KARAKTERISTIK DAN PREVALENSI HASIL UJI WIDAL PADA PASIEN KECURIGAAN DEMAM TIFOID DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT SURYA HUSADHA, BULAN JUNI-NOVEMBER 2013.

KARAKTERISTIK DAN PREVALENSI HASIL UJI WIDAL PADA PASIEN
KECURIGAAN DEMAM TIFOID DI LABORATORIUM RUMAH SAKIT SURYA
HUSADHA, BULAN JUNI-NOVEMBER 2013
I Gusti Ayu Agung Pritha Dewi1, Anak Agung Wiradewi Lestari2, I Wayan Putu
Sutirtayasa2
1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Jalan PB Sudirman Denpasar
2. Laboratorium Patologi Klinik RS Sanglah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan morbiditas
dan mortalitas yang tinggi di dunia. Diperkirakan setiap tahun terjadi 21,2 juta kasus di
dunia dan mengakibatkan 200.000 kematian. Pada tahun 2000 demam tifoid menyebabkan
21,7 juta kesakitan dan 217.000 kematian. Prosedur diagnosis demam tifoid yang biasanya
dilakukan adalah dengan melihat tanda dan gejala klinis, marker serologi, kultur bakteri,
deteksi antigen dan amplifikasi DNA. Diagnosis serologi yang paling dominan digunakan
sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950 oleh Felix Widal adalah uji widal. Uji ini
menggunakan antigen Salmonella untuk mendeteksi adanya aglutinasi pada serum sampel
darah pasien. Uji ini bisa digunakan sebagai metode screening maupun diagnosis. Pada
penelitian ini ingin mengetahui mengenai prevalensi uji Widal positif pada pasien yang
melakukan uji Widal di Laboratorium Rumah Sakit Surya Husadha pada bulan JuniNovember 2013 dan karakteristik pasien yang melakukan uji Widal tersebut. Dari 996
pasien yang melakukan uji Widal di Rumah Sakit Surya Husadha pada bulan JuniNovember 2013 didapatkan prevalensi pasien yang melakukan uji Widal dengan hasil

positif adalah 643 pasien (64,5%) untuk Salmonella typhii aglutinin O dan 684 pasien
(67,7%) untuk Salmonella typhii aglutinin H. Dalam penelitian ini yang positif demam
tifoid berdasarkan hasil uji Widal adalah 99 pasien (15,4%) untuk Salmonella typhii O dan
149 pasien (21,8%) untuk Salmonella typhii H.
Kata kunci : Tifoid, Uji Widal, Karakteristik Pasien

CHARACTERISTICS AND PREVALENCE OF WIDALTEST RESULT ON
SUSPICIOUS OF TYPHOID FEVER PATIENTS IN SURYA HUSADHA
HOSPITAL, JUNE-NOVEMBER 2013
ABSTRACT
Typhoid fever is one of the infectious diseases that cause morbidity and mortality in the
world . It is estimated that each year there are 21.2 million cases in the world and 200,000
resulted in death. In 2000, 21.7 million typhoid fever causes 217,000 deaths and morbidity.
Procedures diagnosis of typhoid fever is usually done is to look at the signs and symptoms
of clinical, serological markers, bacterial culture, antigen detection and DNA amplification.
Serologic diagnosis of the most predominantly used since it was first introduced in 1950 by
Felix Widalis is Widal test. This test uses Salmonella antigens to detect the presence of
agglutination in the serum sample of the patient's blood. This test can be used as a method
of screening and diagnosis. In this study wanted to know about the prevalence of a positive
Widal test in patients who have done Widal test in the Hospital Laboratory Surya Husadha

in June-November 2013 and the characteristics of the patients who did the Widal test . Of
the 996 patients who did Widal test in Surya Hospital Husadha June-November 2013 found
the prevalence of patients with widal test positive result were 643 patients (64.5 %) for
Salmonella agglutinins typhii O and 684 patients (67.7 %) for Salmonella agglutinins typhii
H. In this study positive typhoid fever by Widal test results were 99 patients (15.4 %) for
Salmonella typhii O and 149 patients (21.8 %) for Salmonella typhii H.
Keywords: Typhoid, Widal Test, Patient Characteristics

PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan salah
satu penyakit infeksi yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di
dunia. Sejak tahun 1900 tifoid menduduki
peringkat kelima penyebab kematian
akibat penyakit infeksi di Amerika
Serikat
setelah
Influenza,
TBC,
Gastroenteritis dan Diphteri. Insidennya

semakin menurun seiring dengan
perkembangan sanitasi dan higenitas
masyarakat, namun di negara berkembang
demam tifoid tetap menjadi penyakit
endemis yang menyebabkan tingginya
mortalitas dan morbiditas.1-3 Diperkirakan
setiap tahun terjadi 21,2 juta kasus di
dunia dan mengakibatkan 200.000
kematian.4 Pada tahun 2000 demam tifoid

menyebabkan 21,7 juta kesakitan dan
217.000 kematian.5
Demam tifoid adalah penyakit
demam sistemik yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Salmonella enterica
serovoar Typhii (S. Typhii).4,6 Populasi
yang semakin meningkat dan faktor
higenitas yang buruk menjadi predisposisi
negara berkembang menjadi endemis
demam tifoid. Demam tifoid ditularkan

oleh ingesti makanan atau air yang
terkontaminasi oleh tifoid bacillus.
Organisme diabsorbsi dari usus dan
ditransfer melalui aliran darah ke liver
dan limfa. Pelepasan ke dalam darah
terjadi setelah 10-14 hari, pada saat inilah
gejala mulai timbul. Organisme ini
terlokalisir di jaringan limfoid usus halus

yang bisa menyebabkan perdarahan dan
perforasi. Hal ini merupakan penyebab
utama kematian pada demam tifoid.9,10
Prosedur diagnosis demam tifoid
yang biasanya dilakukan adalah dengan
melihat tanda dan gejala klinis, marker
serologi, kultur bakteri, deteksi antigen
dan amplifikasi DNA. Diagnosis klinis
demam tifoid sulit untuk ditegakan karena
manifestasi penyakit ini berbeda-beda dan
ada banyak penyebab lamanya demam di

daerah endemis. Kultur darah, sumsum
tulang dan feses merupakan diagnosis
yang dapat dipercaya namun prosedurnya
mahal dan ketika pasien diperiksa pasien
sudah menadapatkan terapi antibiotik.
Diagnosis serologi yang paling dominan
digunakan
sejak
pertama
kali
diperkenalkan pada tahun 1950 oleh Felix
Widal adalah uji widal.7
Uji Widal merupakan tes yang
digunakan untuk mendiagnosis demam
enterik yaitu demam tifoid dan paratifoid.
Uji ini menggunakan antigen Salmonella
untuk mendeteksi adanya aglutinasi pada
serum sampel darah pasien. Uji ini bisa
digunakan sebagai metode screening
maupun diagnosis. Walaupun beberapa

studi menyebutkan rendahnya spesifisitas
dan sensitivitas dari uji ini jika
dibandingakan dengan uji serologi yang
lain seperti TUBEX dan Typhidot, namun
Widal masih menjadi prosedur diagnosis
utama di negara-negara endemis demam
tifoid.8 Prinsip dari pemeriksaan ini
adalah reaksi dan aglutinasi antibodi pada
serum pasien yang menderita demam
enteric dengan antigen Salmonella yang
telah diwarnai dalam tabung aglutinasi.11
Uji Widal menggunakan 3 metode yaitu
dengan slide, metode semikuantitatif dan
metode tabung standar.12

Berdasarkan dari latar belakang
tersebut, maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui prevalensi uji Widal
positif pada pasien yang melakukan uji
Widal di Laboratorium Rumah Sakit

Surya Husadha pada bulan JuniNovember 2013 dan karakteristik pasien
yang melakukan uji Widal tersebut.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Rumah Sakit Surya
Husadha. Pengambilan data secara
retrospektif
berupa
data
hasil
laboratorium pasien pada bulan Juni
sampai
November.
Penelitian
ini
mempergunakan desain deskriptif cross
sectional untuk memperoleh karakteristik
pasien suspect demam tifoid (usia, tempat
tinggal, jenis kelamin). Serta akan
diperoleh karakteristik titer antibodi pada

uji Widal yang dihubungkan dengan
beberapa studi sebelumnya. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa
data sekunder.
Populasi pada penelitian ini sebagai
berikut.
1. Populasi umum adalah penderita
demam yang diduga menderita
demam tifoid.
2. Populasi terjangkau adalah penderita
demam yang diduga menderita
demam tifoid yang datang ke Rumah
Sakit
Surya
Husadha
untuk
melakukan uji widal.
Sampel penelitian adalah pasien yang
diduga menderita demam tifoid dan
melakukan uji Widal di laboratorium

Rumah Sakit Surya Husadha mulai bulan
Juni-November 2013.

Variabel dalam penelitian ini terdiri
dari variabel bebas dan variabel
tergantung. Variabel bebasnya adalah
karakteristik pasien yang melakukan uji
Widal di Rumah Sakit Surya Husadha
yaitu usia, tempat tinggal, jenis kelamin.
Sedangkan variabel tergantungnya adalah
hasil
uji
Widal
pasien
dengan
karakteristik titer antibodinya. Penelitian
ini dilakukan melalui beberapa prosedur
pengumpulan data yaitu:
1. Permohonan ijin kepada Bapak
Direktur

dan
Kepala
Unit
Laboratorium Rumah Sakit Surya
Husadha dengan mengirimkan surat.
2. Pengambilan data pasien yang telah
memenuhi
kriteria
inklusi
di
Laboratorium Rumah Sakit Surya
Husadha.
3. Data-data yang diperoleh dianalisis
secara deskriptif sehingga diperoleh
prevalensi dan kecenderungan pasien
kecurigaan demam tifoid yang
melakukan uji widal.
Analisis data dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak komputer.
Sebelum analisis data, dilakukan data


