PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PENGESAHAN ………... ii
PERNYATAAN ………. iii
PERSEMBAHAN ………. iv
KATA PENGANTAR ………. v
ABSTRAK ………. ix
ABSTRACT ………. x
DAFTAR ISI ………. xi
DAFTAR TABEL ………. xiii
DAFTAR GAMBAR ………. xix
DAFTAR LAMPIRAN ………. xxi
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Rumusan Masalah ………... 12
C. Tujuan Penelitian ………... 14
D. Manfaat Penelitian ………... 16
E. Definisi Operasional Variabel ………. 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 20
A. Pendekatan Metakognitif ... 20
B. Belajar dalam Kelompok Kecil ………... 33
C. Koneksi Matematis ……… 41
D. Kemampuan Koneksi Matematis ... 44
E. Kemandirian Belajar Siswa ... 48
F. Mengembangkan Kemandirian Belajar Siswa ... 56
G. Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Pertama ... 60
H. Teori Belajar yang Mendasari ... 68
I. Pembelajaran Konvensional ... 80
J. Penelitian yang Relevan ……... 82
K. Hipotesis Penelitian ……….. 88
BAB III METODE PENELITIAN ……… 89
A. Jenis dan Desain Penelitian ……… 89
(2)
ii
C. Pengembangan Instrumen dan Teknik
Pengumpulan Data ...………... 104
D. Teknik Analisis Data ……… 140
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ……….. 144
F. Waktu Pelaksanaan Penelitian dan Indikator Kinerja ……….. 149
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 150
A. Analisis Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) …. 152 B. Analisis Data Kemampuan Koneksi Matematis ... 164
C. Analisis Data Kemandirian Belajar Siswa ……... 194
D. Analisis Data Hasil Kerja Siswa ... 222
E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 235
1. Pendekatan Pembelajaran Metakognitif ... 237
2. Keunggulan, Keterbatasan, dan Tantangan Pembelajaran PPMG dan PPMK ... 3. Level Sekolah ...………... 246 254 4. Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... ... 5. Kemandirian Belajar Siswa dalam Matematika Berdasarkan Pembelajaran, Level Sekolah, dan KAM .. 256 259 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI ... 269
A. Kesimpulan ……….. 269
B. Implikasi ……….. 273
C. Keterbatasan ……….. 275
D. Rekomendasi ……….. 276
DAFTAR PUSTAKA ……….. 280 LAMPIRAN
(3)
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Struktur Pengajaran Model Pencapaian Kosep ... 75
2.2 Ringkasan Penelitian tentang Metakognisi dan Problem Solving ... 86
3.1. Keterkaitan antara Kemampuan Koneksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematika ……... 92
3.2. Keterkaitan antara Kemandirian Belajar, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematika ……... 93
3.3 Sampel Penelitian Berdasarkan Peringkat Sekolah ... 98
3.4. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 12 Bandung ……... 99
3.5. Uji Homogenitas Varians Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 12 Bandung ……... 99
3.6. Uji Kesetaraan Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Ketiga Kelas VIII SMPN 12 Bandung ……... 100
3.7. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 15 Bandung ……... 101
3.8. Uji Homogenitas Varians Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 15 Bandung ……... 101
3.9. Uji Kesetaraan Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Ketiga Kelas VIII SMPN 15 Bandung ……... 102
3.10. Uji Normalitas data KAM Siswa Kedua Level Sekolah Berdasarkan Tiga Pendekatan Pembelajaran ……... 103
3.11 Uji Perbedaan Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan Level Sekolah ... 103
3.12 Analisis Statistik ANOVA Validitas Muka ... 111
3.13 Analisis Statistik ANOVA Validitas Isi ... 112
(4)
iv
Tabel Judul Halaman
3.15. Hasil Analisis Reliabilitas ……... 116
3.16. Sebaran Sampel Penelitian ……... 117
3.17. Analisis Validitas Muka dengan Cochran’s ……... 119
3.18. Analisis Validitas Isi dengan Cochran’s ……... 120
3.19. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi r xy ... 125
3.20. Hasil Pertimbangan Validitas Butir Soal Pretes Kemampuan Koneksi Matematis (KKM) ……... 125
3.21. Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal Postes Kemampuan Koneksi Matematis (KKM) ... 126
