PENGARUH PEMBELAJARAN BERBANTUAN ALAT PERAGA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMBELAJARAN DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA A (SISWA TUNANETRA).

(1)

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBANTUAN ALAT PERAGA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KONEKSI MATEMATIS

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA A (SISWA TUNANETRA)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Dyah Khoirina Sari 1102524


(2)

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIDKAN INDONESIA 2013

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga Manipulatif terhadap Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa A (Siswa Tunanetra)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juni 2013 Yang membuat pernyataan


(3)

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBANTUAN ALAT PERAGA MANIPULATIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KONEKSI MATEMATIS

SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA A (SISWA TUNANETRA)

Oleh

Dyah Khoirina Sari

Sebuah Tesis

yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Matematika


(4)

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Disertasi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(5)

(6)

Abstrak

Dyah Khoirina Sari. “Pengaruh Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga Manipulatif terhadap Kemampuan Pembelajaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa A (Siswa Tunanetra)”

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk 1) Menelaah peningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra setelah dilakukan pembelajaran berbatuan alat peraga manipulatif; 2) menelaah peningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra setelah dilakukan pembelajaran berbatuan alat peraga manipulatif; 3) menelaah kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional; 4) menelaah kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional; 5) menelaah asosiasi antara kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra; dan 6) Menelaah respon siswa tunanetra terhadap pelajaran matematika, kegiatan pembelajaran berbantuan alat peraga, serta soal-soal pemahaman dan koneksi matematis. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tunantra, siswa normal dari sekolah berkategori sedang, dan siswa normal dari sekolah berkategori rendah di Kota Bandung. Pengumpulan data hasil penelitian mengunakan instrumen berupa soal-soal tes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis serta berupa angket dan wawancara. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Data pretes dan postes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunantra diuji dengan uji peringkat bertanda Wilcoxon, sedangkan data postes siswa tuanantra dan normal diuji dengan uji perbedaan rerata dan uji Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) pembelajaran dengan berbantuan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunantra, 2) tidak terdapat perbedaan yang signifikan atara kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra dengan siswa normal baik pada kategori sekolah sedang dan rendah, 3) kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra yang belajar gengan berbantuan alat peraga manipulatif lebih baik dari siswa normal dari ketegori sekolah sedang maupun rendah, dan 4) terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunantra.

Kata kunci: alat peraga manipulatif, siswa tunantra, kemampuan pemahaman


(7)

ABSTRAK

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 6

C. TUJUAN PENELITIAN ... 7

D. MANFAAT PENELITIAN ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS ... 9

B. KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS ... 12


(8)

iii

D. TUNANETRA ... 19

E. PEMBELAJARAN DI SLB A ... 25

F. TEORI BELAJAR YANG MENDUKUNG ... 26

G. PENELITIAN TERDAHULU ... 28

H. HIPOTESIS ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. DESAIN PENELITIAN ... 31

B. SUBYEK PENELITIAN ... 31

C. VARIABEL PENELITIAN ... 32

D. DEFINISI OPERASIONAL ... 32

D1. Pembelajaraan Benbantuan Alat Peraga Manipulatif ... 32

D2. Kemampuan Pemahaman Matematis ... 32

D3. Kemampuan Koneksi Matematis ... 32

D4. Anak Tunanetra ... 33

E. INSTRUMEN PENELITIAN ... 33

E.1. Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis ... 33

E2. Instrumen Non Tes ... 34

F. ANALISIS SOAL UJI COBA ... 34

F1. Validitas Butir Soal ... 35

F2. Reliabilitas Butir Soal ... 36

F3. Indeks Kesukaran ... 37


(9)

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 39

H. TEKNIK PENGOLAHAN DATA ... 40

H1. Analisis Data Kualitatif ... 40

H2. Analisis Data Kuantitatif ... 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

A. HASIL PENELITIAN ... 43

A1. Kemampuan Pemahaman Matematis ... 43

A2. Kemampuan Koneksi Matematis ... 50

A3. Asosiasi... 56

B. PEMBAHASAN ... 58

B1. Pendekatan Pembelajaran ... 58

B2. Kemampuan Pemahaman Matematis ... 60

B3. Kemampuan Koneksi Matematis ... 66

B4. Hubungan antara Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa Tunanetra ... 71

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 73

A. KESIMPULAN ... 73

B. IMPLIKASI ... 73

C. REKOMENDASI ... 74


(10)

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Presentase Kehilangan Ketajaman Penglihatan ... 20

3.1 Hasil Uji Validitas Butir Soal ... 36

3.2 Reliabelitas Tes Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis ... 37

3.3 Klasifikasi Derajat Reliabelitas ... 37

3.4 Klasifikasi Interpresepsi Tingkat Kesukaran ... 37

3.5 Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis ... 38

3.6 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 39

3.7 Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis ... 39

3.8 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 41

3.9 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi ... 42

4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemahaman Matematis ... 44

4.2 Uji Normalitas N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 45

4.3 Uji Perbedaan Rerata N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 46

4.4 Uji Normalitas Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 47

4.5 Uji Homogenitas Varian Postes Kemampuan Pemahaman Matematis .. 48

4.6 Uji Kesamaan Rerata Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 49

4.7 Uji Kesamaan Rerata Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 50

4.8 Statistik Deskriptif Kemampuan Koneksi Matematis ... 50

4.9 Uji Normalitas N-gain Kemampuan Koneksi Matematis ... 52

4.10 Uji Perbedaan Rerata N-gain Kemampuan Koneksi Matematis ... 52

4.11 Uji Normalitas Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 53

4.12 Uji Homogenitas Varians Skor Postes Kemampuan Koneksi Matematis... 54

4.13 Uji Kesamaan Rerata Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 55

4.14 Uji Kesamaan Rerata Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 56


(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Huruf dan Bilangan Braille ... 22

2.2 Kerucut Pengalaman Edgar Dale ... 27

4.1 Hasil Kerja Siswa Normal ... 69

4.2 Hasil Kerja Siswa Tunanetra ... 69


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

LAMPIRAN A ... 80

LAMPIRAN B ... 128

LAMPIRAN C ... 140

LAMPIRAN D ... 148


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Oleh karena itu, negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warga negaranya tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki kelainan. Hak pendidikan bagi anak yang memiliki kelainan tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5: ayat (1) : setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan di ayat (2) : warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidkan khusus.

Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan suatu pendidikan formal yang disediakan pemerintah bagi mereka yang memiliki kelainan. Tugas pokok dari SLB adalah membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan tingkat dan jenis keluarbiasaanya. Bagi anak yang memiliki kelainan pada penglihatanya yang dikenal dengan tunanetra mendapat layanan pendidikan formal di sekolah luar biasa bagian A atau dikenal dengan SLB A.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa kemampuan kognitif anak tunanetra sama dengan anak normal, maka kurikulum yang digunakan untuk SLB A tidak berbeda jauh dengan kurikulum sekolah bagi siswa normal pada umumnya. Dari segi matapelajaran yang harus ditempuh, sampai konten materi dalam setiap matapelajarannya. Hanya saja dalam materi-materi tertentu standar pencapaiannya tidak setinggi pada siswa normal. Misalnya saja dalam standar kompetensi Aljabar, dalam kompetensi dasarnya siswa tidak dituntut untuk mengetahui notasi-notasi pada himpunan. Mereka hanya dituntut untuk menganali himpunan dan jenis-jenisnya, menyelesaikan operasi dalam himpunan, dan mengunakan diagram venn. Dalam materi geometri juga demikian, mereka tidak dituntut untuk melikis sudut dan membagi sudut. Namun dalam


(15)

tujuan matapelajaran matematika, mereka tetap dituntut seperti siswa normal pada umumnya.

Matapelajaran matematika pada tingkat SMP/MTs menurut Standar Isi (2006) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan lima kemampuan tersebut, kemampuan pemahaman matematis merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Hal ini dikarenakan pemahaman matematis merupakan landasan penting untuk berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun persoalan-persoalan di kehidupan sehari-hari. Sumarmo (2003) menyatakan bahwa kemampuan pemahaman matematis penting dimiliki siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu yang lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi kebutuhan masa kini. Turmudi (2007:134) menegaskan bahwa “secara umum pembaruan pembelajaran matematika berurusan dengan bagaimana memahami metematika….”. Oleh karena itu, meningkatkan atau memperbaiki kemampuan pemahamn matematis siswa berarti memperbaiki kemampuan matematika mereka. Disamping itu, kemampuan pemahaman matematis juga sangat mendukung terhadap kemampuan-kemampuan yang lainya, misalnya komunikasi matematis, penalaran


(16)

3

matematis, koneksi matematis, representasi matematis, dan kemampuan pemecahan masalah matematis.

Namun, kenyataanya kemampuan pemahaman matematis masih menjadi

masalah bagi siswa. Qohar (2010:733) menyampaikan bahwa, “…. Mathematical

understanding ability of Indonesia student especially secondary school student still be low…”. Dari hasil penelitian The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2003 menyatakan hal yang sama bahwa, siswa Indonesia kelas VIII dalam penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep matematis berada pada urutan ke-35 dari 46 negara. Sementara itu, pada tahun 2007 hasil TIMSS menunjukkan bahwa siswa Indonesia kelas VIII dalam penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep matematis berada pada urutan ke-36 dengan nilai rata-rata 379. Dari hasil tersebut hanya 4% siswa yang mencapai kemampuan pemahaman tinggkat tinggi, 19% sedang, dan 48% pada kategori rendah (Puspitasari, 2010: 5). Data yang cukup mengejutkan dari hasil TIMSS yang terbaru, yaitu tahun 2011 bahwa Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 42 negara, dengan nilai rata-rata 386 pada siswa kelas VIII (Kompas, 14 Desember 2012).

Rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa Indonesia, menurut Wardhani (2004) adalah akibat dari kemampuan pemahaman guru yang masih rendah. Hal ini berdasarkan kajian PPPG tahun 2002 terhadap kesulitan yang dihadapi guru matematika di lima provinsi, yang menunjukkan bahwa hampir semua guru matematika di provinsi tersebut mempunyai kendala berupa kemampuan pemahaman metematik siswa yang rendah. Herman (2010) menambahkan bahwa rendahnya kemampuaan pemahaman metematis siswa adalah akibat dari kegiatan pembelajaran matematika yang berkosentrasi mengejar skor ujian akhir nasional setinggi mungkin dengan memfokuskan kegitan pembelajaran untuk melatih siswa agar terampil menjawab soal matematika, sehingga penguasaan dan pemahaman matematik siswa terabaikan. Herman (2010) dalam artikelnya yang lain mengatakan bahwa kegiatan belajar yang terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang prosedural dan mekanistik, pembelajaran


(17)

menyebabkan rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa. Hal ini berdasarkan hasil survey IMSTEP-JICA tahun 2000. Dari 3 alasan tersebut, menjadi landasan bahwa harus diadanya perbaikan dalam proses belajar-mengajar matematika siswa untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematisnya.

Menurut Skemp (1976) terdapat dua jenis pemahaman yaitu, pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Skemp juga mengemukakan bahwa, para guru lebih suka mengajarkan matematika hanya sampai pada tahap pemahaman instrumental. Hal ini dikarenakan pemahaman instrumental jauh lebih mudah dari pada pemahaman relasional. Selain itu, guru merasa diuntungkan karena: 1) pemahaman matematis pada level instrumental lebih mudah untuk diajarkan; 2) reward bisa didapat lebih cepat dan lebih nyata. Maksudnya adalah jika pembelajaran yang diberikan hanya menekankan pada pemahaman secara instrumental, maka hasil dari belajar siswa dapat terlihat dengan cepat. Hasil belajar tersebut berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal prosedural; dan 3) sedikit pengetahuan yang digunakan. Hal ini cukup jelas bahwa mengajarkan matematika yang menekankan pada pemahaman instrumental, lebih sedikit pengetahuan yang diberikan, sehingga guru tidak perlu pengetahuan yang cukup mendalam terhadap suatu materi. Pendapat Skemp juga didukung oleh beberapa penelitian yang mengatakan bahwa rerata skor tes kemampuan pemamahan relasional lebih rendah dibandingkan rerata skor tes pemahaman instrumental (Yuliana, 2003). Oleh karena itu, butuh suatu perhatian untuk meningkatkan pemahaman relasional.

Pemahaman relasional menurut Skemp (1976) adalah bagimana siswa dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan. Oleh karena itu, pemahaman ini menurut penulis erat kaittanya dengan kemampuan koneksi matematis. Hal ini dikarenakan dalam pemahaman relasional, siswa dituntut untuk bisa memahami lebih dari satu konsep dan merelasikannya, sedangkan kemampuan koneksi matematis diperlukan untuk menghubungkan berbagai macam gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang diterima oleh siswa. Oleh sebab itu, pemahaman dan koneksi matematis sangat


(18)

5

mencapai pemahaman yang bermakna siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematis yang memadai”.

Keterkaitan antara kemampuan pemahaman dan koneksi matematis juga disampaikan dalam NCTM (2000:274) bahwa,

Thinking mathematically involves looking for connections, and making connections builds mathematical understanding. Without connections, students must learn and remember too many isolated concepts and skills. With connections, they can build new understandings on previous knowledge

Hal senada juga disampaikan oleh Hirdjan (Puspitasari, N. 2010: 5). “Matematika

tidak diajarkan secara terpisah antar topik. Masing-masing topik dapat dilibatkan atau terlibat dengan topik lainnya”. Oleh karena itu, pemahaman siswa pada suatu topik akan membantu untuk memahami topik yang lain, tetapi hal ini dapat terjadi jika siswa mampu mengkoneksikan topik-topik tersebut. Dengan koneksi siswa juga mampu membangun pemahaman baru berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya.

