73 0 0 22 100

Berusaha Sampai Batas Tertentu

4 50 4 50 0 0 8 100

Mudah Menyerah 0 0 1 50 1 50 2 100

Tabel 4.17. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Guru Ketika Menghadapi Kesulitan

Respon Guru AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Berusaha Keras 8 29.63 18 66.67 1 3.7 27 100 Berusaha Sampai

Batas Tertentu


(28)

Tabel 4.18. Tabulasi Silang antara AQ dengan Respon Teman Ketika Menghadapi Kesulitan

Respon Teman AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Berusaha Keras 6 31.58 13 68.42 0 0 19 100

Berusaha Sampai Batas Tertentu

4 30.77 8 61.54 1 7.69 13 100

Tabel 4.19. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Orang Tua Terhadap Keberhasilan Responden

Perhatian terhadap keberhasilan

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat besar 6 33.33 12 66.67 0 0 18 100


(29)

Tabel 4.20. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Guru Terhadap Keberhasilan Responden

Perhatian terhadap keberhasilan

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat besar 6 46.15 7 53.85 0 0 13 100

Cukup besar 4 22.22 13 72.22 1 5.56 18 100

Kurang besar 0 0 1 100 0 0 1 100

Tabel 4.21. Tabulasi Silang antara AQ dengan Perhatian yang Diberikan Teman Terhadap Keberhasilan Responden

Perhatian terhadap keberhasilan

AQ Total

Tinggi Sedang Rendah

% % % %

Sangat besar 3 33.33 6 66.67 0 0 9 100

Cukup besar 6 35.30 10 58.82 1 5.88 17 100


(30)

Lampiran 5. Kategori Penilaian Prestasi Akademik Berdasarkan Patokan Nilai Rapor

Nilai Rapor Kategori

6, 1 – 7,0 Cukup

7,1 – 8,0 Cukup Baik

8,1 – 9,0 Baik


(31)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang penting, karena memegang peranan kunci sebagai pendekatan dasar dan bagian penting dalam sistem pembangunan bangsa (Djuju Sudjana, Pikiran Rakyat, 15 Februari 2005). Oleh karena itu pemerintah mencanangkan program Wajib Belajar 9 tahun untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Pada pelaksanaannya, tidak semua orang bisa menamatkan pendidikan dasar 9 tahun secara berkesinambungan. Salah satu faktor penghambat anak dalam menamatkan pendidikan dasarnya adalah faktor ekonomi. Banyak anak usia sekolah dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan bantuan dari orang lain agar dapat menamatkan pendidikan dasar. Pada tahun 2005 tercatat sekitar 1.712.413 anak putus sekolah dan 84,48% diantaranya adalah tingkat Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidayah (Seto Mulyadi, Kompas, 22 Juli 2006).

Di daerah Bandung Timur, terdapat banyak anak usia sekolah dasar dari keluarga tidak mampu. Sebagian besar dari mereka memiliki orang tua yang kurang berpendidikan. Rendahnya pendidikan orang tua, membuat sudut pandang mereka menjadi sempit. Kebanyakan dari mereka melakukan pekerjaan kasar. Ada yang bekerja sebagai buruh, pekerja bangunan, pembantu, dan supir. Sebagian besar orang tua mereka tidak memiliki pekerjaan yang tetap, bahkan ada juga yang menganggur. Orang tua mereka


(32)

2

Universitas Kristen Maranatha memiliki penghasilan yang tidak tetap, sehingga untuk memenuhi kehidupan sehari-hari pun sulit, apalagi untuk membiayai mereka sekolah.

Yayasan X merasa ikut bertanggung jawab untuk menunjang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar dengan memberikan beasiswa kepada anak usia sekolah dari keluarga tidak mampu. Yayasan X merupakan sebuah yayasan sosial yang dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas, dalam upaya mencerdaskan bangsa. Selain memberikan beasiswa, Yayasan X pun melakukan upaya pengembangan sumber daya manusia berupa pemberian pelatihan kepada ibu-ibu, mendirikan home industry, dan mendirikan Balai Pengobatan di sebuah daerah di kawasan Bandung Timur. Anak yang diberi beasiswa selanjutnya disebut anak asuh.

Tahun 2003 jumlah anak asuh Yayasan “X” 20 orang, kemudian jumlahnya meningkat menjadi 80 orang setelah berjalan 3 tahun. Dari 80 orang anak asuh, 75% berusia 6-12 tahun (Sekolah Dasar), 13,75% berusia 13-15 tahun (SMP), 11,5% usia 16-18 tahun (SMU). Anak-anak tersebut terdiri dari 35% perempuan dan 65% laki-laki. Anak asuh Yayasan X berasal dari beberapa sekolah di kawasan yang sama.

Anak asuh berasal dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan bantuan dari orang lain agar dapat menamatkan pendidikan dasar, namun cukup berprestasi. Calon anak asuh diseleksi dengan persyaratan memiliki rata-rata nilai raport minimal 6,5 dan tidak sedang mendapatkan beasiswa dari


(33)

3

Universitas Kristen Maranatha instansi lain. Data identitas calon anak asuh didapat berdasarkan informasi dari Ketua RT mengenai keluarga tidak mampu di lingkungan tersebut dan dari formulir mengenai data diri yang diisi orang tua calon anak asuh.