3.22. Interpretasi Koefisien Reliabilitas ...…... 127
3.23. Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Kemampuan Koneksi Matematis (KKM) ……... 128
3.24. Distribusi Respon Siswa untuk Pernyataan Positif Nomor 1 dan Pernyataan Negatif Nomor 3 ……... 130
3.25 Perhitungan Skor Skala Kemandirian Belajar Siswa untuk Pernyataan Positif Nomor 1 ……... 132
3.26. Perhitungan Skor Skala Kemandirian Belajar Siswa untuk Pernyataan Negatif Nomor 3 ……... 132
3.27. Skor Setiap Item Skala Kemandirian Belajar Siswa ……... 134
3.28. Keterkaitan antara Masalah, Hipotesis, Kelompok Data dan Jenis Statistik yang digunakan dalam Analisis Data ……... 142
4.1. Sebaran Sampel Penelitian ...…… 151
4.2. Deskripsi Data KAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran dan Level Sekolah ……... 154
4.3. Deskripsi Data KAM ketiga Pendekatan Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ……... 155
4.4. Uji Normalitas Data KAM Kedua Level Sekolah Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 157
(5)
v
Tabel Judul Halaman 4.5. Uji Homogenitas Varians untuk
Ketiga Kelompok Pembelajaran ……... 159 4.6. Uji Perbedaan Data KAM Siswa antar Kedua Level
Sekolah ... 160 4.7. Uji Kesetaraan Data KAM Berdasarkan
Pendekatan Pembelajaran ……... 161
4.8. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data KAM Siswa Ketiga Kelompok Pembelajaran
untuk Setiap Level Sekolah ……... 162
4.9. Uji Kesetaraan Data KAM Ketiga Kelompok
Pembelajaran untuk Setiap Sekolah ... 163 4.10. Deskripsi Data KKM Siswa Ketiga Kelompok
Pembelajaran ……... 164
4.11. Uji Normalitas Data N-Gain KKM Siswa Ketiga
Kelompok Pembelajaran …….. 166
4.12. Uji Signifikansi Peningkatan KKM Siswa
Ketiga Kelompok Pembelajaran ……... 167 4.13. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap
Data N-Gain KKM Siswa Ketiga Kelompok
Pembelajaran ... 169
4.14 Uji Signifikansi Perbedaan KKM Siswa antara
Ketiga Kelompok Pembelajaran ……... 170
4.15. Skor N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis
(KKM) ……... 170
4.16. Deskripsi Data KKM Siswa Ketiga Kelompok
Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ... 171 4.17. Uji Normalitas Data N-Gain KKM Siswa Kedua Level
Sekolah …… 173
4.18. Uji Signifikansi Peningkatan KKM Siswa Ketiga Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level
(6)
vi
Tabel Judul Halaman
4.19. Uji Homogenitas Varians Data N-Gain KKM Siswa Ketiga Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Level
Sekolah ……... 174
4.20. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KKM Siswa antara Ketiga Kelompok Pembelajaran Berdasarkan
Level Sekolah ……... 176
4.21. Skor N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis
Sekolah Level Tinggi ... 176
4.22 Skor N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis
Sekolah Level Sedang ... 177
4.23. Deskripsi Data KKM Siswa Ketiga Kelompok
Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 178 4.24. Uji Normalitas Data N-Gain KKM Siswa Ketiga
Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ……... 180 4.25. Uji Signifikansi Peningkatan KKM Siswa
KetigaKelompok Pembelajaran untuk Setiap
Kategori KAM ……... 181
4.26. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data N-Gain KKM Siswa Ketiga Kelompok Pembelajaran
untuk Setiap Kategori KAM ...……... 182
4.27. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KKM Siswa Ketiga Kelompok Pembelajaran untuk
Setiap Kategori KAM ...…... 183
4.28. Skor N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis
Kategori KAM ... 184
4.29. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KKM Siswa ditinjau dari Interaksi antara Pebelajaran dengan Level
Sekolah ...….. 185
4.30. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan
(7)
vii
Tabel Judul Halaman
4.31. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KKM Siswa
ditinjau dari Interaksi antara Pebelajaran dengan KAM ... 189 4.32. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan
KAM terhadap Peningkatan KKM ... 191 4.33. Deskripsi Data Kemandirian Belajar Siswa (KBS)