Kondisi kemampuan pemahaman dan koneksi matematis diatas juga dialami oleh siswa tunanetra. Bahkan beberapa guru mengatakan bahwa kemampuan siswa tunanetra hanya sampai pada kemampuan pemahaman. Hal tersebut diungkapkan oleh Mulyono (Hidayat & Abrodi: 2011) bahwa, pada saat ini para siswa tunanetra hanya diajarkan bagaimana memahami konsep dalam matematika. Hal ini dikarenakan, penyandang tunanetra dengan keterbatasan yang ada hanya membutuhan matematika sebagai pelajaran yang harus mereka tempuh saja, bukan sebagai matapelajaran yang dapat menunjang profesi mereka. Kondisi tersebut juga didukung oleh pendapat Tillman (dalam Tarsidi) bahwa anak-anak tunanetra mengalami kesulitan pada item-item seperti pada tes pemahaman atau penilaian tentang persamaan antar obyek, yang menuntut mereka untuk menghubungkan berbagai macam item informasi. Seolah-olah pengalaman pendidikan mereka disimpan dalam ruangan yang terpisah-pisah. Pendapat Tillman ini mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman dan koneksi siswa tunanetra masih sangat kurang. Oleh karena itu, butuh suatu perhatian agar kemampuan pemahaman dan koneksi matemtis siswa tunanetra dapat


(19)

Beberapa materi matematika yang dirasa sulit bagi anak tunanetra adalah vektor, matriks, geometri, statistika, dan aljabar (Hidayat & Abrodi: 2011). Kesulitan dari materi tersebut dikarenakan dibutuhkannya kemampuan visualisasi bagi anak tunanetra dalam mempelajarinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu media agar siswa mampu memvisualisasikan apa yang mereka pelajari dengan baik, sehingga pengetahuan mereka bukan hanya sekedar pengetahuan yang bersifat verbalistik, yakni pengetahuan yang sebatas kata-kata atau suara tanpa memahami makna atau hakikat benda atau objek yang dikenal atau yang dipelajari.

Keterbatasan yang dimiliki oleh siswa tunanetra, menuntut mereka untuk mengembangakan indra lain selain penglihatan dalam menunjang kegiatan belajar mereka. Indra yang cukup berperan memvasilitasi siswa dalam belajar adalah indra pendengaran dan perabaan. Indra pendengaran menjadi indra utama yang digunakan siswa tunanetra dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar, namun indra tersebut yang pengambarannya melalui bunyi dalam hal ini suara belum dapat merepresentasikan apa yang sedang mereka pelajari dengan baik. Bahkan seringkali suara yang berhasil ditangkap terdistorsi dengan suara lain, atau berbeda dengan mental map yang tumbuh dalam diri siswa tunanetra. Oleh karena itu, diperlukan media pendukung lain selain suara.

Indra lain yang cukup efektif mengantikan indra penglihatan adalah indra perabaan. Hallahan dan Kauffman (1991, dalam Tarsidi) berpendapat bahwa “untuk memperkaya kognisi anak tunanetra, mareka harus sering didorong untuk mengunakan indra perabaannya”. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba memberikan vasilitas alat peraga manipulatif bagi siswa tunanetra, sehingga diharapkan dengan pembelajaran yang berbantuan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi siswa tunanetra. Hal ini senada dengan pendapat Thompson (1994) bahwa alat peraga sangat baik digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti ini mencoba untuk melihat pengaruh pembelajaran dengan berbantuan alat pegara manipulatif terhadap


(20)

7

Pertama Luar Biasa A (siswa tunanetra) dan untuk melihat apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis sisiwa tunanetra dengan sisiwa normal, jika siswa tunanetra diberi fasilitas alat peraga manipulatif dalam pembelajarannya, sedangkan siswa normal belajar secara konvensional. Dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi siswa tunanetra dalam meningkatkan kemampuan matematis mereka, karena “there have been recent calls for higher academic expectations for students with severe visual impairments” (Ferrell, 2005).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pengunaan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra?

2. Apakah pengunaan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional?

4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional?

5. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman dengan koneksi matematis siswa tunanetra?

6. Bagaimana respon siswa tunanetra terhadap pelajaran matematika, kegiatan pembelajaran berbantuan alat peraga manipulatif, serta soal-soal pemahaman dan koneksi matematis?

C. TUJUAN PENELITIAN


(21)

1. Menelaah peningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra setelah dilakukan pembelajaran berbatuan alat peraga manipulatif.

2. Menelaah peningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra setelah dilakukan pembelajaran berbatuan alat peraga manipulatif.

3. Menelaah kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional.

4. Menelaah kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional.

5. Menelaah asosiasi antara kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra.

6. Menelaah respon siswa tunanetra terhadap pelajaran matematika, kegiatan pembelajaran berbantuan alat peraga, serta soal-soal pemahaman dan koneksi matematis.

D. MANFAAT PENELITIAN

Selain menjawab permasalahan penelitian yang dikaji, penelitian ini juga akan memberikan banyak manfaat, khususnya kepada siswa, guru, praktisi pendidikan lainnya serta dunia pendidikan pada umumnya. Berikut manfaat yang akan diberikan dari penelitian ini:

1. Memberi gambaran mengenai kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra,

2. Memberikan salah satu alternatif dalam pembelajaran matemataika bagi siswa tunanetra,

3. Memberikan gambaran pengaruh alat peraga menipulatif bagi siswa tunanetra dalam belajar matematika, terutama dalam kemampuan pemahaman dan koneksi matematis,

4. Memberikan gambaran besarnya pengaruh mata sebagai indra penglihatan dalam menunjang kegiatan belajar-mengajar, dan


(22)

9

5. Menjadi bahan dan kajian untuk penelitian lebih lenjut berkenaan penerapan pembelajaran alat peraga manupulatif bagi siswa tunanetra.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuntitatif dengan desain penelitian kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subyek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subyek seadanya.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen yang melibatkan paling tidak dua kelompok dan subyek yang tidak dipilih secara acak (Ruseffendi, 2005: 53). Desain tersebut dapat dilihat seperti di bawah ini.

