PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL CORE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN.

(1)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu DAFTAR ISI

halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang...1

B.Rumusan Masalah...11

C.Tujuan Penelitian...12

D.Manfaat Penelitian...13

E.Definisi Operasional...14

BAB II L ANDASAN TEORI ... 17

A.Kemampuan Dasar Matematis ... 17

B.Penalaran matematis... 19

C.Koneksi Matematis... 24

D.Pembelajaran Metode Ekspositori ... 27

E.Pembelajaran Model CORE...29

F.Teori Belajar yang mendukung ... 36

G.Penelitian yang Relevan...39

H.Hipotesis Penelitian...43

BAB III METODE PENELITIAN... 44

A.Desain Penelitian...44

B.Populasi dan Sampel Penelitian...45


(2)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

D.Instrumen Penelitian... 46

D.1. Tes Matematik ... 46

D.2. Lembar Observasi ... 48

D.3. Skala Sikap ... 48

E.Analisis Tes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis...49

E.1. Analisis validitas tes ... 49

E.2. Analisis Reliabilitas ... 52

E.3. Analisis Daya Pembeda ... 54

E.4. Analisis Indeks Kesukaran ... 56

E.5. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Matematika ... 58

F.Teknik Analisis Data...59

F.1. Data Hasil Tes Penalaran dan Koneksi Matematis ... 60

F.2. Data Hasil Observasi ... 66

G.Prosedur penelitian...67

H.Jadwal Penelitian...70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

A.Hasil Penelitian...71

A.1. Deskriptif Hasil Pengolahan Data ... 72

A.2. Analisis Hasil Pretes ... 74

A.3. Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 78

A.4.Analisis Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis...85

A.5.Hasil Penelitian tentang Skala Sikap Siswa...95

A.6. Aktivitas Guru dan Siswa selama Proses Pembelajaran ... 104

B.Pembahasan...11

1 B.1. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis .. 111

B.2. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Model CORE ... 115

B.3. Aktivitas Guru dan Siswa... 115

B.4. Keterbatasan Penelitian ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan...118

B Saran...119


(3)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 125 LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN………... 163 LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES

MATEMATIKA...180

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN...197

LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI...219

LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN...233


(4)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran matematis ... 47

Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan koneksi matematis ... 47

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 50

Tabel 3.4 Uji Validitas Tes Penalaran Matematis ... 51

Tabel 3.5 Uji Validitas Tes Koneksi Matematis ... 52

Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 53

Tabel 3.7 Uji Reliabilitas Tes Penalaran dan koneksi Matematis………53

Tabel 3. 8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 55

Tabel 3.9 Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis ... 55

Tabel 3.10 Daya Pembeda Tes Koneksi Matematis ... 55

Tabel 3.11 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 57

Tabel 3.12 Tingkat Kesukaran Butir Soal Penalaran Matematis ... 57

Tabel 3.13 Tingkat Kesukaran Butir Soal koneksi Matematis ... 57

Tabel 3.14 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Penalaran Matematis...58

Tabel 3.15 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes koneksi………...59

Tabel 3.16 Klasifikasi Gain Ternormalisasi………..61

Tabel 3.17 Jadwal Kegiatan Penelitian……….70

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 73

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan koneksi Matematis ... 74

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes Penalaran dan koneksi Matematis ... 75

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Pretes Kemampuan Penalaran dan koneksi Matematis Siswa ... 76 Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Rataan Pretes Kemampuan Penalaran dan


(5)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

koneksi Matematis Siswa………...…78

Tabel 4.6 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Penalaran………..80

Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Gain Ternormalisasi Penalaran…... 81

Tabel 4.8 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Penalaran…... .. 82

Tabel 4.9 Klasifikasi Gain Ternormalisasi Penalaran Matematis ... 83

Tabel 4.10 Analisis Varians Gain Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Siswa... 85

Tabel 4.11 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Siswa ... 85

Tabel 4.12 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi koneksi ... 88

Tabel 4.13 Uji Homogenitas Varians Gain Ternormalisasi koneksi... 89

Tabel 4.14 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi koneksi …... ... 90

Tabel 4.15 Klasifikasi Gain Ternormalisasi koneksi Matematis...91

Tabel 4.16 Analisis Varians Gain Kemampuan koneksi Matematis Menurut Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Siswa... 93

Tabel 4.17 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan koneksi Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Siswa ... 94

Tabel 4.18 Sikap Siswa Kelas Eksperimen terhadap Pelajaran Matematika .. 96

Tabel 4.19 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan CORE ... 99

Tabel 4.20 Sikap Siswa terhadap Soal Penalaran dan koneksi Matematis ... 102

Tabel 4.21 Kesimpulan Skala Sikap Siswa ... 103

Tabel 4.22 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran dengan CORE ... 105

Tabel 4.23 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran dengan CORE ... 109


(6)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alur Statistik Penelitian ... ..65 Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian... ..69 Gambar 4.1 Diagram Batang Perkembangan Aktifitas Guru pada

Pembelajaran model CORE ... 108 Gambar 4. 2 Diagram Batang Perkembangan Aktivitas Siswa pada


(7)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 125

A.1 Silabus Bahan Ajar ... 126

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 127

A.3 Lembar Kegitan Siswa (LKS) ... 149

A.4 Kisi-kisi Soal dan Tes Kemampuan Penalaran dan koneksi Matematis ... 163

A.5 Kisi-kisi dan Angket Sikap Siswa ... 177

A.7 Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ... 180

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA B.1 Tabel Skor Uji Coba Tes Penalaran Matematis ... 186

B.2 Tabel Skor Uji Coba Tes koneksi Matematis ... 187

B.3 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Matematika dengan Microsoft Excell 2007 ... 188

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN C.1 Kategori Kemampuan Siswa Kelas Eksperimen ... 195

C.2 Data Hasil Pretes ... 197

C.3 Data Hasil Postes ... 201

C.4 Data Gain Ternormalisasi ... 204

C.5 Perhitungan Data dan Uji Statistik untuk Data Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi ... 211

LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI D.1 Data Skala Sikap Kelas Eksperimen ... 218

D.2 Data Hasil Observasi Pelaksanaan Pembelajaran CORE... 221 LAMPIRAN E: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN


(8)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

E.1 Jadwal Penelitian ... 226 E.2 Foto-foto Penelitian ... 228 E.3 Surat Keterangan ... 230


(9)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun 2003 Sisdiknas, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat di kurikulum pendidikan nasional dan dinilai cukup berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Hal itu dapat ditunjukkan, pada pelaksanaan Uji Nasional, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat menengah mata pelajaran matematika selalu menjadi bagian dalam pelaksanaan Ujian Nasional.