Ketiga Kelompok Pembelajaran ... 194 4.34. Uji Normalitas Data N-Gain KKM Siswa Ketiga
Kelompok Pembelajaran …... 196
4.35. Uji Signifikansi Peningkatan KBS Ketiga
Kelompok Pembelajaran ……... 197
4.36. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data
N-Gain KBS Ketiga Kelompok Pembelajaran ... 198 4.37. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KBS antara
Ketiga Kelompok Pembelajaran ……... 199
4.38. Deskripsi Data KBS Ketiga Kelompok
Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 200 4.39. Uji Normalitas Data N-Gain KBS kedua Level
Sekolah ... 202
4.40. Uji Signifikansi Peningkatan KBS Ketiga Kelompok
Pembelajaran untuk Setiap Level Sekolah ……... 203 4.41. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data
N-Gain KBS Ketiga Kelompok Pembelajaran untuk
Setiap Level Sekolah ……... 203
4.42. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KBS Ketiga
Kelompok Pembelajaran Berdasarkan Level Sekolah ... 205 4.43. N-Gain Kemandirian Belajar Siswa ... 205 4.44. Deskripsi Data KBS Ketiga Kelompok Pembelajaran
untuk Setiap Kategori KAM ... 206
4.45. Uji Normalitas Data N-Gain KBS Ketiga Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori
(8)
viii
Tabel Judul Halaman
4.46. Uji Signifikansi Peningkatan KBS Ketiga Kelompok
Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM ... 209 4.47. Uji Homogenitas Varians dari Levene terhadap Data
N-Gain KBS Ketiga Kelompok Pembelajaran untuk
Setiap Kategori KAM …… 210
4.48. Uji Signifikansi Perbedaan Peningkatan KBS Ketiga
Kelompok Pembelajaran untuk Setiap Kategori KAM …. 211 4.49 Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KBS
ditinjau dari Interaksi antara Pembelajaran dengan
Level Sekolah ...… 212
4.50. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan
Level Sekolah terhadap Peningkatan KBS …… 214 4.51. Uji Homogenitas Varians Data Peningkatan KBS
ditinjau dari Interaksi antara Pembelajaran dengan KAM ... 217 4.52. Uji Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan
KAM terhadap Peningkatan KBS ……... 218
4.53. Rangkuman Pengujian Hipotesis Penelitian …….. 221 4.54. Rata-rata Setiap Aspek KKM Siswa ditinjau dari
Pendekatan Pembelajaran ……... 223
4.55. Hasil Pengklasifikasian Siswa Merasa Senang
dengan Pembelajaran PPMG dan PPMK ……... 248 4.56. Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori KAM …… 257
(9)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1.1. Koneksi Berbagai Konsep ……… 4
1.2. Koneksi Antar Konsep ……… 7
2.1. Kurikulum Matematika Singapora …………. 21
2.2. Aktivitas Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah …………. 22
2.3. Pengembangan KKM, KBS, Perswepsi terhadap Pembelajaran …………... 24
2.4. Metakognitif Grup …………. 30
2.5. Metakognitif Klasikal …………... 30
2.6. Siswa Menyelesaikan Masalah dengan Inisiatif Sendiri ... 31
2.7. Rasa Percaya Diri Siswa di Deoan Kelas ... 32
2.8. Keterkaitan antar Konsep ... 44
2.9. Siklus Kemandirian Belajar ... 53
2.10. Tingkat Inisiatif Kemandirian Belajar ... 55
2.11. Proses Perkembangan Kognisi dari Piaget ... 69
2.12. Contoh dan non Contoh Gambar Garis Lurus ...…… 73
2.13. Penanaman Konsep Gradien dan Garis Lurus …………. 74
4.1. Rata-rata Skor KAM Berdasarkan Level Sekolah …………. 155
4.2. Rata-rata Skor KAM Berdasarkan Kategori KAM ………... 155
4.3. Normalisasi Skor KAM ………... 158
(10)
x
Gambar Judul Halaman
4.5. Peningkatan N-Gain KKM Berdasarkan
Pembelajaran ………… 165
4.6. Peningkatan N-Gain KKM Berdasarkan
Pembelajaran dan Gabungan ………… 168
4.7. Peningkatan N-Gain KKM Siswa
Berdasatkan Level Sekolah …………. 172
4.8. Peningkatan N-Gain KKM Siswa
Berdasarkan Kategori KAM …………. 179
4.9. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Level Sekolah terhadap
Peningkatan N-Gain KKM …………... 188
4.10. Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan N-Gain
KKM …………. 191
4.11. Perbandingan Peningkatan KKM …………... 193 4.12. Rata-rata Skor Kemandirian Belajar Siswa (KBS) ... 195 4.13. Peningkatan N-Gain KBS ... 195 4.14. Peningkatan N-Gain KBS Berdasarkan
