Patofisiologi Ikterus.

(1)

ABSTRAK

PATOFISIOLOGI IKTERUS

P. Beta Ayu Natalia L. Toruan, 2003. Pembimbing I : Freddy Tumewu, dr., MS. Pembimbing II : Ellya Rosa D., dr.

Ikterus bukan merupakan suatu penyakit, melainkan gejala dimana sklera, membran mukosa, dan kulit berubah menjadi kuning sebagai akibat dari kenaikan konsentrasi bilirubin dalam darah, biasanya antara 2 - 3 mg/dl. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh bermacam - macam kelainan, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan jiwa sampai gangguan transport bilirubin yang ringan. Oleh karena itu, sangat penting untuk dapat mendiagnosa penyakit penyebab ikterus, sehingga dapat menentukan terapi yang tepat sesuai kausa.

Bilirubin yang terbentuk di luar hati, berikatan terutama dengan albumin dan ditranspor melalui darah ke hati. Lebih lanjut metabolisme termasuk konjugasi, dan transpor bilirubin yang terkonjugasi ke dalam saluran empedu. Ikterus terjadi bila keseimbangan antara produksi dan distribusi terganggu oleh satu atau lebih dari mekanisme berikut : (1) produksi bilirubin yang berlebihan ; (2) gangguan pengambilan sel hati : (3) gangguan konjugasi ; (4) kolestasis. Tiga mekanisme pertama menghasilkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, mekanisme terakhir menghasilkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Pengetahuan tentang perbedaan antara bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi menunjukkan nilai klinik yang besar, dalam menuju pada kemungkinan penyebab hiperbilirubinemia.

Terapi ideal menghilangkan ikterus adalah dengan menghilangkan penyebabnya, sehingga pengobatan berbeda - beda sesuai dengan etiologi. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai mekanisme terjadinya ikterus, diharapkan dapat mendiagnosa penyakit penyebab ikterus.


(2)

ABSTRACT

PATHOPHYSIOLOGY OF JAUNDICE

P. Beta Ayu Natalia L. Toruan, 2003. Tutor I : Freddy Tumewu, dr., MS. Tutor 11 : Ellya Rosa D., dr.

Jaundice itself is not a disease, but it is a symptom in which the sclera, mucous membrane, and skin become abnormally yellow as result of an increased concentration of bilirubin in the blood, usually between 2 - 3 mg/dl. It can result from a variety of disorder ranging from life - threatening disease of the liver and biliary tract to innocuos impairment of hepatic bilirubin transport. Therefore, it is importunt to be able to diagnose disease which cause jaundice, so that can determine correct therapy according to causa.

Bilirubin formed outside the liver is bound principally to albumin and is transported via the blood to the liver. It ‘s .further metabolism included conjugation, and transport

of

conjugated bilirubin into bile canaliculi. Jaundice occurs when the equilibrium between bilirubin production and clereance is disturbed by one or more of the following mechanisms : ( I ) excessive production of bilirubin

:

(2) reduced liver cell uptake ; (3) impaired conjugation ; (4)

cholestusis. The

first

three mechanisms produce unconjugated hyperbilirubinemia, and the last, conjugated hyperbilirubinemia. A knowledge of differences between unconjugated and conjugated bilirubin, is a great clinical value in arriving at the possible cause of hyperbilirubinemia.

Ideal therapy to eliminate jaundice is by eliminating its cause, so that medication differ as according to etiology. With better understanding of the pathophysiology of jaundice, expected to earn diagnose the disease of jaundice.


(3)

DAFTAK ISI

Halaman

LEMBAK PERSETUJUAN

...

11

SURAT PERNYATAAN

...

111

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR

...

vi

DAFTAR ISI

...

VIII DAFTAR GAMBAR

...

x

..

...

ABSTRAK

...

iv

...

BAB I YENDAHULUAN 1 . 1 . Latar Belakang

...

1

1.2. Identifikasi Masalah

...

2

1.3. Maksud dan Tuj uan

...

2

1.4. Metodologi

...

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi

...

3

2.2. Patogenesa ... 3

2.3. Mekanisme Terjadinya Ikterus

...

3

2.3.1. Pembentukan Bilirubin

...

4

2.3.2. Transportasi

...