entry dengan coding dan editing,
kemudian dilanjutkan dengan data
cleaning sehingga diperoleh data yang
baik untuk dianalisis. Analisis data
dilakukan secara deskriptif untuk
mengetahui
prevalensi
dan
kecenderungan
karakteristik
pasien
kecurigaan demam tifoid yang melakukan
uji widal. Semua variabel dianalisis
secara univariat dan untuk mengetahui
kecenderungan hasil uji Widal positif
berdasarkan
karakteristik
sampel,
dilakukan analisis menggunakan crosstab
dengan menyesuaikan kategori variabel
yang ada. Hasil analisis disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.

HASIL
Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Rumah Sakit Surya
Husadha Denpasar, dengan sampel 996
data
berupa
hasil
pemeriksaan
laboratorium uji widal. Kemudian
diperoleh berupa prevalensi hasil uji
Widal dan prevalensi karakteristik pasien
yang melakukan uji Widal yang disajikan
pada Tabel 1

Tabel 1 Frekuensi Hasil Uji Widal dan Karakteristik Pasien
Uji Widal dan Karakteristik Pasien
Hasil uji Widal Salmonella typhii O
Positif
Negatif
Hasil uji Widal Salmonella typhii H
Positif
Negatif
Titer antibodi Salmonella typhii O
1/80
1/160
1/320
≥1/640
Titer antibodi Salmonella typhii H
1/80
1/160
1/320
≥1/640
Usia
Balita (0-5 tahun)
Kanak-kanak (5-11 tahun)
Remaja (12-25 tahun)
Dewasa (26-45 tahun)
Lansia (≥46 tahun)
Alamat atau asal
Denpasar
Gianyar
Badung
Tabanan
Buleleng
Negara
Karangasem
Bangli
Klungkung
Luar Bali
Jenis kelamin
Lelaki
Perempuan

Dari tabel di atas untuk hasil uji
Widal Salmonella typhii O, dari 996
sampel pasien yang melakukan uji Widal,
643 (64,5%) diantaranya memberikan
hasil positif dengan adanya aglutinasi,
sedangkan hasil negatif sebanyak 353
pasien (35,4%). Sedangkan untuk hasil
uji Widal Salmonella typhii H hampir
sama yaitu sebagian besar memberikan
hasil positif dengan adanya aglutinasi

Frekuensi

Persentase (%)

643
353

64,5
35,4

684
312

67,7
31,3

411
133
99
0

63,9
20,7
15,4
0

318
217
149
0

46,5
31,7
21,8
0

90
129
266
413
98

9
13
26,7
41,5
9,8

758
32
138
18
5
4
16
3
11
11

76,1
3,2
13,9
1,8
0,5
0,4
1,6
0,3
1,1
1,1

557
439

55,9
44,1

yaitu sebesar 684 pasien (67,7%),
sedangkan pasien yang negatif sebanyak
312 pasien (31,3%). Jika dilihat dari titer
antibodi pasien dengan hasil uji Widal
positif, pada Salmonella typhii O titer
yang terbanyak adalah 1/80 yaitu sebesar
63,9%, begitu juga dengan Salmonella
typhii H yang terbanyak juga titer 1/80
yaitu sebesar 46,5%. Dari seluruh sampel
didapatkan yang positif demam tifoid

berdasarkan uji Widal yaitu titer antibodi
>1/160 atau kenaikan titer >4x adalah 99
pasien (15,4%) untuk Salmonella typhii O
dan 149 pasien (21,8%) untuk Salmonella
typhii H.
Dari segi usia pasien yang
melakukan uji Widal cukup merata.
Sebanyak 413 (41,5%) pasien yang
melakukan uji Widal berusia antara 26-45
tahun (dewasa) diikuti oleh kelompok
umur lain yaitu remaja (26,7%), kanakkanak (13%), lansia (9,8%) dan balita
(9%). Letak Rumah Sakit Surya Husadha
di Kota Denpasar menyebabkan pasien
yang melakukan uji Widal sebagian besar

berasal atau bertempat tinggal di
Denpasar. Jumlahnya sangat jauh diatas
daerah lain yaitu sebesar 758 pasien
(76,1%). Pasien yang melakukan uji
Widal lebih banyak merupakan pasien
lelaki (55,9%) dari pada perempuan
(44,1%).
Untuk melihat kecenderungan
pasien yang melakukan uji Widal dengan
hasil pemeriksaan dilakukan analisis
kecenderungan karakteristik pasien dan
hasil uji Widal, sehingga diperoleh data
tabulasi hasil dari crosstab. Data tabulasi
ini disajikan dalam Tabel 2