Anak asuh mendapatkan bantuan dalam bentuk biaya sekolah, tunjangan kesehatan dan fasilitas belajar berupa bimbingan belajar. Selama mendapatkan beasiswa anak asuh tetap tinggal bersama orang tuanya dan tetap bersekolah di sekolah asalnya. Meskipun sudah mendapatkan bantuan biaya untuk sekolah, namun hambatan yang dialami anak asuh ini masih tetap ada. Di rumah, anak asuh harus membantu orang tua mereka dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, dan menjaga adik mereka karena orang tua mereka sibuk mencari nafkah. Padahal anak asuh usia 9-11 tahun berada pada masa anak-anak “usia sekolah” dimana anak asuh seharusnya menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain bersama teman-temannya. Tetapi dengan kondisi keluarga mereka, mereka harus dapat membagi waktu mereka untuk belajar, membantu orang tua mereka di rumah dan bermain bersama teman sebaya.

Anak asuh akan mendapatkan beasiswa selama 1 tahun dan dapat diperpanjang jika anak asuh dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan prestasi akademisnya. Anak asuh yang mengalami penurunan prestasi akan diberi surat peringatan, kemudian diberi kesempatan untuk meningkatkan prestasi selama 2 semester. Pemberian beasiswa dapat dihentikan bila anak asuh tidak dapat meningkatkan prestasinya kembali.


(34)

4

Universitas Kristen Maranatha Anak asuh harus berupaya meningkatkan prestasinya dengan giat belajar dan rajin mengikuti pelajaran di sekolah. Anak asuh yang masuk rangking 10 besar di kelasnya akan mendapatkan biaya untuk pembelian buku pada tahun ajaran baru dan hadiah. Bila mengalami kesulitan dalam suatu mata pelajaran, anak asuh dapat meminta bantuan ke Bimbingan Belajar (Bimbel) yang disediakan Yayasan X. Belajar di Bimbel saja tidak cukup, anak asuh harus belajar juga di rumahnya. Namun, anak asuh tidak mempunyai tempat yang memadai untuk belajar di rumahnya. Kebanyakan dari mereka tinggal di rumah yang sangat kecil. Aktivitas seluruh anggota keluarga, seperti tidur, memasak, menonton, belajar, dilakukan dalam satu ruangan yang dapat relatif sempit. Hal ini membuat anak asuh sulit berkonsentrasi ketika belajar di rumah.

Pada umumnya, anak asuh kurang memiliki sarana prasarana yang memadai di sekolahnya, misalnya penyediaan buku di perpustakaan yang kurang lengkap, dan tidak tersedianya ruangan untuk melakukan percobaan ilmiah. Ada anak asuh yang menganggap keterbatasan sarana dan prasarana tersebut sebagai hal yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan belajarnya, ada juga anak asuh yang tidak menanggapinya sebagai hal yang mengganggu.

Faktor penghambat lainnya adalah keluarga. Sebagian besar dari orang tua anak asuh sibuk bekerja, sehingga tidak mempunyai waktu untuk menemani dan membantu ketika anak asuh merasa kesulitan dalam belajar. Selain itu, karena rendahnya pendidikan orang tua, sehingga orang tua kesulitan membantu anaknya ketika mengalami kesulitan belajar. Ada anak


(35)

5

Universitas Kristen Maranatha yang menghayati hal tersebut sebagai hambatan untuk dapat maju, ada juga yang menganggap hal tersebut sebagai tantangan untuk dapat belajar sendiri.

Anak asuh usia 9 – 11 tahun berada pada ”usia sekolah” dimana mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tuanya. Mereka seringkali mengamati teman sebaya dan menjadikannya model dalam berperilaku. Teman seringkali memiliki sikap yang sama terhadap sekolah, aspirasi pendidikan dan orientasi prestasi. Hubungan dengan teman sebaya dapat memberikan pengaruh yang positif dan negatif. Mereka cenderung senang melakukan kegiatan yang membutuhkan kerjasama dan saling menolong. Hal ini dapat memberikan dampak positif. Perilaku yang buruk dari teman sebaya, misalnya perilaku malas belajar dan banyak bermain, dapat memberikan dampak negatif yang menjadi faktor penghambat bagi anak asuh untuk dapat meningkatkan prestasinya.

Anak asuh, seringkali merasa kesulitan dalam beberapa pelajaran seperti Matematika, Bahasa Inggris, dan IPA (Sains). Menurut mereka dikarenakan guru menjelaskan terlalu cepat dan membosankan dalam penyampaikan pelajaran di kelas sehingga mereka terkadang kurang menyimak materi yang disampaikan. Bahan pelajaran dan tugas yang diberikan pun sangat banyak dan sulit.

Setiap anak boleh datang ke bimbingan belajar yang diadakan oleh Yayasan X bila mengalami hambatan belajar. Pada awalnya, bimbingan belajar ini hanya diadakan setiap hari Sabtu. Namun karena ada anak- anak yang suka datang pada hari lainnya untuk bertanya, maka bimbingan belajar


(36)

6

Universitas Kristen Maranatha diadakan setiap hari. Mereka bertanya mengenai pelajaran yang tidak dapat mereka kuasai pada pembimbing yang ada. Ada anak asuh yang memanfaatkan fasilitas tersebut namun ada juga yang tidak memanfaatkannya. Sebagian anak asuh tidak memanfaatkannya karena malas, sebagian besar lagi karena dilarang oleh orang tuanya. Namun ada juga yang tetap mengikuti bimbingan belajar meskipun sudah dilarang.