6

2.3.3. Metabolisme Bilirubin

...

6

2.3.4. Ekskresi Bilirubin

...

6

2.4. Distribusi Ikterus di Jaringan

...

8

2.5. Klasifikasi Ikterus

...

9

2.5.1. Berdasarkan Letak Lesinya

...

9

2.5.2. Berdasarkan Mekanisme Patofisiologi Ikterus

...

12

2.6. Faktor Penentuan Beratnya Ikterus

...

29

2.7. Riwayat Penyakit

...

29

2.8. Diagnosis Ikterus

...

30

2.8.1. Pemeriksaan Fisik

...

30

2.8.2. Pemeriksaan Laboratorium

...

32

2.8.3. Radiologi

...

33

2.8.4. Ultrasonografi

...

34

2.8.5. Peritoneoskopi

...

34

2.8.6. Biopsi

...

35

2.8.7. Tes Prednisolon

...

36

2.9. Terapi

...

36

...

V l l l


(4)

BAB BAB

III PEMBAHASAN

...

38

1V KESlMPULAN DAN SARAN 4.1

.

Kesimpulan

...

42

4.2. Saran

...

43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

RI WAYAT HIDUP

...

46


(5)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna dari sklera, membran mukosa dan kulit menjadi kuning diakibatkan akumulasi bilirubin di dalam jaringan atau cairan interstitial. Ikterus terjadi apabila kadar bilirubin dalam serum meningkat menjadi 2 - 3 mg / dl. Ikterus merupakan gejala dari berbagai macam kelainan, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan jiwa maupun gangguan transport bilirubin yang ringan.

Kebanyakan, ikterus menunj ukkan adanya kolestasis. Kolestasis adalah gangguan ekskresi oleh hepar atau gangguan aliran empedu. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit hepatoseluler ataupun obstruksi traktus biliaris. Manifestasi laboratoris berupa peningkatan serum alkaline phosphatase dan akumulasi substansi - substansi didalam aliran darah, seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol, yang normalnya disekresikan ke traktus biliaris. Disini, ikterus terjadi akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Sebagian kecil, ikterus disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh sel hati, gangguan konjugasi bilirubin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh anemia hemolitik, resorbsi darah dari perdarahan yang luas, obat - obatan, eritropoisis yang tidak efektif, ikterus neonatorum (ikterus fisiologis), juga beberapa kelainan herediter dari metabolisme bilirubin seperti sindroma GiIbert, sindroma Crigler-Najjar tipe 1

dan tipe 2. Disini ikterus terjadi akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.

Terdapat pcrbedaan si fat antara bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Hal ini penting dalam diagnosa klinis. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak. toksik. tidak larut dalam air dan terikat erat dengan albumin, sehingga tidak dapat diekskresi melalui urine walaupun kadar dalam darah tinggi. Sebaliknya, bilirubin terkonj ugasi larut dalam air, non toksik dan berikatan lemah dengan albumin, sehingga bilirubin jenis ini dapat diekskresi melalui urine.


(6)

2

Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk mengetahui mekanisme patofisiologi ikterus, baik yang disebabkan oleh kolestasis atau gangguan metabolisme bilirubin, sehingga dapat ditegakkan diagnosa dasar penyebabnya serta terapi yang sesuai dengan kausa.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perjalanan penyakit ikterus ?

2. Bagaimana mekanisme patofisiologi ikterus dan apa saja penyakit penyebabnya ?

3. Bagaimana terapi yang harus dilakukan ?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai tambahan referensi tentang ikterus dan juga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berguna mengenai ikterus, dimana ikterus merupakan gejala dari berbagai macam kelainan atau penyakit.

Tujuan dari penulisan karya tulis ini untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai ikterus, baik perjalanan penyakit, mekanisme patofisiologi dan penyakit penyebabnya, sehingga diperoleh suatu pemahaman yang baik untuk menegakkan diagnosa dasar penyebab ikterus dan terapi yang sesuai dengan kausa.

1.4. Metodologi

Pendekatan metodologi yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah suatu studi kepustakaan, dimana penulis mencoba mengumpulkan data - data berupa teori - teori dasar dan informasi mengenai ikterus dari berbagai text book dalam dan luar negeri, dan internet.