Sumarmo (2010a: 1) menyatakan bahwa pendidikan matematika merupakan proses yang aktif, dinamik dan generatif. Keterampilan matematis


(10)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

(doing math) dapat memberikan sumbangan yang penting kepada siswa dalam pengembangan nalar, berfikir logis, sistematis, kritis, cermat dan bersikap terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan. Hal ini berarti pendidikan matematika diyakini mampu mendorong dan memaksimalkan potensi seseorang sebagai calon sumber daya manusia yang handal, untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.

Depdiknas (2006) menyatakan pada Standar Isi (SI) mata pelajaran matematika ditujukan untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah, tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam koneksi;

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;


(11)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam koneksi.

Hal ini sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam National Council of Teacher of Mathematics(2000) yaitu: (1) komunikasi matematis (Mathematical Communication); (2) Penalaran matematis (Mathematical Reasoning); (3) Pemecahan masalah matematis (Mathematical Problem Solving); (4) koneksi matematis (Mathematical Connections); (5) represntasi matematis (Mathematical Power). Senada dengan pernyataan di atas, Soemarmo (2002) menyatakan kemampuan-kemampuan di atas disebut daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematis (doing math). Keterampilan matematis berkaitan dengan karakteristik matematis yang dapat digolongkan dalam berfikir tingkat rendah dan berfikir tingkat tinggi. Aktivitas berfikir yang menyangkut tingkat rendah termasuk kegiatan melakukan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan aktivitas berfikir yang menyangkut tingkat tinggi termasuk kemampuan memahami matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi dan generalisasi menalar secara logis, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematis dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya. Oleh sebab itu, agar siswa memiliki


(12)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

keterampilan yang baik dalam pembelajaran matematika, tentunya minimal satu dari lima kemampuan dasar matematika tersebut wajib dimiliki siswa bahkan akan lebih baik jika dua atau lebih kemampuan dasar matematika dimiliki siswa.

Telah kita ketahui, soal-soal dan buku pelajaran yang diberikan kepada siswa hampir semua materi dan soal-soal yang disajikan memenuhi kelima aspek kemampuan matematis di atas, namun tetap saja pada kenyataannya untuk siswa tingkat menengah kemampuan penalaran dan koneksi yang dimilki siswa masih kurang memuaskan.

Secara empirik ditemukan bahwa siswa-siswa sekolah menengah (high school) dan perguruan tinggi (college) mengalami kesukaran menggunakan strategi dan kekonsistenan penalaran logika (logical reasoning), Numedal (Kurniawan, 2007). Senada dengan pernyataan di atas, Sumarmo (1987) menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam penalaran matematika sangat rendah.

Pada penelitian lainnya, Rusgianto (2002) menunjukkan kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya dalam kehidupan yang nyata masih belum memuaskan. Senada dengan penelitian di atas Ruspiani (Kurniawan, 2007: 8) mengungkapkan bahwa rerata kemampuan mengoneksi matematis siswa tingkat menengah masih rendah, nilai reratanya 60 pada skor total 100.


(13)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Pengembangan kemampuan berpikir, perlu mendapat perhatian yang serius, karena sejumlah hasil studi yang diungkapkan oleh (Suryadi, 2005) menunjukkan pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural. Studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (1999) yang dilakukan di 38 negara, antara lain menjelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematik siswa. Siswa masih mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada persoalan yang menuntut kemampuan penalaran maupun kemampuan koneksi (Suherman dkk, 2003).

Pada beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat dimaknai bahwa cukup jelas untuk kemampuan berfikir tahap tinggi yang di dalamnya terdapat kemampuan penalaran dan koneksi matematis, siswa masih mengalami kesulitan.

Hasil temuan rendahnya kemampuan siswa Indonesia tidak hanya diungkapkan dari para peneliti nasional. Akan tetapi hasil penelitian internasional seperti Program for International Students Assessment (PISA) tahun 2006 dan The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 juga menunjukkan hal yang sama. Menurut Kesumawati (Anriani, 2011: 2-3) siswa Indonesia berturut-turut berada pada peringkat ke-52 dari 57, serta ke-36 dari 48 negara yang berpartisipasi pada penilaian tersebut. Beberapa aspek yang dinilai


(14)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

mengenai kemampuan koneksi, penalaran, komunikasi, pengetahuan tentang fakta, prosedur, penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep.

Peneliti menyimpulkan dari beberapa hasil penelitian sebelumnya, kurangnya kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya pemahaman awal pada mata pelajaran tersebut dan kurangnya persiapan siswa terhadap materi tersebut.

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat (Wahyudin, 1999) menemukan empat kelemahan yang ada pada siswa, yaitu

(1) Kurang memiliki pengetahuan prasyarat yang baik

(2) Kurang memiliki kemampuan untuk memahami dan menggali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dibicarakan.

(3) Kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau menggali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tertentu.

(4) Kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak) dan kurang memiliki kemampuan nalar logis dalam persolan atau soal-soal matematika.

Penalaran matematis yang dimaksud adalah kemampuan siswa untuk membuat sebuah kesimpulan setelah siswa mengalami proses belajar matematika. Menurut Keraf (Shadiq, 2003) penalaran adalah proses berpikir yang


(15)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan. Sedangkan, koneksi yang dimaksud adalah kemampuan mengaitkan pengetahuan matematis yang dimiliki siswa dengan konsep matematis lain, dengan mata pelajaran lain dan dengan kehidupan nyata. Menurut Wahyudin (2008) pendekatan koneksi meminta para siswa bertanggung jawab untuk apa yang sudah mereka pelajari dan untuk menggunakan pengetahuan itu untuk memahami dan memaknai gagasan.

Salah satu contoh permasalahan terhadap kurangnya kemampuan penalaran dan koneksi yang terjadi pada mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan, misalnya pada materi keliling dan luas bangun datar yang terkait pada bidang keahlian pada mata pelajaran (produktif) Tata Hidang, ketika siswa diberi permasalahan sebagai berikut :

“Berapa panjang skirting cloth untuk menutup meja ukuran 3 m × 1 m dengan ketinggian 75 cm”. Berdasarkan pengalaman, siswa sering mengalami kesulitan untuk menetapkan konsep yang harus diterapkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dijelaskan, ketika siswa berhadapan dengan suatu permasalahan, mereka menyadari bahwa hal tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, artinya mereka menyadari bahwa untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut siswa harus dapat mengonstruksikan pengetahuan secara kritis dengan cara mengoneksikan, mengintegrasikan serta mengeksplorasi


(16)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

informasi, ide-ide serta konsep pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang telah ia miliki sehingga dapat ditemukan solusi dari permasalahan tersebut.