O X1 O

X2 O

Keterangan:

O : Pretes atau postes berupa tes untuk menguji kemampuan pemahaman dan koneksi matematis

X1 : Pembelajaran berbantuan alat peraga manipulatif bagi siswa tunanetra

X2 : Pembelajaran konvensional bagi siswa normal

: Subjek tidak dikelompokkan secara acak

B. SUBYEK PENELITIAN

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa tunanetra dan siswa normal pada Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat tahun ajaran 2012/2013. Pemilihan subyek penelitian pada sekolah normal memperhatikan hasil kualifikasi dari dinas pendidikan kota Bandung, yaitu kualifikasi baik, sedang, dan rendah. Dari hasil kualifikasi tersebut, penelitian ini hanya mengambil pada kualifikasi sedang dan rendah, sehingga terpilihlah 2 SMP yang ada di Bandung yang dirasa mewakili kualifikasi tersebut. Sedangkan bagi siswa normal terpilihlah salah satu SMPN-A di kota Bandung.


(24)

32

sedikit, (2) letaknya berdekatan dan mudah dijangkau, (3) memiliki prosedur administratif yang relatif mudah, (4) kondisi sekolah yang dapat mendukung proses penelitian berlangsung. Adapun pertimbangan-pertimbangan di dimaksudkan agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian serta prosedur perijinan. Adapun fokus penelitian adalah satu kelas di tinggkat VII pada setiap sekolah tersebut.

C. VARIABEL PENELITIAN

Variabel penelitian merupakan suatu kondisi yang dimanipulasi, dikendalikan atau diobservasi oleh peneliti. Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel: variabel bebas, yaitu pembelajaran berbatuan alat peraga manipulatif dan kondisi mata serta variabel terikat, yaitu kemampuan pemahaman dan koneksi matematis.

D. DEFINISI OPERASIONAL

Untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan dalam sebuah definisi operasional istilah, yaitu:

D.1 Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga Manipulatif

Pembelajaran berbantuan alat peraga manipulatif adalah pembelajaan yang berbantuan suatu alat, yang dengannya siswa mampu melakukan pergeseran atau perubahan agar konsep matematika dapat diterima dengan baik.

D.2 KemampuanPemahaman Matematis

Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan memahani konsep-konsep matematika. Indikator kemampuan pemahaman matematis dalam penelitian ini adalah mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; membuat contoh dan bukan contoh; menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep; mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lainnya; mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep; mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep


(25)

dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep; serta membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

D.3 Kemampuan Koneksi Matematis

Koneksi matematis adalah kemampuan siswa mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep matematika maupun mengaitkan konsep matematika dengan bidang ilmu lainnya (di luar matematika). Indikator kemampuan koneksi matematis dalam penelitian ini adalah mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik matematika; menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari; mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain; dan menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik yang lain.

D.4 Anak Tunanetra

Berdasarkan sudut pandang pendidikan, anak tunanetra adalah anak yang mengalami kehilangan fungsi penglihatan yang mengakibatkan terjadinya hambatan dalam belajar.

E. INSTRUMEN PENELITIAN

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan dua jenis instrument yaitu, tes dan non tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari seperangkat soal tes untuk mengukur kemampuan pemahaman serta koneksi matematis siswa, sedangkan instrument non tes terdiri dari lembar observasi dan pedoman wawancara. Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memonitoring pelaksanaan kegiatan pembelajaran serta untuk mengamati pengunaan alat peraga dan lembar aktivitas siswa, sedangkan pedonam wawancara digunakan untuk mengungkapkan dan menggali informasi yang belum teramati dalam observasi. Berikut ini merupakan uraian dari instrumen yang digunakan.

E.1 Instrument Tes Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis


(26)

34

selanjutnya dilakukan penilaian ahli sebagai penimbang atau validator. Dengan memilih validator yang berkompeten dibidangnya, diharapkan dapat menilai instrument dan memberi masukan atau saran, guna penyempurnaan instrument yang disusun. Langkah penyusunan tes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis selanjtnya adalah menguji cobakan instrument tersebut kepada siswa yang telah belajar materi yang akan kita ajarkan. Hasil dari uji coba ini untuk melihat apakah instrument yang kita buat valid, reliable, daya bedanya baik, dan tinggkat kesukanya sesuai. Dari hasil uji coba tersebut akan memberikan keputusan apakah instrument kita bias langsung dipakai, diperbaiki, atau bahkan dibuang.

Tes kemampuan pemahaman matematis disusun dalam bentuk uraian singkat. Hal ini diharapkan, agar soal yang diberikan mampu untuk mengukur dan merangkum semua materi yang dipelajari siswa, sedagkan tes kemampuan koneksi matematis disusun dalam bentuk uraian. Penyusunan awal, tes kemampuan pemahaman dibuat sejumlah 15 soal, hal ini dikarenakan untuk mengantisipasi adanya soal yang tidak valit saat dilakukan uji coba soal, sedangkan soal kemampuan koneksi dibuat sejumlah 4 soal.

E.2 Instrumen Non Tes

Instrumen non tes ini berupa, lembar observasi dan pedoman wawancara. Lembar observasi dibuat dalam 2 jenis, yaitu lembar observasi guru dan siswa. Hal ini diharapkan dapat mempermudah observer saat mengamati proses pembelajaran. Lembar observasi ini hanya digunakan di kelas eksperimen atau pada pembelajaran bagi siswa tunanetra, karena pengembangan instrument ini untuk memonitoring pelaksanaan pembelajarn berbantuan alat peraga manipulatif bagi siswa tunanetra. Data hasil pengamatan yang diperoleh, digunakan sebagai bahan refleksi dan evaluasi bagi guru untuk melaksanakan proses pembelajaran selanjutnya.

Pedonam wawancara selain dibuat untuk melengkapi data dari hasil observasi, juga digunakan untuk mengetahui pandangan siswa lebih jauh mengenai alat peraga yang digunakan serta untuk mengetahui beberapa alasan


(27)

pembelajaran dengan alat peraga menipulatif dilaksanakan. Wawancara ini dilaksanakan hanya setelah penelitian selesai dilakukan.