Anak asuh berkewajiban untuk memanfaatkan bantuan yang diterimanya dengan baik. Dengan banyaknya hambatan yang dialami anak asuh ini, maka anak asuh perlu memiliki kemampuan untuk bertahan dan mengatasi hambatan yang ada dalam kehidupannya, untuk dapat mempertahankan prestasi belajarnya. Bila mereka gagal mempertahankan prestasi belajarnya, maka mereka akan kehilangan beasiswa dan tidak dapat sekolah lagi. Bila mereka tidak sekolah, maka kelak mereka akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan merubah masa depan mereka menjadi lebih baik. Oleh karena itu, anak asuh harus mempertahankan prestasi belajarnya sehingga bisa terus mendapatkan beasiswa.

Tanggapan dan cara anak asuh dalam mengatasi hambatan dapat berbeda-beda. Menurut Paul G.Stoltz (2000), cara anak asuh mengatasi masalahnya, merupakan cerminan dari Adversity Quotient (AQ). AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon anak asuh terhadap hambatan. AQ dapat menggambarkan derajat kemampuan anak asuh untuk dapat bertahan dan mengatasi hambatan yang ada.


(37)

7

Universitas Kristen Maranatha Adversity Quotient diperlukan mulai dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Karena hambatan tidak hanya dimiliki oleh orang dewasa saja. Hambatan yang dimiliki individu akan terus meningkat. Berdasarkan penelitian Seligman, anak-anak yang berlandaskan pada perasaan yang tidak baik tentang situasi sulit, atau bahkan tidak belajar bagaimana menghadapiperasaan tersebut sejak masih muda, sebagai remaja, mereka tidak siap untuk menghadapi tantangan.

Adversity Quotient dimulai dari perkembangan kognitif. Anak- anak akan belajar bagaimana merespon hambatan dan memecahkan masalah, atau bahkan belajar untuk tidak memberikan respon pada beberapa masalah. Anak asuh usia 9 – 11 tahun berada pada tahap perkembangan concrete operational dimana mereka sudah mampu melakukan penalaran logis. Anak asuh sudah mampu untuk berpikir logis, fleksibel dan sistematis dalam menghadapi hambatan, serta sudah dapat memahami sudut pandang orang lain.

Menurut Paul G. Stoltz (2000), AQ terdiri atas empat dimensi, yaitu: Control, Ownership, Reach dan Endurance (CORE). Dimensi pertama, control, mengukur berapa besar anak asuh merasa mampu untuk mengendalikan hambatan belajar yang dihadapi. Anak asuh yang memiliki control yang tinggi, tidak menyerah ketika ada hambatan. Mereka mengambil tindakan untuk mengatasinya sehingga menghasilkan keuletan dan tekad yang besar untuk belajar. Anak asuh yang memiliki control yang rendah, merasa tidak mampu mengendalikan hambatan yang ada sehingga mereka memiliki tekad yang kurang kuat untuk berusaha mengatasinya.


(38)

8

Universitas Kristen Maranatha Dimensi kedua, ownership mengukur seberapa besar anak asuh bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi yang dihadapi tanpa mempedulikan penyebabnya. Ada anak asuh yang memiliki dimensi ownership yang tinggi, ia belajar dari kesalahannya, ia mengakui akibat yang ditimbulkan dan bertanggung jawab atas akibat itu. Namun ada pula anak asuh yang memiliki dimensi ownership yang rendah. Ia menyalahkan orang lain dan tidak mau bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan.

Dimensi ketiga, reach mengukur seberapa besar hambatan belajar akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan anak asuh. Ada anak asuh yang memiliki reach yang tinggi, ia memiliki kecenderungan yang besar untuk merespon suatu hambatan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas, sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar dan prestasi akademisnya. Ada pula anak asuh yang memiliki reach yang rendah, ia membiarkan suatu hambatan mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga mengganggu kegiatan belajar dan prestasinya. Hal ini kadang membuat anak asuh tidak berdaya mengambil tindakan.

Dimensi keempat, endurance mengukur seberapa besar anak asuh dapat bertahan menghadapi hambatan. Dimensi ini menyatakan kemampuan anak asuh untuk membatasi lama suatu hambatan berlangsung, dan kemampuan untuk mengaitkan penyebab hambatan dengan sesuatu yang bersifat permanen atau sementara. Ada anak asuh yang memiliki endurance yang tinggi, ia menganggap hambatan yang muncul sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, akan cepat berlalu dan kecil kemungkinannya untuk


(39)

9

Universitas Kristen Maranatha terjadi lagi, sehingga akan meningkatkan energi, optimisme dan kecenderungan untuk bertindak. Hal ini membuat anak asuh dapat bertahan dalam hambatan yang dihadapi. Ada pula anak asuh yang memiliki endurance yang rendah, ia memandang hambatan yang muncul dan penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama dan peristiwa-peristiwa yang positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara.

Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap 10 anak asuh ketika sedang mengikuti bimbingan belajar yang diadakan Yayasan ”X”, terlihat ada 3 tipe sikap anak asuh dalam menghadapi hambatan. Ada anak yang terlihat mempunyai kemampuan untuk menghadapi setiap hambatan. Mereka memiliki semangat yang tinggi untuk belajar, berusaha keluar dari masalah untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Misalnya dengan pergi ke bimbingan belajar untuk belajar, menanyakan pelajaran yang sulit. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, ada 40% anak asuh yang merasa mampu menyelesaikan soal latihan yang diberikan pembimbing. Meskipun dalam mengerjakannya mereka menemukan hambatan, namun mereka tetap merasa mampu untuk mengerjakannya.

Ada juga anak asuh yang terlihat berusaha untuk menghadapi setiap hambatan belajar yang mereka alami, namun ketika merasa hambatannya terlalu berat, mereka akan menyerah. Mereka mengatakan bahwa mereka memang tidak mampu. Dari hasil observasi dan wawancara, terdapat 40% anak yang merasa diri mereka tidak mampu setelah mencoba mengerjakan soal latihan yang diberikan pembimbing.


(40)

10

Universitas Kristen Maranatha Ada juga anak asuh yang terlihat langsung menyerah ketika menghadapi hambatan. Kebanyakan dari mereka merasa hambatannya terlalu berat dan merasa dirinya tidak mampu mengatasinya. Prestasi yang diperoleh pun kurang memuaskan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, terdapat 20% anak yang langsung menyerah ketika diberikan soal latihan oleh pembimbing. Setelah menerima soal dari pembimbing, mereka melihatnya dan mengatakan bahwa persoalannya terlalu sulit dan mereka tidak dapat mengerjakannya.

Anak asuh perlu memiliki kemampuan untuk bertahan dan mengatasi hambatan yang ada dalam kehidupannya terutama dalam belajar. Anak asuh harus dapat meningkatkan prestasi akademisnya untuk dapat mempertahankan beasiswa yang diterimanya. Namun pada kenyataannya, tidak semua anak asuh dapat meningkatkan prestasi akademisnya. Diantara mereka ada pula yang tidak dapat meningkatkan prestasi dan mengalami penurunan prestasi setelah mendapatkan beasiswa.

Berdasarkan fakta di atas, peneliti terdorong untuk meneliti mengenai AQ pada anak-anak asuh Yayasan X di Bandung. Hal ini disebabkan karena dengan adanya respon anak asuh yang berbeda-beda dalam menghadapi hambatannya. Peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana kemampuan mereka dalam menghadapi dan mengatasi setiap hambatan yang ada.


(41)

11

Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran tentang derajat Adversity Quotient pada Anak Asuh Yayasan X di Bandung dalam mengatasi hambatan belajar.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai derajat Adversity Quotient pada anak asuh Yayasan X di Bandung dalam mengatasi hambatan belajar.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai derajat Adversity Quotient pada anak asuh Yayasan X di Bandung dalam mengatasi hambatan belajar dan kaitannya dengan faktor-faktor lain.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi penelitian lain dalam bidang psikologi, khususnya dalam bidang psikologi pendidikan.


(42)

12

Universitas Kristen Maranatha  Kegunaan lainnya adalah sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya

mengenai Adversity Quotient. 1.4.2 Kegunaan Praktis

Sebagai masukan bagi Yayasan X mengenai gambaran Adversity Quotient anak asuh, sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya memberikan bimbingan pengembangan diri, terutama ketika anak asuh mengalami hambatan belajar.

 Sebagai masukan bagi orang tua anak asuh mengenai gambaran Adversity Quotient anak asuh, agar dapat dimanfaatkan dalam upaya mendukung mereka selama proses belajar terutama ketika mereka mengalami hambatan belajar.

 Sebagai informasi untuk anak asuh agar mereka dapat mengenali kemampuan yang mereka miliki dalam menghadapi dan mengatasi setiap hambatan yang mereka hadapi, sehingga dapat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan diri mereka.

1.5 Kerangka Pemikiran

Setiap anak asuh pasti pernah mengalami hambatan dalam hidupnya. Hambatan tersebut ada yang berasal dari dalam diri, maupun lingkungan. Demikian pula dengan anak asuh. Mereka mengalami hambatan dari dalam diri, seperti kurang konsentrasi, bosan, dan malas belajar. Ada pula yang berasal dari lingkungan, seperti hambatan yang terjadi karena keadaan sosial, ekonomi, hambatan yang berasal dari orang tua, guru atau teman.


(43)

13

Universitas Kristen Maranatha Anak asuh usia 9-11 tahun berada pada masa anak-anak “usia sekolah” dimana anak asuh seharusnya menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain bersama teman-temannya. Tetapi dengan kondisi keluarga mereka, mereka harus dapat membagi waktu mereka untuk belajar, membantu orang tua mereka di rumah dan bermain bersama teman sebaya.

Ada anak asuh yang menganggap hambatan tersebut sebagai hal yang positif, namun ada juga yang menganggap hal tersebut negatif. Perbedaan tanggapan ini berkaitan erat dengan kemampuan anak asuh dalam mengatasi hambatan yang ada. Hal tersebut dapat diketahui melalui Adversity Quotient (AQ).