Pada penelitian ini dipilih materi Geometri Dimensi Dua. Dipilihnya materi tersebut karena peneliti mencoba untuk membuat instrumen penelitian yang berhubungan dengan mata pelajaran bidang produktif (Tata Hidang) yang siswa dapat pada semester sebelumnya. Ternyata setelah dilihat materi dimensi dua yang bersesuaian dengan mata pelajaran produktif (Tata Hidang) siswa dibandingkan dengan materi lain. Hal ini dimaksud agar siswa lebih mudah memahami soal-soal dan dapat memaknai kegunaan ilmu matematika pada mata pelajaran utama mereka yaitu produktif. Selain itu materi geometri dipilih karena pada penyelesain soal-soal geometri dimensi dua banyak terdapat hal-hal yang mengukur kemampuan penalaran dan koneksi. Hal ini senada dengan pendapat Abdussakir (Siregar, 2011: 6) geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan.

Agar permasalahan tersebut dapat diatasi, sehingga kemampuan penalaran dan koneksi dapat ditingkatkan maka diperlukan sebuah model pembelajaran matematika sesuai dengan bahar ajar yang dapat memaknai sebuah proses pembelajaran, karena pembelajaran matematika merupakan suatu arena bagi siswa-siswa untuk mengaitkan suatu permasalahan dan kemampuan tersebut.


(17)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Sejalan dengan pendapat Wahyudin (1999) di atas tentang 4 kelemahan yang dialami siswa pada proses pembelajaran, maka dipilih model pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting dan Extending (CORE) yang ingin diterapkan dalam pembelajaran matematika pada penelitian ini, untuk menghubungkan, mengorganisasikan, menggambarkan dan menyampaikan pengetahuan yang ada dalam pikiran siswa serta memperluas pengetahuan mereka. Pada tahap connecting, siswa diajak untuk dapat mengaitkan pengetahuan baru yang akan dipelajari dengan pengetahuan lain. Organizing membawa siswa untuk dapat mengoranisasikan pengetahuannya. Kemudian dengan reflecting siswa dilatih untuk dapat menjelaskan kembali pengetahuan yang telah mereka peroleh dan extending siswa dapat memperluas pengetahuan mereka sehingga mereka dapat menggunakan pengetahuan tersebut pada mata pelajaran produktif.

Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang menekankan kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan, mengorganisasikan, mendalami, mengelola dan mengembangkan informasi yang didapat. Pada model pembelajaran ini kegiatan aktivitas belajar sangat ditekankan kepada siswa, guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan mediator.

Siswa dituntut untuk dapat berpikir lebih luas terhadap informasi yang didapatnya. Kegiatan mengoneksikan konsep lama-baru, siswa dilatih untuk mengingat informasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut untuk digunakan dalam informasi konsep baru. Kegiatan mengorganisasikan


(18)

ide-Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola informasi yang telah dimilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan memperdalam, menggali informasi untuk memperkuat konsep yang telah dimilikinya. Kegiatan extending (memperluas), dengan kegiatan ini siswa dilatih untuk, memperluas informasi yang sudah didapatnya, menggunakan informasi dan dapat menemukan konsep dan informasi baru yang bermanfaat. Hal tersebut menimbulkan motivasi dan pengetahuan yang mampu menghasilkan pemaknaan dan pemahaman dalam belajar. Pembelajaran dengan model CORE diduga dapat bermanfaat bagi usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa.

Hasil penelitian yang dilakukan, Tamalene (2010), di dalam tesisnya dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP”, menjelaskan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran model CORE lebih baik dibandingkan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan hasil temuan pada penelitian sebelumnya, peneliti mencoba untuk melakukakan penelitian dengan model pembelajaran yang sama dan satu kemampuan yang sama yaitu penalaran dipadukan dengan kemampuan koneksi namun sampel yang diambil berbeda yaitu berasal dari Sekolah Menengah Kejuruan program Pariwisata.


(19)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Sikap siswa terhadap pembelajaran model CORE dapat dipandang sebagai cerminan proses pembelajaran yang terjadi di kelas. Proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengajukan masalah dan menyelesaikan masalah tersebut serta diberi kesempatan untuk berinteraksi serta berdiskusi baik dengan sesama siswa maupun dengan guru, memungkinkan siswa merasa senang dan termotivasi untuk belajar. Bila hal ini benar-benar terjadi dalam proses pembelajaran, bukan mustahil sikap positif siswa terhadap pembelajaran yang diikuti tumbuh. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk mengkaji sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan model CORE dan soal-soal penalaran dan koneksi matematis

Sebagai bentuk kepedulian insan pendidikan yang bertanggung jawab, peneliti ingin membuat sebuah penelitian yang membahas hal-hal yang berkenaan dengan permasalahan di atas, dengan singkat penulis mengangkat tema “Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dirumuskan sebagai berikut:


(20)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran model ekpositori?

2. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran model ekpositori?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah)?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah)?

5. Bagaimanakah respon siswa SMK terhadap pembelajaran model CORE?

C. Tujuan Penelitian

Berpedoman pada rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran model ekpositori.

2. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE


(21)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran model ekpositori.

3. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).

4. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).

5. Mengetahui respon siswa SMK terhadap pembelajaran model CORE.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Untuk Peneliti

Memberikan gambaran atau informasi tentang peningkatan yang terjadi pada kemampuan penalaran serta koneksi matematis yang mendapat pembelajaran model CORE baik berdasarkan keseluruhan maupun berdasarkan kemampuan siswa.

2. Untuk Guru

Memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan terhadap upaya perencanaan pembelajaran pada pokok bahasan matematika serta kerangka kerja paedogogiknya yang harus dipersiapkan guru, sehingga dapat


(22)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa, serta dapat dijadikan sebagai sebuah rujukan dalam meningkatkan kemampuan kompetensi dasar matematika siswa pada umumnya.

3. Bagi sekolah

Tindakan yang dilakukan dengan menerapkan pembelajaran model CORE dapat menjadi salah satu cara yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa. Pembelajaran model CORE diharapkan pihak sekolah lebih memperhatikan model pembelajaran siswa yang dibuat guru dalam perangkat pembelajaran (RPP) agar tidak monoton dan menggunakan model pembelajaran yang lebih bervariasi agar siswa lebih tertantang lagi pada pembelajaran.

E. Definisi Operasional

Untuk memberikan arahan dan batasaan yang jelas mengenai aspek-aspek yang akan diungkapkan dalam penelitian ini perlu dijelaskan beberapa batasan sebagai berikut :

1. Penalaran Matematis

Penalaran matematis (mathematical reasoning) adalah pemikiran logis matematika yang menggunakan logika induktif dan deduktif untuk menghasilkan kesimpulan. Kemampuan penalaran matematis mencakup kemampuan menarik kesimpulan, memperkirakan jawaban dan proses


(23)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

solusi serta memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada.

2. Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep matematika dengan matematika (antar topik matematika), matematika dengan bidang ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan nyata. Pada penelitian ini indikator kemampuan koneksi yang dilihat adalah kemampuan matematika dengan bidang ilmu lain dan kemampuan matematika kehidupan nyata.