F. ANALISIS SOAL UJI COBA

Untuk mendapatkan data yang baik maka diperlukan instrumen yang baik pula. Oleh karena itu, instrumen terlebih dahulu diujicobakan agar dapat diketahui validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Adapun analisis data skor tes ujicoba mengunakan software Anates Versi 4.1 dan Microsoft Office Excel 2010 yang keduanya menghasilkan data statistik yang sama. Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

F.1 Validitas butir soal

Suatu instrumen dikatakan valid bila instrument itu, untuk maksud dan kelompok tertentu, mengukur apa yang mestinya diukur; derajat ketepetan mengukurnya benar: validitas tinggi (Ruseffendi, 2003:132). Pengujian instrument dalam penelitian ini mengunakan 2 uji validitas, yaitu validitas teoritik (logik) dan validitas Empirik (kriterium) dengan pemaparan sebagai berikut: 1) Validitas logik

Validitas teoritik atau logik adalah validitas alat evaluasi yang dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgment) teoritik atau logika (Erman, 2003: 104). Diantara berbagai macam validitas logik, pengujian instrument ini memilih validitas isi dan muka. Pengujuan validitas isi dan muka dilakukan melalui pertimbangan enam orang penimbang yang kompeten dalam bidangnya. Dari keenam penimbang yang berkualifikasi megister dan doctor ini, dua orang diantaranya ahli dalam bidang matematika, 3 orang ahli dalam pendidikan matematika, dan satu orang ahli dalam tata bahasa Indonesia. Untuk mengukur validitas isi tes, para penimbang menganalisis 19 butir soal (15 soal tes pemahaman matematis dan 4 soal tes koneksi matematis) berdasarkan: kesesuaian tes dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian tes dengan kemampuan pemahaman dan koneksi matemtis, kesesuaian tes dengan materi ajar SMP kelas satu,


(28)

36

Untuk mengukur validitas muka tes, para penimbang juga diminta untuk menganalisis soal-soal yang sama berdasarkan: kejelasan soal-soal tes dari sisi bahasa, kejelasan sajian dan akurasi ilustrasi.

Hasil pertimbangan para ahli selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Dari 19 soal yang diuji validitas isi dan mukanya, berdasarkan pertimbangan tujuan pembelajaran, serta materi yang terkait bagi siswa tunantra, maka terpilihlah 17 soal (14 soal untuk kemampuan pemahaman matematis dan 3 soal untuk memampuan koneksi matematis). Terhadap beberapa soal dari 18 soal dilakukan revisi, terutama dari segi bahasa, sesuai masukan dari para penimbang. Kemudian kedua tes diujicobakan secara terbatas kepada lima orang siswa SMP LB A, untuk melihat keterbacaan soal-soal tes.

2) Validitas Kriterium

Validitas kriterium atau lengkapnya validitas berdasarkan kriteria atau validitas yang ditinjau dalam hubungannya dengan kriterium tertentu. Validitas ini diperoleh dengan melalui observasi atau pengalaman yang bersifat empirik, kriterium itu dipergunakan untuk menentukan tinggi-rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi. Untuk menguji validitas empirik dapat digunakan jenis rumus product moment degan angka kasar.

Penafsiran dari harga koefisien korelasi dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya koefisien korelasi tersebut. Jika harga r lebih kecil dari harga kritik dalam tabel, maka korelasi tersebut tidak signifikan dengan signifikansi 5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n – 1).

Hasil pengujian validitas butir soal kemampuan pemahaman dan koneksi matematis, secara ringkas disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Hasil Uji Validitas Butur Soal

Kemampuan No. Soal Korelasi Interpretasi

Pemahaman Matematis

1 0,211 Tidak Valid

2 0,613 Valid

3 0,331 Tidak Valid

4 0,748 Valid


(29)

7 0,703 Valid

8 0,718 Valid

9 0,240 Tidak Valid

10 0,662 Valid

11 0,825 Valid

12 0,436 Tidak Valid

13 0,757 Valid

14 0,767 Valid

Koneksi Matematis

1 0,870 Valid

2 0,647 Valid

3 0,845 Valid

Dari hasil pengujian tersebut, maka soal-soal yang tidak valid dibuang. Hal ini dengan pertimbangan, bahwa soal-soal yang diberikan sudah mampu mewakili apa yang akan diujikan.

F.2 Reliabilitas Butir Soal

Reliabelitias suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relative sama) jika pengukuranya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda. Untuk menentukan reliabelitas instrument yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha. Rumus Alpha ini adalah rumus yang digunakan jika instrument yang dibuat berbentuk uraian.

Penafsiran dari harga koefisien korelasi dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. Jika harga r lebih kecil dari harga kritik dalam tabel, maka korelasi tersebut tidak signifikan dengan signifikansi 5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk = n – 1). Hasil reliabelitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B. Berikut disajikan ringkasan reliabelitas tes pada Tabel 3.3.

Tabel 3.2

Reliabelitas Tes kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Kemampuan rhitung Interprestasi

Pemahaman 0,83 Reliabilitas Tinggi


(30)

38

Interpretasai dari nilai dari derajat reliabelitas pada table 3.2 mengacu pada Table 3.3 dengan r11 merupakan koefisien reliabelitas:

Tabel 3.3

Klasifikasi Derajat Reliabilitas

Kategori Interpretasi

0,90 ≤ r11≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤ r11≤ 0,90 Reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r11≤ 0,70 Reliabilitas sedang 0,20 ≤ r11≤ 0,40 Reliabilitas rendah

0,0 ≤ r11≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah

(Erman, 2003: 113) Dikarenakan ada pembuangan soal pada kemampuan pemahaman matematis, maka reliabelitas setelah 5 soal dibuang adalah 0,76 dengan interprestasi Reliabel.

F.3 Indeks Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut Indeks Kesukaran. Untuk mengetahui soal–soal yang mudah, sedang, dan sukar dilakukan uji tingkat kesukaran lalu di interpretasikan seperti Tabel 3.4.

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Tingkat Kesukaran Nilai IK Interpretasi

IK< 0,3 Sukar 0,3 ≤ IK ≤ 0,7 Sedang

IK > 0,7 Mudah

Hasil perhitungan tingkat kesukaran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B. Berikut disajikan hasil ringksan tinggkat kesukaran tes pada Tabel 3.5 dari hasil akhir setelah beberapa butur soal dibuang, dengan IK merupakan indeks kesukaran.

Tabel 3.5

Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Kemampuan No Soal IK Interprestasi

Pemahaman Matematis

2 0,56 Sedang

4 0,37 Sedang

6 0,62 Sedang

7 0,62 Sedang


(31)

11 0,56 Sedang

13 0,43 Sedang

14 0,50 Sedang

Koneksi Matematis

1 0,57 sedang

2 0,76 Mudah

3 0,27 Sukar

Hasil interprestasi indeks kesukaran pada instrument pemahaman menunjukkan semua butir soal pada kategori sedang, oleh karena itu, ada beberapa soal yang dilakukan perbaikan agar terpenuhi keragaman soal yang berkategori kesukaran tinggi, sedang, maupun mudah. Beberapa soal yang dilakukan perbaikan selanjutnya di ujikan lagi kepada ahli untuk melihat validitas isi dan muka. Hasil perbaikan ini tidak di ujicobakan lagi kesiswa karena menurut Ruseffendi (2003: 134) validitas ini sudah menjadi syarat cukup suatu instrument dikatakan memiliki validitas yang baik dan hasil dari validasi keahli untuk mendapatkan judgmen bahwa soal yang di lakukan perbaikan dalam kategori sukar.

F.4 Daya Pembeda

Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu (Arifin, 2009: 273).