Menurut Paul G. Stoltz (2003: 58), Adversity Quotient merupakan pola tanggapan yang ada dalam pikiran individu terhadap kesulitan, yang selanjutnya menentukan bagaimana tindakan individu terhadap masalah yang dihadapinya. Adversity Quotient menggambarkan pola tanggapan dalam pikiran secara seketika atas semua bentuk dan intensitas dari kesulitan, mulai dari kesulitan yang besar sampai gangguan yang kecil.

Menurut Paul G. Stoltz (2000: 140), Adversity Quotient terdiri atas empat dimensi, yaitu : Control (C), Ownership (O), Reach (R) dan Endurance (E). Dimensi pertama, Control mengukur seberapa besar anak asuh merasa mampu mengendalikan hambatan belajar yang dihadapi. Semakin tinggi tingkat kendali yang dimiliki anak asuh, semakin besar keuletan dan tekad mereka untuk tidak menyerah dan mengambil tindakan untuk mengatasi hambatan yang ada.

Dimensi kedua, Ownership mengukur seberapa besar anak asuh bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi yang dihadapi tanpa mempedulikan


(44)

14

Universitas Kristen Maranatha penyebabnya. Anak asuh dengan Ownership tinggi belajar dari kesalahannya, mengakui akibat yang ditimbulkan dan bertanggung jawab atas akibat itu. Sedangkan anak asuh dengan Ownership yang rendah akan mempersalahkan orang lain dan tidak mau bertanggung jawab atas akibat yang terjadi.

Dimensi ketiga, Reach mengukur seberapa besar hambatan belajar akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan anak asuh. Anak asuh yang memiliki tingkat jangkauan yang tinggi, besar kecenderungannya merespon suatu hambatan sebagai sesuatu yang spesifik dan terbatas, sehingga tidak mengganggu prestasi akademisnya. Anak asuh yang membiarkan hambatan mempengaruhi hal lain dalam kehidupannya, semakin besar kemungkinannya untuk melihat hambatan kecil sebagai suatu bencana besar yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya. Hal ini kadang membuat anak asuh tidak berdaya mengambil tindakan.

Dimensi keempat, Endurance mengukur kemampuan anak asuh untuk dapat bertahan menghadapi hambatan. Dimensi ini menyatakan kemampuan anak asuh untuk membatasi lama suatu hambatan berlangsung, dan kemampuan untuk mengaitkan penyebab hambatan dengan sesuatu yang bersifat permanen atau sementara. Anak asuh yang memiliki tingkat daya tahan yang tinggi, akan menganggap hambatan yang muncul sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, akan cepat berlalu dan kecil kemungkinannya untuk terjadi lagi, sehingga akan meningkatkan energi, optimisme dan kecenderungan untuk bertindak. Hal ini membuat anak asuh dapat bertahan dalam hambatan yang dihadapi. Sebaliknya, semakin rendah tingkat daya tahan anak asuh, maka semakin besar kemungkinan


(45)

15

Universitas Kristen Maranatha bahwa anak asuh memandang hambatan yang muncul dan penyebabnya sebagai peristiwa yang berlangsung lama dan peristiwa-peristiwa yang positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara.

Menurut Paul G. Stoltz (1997), keempat dimensi tersebut dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan derajat Adversity Quotient yaitu: Adversity Quotient tinggi, Adversity Quotient sedang dan Adversity Quotient rendah. Anak asuh yang memiliki Adversity Quotient tinggi, akan mampu untuk mengendalikan setiap hambatan yang dialaminya. Anak asuh mampu menyadari hambatan tanpa mempermasalahkan dari mana hambatan itu berasal. Mereka tidak menyalahkan diri sendiri atas hal tersebut, namun bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan. Hambatan yang muncul dalam suatu aspek tidak mempengaruhi anak asuh dalam mengatasi hambatan di aspek yang lain. Anak asuh memandang hambatan yang ada sebagai situasi yang bersifat sementara, akan cepat berlalu, sehingga tidak mempengaruhi prestasi akademiknya.

Anak asuh dengan Adversity Quotient sedang, memiliki pengendalian yang cukup namun ketika hambatan datang menumpuk, terkadang membuatnya kurang dapat mengendalikan hambatan yang ada. Anak asuh juga cukup bertanggung jawab atas akibat yang ditimbulkan, namun ketika berada dalam keadaan lelah atau tegang maka mereka akan cenderung untuk menyalahkan orang lain atas munculnya hambatan tersebut. Pada Adversity Quotient yang sedang ini, hambatan yang dialami cenderung akan mempengaruhi prestasi anak asuh dan aspek kehidupan yang lainnya. Anak asuh akan cenderung terbebani oleh hambatan yang ada.


(46)

16

Universitas Kristen Maranatha Anak asuh dengan Adversity Quotient rendah akan memiliki tingkat pengendalian yang rendah terhadap hambatan yang dialami, sehingga cenderung akan menyerah. Anak asuh juga mempunyai rasa tanggung jawab yang rendah. Anak asuh akan menyalahkan orang lain bila hambatan datang, tanpa merasa perlu untuk memperbaiki situasi tersebut. Hambatan yang dialami juga akan mempengaruhi semua aspek atau bidang kehidupannya, termasuk prestasi akademiknya. Hal ini membuat dirinya merasa dikelilingi oleh hambatan. Anak asuh akan memandang kesulitan belajar sebagai sesuatu yang berlangsung lama bahkan menetap sehingga membuat dirinya menjadi putus asa dan menyerah.