3. Model CORE

Model pembelajaran yang mengharapkan siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan cara menghubungkan dan mengorganisasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama kemudian memikirkan kembali konsep yang sedang dipelajari serta diharapkan siswa dapat memperluas pengetahuan mereka selama proses belajar mengajar berlangsung.

4. Pembelajaran Model Ekspositori

Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sehari-hari yang umumnya berpusat


(24)

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

pada guru. Pembelajarannya bersifat informatif di mana guru memberi dan menjelaskan materi pelajaran dengan cara ceramah, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa mengerjakan latihan secara mandiri dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti selama pembelajaran berlangsung.

5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap matematika dan pembelajaran matematika dengan pembelajaran model CORE yaitu sikap yang menunjukkan rasa sukanya terhadap matematika dan pembelajaran matematika, kesungguhannya dalam pembelajaran matematika dan apresiasinya terhadap soal-soal penalaran dan koneksi matematis.

6. Peningkatan

Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan postes siswa.


(25)

44

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak. Menurut Ruseffendi (2005) penelitian eksperimen pada umumnya dilakukan untuk membandingkan dua kelompok atau lebih dan menggunakan ukuran-ukuran statistik tertentu.

Desain penelitian yang digunakan adalah non equivalent groups pretest-posttest design (McMillan & Schumacher, 2001). Desain ini dipilih karena peneliti beranggapan bahwa subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas yang sudah terbentuk, dengan model pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama diberikan pembelajaran model CORE dan merupakan kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran ekspositori. Desain pada penelitian ini berbentuk:

Kelompok eksperimen : O X O

Kelompok kontrol : O - O

Keterangan :

X : Pembelajaran Model CORE


(26)

45

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pembelajaran model CORE terhadap kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa, dalam penelitian ini dilibatkan kategori Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang dan rendah) hanya untuk kelas eksperimen. Pembagian level kemampuan tinggi, sedang dan rendah berdasarkan (Afgani, 2004) 30% untuk kelas tinggi, 40% untuk kelas sedang, 30% rendah.

Pembelajaran yang dilakukan baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol dilakukan sendiri oleh peneliti. Hal ini dilakukan agar tindakan pembelajaran yang direncanakan oleh peneliti dapat terlaksana dengan maksimal.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Pariwisata tahun ajaran 2011/2012.

Pemilihan tingkat kelas dalam hal ini kelas XI, dikarenakan peneliti menelaah bahwa materi bahan ajar yang ingin disampaikan pada penelitian ini terdapat di kelas XI. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Pertimbangan pengambilan sampel dikarenakan kelas yang dijadikan sampel memiliki kemampuan awal yang setara. Hal tersebut dilihat dari nilai rerata Ujian Sekolah semester 1, sehingga dipilihlah dua kelas sebagai


(27)

46

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

sampel penelitian, yaitu kelas XI boga 1 sebagai kelas kontrol dan XI boga 2 sebagai kelas ekspeimen.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pembelajaran dimensi dua melalui model CORE sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa.

D. Instrumen Penelitian

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen yang disusun dalam bentuk tes yang dijawab oleh responden secara tertulis. Instrumen yang digunakan berupa:

D.1. Tes Matematika

Tes matematika yang digunakan berupa tes kemampuan penalaran dan koneksi. Agar kemampuan matematis tersebut dapat terlihat dengan jelas maka tes akan dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Tes diberikan pada setiap siswa. Soal-soal pretes dan postes dibuat ekuivalen/sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui Kemampuan Awal Siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan model yang akan diterapkan.


(28)

47

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Berikut ini adalah pedoman pemberian skor untuk tes kemampuan penalaran dan koneksi matematis.

Tabel 3.1

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Indikator

0 Tidak ada jawaban

1 Menjawab tidak sesuai dengan aspek pertanyaan tentang penalaran atau

menarik kesimpulan salah

2 Dapat menjawab hanya sebagian aaspek pertanyaan tentang penalaran dan

dijawab dengan benar

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan

dijawab dengan benar

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab

dengan benar dan jelas atau lengkap

(Menggunakan Holistic Scoring Rubrics dikemukakan ole Cai, Lanen dan Jakabesin (1996))

Tabel 3.2

Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Koneksi Matematis

Skor Indikator

0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman

tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa

1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar

2 Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan

benar

3 Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan

benar, walaupun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa

4 Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis

dan sistematis

(Menggunakan Holistic Scoring Rubrics dikemukakan ole Cai, Lanen dan Jakabesin (Izzati, 2010))

Pedoman pemberian skor dimaksudkan agar hasil penilaian yang diberikan obyektif. Hal ini dikarenakan pada setiap langkah jawaban yang dinilai pada


(29)

48

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

jawaban siswa selalu berpedoman pada patokan yang jelas sehingga mengurangi kesalahan pada penilaian.

D.2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengamati penampilan dan perkembangan siswa terkait dengan konsep diri yang dimiliki siswa. sedangkan aktivitas guru yang diamati kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran model CORE. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik. Observasi tersebut dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru matematika.

D.3. Skala Sikap

Skala sikap siswa bertujuan untuk mengetahui sikap siswa selama pembelajaran melalui model CORE. Sikap siswa tersebut berkenaan dengan sikap siswa terhadap pembelajaran model CORE. Skala sikap yang dibuat mempunyai indikator: 1) Sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika; 2) Sikap siswa terhadap pembelajara model CORE; 3) Sikap siswa terhadap soal kemampuan penalaran dan koneksi matematis. Skala sikap ini terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Pembuatan skala sikap berpedoman pada bentuk skala Likert dengan empat option. Menurut Suherman (Siregar, 2009) pemberian skor untuk setiap pernyataan adalah 1 (STS), 2 (TS), 3 (S), 4 (SS), untuk pernyataan favorable (pernyataan positif), sebaliknya diberikan skor 1 (SS), 2 (S), 3 (TS), 4 (STS),


(30)

49

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

untuk pernyataan unfavorable (pernyataan negatif). Empat option tersebut berguna untuk menghindari sikap ragu-ragu atau rasa aman dan tidak memihak pada suatu pernyataan yang diajukan pada siswa.

E. Analisis Tes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis

Sebelum penyusunan tes kemampuan representasi matematis siswa dibuat kisi-kisi soal terlebih dahulu. Kemudian tes tersebut diukur face validity dan content validity oleh ahli (expert) dalam hal ini dosen pembimbing dan rekan sesama mahasiswa pascasarjana. Langkah selanjutnya adalah tes diujicobakan untuk memeriksa keterbacaan, validitas item, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukarannya. Uji coba dilakukan pada siswa kelas XII SMK Pariwisata pada jurusan yang sama, yang sebelumnya telah mendapatkan materi yang akan diteskan pada penelitian.