(7)

B A B IV

KESIMPULAN DAN S A R A N

4.1. Kesimpulan

1.

2.

3.

4.

5 .

6 .

7.

8.

Ikterus adalah perubahan warna kuning pada sklera, kulit dan membran mukosa yang disebabkan akumulasi bilirubin pada jaringan atau cairan interstitial, timbul apabila kadar bilirubin dalam serum meningkat menjadi 2,0 - 3 mg/dl/

Ikterus merupakan suatu gejala dari berbagai macam kelainan yang sangat bervariasi beratnya, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan jiwa sampai gangguan transport bilirubin yang ringan.

Pemahaman mekanisme ikterus menyangkut pengetahuan tentang :

pembentukan, transportasi, metabolisme dan ekskresi dari bilirubin.

Ada dua bentuk bilirubin, yaitu bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin

terkonjugasi. dan perbedaan patofisiologinya sangat besar nilainya dalam

diagnosa klinis.

Ada 4 mekanisme patofisiologi ikterus yaitu : pembentukan bilirubin secara

berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hepar, gangguan konjugasi bilirubin dan kolestasis.

Ikterus paling sering disebabkan oleh kolestasis, baik oleh penyakit hepatoseluler atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik.

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium lain harus dilakukan untuk mengetahui penyakit penyebab ikterus.

Terapi ideal untuk menghilangkan ikterus adalah dengan mengobati penyebabnya.


(8)

43

4.2. Saran

1.

2 .

3 .

Diharapkan dengan mengetahui mekanisme patofisiologi ikterus dan penyakit penyebabnya, diperoleh pemahaman yang baik untuk menegakkan diagnosa dasar penyebab ikterus dan terapi yang sesuai dengan kausa.

Para ahli juga sebaiknya memberikan pengetahuan yang bermanfaat mengenai ikterus serta tindakan pengobatan yang tepat.

Para klinisi harus lebih memahami patofisiologi ikterus sehingga diagnosa


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Boyd W. 1979. The Liver and Biliary Passage In : A Textbook

Of

Pathology

Structure and Function in Disease. edition. Philadelphia : Lea and Febiger. p.

859 - 867.

Farkas P. S., Knapp A. B. 1990. Gastroenterologi. edisi 1. Jakarta : Widya Medika. p. 125- 131.

Gani W. Tambunan. 1994. Sistem Hepatobilier Dalam : Melfiawati, editor : Patologi

Gastroenterologi. Edisi 1. Jakarta : EGC. p. 149 -151,208 -213.

Gips C. H., Wilson J. H. P. 1989. Diagnosis dan Terapi '' Penyakit Hati dan

Empedu ". edisi 2. Jakarta : Hipokrates. p. 39 - 41,84 - 93, 18 1 - 184. http://content.nejm.org/cgi/content/full/334/l2/802-a

http://jmg. bmjjournals.com/cgi/content/fuIl/37/9/7 1 2

http://www.ncbi .nlm.nih.PubMed&list_uids=9748558&dopt=Abstract

Kumar, Cotran, Robbins, 1992. 'The Liver and Biliary Tract In : Lipscomb M.F.,

editor : Basic Pathology. edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company. p.

523 -528.

Murray R. K., Granner D. K., Mayes P. A., Rodwel V. W. 2003. Biokimia

Harper. edisi 25. Jakarta : EGC. p. 352.

Price S. A., Wilson L. 1994. Hati, Saluran Empedu dan Pankreas Dalam : Caroline

W ijaya, editor : Patofisiologi : Konsep KIinis Proses -proses Penyakit. edisi 4.

Jakarta : EGC. p. 426 - 438.

Robbins. 1999. The Liver and Biliary Tract In : Crawford J.M., editor : Pathologic Basic Of' Diseuse. Philadelphia : W.B. Saunders Company. p. 845 - 852.

Robbins, Kumar. !995. Hati, Sistem Empedu dan Pankreas Dalam : Staff Pengajar

Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, editor : Buku Ajar Patologi II. edisi 4. Jakarta : EGC. p. 299 - 305.

Sherlock S. 1997. Diseases of the Liver and Biliary System. 1 edition. London :

Blackwell Science. p. 20 1 - 232.