Klasifikasi interpretasi daya pembeda yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda Kriteria Daya Pembeda (DP) Keterangan

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek 0,00 ≤ DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 ≤ DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 ≤ DP ≤ 0,70 Baik 0,70 ≤ DP ≤ 1,00 Sangat Baik


(32)

40

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B, berikut disajikan hasil ringkasan daya pembeda pada tabel 3.7 sebagai berikut.

Tabel 3.7

Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis

Kemampuan No. Soal DP Interpretasi

Pemahaman Matematis

2 0,87 Sangat Baik

4 0,50 Baik

6 0,75 Sangat Baik

7 0,75 Sangat Baik

8 0,87 Sangat Baik

10 0,62 Baik

11 0,87 Sangat Baik

13 0,87 Sangat Baik

14 0,75 Sangat Baik

Koneksi Matematis

1 0,85 Sangat Baik

2 0,47 Baik

3 0,55 Baik

G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis, lembar observasi, dan hasil wawancara. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa dikumpulkan melalui pretes dan postes, sedangkan data mengenai aktivitas pembelajaran di kelas dikumpulkan melalui wawancara, dan lembar observasi.

Data dari kemampuan pemahamn dan koneksi matematis diperoleh dari 11 siswa tunanetra dan 40 siswa normal dari kategori sekolah sedang dan rendah. Namun, data dari wawancara dan lembar observasi hanya diperoleh dari siswa tunantra saja. Pengambilan data dari kemampuan pemahamn dan koneksi matematis serta wawancara pada akhir pembelajaran, sedangkan observasi dilakukan setiap pertemuan dalam pembelajaran. Hal ini dikaranakan, adanya observasi adalah untuk memonitoring pembelajaran agar pembelajaran selalu terevaluasi, sehingga penelitian dapat berjalan sesuai dengan rencana.


(33)

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Oleh karena itu, pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan, juga dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

H.1 Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan lembar observasi. Hasil wawancara dan observasi diolah secara deskrptif dan hasilnya dianalisis melalui laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran.

H.2 Analisis Data Kuantitatif

Data kuantitatif diperoleh dalam bentuk hasil uji instrumen, data pretes, dan postes. Data hasil uji instrumen diolah dengan software Anates Versi 4.1 untuk memperoleh validitas, reliabilitas, daya pembeda serta derajat kesulitan soal. Sedangkan data hasil pretes dan postes diolah dengan software SPSS Versi 16.0 for Windows.

Hasil pretes dan postes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunantra digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra yang mendapatkan pembelajaran berbantu alat peraga manipulatif. Namun hasil postes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis dari siswa tunanetra dan normal digunakan untuk menelaah perbedaan rerata kemampaun pemahamn dan koneksi matematis dari kedua perlakuan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengolahan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman

penskoran yang digunakan.

2) Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas tunanetra dan kelas siswa normal.

3) Menentukan skor peningkatan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra dengan rumus gain ternormalisasi (Hake, 1999) yaitu:


(34)

42

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.8

Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Besarnya Gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

Sumber : (Hake, 1999)

4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pretes dan postes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov.

Adapun rumusan hipotesisnya adalah: H0: data berdistribusi normal

Ha: data tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak

Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.

5) Menguji homogenitas varians skor pretes dan postes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis menggunakan uji Levene. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

H0: Kedua data memiliki variansi homogen

Ha: Kedua data memiliki variansi tidak homogen

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak

Jika nilai Sig. (p-value) ≥ α (α =0,05), maka H0 diterima.

6) Setelah memenuhi syarat normal, selanjutnya dilakukan uji-t satu sampel untuk melihat peningkatan yang terjadi pada pretes dan postes kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra.

7) Setelah data memenuhi syarat normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji kesamaan rerata skor postes siswa tunantra dan siswa normal menggunakan uji-t yaitu Independent Sample T-Test.


(35)

8) Jika data tidak memenuhi syarat normal makan dilanjutkan dengan uji non parametrik dengan uji peringat bertanda Wilcoxxon untuk skor pretes dan postes pada kelas tunantra dan uji Mann-Whitney untuk postes kelas tunantra dan normal. Namun, jika data postes kelas tunantra dan normal tidak homogeny namun memenuhi uji normaitas maka menggunakan uji-t*. 9) Asosiasi Kemampuan Pemahaman dengan Koneksi Matematis Siswa

Tunantra

Menentukan asosiasi kemampuan pemahaman dengan koneksi matematis dilakukan dengan berpedoman kepada teknik korelasi Pearson Product Moment, dengan interpretasi terhadap koefisien korelasi merujuk pada Tabel di bawah ini:

Tabel 3.9

Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

Secara lebih sederhana analisis data kuantitatif dapat dilihat pada bagan berikut:

Data kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa

tunanetra

Data kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa normal

Pretes, postes, dan N-gain Postes siswa normal dari kategori

sekolah sedang

Postes siswa normal dari kategori

sekolah rendah

N-gain

Postes

Uji Normalitas

Uji One Sampel t-test H0 :

µ

= 0,3

Uji Normalitas Uji Homogenitas Uji Mann-Whitney Uji t* Tdk normal Tdk homogen


(36)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian serta pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diuraikan pada bab sebelumnya maka diperoleh kesimpulan, implikasi, dan saran dari hasil-hasil penelitian tersebut.

A. KESIMPULAN

1. Pembelajaran dengan berbantuan alat peraga manipulatif dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra.

2. Pembelajaran dengan berbantuan alat peraga menipulatif dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra.

3. Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif dengan siswa normal yang belajar secara konvensional.

4. Kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra yang yang belajar dengan berbantuan alat peraga manipulatif lebih baik dari kemampuan koneksi matematis siswa normal yang belajar secara konvensional.

5. Terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman matematis dengan kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra.

B. IMPLIKASI

Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diungkapkan pada BAB IV, maka implikasi dari hasil-hasil tersebut diuraikan berikut ini.

1. Untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan koneksi matematis siswa tunanetra dapat difasilitasi dengan alat peraga manipulatif.

2. Untuk menyamakan kemampuan pemahaman matematis siswa tunanetra dengan siswa normal pada kategori sekolah sedang dan rendah dapat mengunakan alat peraga manipulatif.


(37)

3. Agar kemampuan koneksi matematis siswa tunanetra lebih baik dari siswa normal pada ketegori sekolah sedang dan tinggi, siswa tunanetra dapat difasilitasi dengan alat peraga manipulatif.

C. SARAN

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, diajukan beberapa saran sebagai berikut.