Analisis instrumen menggunakan Software Microsoft Excell 2007 kemudian masing-masing hasil yang diperoleh dikonsultasikan.

Alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya adalah yang memiliki tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi atau sedang. Oleh karena itu, sebelum instrumen tes digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba pada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan disampaikan. Setelah uji coba, dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tersebut. Berikut ini akan dijabarkan hasil ujicoba tes.


(31)

50

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu E.1. Analisis validitas tes

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat digunakan untuk menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi. Karena tes yang akan digunakan berupa uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir soal digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson, yaitu:

= =1 − =1 =1

2

=1 − =1 2 =1 2 − =1 2

(Suherman dan Kusumah, 1990: 14) dengan:

: koefisien validitas, : skor butir soal data ke - i, : skor total data ke - i, n: jumlah siswa.

Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien validitas yang dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 3.3.

Klasifikasi Koefisien Validitas tes menurut J.P Guilford yaitu:


(32)

51

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

0,80 < 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)

0,60 < 0,80 Validitas tinggi (baik)

0,40 < 0,60 Validitas sedang (cukup)

0,20 < 0,40 Validitas rendah (kurang)

0,00 < 0,20 Validitas sangat rendah

0,00 Tidak valid

Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 147)

Berikut ini dijelaskan hasil ujicoba tes kemampuan penalaran matmatis melalui uji validitas yang diinterpretasikan pada Tabel 3.4 dengan Excell, hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.3

Tabel 3.4

Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis

No

Soal Koef.Korelasi Interpretasi

t hitung

t

tabel Keterangan

1 0.771 Tinggi 6.40 2.04 Valid

2 0.516 Sedang 3.19 2.04 Valid

3 0.546 Sedang 3.44 2.04 Valid

4 0.537 Sedang 3.36 2.04 Valid

Pada empat butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan penalaran matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh tiga soal (soal nomor 2,3 dan 4) yang mempunyai validitas sedang, dan satu soal sisanya mempunyai validitas tinggi. Pada Tabel 3.4 ditunjukkan bahwa nilai t tabel lebih kecil dari t hitung jadi dinyatakan keempat soal valid.


(33)

52

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Selanjutnya akan dijelaskan hasil ujicoba tes kemampuan koneksi matematis melalui uji validitas yang diinterpretasikan pada Tabel 3.5 dengan Excell, yang hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B.3.

Tabel 3.5

Pada empat butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan koneksi matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh tiga soal (soal nomor 1,3 dan 4) yang mempunyai validitas tinggi, dan satu soal sisanya mempunyai validitas sedang. Pada Tabel 3.5 ditunjukkan bahwa nilai t tabel lebih kecil dari t hitung jadi dinyatakan keempat soal valid.

E.2. Analisis Reliabilitas

Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang

Validitas Tes Kemampuan Koneksi Matematis

No

Soal Koef.Korelasi Interpretasi

t hitung

t

table keterangan

1 0.856 Tinggi 8.91 2.04 Valid

2 0.664 Sedang 4.69 2.04 Valid

3 0.753 Tinggi 6.05 2.04 Valid


(34)

53

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

berbeda (Suherman dan Kusumah, 1990). Untuk tes berbentuk uraian perhitungan reliabilitas tes dapat digunakan rumus Cronbach’s Alpha,

yaitu: 11 =

−1 1−

2 =1

2 ,

(Suherman dan Kusumah, 1990: 194), dengan:

r11 : derajat reliabilitas,

n : jumlah butir soal,

si2 : variansi skor butir soal data ke-i st2 : variansi skor total data ke-i

Peneliti menggunakan program Excell untuk menghitung reliabilitas. Hasil derajat reliabilitas soal kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi derajat reliabilitas pada tabel berikut

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas tes menurut J.P Guilford yaitu:

Besarnya 11 Interpretasi

11 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah

0,20 < 11 0,40 Derajat reliabilitas rendah

0,40 < 11 0,70 Derajat reliabilitas sedang

0,70 < 11 0,90 Derajat reliabilitas tinggi

0,90 < 11 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi

Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 147)

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian menggunakan Cronbach Alpha, tetapi dalam perhitungannya


(35)

54

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

peneliti menggunakan program Excell pada Tabel 3.7. Hasil perhitungan reliabilitas tes untuk kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.7

Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis

No. 11 Interpretasi Keterangan

1 0,64 Sedang Penalaran

2 0,66 Sedang Koneksi

E.3. Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dan siswa yang tidak dapat menjawab soal (Suherman dan Kusumah, 1990: 199). Daya pembeda dihitung dengan membagi subjek menjadi dua kelompok setelah diurutkan menurut peringkat perolehan skor hasil tes. Kelompk tersebut adalah 50% kelompok atas (kelas unggul) dan 50% kelompok bawah (kelas assor).

��= −

� atau ��=

− �

(Suherman dan Kusumah, 1990: 201), dengan:

DP: Daya Pembeda,

JBA: jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, JBB: jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar,


(36)

55

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu JSA: jumlah siswa kelompok atas, JSB: jumlah siswa kelompok bawah

Proses penentuan kelompok unggul dan asor ini dengan cara terlebih dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi sampai dengan yang terendah, untuk perhitungan lengkapnya menggunakan Excell.

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan tabel berikut:

Tabel 3.8

Klasifikasi Daya Pembeda

Besarnya �� Interpretasi

�� 0,00 Sangat jelek

0,00 <�� 0,20 Jelek

0,20 <�� 0,40 Cukup

0,40 <�� 0,70 Baik

0,70 <�� ≤ 1,00 Sangat baik

Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 202)

Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes penalaran dan koneksi matematis disajikan masing-masing dalam Tabel 3.9 dengan Excell dan Tabel 3.10 dengan Excell berikut ini:

Tabel 3.9

Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis


(37)

56

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

1 0.64 Baik

2 0.36 Cukup

3 0.30 Cukup

4 0.69 Baik

Tabel 3.10

Daya Pembeda Tes Koneksi Matematis

No Soal DP Ket

1 0.39 Cukup

2 0.39 Cukup

3 0.30 Cukup

4 0.30 Cukup

Hasil ke empat tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes penalaran dan koneksi matematis yang masing-masing terdiri dari empat butir soal, dinyatakan layak digunakan karena masih berada pada taraf daya pembeda cukup dan baik.

E.4. Analisis Indeks Kesukaran

Analisis indeks kesukaran setiap butir soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang diperoleh siswa diklasifikasikan benar dan salah seperti pada analisis daya pembeda.

Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran adalah:

= +

� + � ,


(38)

57

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu dengan,

IK: Indeks Kesukaran,

JBA: jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, JBB: jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, JSA: jumlah siswa kelompok atas,

JSB: jumlah siswa kelompok bawah.