Adversity Quotient anak asuh dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Hal–hal yang termasuk dalam faktor internal antara lain kecerdasan, bakat, kemauan, karakter dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh orang tua, teman dan guru.

Kecerdasan, bakat, kemauan, karakter dan kesehatan dapat mempengaruhi anak asuh dalam memberi respon terhadap hambatan yang dialaminya. Menurut V.A.C Henmon (1974), kecerdasan terdiri dari dua faktor, yaitu kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh. Kemampuan anak asuh dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang diperoleh dapat dilihat dari prestasi yang dicapai anak asuh di sekolahnya. Kecerdasan anak asuh dapat mempengaruhi kesuksesan anak asuh. Masa akhir kanak-kanak adalah masa dimana anak-anak lebih siap untuk belajar daripada masa sebelumnya,


(47)

17

Universitas Kristen Maranatha Menurut Wechsler, bakat merupakan kemampuan spesifik yang memberikan kepada individu suatu kondisi tertentu yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau keterampilan setelah melalui latihan. Pada umumnya, anak asuh memiliki bakat tertentu yang terdiri dari satu atau lebih kemampuan khusus yang lebih menonjol dibandingkan bidang lainnya. Kemampuan khusus itu dapat berbentuk keterampilan atau kemampuan dalam suatu bidang ilmu, misalnya bakat dalam bidang seni musik, seni suara, olahraga, matematika, dan bahasa. Bakat yang disertai kemauan akan mendukung anak asuh dalam mencapai cita-citanya. Tanpa kemauan untuk berusaha, bakat yang dimiliki anak asuh tidak dapat berkembang.

Karakter anak asuh menentukan cara anak asuh untuk berpikir dan bertindak. Karakter dapat mempengaruhi cara anak asuh dalam mengatasi hambatan. Karakter yang baik merupakan dorongan dari dalam diri anak asuh untuk melakukan apa yang benar, berdasarkan standar tertinggi dari perilaku, dalam setiap situasi. (Hill, 2002). Karakter dari anak asuh berperan dalam pencapaian cita-citanya. Salah satunya adalah keberanian dan kejujuran. Anak asuh yang memiliki keberanian untuk bertindak memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat maju.

Kesehatan fisik dan emosi anak asuh pun dapat mempengaruhi kemampuan anak asuh dalam mencapai kesuksesan. Jika anak asuh sakit, maka perhatiannya akan teralihkan pada penyakitnya. Sebaliknya, fisik dan emosi yang sehat akan membantu anak asuh dalam mencapai prestasi di sekolah.


(48)

18

Universitas Kristen Maranatha Paul G.Stoltz (2000) menyatakan bahwa respon individu terhadap hambatan dalam proses belajar dibentuk lewat pengaruh-pengaruh dari orang tua, guru, teman sebaya dan orang-orang yang mempunyai peran penting selama masa kanak-kanak. Relasi keluarga dan teman sebaya terus memainkan peran yang penting pada masa akhir kanak-kanak. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa dukungan guru memberi pengaruh yang kuat bagi prestasi murid-murid (Goodenow, 1993 dalam Santrock, 2002: 351). Adversity Quotient dapat dibentuk dan dipelajari dari lingkungan anak asuh berada.

Bandura, dalam teori social learning meyakini pentingnya situasi eksternal dan peranan reinforcement dalam menentukan respon anak asuh terhadap hambatan dalam proses belajar, juga proses kognitif sebagai faktor penentu respon anak asuh terhadap hambatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martin Seligman, Christopher Peterson dkk (2000), diketahui bahwa individu dapat diajar untuk memperbaiki bagaimana mereka merespon hambatan yang dialaminya. Respon anak asuh terhadap hambatan merupakan gabungan antara hasil belajar dan proses berpikir. Anak asuh itu dapat mempelajari atau memodifikasi respon terhadap hambatan dengan memperhatikan dan meniru orang tua, guru maupun teman sebaya.

Berdasarkan uraian di atas maka untuk lebih memperjelas dibuatlah skema kerangka pikir sebagai berikut:


(49)

19

Universitas Kristen Maranatha Faktor Eksternal:

o Orang tua o Guru

o Teman sebaya

tinggi

Anak Asuh Yayasan X AQ sedang

rendah

Faktor Internal:

 Kecerdasan Dimensi:

 Bakat - Control

 Kemauan - Ownership  Karakter - Reach  Kesehatan - Endurance


(50)

20

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

1. Adversity Quotient merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan anak asuh Yayasan X untuk dapat meningkatkan prestasi akademis.

2. Setiap anak asuh akan memberikan tanggapan yang berbeda-beda terhadap hambatan yang ada selama belajar sesuai dengan tingkat Adversity Quotient yang berbeda pula.


(51)

76 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar anak asuh Yayasan X di Bandung mempunyai AQ dalam taraf yang sedang dengan dimensi Control, Reach, Endurance dalam taraf yang sedang pula dan dimensi Ownership berada pada taraf yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa anak asuh cukup dapat memegang kendali atas hambatan yang mereka alami dan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk berusaha mengatasi hambatan tersebut.