Tabel 2 Hasil Uji Widal Salmonella typhii O Berdasarkan Karakteristik Pasien
Karakteristik Pasien
Usia
Balita (0-5 tahun)
Kanak-kanak (5-11 tahun)
Remaja (12-25 tahun)
Dewasa (26-45 tahun)
Lansia (≥46 tahun)
Alamat atau asal
Denpasar
Gianyar
Badung
Tabanan
Buleleng
Negara
Karangasem
Bangli
Klungkung
Luar Bali
Jenis kelamin
Lelaki
Perempuan

Hasil Uji Widal Salmonella typhii O
Positif (%)
Negatif (%)

Total F (%)

58 (64,5)
85 (65,9)
189 (71.1)
257 (62,2)
54 (55,1)

32 (32,5)
44 (34,1)
77 (28,9)
156 (37,8)
44 (44,9)

90 (100)
129 (100)
266 (100)
413 (100)
98 (100)

480 (73,3)
25 (79,1)
90 (65,2)
14 (77,8)
5 (100)
2 (50)
8 (50)
1 (33,3)
7 (63,6)
11 (100)

278 (26,7)
7 (21,9)
48 (34,8)
4 (22,2)
0 (0)
2 (50)
8 (50)
2 (66,7)
4 (36,4)
0 (0)

758 (100)
32 (100)
138 (100)
18 (100)
5 (100)
4 (100)
16 (100)
3 (100)
11 (100)
11 (100)

332 (59,6)
311 (70,8)

225 (40,4)
128 (29,2)

557 (100)
439 (100)

Dari 996 data yang diperoleh
seperti yang ditunjukan pada Tabel 2,
didapatkan data bahwa 257 pasien yang
melakukan pemeriksaan uji Widal
Salmonella typhii O dan memperoleh
hasil positif berasal dari kelompok usia

dewasa yaitu antara 26-45 tahun. Dimana
persentasenya jika dibandingkan dengan
yang negatif sebesar 62,2%.
Jika dilihat dari asal atau alamat,
pasien yang memberikan hasil positif

terbanyak adalah pasien yang berasal dari
Denpasar yaitu sebanyak 480 pasien. Hal
ini sesuai dengan besar frekuensi pasien
yang melakukan uji Widal sebagian besar
berasal atau bertempat tinggal di
Denpasar. Jika dibandingkan dengan hasil
yang negatif, pasien yang bertempat
tinggal di Denpasar memberikan hasil
positif dengan persentase sebesar 73,3%,
sedangkan hasil negatif sebesar 26,7%.
Begitu juga dengan daerah lain, pasien
yang melakukan uji Widal lebih banyak
memberikan hasil positif. Namun ada
beberapa daerah yang persentasenya
seimbang (negatif dan positif masing-

masing 50%) seperti pasien yang berasal
dari Buleleng dan Karangasem.
Berdasarkan jenis kelamin, pasien
yang memberikan hasil positif sebagian
besar berjenis kelamin lelaki yaitu
sebanyak 332 pasien. Namun hasil ini
tidak berbeda jauh dengan pasien
perempuan yang memberikan hasil positif
sebanyak 311. Bahkan jika dibandingkan
dengan
hasil
negatif,
persentase
perempuan yang memberikan hasil positif
lebih besar dibandingkan lelaki yaitu
sebesar 70,8%.

Tabel 3 Hasil Uji Widal Salmonella typhii H Berdasarkan Karakteristik Pasien
Karakteristik Pasien

Usia
Balita (0-5 tahun)
Kanak-kanak (5-11 tahun)
Remaja (12-25 tahun)
Dewasa (26-45 tahun)
Lansia (≥46 tahun)
Alamat atau asal
Denpasar
Gianyar
Badung
Tabanan
Buleleng
Negara
Karangasem
Bangli
Klungkung
Luar Bali
Jenis kelamin
Lelaki
Perempuan

Hasil Uji Widal Salmonella typhii
H
Positif (%)
Negatif (%)

Total F (%)

52 (57,8)
93 (72,1)
195 (73,3)
284 (68,8)
60 (61,2)

38 (42,2)
36 (27,9)
71 (26,7)
129 (31,2)
38 (38,8)

90 (100)
129 (100)
266 (100)
413 (100)
98 (100)

600 (67,3)
23 (71,9)
100 (72,5)
16 (88,9)
4 (80)
2 (50)
11 (68,8)
1 (33,3)
6 (54,5)
10 (90,9)

248 (32,7)
9 (28,1)
38 (27,5)
2 (11,1)
1 (20)
2 (50)
5 (31,2)
2 (66,7)
5 (45,5)
1 (9,1)

758 (100)
32 (100)
138 (100)
18 (100)
5 (100)
4 (100)
16 (100)
3 (100)
11 (100)
11 (100)

363 (65,2)
321 (70,8)

194 (34,8)
118 (26,9)

557 (100)
439 (100)