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan tabel berikut.

Tabel 3.11

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Besarnya Interpretasi

= 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 < 0,30 Soal sukar

0,30 < 0,70 Soal sedang

0,70 < < 1,00 Soal mudah

= 1,00 Soal terlalu mudah

Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 213)

Hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes penalaran dan koneksi matematis yang terangkum dalam Tabel 3.12 dengan Excell dan Tabel 3.13 dengan Excell berikut ini:

Tabel 3.12

Tingkat Kesukaran Butir Soal Penalaran Matematis


(39)

58

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

1 0.35 Sukar

2 0.46 Mudah

3 0.40 Sedang

4 0.46 Mudah

Tabel 3.13

Tingkat Kesukaran Butir Soal Koneksi Matematis

Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0.47 Sukar

2 0.22 Mudah

3 0.26 Sedang

4 0.32 Mudah

Hasip pada kedua tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes penalaran dan koneksi matematis yang masing-masing terdiri dari empat butir soal, dinyatakan layak digunakan karena masih berada pada taraf kesukaran yang bervariasi. Pada soal dengan taraf kesukaran sukar soal dikonsultasikan lagi ke dosen pembimbing untuk direvisi ulang agar masih dapat digunakan.

E.5. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Matematika

Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan penalaran dan koneksi matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.14 dan Tabel 3.15 di bawah ini:


(40)

59

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Penalaran Matematis

Nomor Soal Interpretasi Validitas Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Reliabilitas

1 Tinggi Baik Sukar

Sedang

2 Sedang Cukup Mudah

3 Sedang Cukup Sedang

4 Sedang Baik Mudah

Tabel 3.15

Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Koneksi Matematis

Nomor Soal Interpretasi Validitas Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Reliabilitas

1 Tinggi Cukup Sukar

Sedang

2 Sedang Cukup Mudah

3 Tinggi Cukup Sedang

4 Tinggi Cukup Mudah

Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes kemampuan penalaran dan koneksi matematis yang dilaksanakan di SMKN kelas XII Jasa Boga 1, serta dilihat dari hasil analisis validitas, reliabilitas, daya


(41)

60

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

pembeda dan tingkat kesukaran soal, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa di SMKN kelas XI Jasa Boga yang merupakan responden dalam penelitian ini.

F. Teknik analisis data

Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dianalisis secara statistik, sedangkan data dari hasil pengamatan observasi pembelajaran dianalisis secara deskriptif.

Pengolahan data penulis menggunakan bantuan program software SPSS 17, dan Microsoft Excell 2007.

F.1. Data Hasil Tes Penalaran dan Koneksi Matematis

Penelitian ini ingin melihat peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang belajar melalui pembelajaran dengan model CORE dan siswa yang mendapat pembelajaran model ekspositori, serta perbedaan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa. Oleh karena itu, uji statistik yang digunakan adalah uji t dan Analisis Varians (ANAVA) .

Data yang diperoleh dari hasil tes diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:


(42)

61

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

2. Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi (g) = −

� −

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.16 Klasifikasi Gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g  0,7 Tinggi

0,3  g < 0,7 Sedang

g <0,3 Rendah

(Hake, 1999)

Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes dan gain kemampuan penalaran dan koneksi matematis menggunakan uji statistik Kolmogorof-Smirnov (Jika data ≤ 30 data) atau Shapiro-Wilk (Jika data > 30 data). Perhitungan melalui Uji Kolmogorov-Smirnov, menurut Ruseffendi (1993) uji ini digunakan


(43)

62

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

sebagai pengganti uji kai kuadrat untuk ukuran sampel yang lebih kecil. Kriteria pengujian adalah

tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (�= 0,05)

terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (�= 0,05).

Adapun rumusan hipotesisnya adalah: H0 : Data berdistribusi normal

H1 : Data tidak berdistribusi normal

Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik non-parametrik seperti uji Mann-Whitney.

4. Menguji homogenitas varians data skor pretes, postes dan gain kemampuan penalaran matematis dan koneksi matematis menggunakan uji Homogeneity of Variance (Levene Statistic).

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : �12 =�22 varians gain ternormalisasi kemampuan penalaran atau koneksi matematis kedua kelompok homogen

H1 : �12 ≠ �22 varians gain ternormalisasi kemampuan penalaran atau koneksi matematis kedua kelompok tidak homogen

Keterangan:

�12: varians skor gain ternormalisasi kelompok eksperimen �22: varians skor gain ternormalisasi kelompok kontrol


(44)

63

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (� = 0,05)

terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (�= 0,05)

Kemudian dilanjutkan dengan uji kesamaan rerata untuk data pretes untuk mengetahui bahwa kedua kelmpok berasal dari kelas yang tingkat kemampuannya sama dan uji perbedaan untuk data gain ternormalisasi untuk mengetahui peningkatan kemampuan yang terdapat di dua kelas. Jika data berdistribusi normal dan homogen, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik t, sedangkan jika datanya berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik t’.

5. Melakukan uji kesamaan dua rerata pada data skor pretes kedua kelompok eksperimen dan kontrol untuk masing-masing kemampuan, penalaran dan koneksi, dengan menggunakan independent samples t-test. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0∶ � =�

H1∶ � ≠ �

Keterangan:

: rerata pretest penalaran atau koneksi kelompok eksperimen : rerata pretest penalaran atau koneksi kelompok kontrol

Selanjutnya melakukan uji perbedaan dua rerata untuk data skor gain ternormalisasi pada kedua kelompok tersebut. Berikut ini adalah rumusan hipotesisnya:


(45)

64

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

H0∶ � =�

H1∶ � >� Keterangan:

: rerata gain ternormalisasi penalaran atau koneksi kelompok eksperimen

: rerata gain ternormalisasi penalaran atau koneksi kelompok kontrol

Kriteria pengujian adalah

tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (�= 0,05)

terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (�= 0,05)

kemudian untuk mengetahui perbedaan peningkatan yang terdapat di kelas yang diberikan pembelajaran model CORE saja, dilihat berdasarkan Kemampuan Awal Siswa (KAS) tinggi, sedang dan rendah diujikan dengan uji statistik Analisis Varians (ANAVA) satu jalur.

6. Uji statistik yang digunakan adalah analisis varian ANAVA satu jalur menggunakan Compare means One Way ANOVA, Jika data normal dan homogen maka menggunakan uji Compare means One Way ANOVA scheffe tetapi jika data normal dan tidak homogen maka menngunakan One Way ANOVA Games Howell. Sedangkan jika datanya tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik non-parametrik Kruskal Wallis H.