1. Berdasarkan kondisi penelitian yang letah berlangsung, alangkah baiknya jika akan membuat alat peraga bagi siswa tunanetra adalah alat peraga yang relative kecil sehingga tangan siswa tunanetra mampu menyeltuhnya secara keseluruhan bukan dalam bagian-bagian tertentu saja. Hal ini akan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap obyek yang sedang dipelajari. 2. Alangkah baiknya jika akan mengadakan penelitian dengan memvasilitasi

siswa tunanetra dengan lembar aktivitas siswa, maka buatlah lembar aktivitas siswa yang lebih ringkas dengan tidak membuat pertanyaan yang bertele-tele. Karena dengan demikian siswa tunanetra akan lebih mudah untuk memahami apa yang dimaksud dari pertanyaan yang diberikan.

3. Berdasarkan keterbatasan pengetahuan peneliti mengenai kemampuan kognisi siswa tunanetra, maka alangkah baiknya jika diadakan penelitian lanjutan yang dapat menggali perbedaan cara siswa tunanetra dan normal dalam menyelesaikan masalah-maslah matematika.

4. Berdasarkan keterbatasan peneliti untuk mendapatkan sampel penelitian kelas kontrol siswa tunantra, maka dalam penelitian ini membandingkan siswa tunanetra dengan siswa normal. Alangkan baiknya jika diadakan penelitian yang membandingkan antara kemampuan siswa tunanetra yang diberi alat peraga dengan siswa tunanetra yang belajar secara konvensional. 5. Diperolehnya sebuah kondisi bahwa sedikitnya bahanajar bagi siswa

tunanetra berupa buku pelajaran, maka alangkan baiknya jika pemerintah memperhatikan siswa tunanetra dengan divasilitasinya bahan ajar yang


(38)

75

mampu mendukung mereka untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya.

6. Ditemukannya sebuah fakta bahwa siswa tunanetra lebih mampu belajar dan memahami masalah secara oral dari pada membaca huruf braile. Maka alangkah baiknya jika siswa tunanetra diberi vasititas bahan ajar berupa audio.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. Modul Hambatan dan Perkembangan Anak Pendidikan Kebutuhan Khusus (PKKH). Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Anderson. et al. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching and Assessing. New

York: Longman.

Anita, I. 2011. Pengaruh Kecemasan Matematika (Mathematics Anxiety) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumu aksara. Beal, C. R. and Shaw, E. 2008. “Working Memory and Math Problem Solving by

Blind middle and high School Students: Implications for Universal

Access”. Proceedings of the 19th International Conference of the Society

for Information Technology and Teacher Education, Las Vegas.

Cox, P. R. & Dykes, M. K. 2001. “Classroom Adaptations for Students with

Visual Impairment”. Teaching Exceptional Children. 33(6). 68-74.

Darhim. 2002. Media Pendidikan Matematika. Modul pembelajaran. Program Kerjasama “B E P” Provinsi Jawa Barat dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati. Bandung: tidak diterbitkan.

Durre, I. 2010. “Success for Blind Students in Mathematics and Science: The Importance of Thinking Outside the Box”. Seventh International Conference on Higher Education and Disability Innsbruck, Austria. [Online]. Tersedia: https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Va-M9O0UpcJ:trac.uno.edu/documents/SuccessinMathematicsandScience ForBlindStudents-... [27 Desember 2012]

Efendi, M. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Estiningsih, E. 1994. Landasan Teknik Pengajaran Hitung SD. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Godino, J. D. “Mathematical Concepts, their Meaning, and Understanding”.


(40)

77

Gordah, E. K. 2009. Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Open Ended. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hake, R. R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [18 November 2012].

Herlan, A. 2006. Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA. Tesis. SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Herman, T. 2010. Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedian: http:// file.upi.edu [4 November 2012].

Herman, T. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. [online]. Tersedian: http:// file.upi.edu. [24 Oktober 2010].

Hidayat, W. dan Abdorin, M. 2011. Profil Kemampuan Matematika Anak Berkebutuhan Khusus (Tunanetra) Di Yaketunis Yogyakarta. Artikel. Tersedia http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. [12 Oktober 2012].

House. P. A. 1995. Connecting Mathematics Across the Curriculum. Yearbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Jihad, A. dan Haris, A. 2008. Evaliasi Pembelajran. Jogjakarta: Multi Persindo. Kesumawati, N. 2003 Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Serta Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kurniawan, R. 2011. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi. Bandung: UPI. Tidak diterbitkan.

Lestari, A. 2008. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Mwakapenda. 2008. “Understanding Connections in the School Mathematics


(41)

National Council of Teacher of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, Reaston , VA: NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Standarts for School Mathematics, Reaston , VA: NCTM. [Online]. Tersedia: http://www.usi.edu/science/math/sallyk/Standards/document/chapter6/c onn.htm. [5 Januari 2013].

Permata, Y dan Sumarmo, U. 2007. “Mengembangkan Kemampuan Penalaran

dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”. Educational. 1, (2), 116-123.

Pujiati. 2004. Pengunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Puspitasari, N. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Kooperatif JIGSAW untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Qohar, A. 2010. Developing Mathematical Understanding Instruments for Secondary School Students. [Online]. Tersedia: http:// file.upi.edu/…/ Developing_mathematical_understanding_instruments_for_secondary_ school_students.pdf. [10 November 2012].

Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, E. T. 2005. Dasar-dasar Matematika Modern dan Computer. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi. E. T. 2005. Dasar-dasar Penelitian dan Bidang Non Eksakta. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengejaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruspiani. 2000. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Skemp, R. R. 1976. Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics Teaching. 77. 20-26.


(42)

79

Spindler, R. 2006. Teaching Mathematics To A Student Who is Blind”. Teaching Mathematis and ITS Applications. 25(3). 120- 126.

Suhena, E. 2009. Pengaruh Strategi REACT dalam Pembelajaran Matematika terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Disertasi. UPI Bandung: tidak diterbitkan

Surapranata, S. 2006. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interprestasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumarmo, U. 2003. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Pada Pelatihan Guru Matematika, Jurusan Matematika ITB Bandung.

Sumarmo, U. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI.

Sumarmo, U. 2000. “Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21”. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika FP MIPA, Bandung. Tanti, M. 2011. Teaching Mathematics to Ablind Student -A Case Study-.

[Online]. Tersedia: http://freedownloadb.com/pdf/eaching-athematics-to-lind-tudent-ase-tudy-5529479.html [3Agustus 2012]

Tarsidi, D. Dampak Ketunaan terhadap Fungsi Kognitif Anak. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19510601 1979031IDI_TARSIDI/Makalah%26Artikel_Tarsidi_PLB/Dampak_Ket

unanetraan_terhadap_Fungsi_Kognitif_Anak.pdf.[11 Mei 2013]

Thomson, P. W. 1994. “Concrete Materials and Teaching for Mathematical

Understanding”. Arithmetic Teacher. 41, (9), 556-558.