2. Anak asuh perempuan cenderung lebih dapat mengatasi hambatan yang mereka alami daripada anak asuh laki-laki. Hal ini tidak selaras dengan hasil penelitian Dweck bahwa anak laki-laki lebih dapat mengatasi hambatan daripada anak perempuan.

3. Anak asuh dengan AQ tinggi dapat belajar lebih banyak daripada anak asuh dengan AQ sedang dan rendah sehingga dapat memperoleh prestasi yang baik. Hal ini disebabkan karena anak asuh dengan AQ tinggi menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang bersifat sementara, sedangkan anak asuh dengan AQ rendah menganggapnya sebagai sesuatu yang bersifat tetap.

4. Sikap orang tua, guru dan teman-teman ketika menghadapi kesulitan tampaknya berkaitan dengan sikap anak asuh ketika menghadapi kesulitan belajar.


(52)

77

Universitas Kristen Maranatha 5. Dukungan orang tua ketika belajar dapat memperkuat keberhasilan anak asuh. Sebagian besar anak asuh yang memiliki orang tua yang sangat mendukung ketika belajar memiliki AQ tinggi dan sebagian besar anak asuh yang memiliki orang tua yang cukup mendukung memiliki AQ sedang.

6. Anak asuh dengan AQ rendah tidak dapat mewakili populasi karena jumlah sampel yang terbatas.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari berbagai keterbatasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Anak asuh diharapkan dapat lebih memahami pola tanggapannya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup serta belajar untuk mengembangkan pola tanggapan yang positif terhadap setiap situasi sulit yang dihadapi.

2. Orang tua diharapkan untuk memberikan dukungan yang positif dan sikap peduli kepada anak asuh dalam kegiatan belajar mereka terutama ketika mereka mengalami kesulitan belajar. Pemberian dukungan positif tersebut dapat dilakukan dengan memberi semangat ketika anak asuh sedang belajar, memberi pujian atas keberhasilan yang diraih anak asuh, walaupun hanya keberhasilan kecil. Dukungan tersebut dapat menjadi pendorong bagi anak asuh untuk terus maju mengatasi setiap rintangan. Selain itu, orang tua juga diharapkan dapat mengembangkan pola tanggapan positif dalam menghadapi hambatan, misalnya dengan tidak mudah menyerah terhadap kesulitan yang


(53)

78

Universitas Kristen Maranatha dihadapi. Sehingga anak asuh dapat menjadikannya contoh dalam menghadapi hambatan.

3. Yayasan X, melalui bimbingan belajar yang diadakannya, diharapkan dapat mendukung dalam mengembangkan pola tanggapan positif anak asuh dalam menghadapi kesulitan. Salah satu caranya adalah dengan mendorong anak asuh untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah saat menghadapi kesulitan belajar, dengan memberinya kesempatan untuk berusaha sendiri, tidak terlalu mudah memberikan jalan keluar ketika anak asuh menghadapi kesulitan, tetapi membimbingnya untuk mengatasi kesulitan tersebut dengan usahanya sendiri. Hal ini dapat melatih anak asuh dalam menghadapi setiap hambatan dalam hidupnya.

4. Penelitian ini masih memerlukan pengembangan, sehingga untuk peneliti lain yang tertarik pada bidang bahasan yang sama dapat mempertimbangkan mengembangkan penelitian ini, dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi AQ, misalnya dengan melihat hubungan AQ dengan parent support.


(54)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient Mengubah Hambatan Jadi Peluang. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Stoltz, Paul G. 2003. Adversity Quotient @ Work Mengatasi Kesulitan di Tempat Kerja. Jakarta : Interaksara.

Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Edisi ke-5. Bandung: Penerbit Tarsito.

Zimbardo, Philip G. 1977. Psychology and Life. Illinois: Scott, Foresman and Company.


(55)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Cahyadi, Heri. 2006. Survei mengenai Adversity Quotient Pada Siswa/i Sekolah

Menengah Pertama “X” Kelas I di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Henmon, V.A.C. 1974. Definisi Inteligensi. http://nagasakti.mervpolis.com Hill, T.A. 2005. Character First! Kimray Inc. http:// www.charactercities.org Kompas. 22 Juli 2006. Seto Mulyadi.

Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. home.unpar.ac.id

Perda Perlindungan Anak Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat No.4 2006 Seri E Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat no 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak.

Pikiran Rakyat. 15 Februari 2005. Djuju Sudjana.

Sitepu SK, Nirwana. 1995. Statistika. Diterbitkan atas usaha Unit Pelayanan Statistika Jurusan Statistik, FMIPA Universita Padjadjaran Bandung.

Wechsler, David. 24 Januari 2008. Inteligensi dan IQ. http://efdinal.multiply.com Yampi, dkk. 2006. News Buletin Tunas Harapan Sejahtera Foundation, Oktober


(1)

20

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

1. Adversity Quotient merupakan salah satu faktor yang dibutuhkan anak asuh Yayasan X untuk dapat meningkatkan prestasi akademis.

2. Setiap anak asuh akan memberikan tanggapan yang berbeda-beda terhadap hambatan yang ada selama belajar sesuai dengan tingkat Adversity Quotient yang berbeda pula.