(46)

65

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

H0 ∶ � =� = �

H1 ∶ � ≠ � , untuk minimal terdapat dua (i,j) dimana : i≠ j, i = get, ges, ger

(paling sedikit ada satu tanda = yang tidak terpenuhi) Kriteria pengujian adalah

tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (�= 0,05)

terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (� = 0,05)

μget = rata−rata gain ternormalisasi kelas eksperimen berkemampuan tinggi μges = rata−rata gain ternormalisasi kelas eksperimen berkemampuan sedang μger = rata−rata gain ternormalisasi kelas eksperimen berkemampuan rendah H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan penalaran atau koneksi matematis

siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).

H1 : Terdapat perbedaan kemampuan penalaran atau koneksi matematis siswa

yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).

Normal Tidak Normal

N-Gain


(47)

66

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Homogen Tidak homogen

Gambar 3.1 Diagram Alur Statistik Penelitian

F.2. Data Hasil Observasi

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.

a. Data Hasil skala sikap

Sebelum digunakan, skala sikap yang telah dibuat terlebih dahulu diuji face validitynya dengan meminta pertimbangan dosen pembimbing agar

Uji Non Parametrik (Uji Mann-Whitney) Uji Homogenitas

Uji Parametrik (Uji –t) / Uji ANAVA


(48)

67

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

memenuhi persyaratan, sehingga diperoleh 25 butir pernyataan yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Instrumen skala sikap dalam penelitian ini diberikan kepada siswa kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir atau setelah posttest. Untuk menganalisa respon siswa pada skala sikap yang diberikan, digunakan dengan mengkomulatif semua jawaban siswa pada setiap option soal, kemudian diubah kedalam bentuk persen. Selain diubah ke dalam persen data hasil skala sikap di intervalkan dengan menggunakan program MSI.

G. Prosedur penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Merancang instrumen penelitian (seperti: silabus, RPP, soal tes penalaran dan koneksi matematis, LKS, set kartu pertanyaan, lembar jawaban kartu pertanyaan, papan nama kelompok, pembagian kelompok, lembar observasi, dan angket skala sikap) dan meminta penilaian ahli.

b. Melakukan uji coba instrumen penelitian dan dianalisis daya pembeda, tingkat kesukaran, validitas, dan reliabilitas instrumen tersebut.

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan ini adalah:

a. Melaksanakan pretes untuk mengukur kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa.


(49)

68

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

b. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran model CORE untuk kelas eksperimen dan pembelajaran ekspositori untuk kelas kontrol.

c. Melaksanakan posttest untuk mengukur kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa setelah diberikan perlakuan.

3. Tahap Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil tes baik pretest maupun postestt dianalisis secara statistik. Sedangkan data skala sikap, lembar observasi siswa dan guru dianalisis secara deskriptif.

4. Tahap perlakuan ekperimen

1. Melakukan pretest pada kelas kontrol dan kelas ekperimen

2. Melakukan proses pendekatan pembelajaran CORE kelas ekperimen 3. Melakukan observasi pada setiap pertemuan

4. Melakukan posttest pada kelas ekperimen dan kelas kontrol

5. Melakukan pengumpulan data melalui angket pada kelas ekperimen tentang pendekatan pembelajaran model CORE yang diberikan guru. 6. Membuat kesimpulan


(50)

69

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut:

Kelas Kontrol: Pembelajaran Ekspositori Kelas Eksperimen: Pembelajaran CORE Kelas Kontrol: Pembelajaran Konvensional Kelas Eksperimen: Pembelajaran

Resource-Based Learning

Kelas Kontrol: Pembelajaran Konvensional

Kelas Eksperimen: Pembelajaran

Resource-Based Learning

Kelas Kontrol: Pembelajaran Konvensional

Kelas Eksperimen: Pembelajaran

Resource-Based Learning

Kelas Kontrol: Pembelajaran Konvensional

Kelas Eksperimen: Pembelajaran

Resource-Based Learning

Kelas Kontrol: Pembelajaran Konvensional

Kelas Eksperimen: Pembelajaran

Resource-Based Learning Kelas Kontrol: Pembelajaran Konv Kelas Eksperimen: Pembelajaran CORE Kelas Kontrol: Pembelajaran Ekspositori

Penyusunan modul, penyusunan instrumen, validasi, uji coba instrumen &

perbaikan instrumen

Penentuan sampel & pretes Studi pendahuluan Identifikasi masalah

Studi pendahuluan Identifikasi masalah


(51)

70

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian

H. Jadwal Penelitian

Penelitian ini dirancang dalam waktu enam bulan terhitung mulai dari bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Juni 2012. Secara lengkap, agenda kegiatan penelitian tersebut di gambarkan pada tabel berikut:

Tabel 3.17.

Jadwal Kegiatan Penelitian

No

Keterangan

Waktu

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli 2011 2012

Pengolahan Data

Analisis Data

Laporan & Kesimpulan


(52)

71

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu 1. Penyusunan

Proposal Penelitian 2. Seminar Proposal

Penelitian 3. Pembuatan

Instrumen Penelitian 4. Pelaksanaan

Penelitian

5. Penyusunan Hasil Penelitian dan Pembahasan

6. Ujian Sidang Tesis Tahap I


(53)

118

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV mengenai perbedaan peningkatan hasil belajar terhadap kemampuan penalaran dan koneksi

matematis siswa, antara siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pembelajaran model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan ekspositori, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran model ekspositori.

2. Kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model ekspositori.

3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan sedang dan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Sedangkan untuk siswa yang berkemampuan sedang dengan siswa yang berkemampuan rendah tidak terdapat perbedaan.


(54)

119

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

4. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa pada kelas eksperimen antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Sedangkan siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan sedang tidak terdapat perbedaan.

5. Setelah mendapatkan pembelajaran, para siswa menunjukkan sikap positif terhadap pelajaran matematika, terhadap pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending, dan terhadap soal-soal penalaran dan koneksi matematis yang diberikan. Secara umum dapat dikatakan bahwa siswa memperlihatkan sikap yang positif terhadap keseluruhan aspek pembelajaran dengan pembelajaran model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika dengan pembelajaran model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending sebaiknya diterapkan untuk semua kategori baik siswa tinggi, sedang dan rendah dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa Sekolah Menengah Kejutuan (SMK), walaupun pada penelitian ini pembelajaran model CORE baru mampu melihat perbedaan kemampuan pada siswa yang berkemampuan tinggi.


(55)

120

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

2. Untuk menerapkan pembelajaran dengan pembelajaran model Connecting, Organizing, Reflecting, Extending, sebaiknya guru membuat sebuah scenario yang matang, materi yang akan diajarkan agar lebih diperhatikan apakah telah dipelajari atau belum oleh siswa karena pada model pembelajaran ini siswa lebih difokuskan pada kemampuan untuk menghubungkan pengetahuan yang dimilikinya sebagai prasyarat untuk kepengetahuan berikutnya. Hal ini dimaksud agar tahapan-tahapan pada pembelajaran CORE dapat dengan baik dan sistematis, sehingga kemampuan siswa akan benar-benar terukur dan berkembang.