Turmudi. 2007. Persepsi Guru Terhadap Inovasi Pembelajaran Metematika SMP Di Kota Bandung (Suatu Eksploratory Factor Analysis). Online. Tersedia: http:// file.upi.edu/direktori. [20 November 2012].

Wardhani, S. 2004. Permasalahan Kontekstual Memperkenalkan Bentuk Aljabar di SMP. Yogyakarta: Depdiknas.

Yuliana, N. 2013. Pengaruh Pendekatan Diffferen Instruction (DI) terhadap Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Kecemasan Matematika (Math Anxiety) Siswa SMK. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(43)

Yusepa. 2002. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student-Team Achievement Divisions (STAD) dalam upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(1)

75

mampu mendukung mereka untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya.

6. Ditemukannya sebuah fakta bahwa siswa tunanetra lebih mampu belajar dan memahami masalah secara oral dari pada membaca huruf braile. Maka alangkah baiknya jika siswa tunanetra diberi vasititas bahan ajar berupa audio.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, Z. Modul Hambatan dan Perkembangan Anak Pendidikan Kebutuhan Khusus (PKKH). Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Anderson. et al. 2001. A Taxonomy For Learning Teaching and Assessing. New

York: Longman.

Anita, I. 2011. Pengaruh Kecemasan Matematika (Mathematics Anxiety) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumu aksara. Beal, C. R. and Shaw, E. 2008. “Working Memory and Math Problem Solving by

Blind middle and high School Students: Implications for Universal

Access”. Proceedings of the 19th International Conference of the Society for Information Technology and Teacher Education, Las Vegas.

Cox, P. R. & Dykes, M. K. 2001. “Classroom Adaptations for Students with Visual Impairment”. Teaching Exceptional Children. 33(6). 68-74.

Darhim. 2002. Media Pendidikan Matematika. Modul pembelajaran. Program Kerjasama “B E P” Provinsi Jawa Barat dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati. Bandung: tidak diterbitkan.

Durre, I. 2010. “Success for Blind Students in Mathematics and Science: The Importance of Thinking Outside the Box”. Seventh International Conference on Higher Education and Disability Innsbruck, Austria. [Online]. Tersedia: https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:Va-M9O0UpcJ:trac.uno.edu/documents/SuccessinMathematicsandScience ForBlindStudents-... [27 Desember 2012]

Efendi, M. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Estiningsih, E. 1994. Landasan Teknik Pengajaran Hitung SD. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Godino, J. D. “Mathematical Concepts, their Meaning, and Understanding”. Proceeding of XX Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education. 2. 417-425.


(3)

77

Gordah, E. K. 2009. Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Open Ended. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hake, R. R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [18 November 2012].

Herlan, A. 2006. Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA. Tesis. SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Herman, T. 2010. Membangun Pengetahuan Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. [Online]. Tersedian: http:// file.upi.edu [4 November 2012].

Herman, T. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. [online]. Tersedian: http:// file.upi.edu. [24 Oktober 2010].

Hidayat, W. dan Abdorin, M. 2011. Profil Kemampuan Matematika Anak Berkebutuhan Khusus (Tunanetra) Di Yaketunis Yogyakarta. Artikel. Tersedia http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. [12 Oktober 2012].

House. P. A. 1995. Connecting Mathematics Across the Curriculum. Yearbook. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Jihad, A. dan Haris, A. 2008. Evaliasi Pembelajran. Jogjakarta: Multi Persindo. Kesumawati, N. 2003 Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan

Masalah Serta Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Kurniawan, R. 2011. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Disertasi. Bandung: UPI. Tidak diterbitkan.

Lestari, A. 2008. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Mwakapenda. 2008. “Understanding Connections in the School Mathematics


(4)

National Council of Teacher of Mathematics. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics, Reaston , VA: NCTM.

National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Standarts for School Mathematics, Reaston , VA: NCTM. [Online]. Tersedia: http://www.usi.edu/science/math/sallyk/Standards/document/chapter6/c onn.htm. [5 Januari 2013].

Permata, Y dan Sumarmo, U. 2007. “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”. Educational. 1, (2), 116-123.

Pujiati. 2004. Pengunaan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Puspitasari, N. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Kooperatif JIGSAW untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Qohar, A. 2010. Developing Mathematical Understanding Instruments for Secondary School Students. [Online]. Tersedia: http:// file.upi.edu/…/ Developing_mathematical_understanding_instruments_for_secondary_ school_students.pdf. [10 November 2012].

Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, E. T. 2005. Dasar-dasar Matematika Modern dan Computer. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi. E. T. 2005. Dasar-dasar Penelitian dan Bidang Non Eksakta. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E. T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengejaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruspiani. 2000. Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Skemp, R. R. 1976. Relational Understanding and Instrumental Understanding. Mathematics Teaching. 77. 20-26.


(5)

79

Spindler, R. 2006. Teaching Mathematics To A Student Who is Blind”. Teaching Mathematis and ITS Applications. 25(3). 120- 126.

Suhena, E. 2009. Pengaruh Strategi REACT dalam Pembelajaran Matematika terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Disertasi. UPI Bandung: tidak diterbitkan

Surapranata, S. 2006. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interprestasi Hasil Tes Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumarmo, U. 2003. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Pada Pelatihan Guru Matematika, Jurusan Matematika ITB Bandung.

Sumarmo, U. 2010. Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI.

Sumarmo, U. 2000. “Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21”. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika FP MIPA, Bandung. Tanti, M. 2011. Teaching Mathematics to Ablind Student -A Case Study-.

[Online]. Tersedia: http://freedownloadb.com/pdf/eaching-athematics-to-lind-tudent-ase-tudy-5529479.html [3Agustus 2012]

Tarsidi, D. Dampak Ketunaan terhadap Fungsi Kognitif Anak. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19510601 1979031IDI_TARSIDI/Makalah%26Artikel_Tarsidi_PLB/Dampak_Ket

unanetraan_terhadap_Fungsi_Kognitif_Anak.pdf.[11 Mei 2013]

Thomson, P. W. 1994. “Concrete Materials and Teaching for Mathematical Understanding”. Arithmetic Teacher. 41, (9), 556-558.

Turmudi. 2007. Persepsi Guru Terhadap Inovasi Pembelajaran Metematika SMP Di Kota Bandung (Suatu Eksploratory Factor Analysis). Online. Tersedia: http:// file.upi.edu/direktori. [20 November 2012].

Wardhani, S. 2004. Permasalahan Kontekstual Memperkenalkan Bentuk Aljabar di SMP. Yogyakarta: Depdiknas.

Yuliana, N. 2013. Pengaruh Pendekatan Diffferen Instruction (DI) terhadap Kemampuan Pemahaman, Penalaran, dan Kecemasan Matematika (Math Anxiety) Siswa SMK. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Yusepa. 2002. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Student-Team Achievement Divisions (STAD) dalam upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematika Siswa. Tesis. SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.