Hampir sama dengan hasil uji
Widal Salmonella typhii O, hasil uji
Widal Salmonella typhii H juga sebagian
besar
memberikan
hasil
positif.
Hubunganya dengan karakteristik pasien
tersaji dalam Tabel 3. Pasien yang

melakukan uji Widal Salmonella typhii H
dan memberikan hasil positif sebagian
besar berasal dari kelompok usia dewasa
yaitu sebesar 284 pasien. Hal ini juga
sesuai dengan banyaknya pasien dewasa

yang melakukan uji Widal Salmonella
typhii H.
Berdasarkan alamat atau asal,
pasien terbanyak yang memberikan hasil
positif adalah pasien yang berasal dari
Denpasar yaitu sebanyak 600 pasien,
dengan proporsi 67,3% jika dibandingkan
dengan yang negatif (32,7%). Pasien dari
daerah lain hampir semua dominasi
proporsi ditunjukan oleh hasil positif,
kecuali pasien dari daerah Bangli yang
lebih banyak negatif (66,7%).
Pasien lelaki yang melakukan uji
Widal juga sebagian besar memberikan
hasil positif yaitu sebanyak 363 pasien.

Namun proporsinya (65,2%) tetap lebih
rendah dari pasien perempuan jika
dibandingkan dengan hasil negatif.
Untuk
melihat
faktor-faktor
karakteristik titer antibodi hasil uji Widal
positif yang berhubungan dengan
karakteristik pasien yang melakukan uji
Widal
maka
dilakukan
analisis
kecenderungan sehingga diperoleh data
tabulasi hasil dari crosstab. Berikut ini
adalah hasil analisis kecenderungan
antara variabel hasil uji Widal berupa
karakteristik titernya dengan variabelvariabel bebas yang berhubungan dengan
pasien
suspect
demam
tifoid.

Tabel 4 Karakteristik Titer Antibodi Salmonella typhii O Berdasarkan Karakteristik Pasien.
Karakteristik Pasien

Usia
Balita (0-5 tahun)
Kanak-kanak (5-11 tahun)
Remaja (12-25 tahun)
Dewasa (26-45 tahun)
Lansia (≥46 tahun)
Alamat atau asal
Denpasar
Gianyar
Badung
Tabanan
Buleleng
Negara
Karangasem
Bangli
Klungkung
Luar Bali
Jenis kelamin
Lelaki
Perempuan

Titer Antibodi Salmonella typhii O Uji
WidalPositif
1/80 (%)
1/160 (%)
1/320 (%)

Total F (%)

34 (58,6)
47 (55,3)
117 (61,9)
177 (68,9)
36 (66,7)

14 (24,1)
22 (25,9)
39 (20,6)
48 (18,7)
10 (18,5)

10 (17,3)
16 (18,8)
33 (17,5)
32 (12,4)
8 (14,8)

58 (100)
85 (100)
189 (100)
257 (100)
54 (100)

310 (64,6)
15 (60)
61 (67,8)
6 (42,8)
4 (80)
1 (50)
5 (62,5)
1 (100)
4 (57,1)
4 (36,4)

104 (21,7)
5 (20)
13 (14,4)
1 (7,2)
1 (20)
1 (50)
3 (37,5)
0 (0)
1 (14,3)
4 (36,4)

66 (13,7)
5 (20)
16 (17,8)
7 (50)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
0 (0)
2 (28,5)
3 (27,3)

480 (100)
25 (100)
90 (100)
14 (100)
5 (100)
2 (100)
8 (100)
1 (100)
7 (100)
11 (100)

219 (66)
192 (61,7)

63 (19)
70 (22,5)

50 (15)
49 (15,8)

332 (100)
311 (100)

Jika dilihat secara umum titer
antibodi Salmonella typhii O terbanyak
dari semua karakteristik adalah titer 1/80.
Berdasarkan
proporsinya,
dari
karakteristik usia titer 1/80 terbanyak

adalah pada rentangan usia dewasa (26-45
tahun) yaitu sebesar 68,9%. Sedangkan
proporsi terendah adalah usia kanakkanak (5-11 tahun) yaitu sebesar 55,3%.
Pasien yang berasal dari Bangli memiliki

proporsi tertinggi pada titer antibodi
Salmonella typhii O yaitu sebesar 100%,
namun hal ini kemungkinan disebabkan
oleh sedikitnya pasien yang berasal dari
daerah Bangli yang melakukan uji Widal.

Dari segi jenis kelamin titer antibodi
Salmonella O 1/80 juga paling banyak
ditemukan diantara titer antibodi lainnya.
Pada titer 1/80 proporsi lelaki (66%) lebih
tinggi dibandingkan perempuan (61,7%).