3. Diharapakan untuk guru-guru yang mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan sebaiknya dalam membuat soal-soal yang akan disampaikan ke siswa sebaiknya beracuan pada bentuk soal-soal produktif siswa, agar siswa lebih dapat memaknai pentingnya belajar matematika bagi kejuruan mereka.

4. Bagi para guru agar ketika awal pembelajaran dengan model CORE, guru lebih memberikan motivasi, dorangan, dan semangat agar siswa lebih termotivasi untuk mengikuti pembelajaran matematika dengan model CORE. Selain itu motivasi dari guru dilakukan agar siswa lebih berani, percaya diri dan aktif dalam pembelajaran model CORE yang menggunakan pendekatan diskusi. 5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan, tetapi pada level sekolah tinggi atau rendah

atau terhadap Sekolah Menengah Kejuruan lainnya, sebagai bahan perbandingan dalam pembelajaran dan proses pembuatan soal untuk siswa.


(56)

121

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan


(57)

121

Lala Isum, 2012

Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan

Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Anriani, N. (2011). Pembelajaran dengan Pendekatan Resource-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMP Kelas VIII. Tesis Magister UPI Bandung. Tidak diterbitkan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (2006). Panduan Penyusunan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Bell, Frederick H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (the secondary schools). USA: Wm. C. Brown Company Publisher.

Calfee, et al. (2004). Making thinking Visible. National Science Education Standars.USA: University of California

Dahlan, A.J. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2002). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2003). Undang Undang Sisdiknas. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan. (2002). cet. Kedua. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rieneka Cipta.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/∼sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. (10 September 2010).

Jacob, C. (2005). Pengembangan Model CORE dalam Pembelajaran Logika dengan Pendekatan Reciprocal Teaching Bagi Siswa SMA Negeri 9


(1)

(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anriani, N. (2011). Pembelajaran dengan Pendekatan Resource-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa SMP Kelas VIII. Tesis Magister UPI Bandung. Tidak diterbitkan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). (2006). Panduan Penyusunan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Bell, Frederick H. (1978). Teaching and Learning Mathematics (the secondary schools). USA: Wm. C. Brown Company Publisher.

Calfee, et al. (2004). Making thinking Visible. National Science Education Standars.USA: University of California

Dahlan, A.J. (2004). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.

Depdiknas. (2002). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2003). Undang Undang Sisdiknas. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan. (2002). cet. Kedua. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rieneka Cipta.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/∼sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. (10 September 2010).


(3)

Bandung dan SMA Negeri 1 Lembang. Laporan Tiloting UPI: Tidak diterbitkan

Kumalasari, E. (2011). Peningkatan Kemapuan Berpikir Kritis dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Model CORE. Tesis Magister UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Kurniawan, R. (2007). Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa SMK. Tesis Magister UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Kusumah, Y. S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi

Komputer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order

Mathematical Thinking. Makalah disajikan dalam Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika FMIPA UPI.

Lampiran Permendiknas . (2007). Jakarta:Depdiknas

Lestari, P. (2009). Peningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMK melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Tesis Magister UPI Bandung. Tidak diterbitkan

McMillan, J dan Schumacher, S. (2001). Research in Education: A Conceptual Introduction. New York: Addison Wesley Longman.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Va. Priya, Gendra dkk. (2009). Matematika XI SMK Pariwisata. Jakarta: Erlangga Rahayu, D. (2005). Peningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis

Terhadap Model Pendekatan Metakognitf Siswa Sekolah Menengah Atas. Tesis Magister UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Ruseffendi, E.T. (1993). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.

, H.E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Ekasakta Lainnya. Bandung : Tarsito.


(4)

Rusgianto. (2002). Contextual Teaching Learning, disajikan dalam seminar pendidikan matematika 3 November 2002. FMIPA UNY: Tidak diterbitkan

Sabri, Ahmad. (2005). Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching. Jakarta: Quantum Teaching

Shadiq, F. (2004). Penalaran, Koneksi, dan Komunikasi Dalam Pembelajaran Matematika. Disajikan pada Diklat Instruktur Matematika SMP Jenjang Dasar, 10–23 Oktober 2004. Dirjen Dikdasmen PPPG Matematika Yogyakarta.

Siregar, N. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Madrasah Tsanawiyah Pada Kelas yang Belajar Geometri Berbantuan Geometer’s Sketchpad Dengan Siswa yang Belajar Geometri Tanpa Geometer’s Sketchpad. Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan.

Siregar,N. (2011). Pembelajaran Geometri melalui Model PACE Berbantuan Geogebra Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Smp. Tesis Magister UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suherman, E. dan Udin, S. W. (2003). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan denga Penalaran Logic Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi PascaSarjana IKIP Bandung. Tidak Diterbitkan

_______. (2002). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidkan Matematika 7 Agustus 2005. Universitas Negeri Gorontalo _______. (2004). Berpikir dan Disposisi : Apa, Mengapa dan Bagaimana


(5)

______. (2002). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidkan Matematika 7 Agustus 2005. Universitas Negeri Gorontalo _______. (2010a). Berpikir dan Disposisi : Apa, Mengapa dan Bagaimana

Dikembangkan pada Peserta Didik. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan.

_______. (2010b). Handout Mata Kuliah Evaluasi Pengajaran Matematika SPS UPI: Tersedia

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Tamalene, H. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Tesis Magister pada SPS UPI Bandung: Tidak Di terbitkan

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif. Jakarta: Leuser Cita Pustaka.

TIM MGMP. (2010). Buku Sekolah Elektronik (BSE) Nontekhnik. Jakarta: Depdikbud

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia:

www.inherent-dikti.ne/file/sisdiknas.pdf

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Pelajaran Matematika. Disertasi IKIP Bandung. Bandung: Tidak Diterbitkan


(6)

. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran: Pelengkap untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogis Para Guru dan Calon Guru Profesional. Bandung: UPI

Whidiarso,W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [online]. Tersedia: http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf (2 Juni 2012)


Dokumen yang terkait

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 4 19

PENERAPAN MODEL OSBORN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

0 1 44

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CORE (Connecting, Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Core (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) (PTK Pembelajaran M

0 3 17

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP.

0 1 38

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONNECTING-ORGANIZING-REFLECTING-EXTENDING (CORE) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS : Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa SMA di Duri.

1 8 54

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (GENERATIVE LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP.

0 2 49

PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL CORE.

9 28 46

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL CORE MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA : Studi Eksperimen Pada Salah Satu SMP Negeri di Kota Ambon.

0 1 43

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

6 8 42

Pembelajaran melalui strategi REACT untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa sekolah menengah kejuruan

0 0 6