(10)

45

Sleisenger, Fordtran. 1989. Gastrointestinal Disease. edition, Philadelphia : W.

B. Saunders Company. p. 454 - 465.

Sujono Hadi. 1995. Gastroenterologi. edisi 6 . Bandung : Penerbit Alumni. p. 426 - 446.

Underwood J. C. E. 1999. Hepar, Sistem Biliaris dan Pankreas Eksokrin Dalam :

Sarjadi, editor : Patologi Umum dan Sistemik Volume 2. edisi 2. Jakarta : EGC. p. 471 - 478.

Wilhelm R. F. 1982. Human Biochemistry. New York : Macmillan Publisher. p. 285


(1)

Ikterus adalah perubahan warna dari sklera, membran mukosa dan kulit menjadi kuning diakibatkan akumulasi bilirubin di dalam jaringan atau cairan interstitial. Ikterus terjadi apabila kadar bilirubin dalam serum meningkat menjadi 2 - 3 mg / dl. Ikterus merupakan gejala dari berbagai macam kelainan, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan jiwa maupun gangguan transport bilirubin yang ringan.

Kebanyakan, ikterus menunj ukkan adanya kolestasis. Kolestasis adalah gangguan ekskresi oleh hepar atau gangguan aliran empedu. Keadaan tersebut dapat disebabkan oleh penyakit hepatoseluler ataupun obstruksi traktus biliaris. Manifestasi laboratoris berupa peningkatan serum alkaline phosphatase dan akumulasi substansi - substansi didalam aliran darah, seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol, yang normalnya disekresikan ke traktus biliaris. Disini, ikterus terjadi akibat hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Sebagian kecil, ikterus disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin oleh sel hati, gangguan konjugasi bilirubin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh anemia hemolitik, resorbsi darah dari perdarahan yang luas, obat - obatan, eritropoisis yang tidak efektif, ikterus

neonatorum (ikterus fisiologis), juga beberapa kelainan herediter dari metabolisme bilirubin seperti sindroma GiIbert, sindroma Crigler-Najjar tipe 1 dan tipe 2. Disini ikterus terjadi akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.

Terdapat pcrbedaan si fat antara bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Hal ini penting dalam diagnosa klinis. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak. toksik. tidak larut dalam air dan terikat erat dengan albumin, sehingga tidak dapat diekskresi melalui urine walaupun kadar dalam darah tinggi. Sebaliknya, bilirubin terkonj ugasi larut dalam air, non toksik dan berikatan lemah dengan albumin, sehingga bilirubin jenis ini dapat diekskresi melalui urine.


(2)

2

Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk mengetahui mekanisme patofisiologi ikterus, baik yang disebabkan oleh kolestasis atau gangguan metabolisme bilirubin, sehingga dapat ditegakkan diagnosa dasar penyebabnya serta terapi yang sesuai dengan kausa.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perjalanan penyakit ikterus ?

2. Bagaimana mekanisme patofisiologi ikterus dan apa saja penyakit penyebabnya ?

3. Bagaimana terapi yang harus dilakukan ?

1.3. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai tambahan referensi tentang ikterus dan juga dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berguna mengenai ikterus, dimana ikterus merupakan gejala dari berbagai macam kelainan atau penyakit.

Tujuan dari penulisan karya tulis ini untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai ikterus, baik perjalanan penyakit, mekanisme patofisiologi dan penyakit penyebabnya, sehingga diperoleh suatu pemahaman yang baik untuk menegakkan diagnosa dasar penyebab ikterus dan terapi yang sesuai dengan kausa.

1.4. Metodologi

Pendekatan metodologi yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah suatu studi kepustakaan, dimana penulis mencoba mengumpulkan data - data

berupa teori - teori dasar dan informasi mengenai ikterus dari berbagai text book


(3)

1.

2.

3.

4.

5 .

6 .

7.

8.

Ikterus adalah perubahan warna kuning pada sklera, kulit dan membran mukosa yang disebabkan akumulasi bilirubin pada jaringan atau cairan interstitial, timbul apabila kadar bilirubin dalam serum meningkat menjadi 2,0 - 3 mg/dl/

Ikterus merupakan suatu gejala dari berbagai macam kelainan yang sangat bervariasi beratnya, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan jiwa sampai gangguan transport bilirubin yang ringan.