Tabel 5 Karakteristik Titer Antibodi Salmonella typhii O Berdasarkan Karakteristik Pasien.
Karakteristik Pasien

Usia
Balita (0-5 tahun)
Kanak-kanak (5-11 tahun)
Remaja (12-25 tahun)
Dewasa (26-45 tahun)
Lansia (≥46 tahun)
Alamat atau asal
Denpasar
Gianyar
Badung
Tabanan
Buleleng
Negara
Karangasem
Bangli
Klungkung
Luar Bali
Jenis kelamin
Lelaki
Perempuan

Titer Antibodi Salmonella typhii H Uji
WidalPositif
1/80 (%)
1/160 (%)
1/320 (%)

Total F (%)

25 (40,3)
43 (45,7)
84 (43,1)
142 (50)
25 (41,7)

18 (29)
33 (35,1)
64 (32,8)
81 (28,5)
21 (35)

9 (14,7)
18 (19,2)
47 (24,1)
61 (21,5)
14 (23,3)

62 (100)
94 (100)
195 (100)
284 (100)
60 (100)

238 (46,7)
8 (34,8)
49 (49)
8 (50)
2 (50)
0 (0)
6 (54,5)
1 (100)
4 (66,6)
2 (20)

165 (32,3)
8 (34,8)
32 (32)
2 (12,5)
0 (0)
2 (66,7)
3 (27,3)
0 (0)
1 (16,7)
4 (40)

107 (21)
7 (30,4)
19 (19)
6 (37,5)
2 (50)
1 (33,3)
2 (18,2)
0 (0)
1 (16,7)
4 (40)

510 (100)
23 (100)
100 (100)
16 (100)
4 (100)
3 (100)
11 (100)
1 (100)
6 (100)
10 (100)

186 (51,2)
132 (41,1)

108 (29,8)
109 (33,9)

69 (19)
80 (25)

363 (100)
321 (100)

Titer antibodi Salmonella typhii H
terbanyak dari 684 pasien yang positif
adalah titer 1/80 yaitu 318 pasien. Titer
1/80 juga mendominasi di semua
karakteristik. Pada karkateristik usia
proporsi terbesar juga berasal dari
kelompok usia dewasa (26-45 tahun)
sebesar 50%. Titer ini juga terbanyak
didapatkan pada pasien yang berasal dari
Denpasar yaitu sebanyak 238 pasien. Hal
ini juga sesuai dengan jumlah pasien yang
melakukan uji Widal dan berasal dari
Denpasar. Sedangkan pasien yang berasal
dari luar Bali lebih banyak memberikan
hasil pada titer antibodi 1/160 dan 1/320
masing-masing
proporsinya
40%.
Proporsi lelaki juga lebih besar pada titer

antibodi 1/80 dan 1/160 dan sedikit lebih
kecil pada titer antibodi 1/320.
PEMBAHASAN
Pembentukan aglutinin pada uji
Widal dimulai pada akhir minggu
pertama demam dan meningkat secara
cepat pada puncaknya di minggu keempat. Aglutinin ini akan tetap tinggi
dalam beberapa minggu. Pada fase akut
pertama timbul aglutinin O, kemudian
diikuti aglutinin H. Pada pasien yang
pernah terpapar Salmonella dan telah
sembuh, aglutinin O masih bisa dijumpai
setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H
menetap lebih lama yaitu 9-12 bulan.
Sehingga
uji
Widal
tidak
bisa

menentukan kesembuhan penyakit.14
Penelitian yang dilakukan Olsen et al
menyatakan bahwa pada uji widal,
aglutinin O biasanya muncul pada hari ke
8, sedangkan aglutinin H pada hari ke 1012. Sehingga waktu dari dilakukannya uji
Widal sangat menentukan hasil dari uji
Widal itu sendiri.15 Pada penelitian ini
diperoleh bahwa sebagian besar pasien
memberikan hasil positif yaitu sebesar
643 (64,5%) pada aglutini O dan 684
(67,7%) pada aglutinin H. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh ketepatan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dokter
yang merujuk dan waktu pelaksaan
pemeriksaan yang tepat.

palsu bisa terjadi jika darah yang
dikumpulkan terlalu awal, sehingga hasil
yang negatif tidak mengeksklusi demam
tifoid. Sedangkan hasil yang positif palsu
berhubungan dengan riwayat imunisasi
demam tifoid dan reaksi silang antibodi.7
Namun di Negara berkembang seperti
Indonesia uji Widal masih sangat banyak
digunakan dalam upaya mendiagnosis
demam tifoid. Hal ini terbukti dengan
adanya fakta bahwa uji Widal merupakan
pemeriksaan yang paling sering dilakukan
dalam mendiagnosis demam tifoid (996
pasien) di Rumah Sakit Surya Husadha
dibandingkan pemeriksaan lain seperti
TUBEX.