Pembelajaran dan Gabungan ... 197 4.15. Peningkatan N-Gain KBS Berdasarkan
Kategori KAM ... 215
(11)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampi
ran Judul Halaman
A-1. Lembar Pertimbangan ... 293 A-2. Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan Awal
Matematis ……… 297
A-3. Hasil Pertimbangan Tes Kemampuan
Koneksi Matematis ………... 299 A-4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba
Tes Kemampuan Awal matematis ……… 300
A-5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data Ujicoba
Tes Kemampuan Koneksi Matematis ……… 304
A-6. Kisi-Kisi dan Skala Kemandirian Belajar Siswa ……… 308 A-7. Data Hasil Ujicoba Skala Kemandirian Belajar Siswa …… 312 A-8. Pemberian Skor Tiap Item Skala Kemandirian
Belajar Siswa ………... 315
A-9. Rekapitulasi Data Ujicoba Skala Kemandirian
Belajar Siswa Setelah Pembobotan ………... 317 A-10. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala
Kemandirian Belajar Siswa ………... 320 B-1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Eksperimen) …. 322 B-2. Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) ….... 335 B-3. Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 342 B-4. Skala Sikap Kemandirian Belajar Siswa ... 352 B-5. Pedoman Wawancara dengan Siswa,
Tokoh Masyarakat dan Guru ………... 354 B-6. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 368 B-7. Lembar Observasi Siswa ………... 414
(12)
xii
Lampiran Judul Halaman
B-8. Angket Profil Siswa ... 415
B-9. Angket Perasaan Siswa ... 416 C-1. Nilai Kemampuan Koneksi
Matematis Siswa ... 417 C-2 Data Uji Interaksi ... 439 D-1. Hasil Analisis Data Kemampuan Awal Matematika
Siswa Kelas 8 SMP Negeri 12 Bandung ... 444 D-2. Data Hasil Penelitian: KAM, Pretes, Postes dan
N-Gain (Keseluruhan) dan Uji Normalitas KAM Kedua
Level Sekolah …… 447
E. Dokumentasi Penelitian …… 451
F. Surat Izin Penelitian dan Surat Keterangan Pelaksanaan
Penelitian ... 553
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menulis merupakan bagian yang integral dari pembelajaran matematika. Dengan tulisan dapat disampaikan hasil pikiran kita kepada orang lain, dan orang lainpun mengetahui apa yang sedang dikerjakan. Demikian juga halnya dengan jawaban soal matematika yang ditulis siswa. Dari jawaban tersebut, guru tahu tentang jawaban siswa, jalan pikiran siswa dan yang tidak kalah penting lagi, guru dapat melihat apakah siswa sudah memahami masalah atau belum.
Salah satu strategi untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam memecahkan masalah adalah memposisikan sektor pembelajaran sebagai alat utama dalam peningkatan mutu pendidikan. Dalam pendidikan matematika, harus diakui penguasaan siswa terhadap konsep, fakta, prinsip maupun kemampuan matematika masih sangat rendah. O’Neil & Brown (1997) menyatakan bahwa dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah, metakognisi memegang peranan penting sebagai proses di mana seseorang berpikir tentang pikirannya dalam rangka membangun strategi tersebut. Sedangkan pendapat para ahli lain seperti Ridley, Schutz, Glanz & Weinstein (1992) mengenai kemampuan metakognisi adalah bahwa :
"Metacognitive skills include taking conscious control of learning,
planning and selecting strategies, monitoring the progress of learning,
correcting errors, analyzing the effectiveness of learning strategies, and
(14)
2
Pada prinsipnya jika dikaitkan dengan proses belajar, kemampuan metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap perencanaan, memilih strategi yang tepat sesuai masalah yang dihadapi, kemudian memonitor kemajuan dalam belajar dan secara bersamaan mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama memahami konsep, menganalisis keefektifan dari strategi yang dipilih dan bagian akhir sebagai bentuk upaya refleksi, biasanya seseorang yang memiliki kemampuan metakognitif yang baik selalu mengubah kebiasaan belajar dan juga strateginya jika diperlukan, karena mungkin hal itu tidak cocok lagi dengan keadaan tuntutan lingkungan dalam mengembangkan kemampuannya.