Pemahaman mekanisme ikterus menyangkut pengetahuan tentang :

pembentukan, transportasi, metabolisme dan ekskresi dari bilirubin.

Ada dua bentuk bilirubin, yaitu bilirubin tak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. dan perbedaan patofisiologinya sangat besar nilainya dalam diagnosa klinis.

Ada 4 mekanisme patofisiologi ikterus yaitu : pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hepar, gangguan konjugasi bilirubin dan kolestasis.

Ikterus paling sering disebabkan oleh kolestasis, baik oleh penyakit hepatoseluler atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik.

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium lain harus dilakukan untuk mengetahui penyakit penyebab ikterus.

Terapi ideal untuk menghilangkan ikterus adalah dengan mengobati penyebabnya.


(4)

43

4.2. Saran

1.

2 .

3 .

Diharapkan dengan mengetahui mekanisme patofisiologi ikterus dan penyakit penyebabnya, diperoleh pemahaman yang baik untuk menegakkan diagnosa dasar penyebab ikterus dan terapi yang sesuai dengan kausa.

Para ahli juga sebaiknya memberikan pengetahuan yang bermanfaat mengenai ikterus serta tindakan pengobatan yang tepat.

Para klinisi harus lebih memahami patofisiologi ikterus sehingga diagnosa dan diagnosa banding dapat ditegakkan dengan baik.


(5)

859 - 867.

Farkas P. S., Knapp A. B. 1990. Gastroenterologi. edisi 1. Jakarta : Widya Medika.

p. 125- 131.

Gani W. Tambunan. 1994. Sistem Hepatobilier Dalam : Melfiawati, editor : Patologi

Gastroenterologi. Edisi 1. Jakarta : EGC. p. 149 -151,208 -213. Gips C. H., Wilson J. H. P. 1989. Diagnosis dan Terapi '' Penyakit Hati dan

Empedu ". edisi 2. Jakarta : Hipokrates. p. 39 - 41,84 - 93, 18 1 - 184. http://content.nejm.org/cgi/content/full/334/l2/802-a

http://jmg. bmjjournals.com/cgi/content/fuIl/37/9/7 1 2

http://www.ncbi .nlm.nih.PubMed&list_uids=9748558&dopt=Abstract

Kumar, Cotran, Robbins, 1992. 'The Liver and Biliary Tract In : Lipscomb M.F., editor : Basic Pathology. edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company. p. 523 -528.

Murray R. K., Granner D. K., Mayes P. A., Rodwel V. W. 2003. Biokimia Harper. edisi 25. Jakarta : EGC. p. 352.

Price S. A., Wilson L. 1994. Hati, Saluran Empedu dan Pankreas Dalam : Caroline W ijaya, editor : Patofisiologi : Konsep KIinis Proses -proses Penyakit. edisi 4. Jakarta : EGC. p. 426 - 438.

Robbins. 1999. The Liver and Biliary Tract In : Crawford J.M., editor : Pathologic Basic Of' Diseuse. Philadelphia : W.B. Saunders Company. p. 845 - 852.

Robbins, Kumar. !995. Hati, Sistem Empedu dan Pankreas Dalam : Staff Pengajar Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, editor : Buku Ajar Patologi II. edisi 4. Jakarta : EGC. p. 299 - 305.

Sherlock S. 1997. Diseases of the Liver and Biliary System. 1 edition. London : Blackwell Science. p. 20 1 - 232.


(6)

45

Sleisenger, Fordtran. 1989. Gastrointestinal Disease. edition, Philadelphia : W. B. Saunders Company. p. 454 - 465.

Sujono Hadi. 1995. Gastroenterologi. edisi 6 . Bandung : Penerbit Alumni. p. 426 - 446.

Underwood J. C. E. 1999. Hepar, Sistem Biliaris dan Pankreas Eksokrin Dalam : Sarjadi, editor : Patologi Umum dan Sistemik Volume 2. edisi 2. Jakarta : EGC. p. 471 - 478.

Wilhelm R. F. 1982. Human Biochemistry. New York : Macmillan Publisher. p. 285 - 286.