Idealnya
uji
Widal
harus
dilakukan
pada
fase
akut
dan
penyembuhan
untuk
mendeteksi
peningkatan titer aglutinasi. Di Vietnam,
dengan endemisitas demam tifoid yang
tinggi, uji Widal yang dilakukan hanya
sekali mengakibatkan hasil yang positif
palsu dan negatif palsu.15 Hal inilah yang
kemungkinan mendasari dimana pada
penelitian ini pasien yang melakukan uji
Widal cukup banyak memberikan hasil
titer 1/80 yaitu sebanyak 411 pada
aglutinin O dan 318 pada aglutinin H.
Kriteria yang biasa digunakan untuk
positif demam tifoid dari hasil uji Widal
adalah titer >1/160 atau kenaikan titer
>4x. Dalam penelitian ini yang positif
demam tifoid berdasarkan hasil uji Widal
adalah 99 pasien (15,4%) untuk
Salmonella typhii O dan 149 pasien
(21,8%) untuk Salmonella typhii H.
Sebagian besar pasien belum bisa
ditentukan positif demam tifoid karena
berdasarkan penelitian terdahulu uji
Widal
memiliki
spesifisitas
dan
sensitivitas
yang
rendah
jika
dibandingkan dengan uji lain dalam
mendiagnosis demam tifoid. Hasil negatif

Pada penelitian sebelumnya, anakanak dan dewasa muda antara umur 5-25
tahun merupakan kelompok umur yang
sering masuk rumah sakit akibat demam
tifoid. Pada tahun 1999 dilakukan
penelitian kohort yang melibatkan 8000
orang di Kalkaji, Delhi, India. Penelitian
ini menunjukan 44% kultur positif
demam tifoid terjadi pada pasien berusia
kurang dari 5 tahun.6 Namun pada
penelitian ini pasien terbanyak yang
melakukan uji Widal dan memberikan
hasil positif adalah kelompok usia dewasa
yaitu usia antara 26-45 tahun. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pasien
dewasa lebih terganggu jika mengalami
gejala demam tifoid dan lebih sadar untuk
melakukan
pemeriksaan
penunjang.
Sedangkan pusat kesehatan di Manitoba
menyebutkan kasus demam tifoid
tertinggi terjadi pada usia 5-19 tahun dan
20-44 tahun.16
Demam tifoid paling banyak
memberikan beban kesehatan terhadap
negara berkembang yang sering menjadi
daerah endemis demam tifoid. Data
epidemiologi
terakhir
menyebutkan

demam tifoid banyak terdapat di Afrika,
Asia dan Amerika Latin.5 Sehingga asal
atau tempat tinggal pasien sangat
menentukan infeksi demam tifoid.
Indonesia merupakan salah satu daerah
endemis demam tifoid di Asia.5 Pada
penelitian ini pasien yang melakukan uji
Widal dan memberikan hasil positif
sebagian besar bersal dari Denpasar.
Kemungkinan ini disebabkan karena letak
tempat pemeriksaan yang dekat yaitu di
Rumah Sakit Surya Husadha. Sedangkan
pasien yang berasal dari daerah lain harus
menempuh waktu yang lama untuk
mencapai Rumah Sakit Surya Husadha.
Pada panelitian ini juga diperoleh
informasi bahwa ada pasien dari luar bali
yang positif demam tifoid yaitu sebanyak
11 orang. Pasien ini masuk dalam
kelompok pasien travel medicine yang
berkunjung ke Bali dengan tujuan tertentu
kemudian di Bali mengalami infeksi.
Selain itu pasien yang tinggal di Denpasar
juga banyak yang beralamatkan di Hotel.
Pasien ini kemungkinan juga termasuk
wisatawan yang berkunjung ke Bali.
Pada penelitian ini sebagain besar
pasien yang melakukan uji Widal dengan
hasil positif berjenis kelamin lelaki, baik
pada aglutinin O maupun aglutinin H. Hal
ini didukung oleh penelitian sebelumnya
yaitu penelitian yang dilakukan oleh
Yang et al mengenai efikasi vaksin tifoid
di China. Pada penelitian tersebut
disebutkan sebagian besar kasus yang
mengalami demam tifoid adalah pasien
lelaki baik pada kelompok yang diberikan
vaksin maupun plasebo. Sedangkan
pasien yang telah diterapi insidennya
seimbang antara lelaki dan perempuan.17
Pada penelitian di Malaysia yang
dilakukan oleh Ja’far et al mengenai
analisis epidemiologi demam tifoid di
Kelantan menyatakan bahwa rasio pasien