(2)

76 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar anak asuh Yayasan X di Bandung mempunyai AQ dalam taraf yang sedang dengan dimensi Control, Reach, Endurance dalam taraf yang sedang pula dan dimensi Ownership berada pada taraf yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa anak asuh cukup dapat memegang kendali atas hambatan yang mereka alami dan memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk berusaha mengatasi hambatan tersebut.

2. Anak asuh perempuan cenderung lebih dapat mengatasi hambatan yang mereka alami daripada anak asuh laki-laki. Hal ini tidak selaras dengan hasil penelitian Dweck bahwa anak laki-laki lebih dapat mengatasi hambatan daripada anak perempuan.

3. Anak asuh dengan AQ tinggi dapat belajar lebih banyak daripada anak asuh dengan AQ sedang dan rendah sehingga dapat memperoleh prestasi yang baik. Hal ini disebabkan karena anak asuh dengan AQ tinggi menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang bersifat sementara, sedangkan anak asuh dengan AQ rendah menganggapnya sebagai sesuatu yang bersifat tetap.

4. Sikap orang tua, guru dan teman-teman ketika menghadapi kesulitan tampaknya berkaitan dengan sikap anak asuh ketika menghadapi kesulitan belajar.


(3)

77

Universitas Kristen Maranatha 5. Dukungan orang tua ketika belajar dapat memperkuat keberhasilan anak asuh. Sebagian besar anak asuh yang memiliki orang tua yang sangat mendukung ketika belajar memiliki AQ tinggi dan sebagian besar anak asuh yang memiliki orang tua yang cukup mendukung memiliki AQ sedang.

6. Anak asuh dengan AQ rendah tidak dapat mewakili populasi karena jumlah sampel yang terbatas.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dan dengan menyadari berbagai keterbatasan dari hasil penelitian yang telah diperoleh, maka peneliti merasa perlu mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Anak asuh diharapkan dapat lebih memahami pola tanggapannya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidup serta belajar untuk mengembangkan pola tanggapan yang positif terhadap setiap situasi sulit yang dihadapi.

2. Orang tua diharapkan untuk memberikan dukungan yang positif dan sikap peduli kepada anak asuh dalam kegiatan belajar mereka terutama ketika mereka mengalami kesulitan belajar. Pemberian dukungan positif tersebut dapat dilakukan dengan memberi semangat ketika anak asuh sedang belajar, memberi pujian atas keberhasilan yang diraih anak asuh, walaupun hanya keberhasilan kecil. Dukungan tersebut dapat menjadi pendorong bagi anak asuh untuk terus maju mengatasi setiap rintangan. Selain itu, orang tua juga diharapkan dapat mengembangkan pola tanggapan positif dalam menghadapi hambatan, misalnya dengan tidak mudah menyerah terhadap kesulitan yang


(4)

78

Universitas Kristen Maranatha dihadapi. Sehingga anak asuh dapat menjadikannya contoh dalam menghadapi hambatan.

3. Yayasan X, melalui bimbingan belajar yang diadakannya, diharapkan dapat mendukung dalam mengembangkan pola tanggapan positif anak asuh dalam menghadapi kesulitan. Salah satu caranya adalah dengan mendorong anak asuh untuk terus berusaha dan tidak mudah menyerah saat menghadapi kesulitan belajar, dengan memberinya kesempatan untuk berusaha sendiri, tidak terlalu mudah memberikan jalan keluar ketika anak asuh menghadapi kesulitan, tetapi membimbingnya untuk mengatasi kesulitan tersebut dengan usahanya sendiri. Hal ini dapat melatih anak asuh dalam menghadapi setiap hambatan dalam hidupnya.

4. Penelitian ini masih memerlukan pengembangan, sehingga untuk peneliti lain yang tertarik pada bidang bahasan yang sama dapat mempertimbangkan mengembangkan penelitian ini, dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi AQ, misalnya dengan melihat hubungan AQ dengan parent support.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup.

Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.

Stoltz, Paul G. 2000. Adversity Quotient Mengubah Hambatan Jadi Peluang.

Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Stoltz, Paul G. 2003. Adversity Quotient @ Work Mengatasi Kesulitan di Tempat

Kerja. Jakarta : Interaksara.

Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Edisi ke-5. Bandung: Penerbit Tarsito.

Zimbardo, Philip G. 1977. Psychology and Life. Illinois: Scott, Foresman and


(6)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Cahyadi, Heri. 2006. Survei mengenai Adversity Quotient Pada Siswa/i Sekolah

Menengah Pertama “X” Kelas I di Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Henmon, V.A.C. 1974. Definisi Inteligensi. http://nagasakti.mervpolis.com Hill, T.A. 2005. Character First! Kimray Inc. http:// www.charactercities.org Kompas. 22 Juli 2006. Seto Mulyadi.

Mustafa, Hasan. 2000. Teknik Sampling. home.unpar.ac.id

Perda Perlindungan Anak Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat No.4 2006 Seri

E Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat no 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak.

Pikiran Rakyat. 15 Februari 2005. Djuju Sudjana.

Sitepu SK, Nirwana. 1995. Statistika. Diterbitkan atas usaha Unit Pelayanan

Statistika Jurusan Statistik, FMIPA Universita Padjadjaran Bandung.

Wechsler, David. 24 Januari 2008. Inteligensi dan IQ. http://efdinal.multiply.com Yampi, dkk. 2006. News Buletin Tunas Harapan Sejahtera Foundation, Oktober