yang mnderita demam tifoid antara lelaki
dan perempuan adalah 1:1.18
SIMPULAN
Prevalensi pasien yang melakukan
uji Widal dengan hasil positif adalah 643
pasien untuk Salmonella typhii aglutinin
O dan 684 pasien untuk Salmonella typhii
aglutinin H. Dalam penelitian ini yang
positif demam tifoid berdasarkan hasil uji
Widal adalah 99 pasien untuk Salmonella
typhii O dan 149 pasien untuk Salmonella
typhii H. Pasien yang memberikan hasil
uji Widal positif cenderung ditemukan
pada pasien dengan kelompok usia
dewasa, berasal dari Denpasar dan
berjenis kelamin lelaki.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. World
Health Statistic 2009: Cause-Specific
Mortality and Morbidity. 2009;4751.
2. Communicable Disease Workong
Group on Emergencies, WHO
Regional Office for South-East Asia
(SEARO). Communicable Disease
Toolkit: Communicable Disease
Profile Indonesia. 2005; 75-7.
3. Kenrad Nelson. Introduction to
Infectious Disease Epidemiology.
Johns Hopkin Bloomberg School of
Public Health. 2007; 10-20.
4. Valentine Siba, Paul F. Horwood,
Kilagi Vanuga, Johana Wapling,
Rebecca Sehuko, Peter M. Siba,
Andrew R. Evaluation of Serological
Diagnostic Test for Typhoid Fever in
Papua New Guinea Using a
Composite
Refrence
Standard.
Clinical and Vaccine Immunology.
2012; 19(11):1833-6.
5. John A. Crump, Eric D. Mintz.
Global Trends in Typhoid and

Paratyphoid
Fever.
Emerging
Infection. 2010; 50:241-4.
6. Jeannette L. Corneau, thai Hoa Tran,
Dorothy L. Moore, Chi-Minh Phi,
Caroline Quach. Salmonella enterica
Serotype Typhi Infections in A
Canadian Pediatric Hospital: A
Retrospective Case Series. CAMJ
Open. 2013; 10:56-60.
7. John Wain, Salih Hosoglu. The
Laboratory Diagnosis of Enteric
Fever. 2008; 2(6):421-3.
8. Anonim. WidalTest: Qualitatif Slide
Agglutination Method. 2010; 1-2.
9. Worl Health organization Regional
Office for Europe, International
Federation of Red Cross Crescent
Societies. Infections and Infectious
Disease: A Manual for Nurse and
Midwives in The WHO European
Region. 2001; 77-9.
10. Manuela Raffatelu, R. Paul Wilson,
Sebastian E. Winter, Andreas J.
Baumler. Clinical Pathogenesis of
Typhoid Fever. 2008; 2(4):260-3.
11. Sridhar Rao P. N. WidalTest. 2009;
1-2.
12. Cruickshank R. WidalTest. Medical
Microbiology. 2010. 4003-5.
13. Emily Lutterloh, Andrew Likaka,
James Sejvar, Robert Manda,
Jeremias Niene, Stephan S. Monroe,
Tadala Khaila, Benson Chilima,
Macpherson Mallewa, Sam D.
Kampondeni, Sara A. Lowther, Linda
Capewell, Khasmira Date, David
Townes, Yanique Redwood, Joshua
G. Schier, benjamin Nygren, Beth
Tippett Barr, Austin Demby, Abel
Phiri, Rudia Lungu, James Kaphiyo,
Michael
Humphrys,
Deborah
Talkington, Kevin Joice, Lauren J.
Stockman, Gregory L. Armstrong,
Eric Mintz. Multidrug-Resistant
Typhoid Fever with Neurologic

Findings on Malawi-Mozambique
Border. Clinical Infectious Disease.
2012; 54(8):1100-5.
14. Djoko Widodo. Demam Tifoid. In:
Aru
W.
Sudoyo,
Bambang
Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus
Simadibrata K., Siti Setiati (eds).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
p. 2797-805.
15. Sonja J. Olsen, Jim Pruckler, William
Bibb, Nguyen Thi My Thanh, Tran
My Trinh, Nguyen Thi Minh,
Sumathi Sivapalasingam, Amita
Gupta, Phan thu Phuong, Nguyen
Tran Chinh, Nguyen Vinh Chau,
Phung Dac cam, Eric D. Mintz.
Evaluation of Rapid Diagnostic Test
for typhoid Fever. Journal of Clinical
Microbiology. 2004; 42(5):1885-9.
16. Manitoba Public Health Branch.
Communicable Disease Management
Protocol: Typhoid and Paratyphoid
Fever (Enteric fever). 2012; 1-5.
17. H. H. Yang, C. G. Wu, G. Z. Xie, Q.
W. Gu, B. R. Wang, L. Y. Wang, H.
F. Wang, Z. S. Ding, Y. Yang, W. S.
Tan, W. Y. Wang, X. C. Wang, M.
Qin, J. H. Wang, H. A. Tang, X. M.
Jiang, Y. H. Li, M. L. Wang, S. L.
Zhang, G. L. Li. Efficacy Trial of Vi
Polysaccharide vaccine Against
Typhoid Fever in South-Western
China. 2001; 79(7):625-9.
18. Ja’far Nuhu Ja’far, Yuan Xin Goay,
Nur Fatinah Mohammed Zaidi, Heng
Chin Low, Hani Mat Hussin, Wan
Mansor Hamzah, Subhash Janardhan
Bhore, Prabha Balaram, Asma
Ismail, Kien Phua. Epidemiological
Analysis of Typhoid Fever in
kelantan from A Retrieved Registry.
Malaysian journal of Microbiologyi.
2013; 9(2):147-50.