Nilai-nilai dari kebiasaan belajar siswa dan pentingnya mengontrol proses belajar matematika sangat ditekankan dalam lembar kerja siswa (LKS) yang dirancang dan difasilitasi. Hal ini diupayakan agar siswa dapat dilatih keterampilan metakognitifnya, yaitu siswa beraktivitas melalui kegiatan pemecahan masalah di kelas secara interaktif dalam bentuk diskusi, menjelaskan, mengajukan pertanyaan dan solusinya serta merefleksi dan menyimpulkan secara lisan maupun tulisan di LKS. Kegiatan seperti ini dapat melibatkan siswa sehingga siswa memiliki pengalaman yang bermakna dan apabila dilatih secara rutin akan terbentuk kemandirian belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah.
Aktivitas tersebut dapat berupa mencari hubungan berbagai representasi konsep atau menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Mengaitkan satu konsep ke konsep lain merupakan satu bentuk kemampuan dalam lima standar proses yang dikemukakan the National Council of
(15)
3
Teachers of Mathematics (NCTM) yaitu (problem solving), penalaran dan bukti
(reasoning and proof), komunikasi (communication), representasi (representation) dan koneksi (connections). Proses pembelajaran matematika yang memfasilitasi pengembangan kemampuan ini dapat melatih siswa mengembangkan potensi berpikir secara maksimal. Sumarmo (2005) mengemukakan bahwa kemampuan-kemampuan di atas disebut dengan daya matematik (mathematical power) atau keterampilan matematika (doing math).
Dengan mengacu pada lima standar kemampuan NCTM di atas, maka Depdiknas menyusun tujuan pembelajaran matematika sebagai berikut (1) koneksi antar konsep dalam matematika dan penggunaannya dalam memecahkan masalah, (2) penalaran, (3) pemecahan masalah, (4) komunikasi dan representasi, dan (5) faktor afektif. Kemampuan-kemampuan ini merupakan kemampuan yang strategis yang menjadi tujuan pembelajaran matematika. Standar Kurikulum di China tahun 2006 untuk sekolah dasar dan menengah juga menekankan pentingnya koneksi matematik dalam bentuk aplikasi matematika, koneksi antara matematika dengan kehidupan nyata, dan penyinergian matematika dengan pelajaran lain (http://www.apecneted.org).
Gagasan koneksi matematik telah lama diteliti oleh W.A. Brownell tahun 1930-an, namun pada saat itu ide koneksi matematik hanya terbatas pada koneksi pada aritmetik (Bergeson, 2000: 37). Koneksi matematis terilhami oleh karena ilmu matematika tidaklah terkotak-kotak dalam berbagai topik yang saling terpisah, namun matematika sebagai ilmu merupakan satu kesatuan, hirarkis dalam penyampaian dan pemahamannya. Selain itu matematika juga tidak bisa
(16)
4
terpisah dari masalah yang terjadi dalam kehidupan, ada manfaatnya pada bidang lain selain matematika. Tanpa koneksi matematika maka siswa harus belajar dan mengingat terlalu banyak konsep dan prosedur matematika yang saling terpisah (NCTM, 2000: 275). Konsep-konsep dalam bilangan pecahan, presentase, rasio, dan perbandingan linear merupakan salah satu contoh topik-topik yang dapat dikait-kaitkan. Fisher (1980: 60) mengemukakan bahwa membuat koneksi antar konsep adalah suatu cara bagi kita untuk memahami sesuatu. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Daniels dan Anghileri (1994: 91) bahwa bila kita mengerti sesuatu, hal itu berarti kita telah membuat suatu koneksi terkait dengan sesuatu itu. Pendapat Fisher dan Daniels menujukkan bahwa ada hubungan timbal balik antara koneksi dan daya ingat. Untuk bisa melakukan koneksi terlebih dahulu kita harus ingat permasalahannya, sedangkan untuk mengerti permasalahan, kita harus mampu membuat koneksi dengan topik-topik yang terkait dengan permasalahan. Berikut disajikan gambaran hasil temuan dalam pra-penelitian dimana siswa di minta untuk menyelesaikan soal berikut :
Gambar 1.1. Koneksi berbagai konsep
Selidiki apakah kedua garis (garis k dan garis l) berpotongan, jika ya tentukan titik potongnya !
Tentukan persamaan garis k dan garis l ? k
l y = ... x + ...?
?
y = ... x + ... ? X
O Y
(17)
5
Sebagian besar siswa menjawab garis k dan garis l berpotongan, karena siswa dapat memperkirakan apabila kedua garis tersebut diperpanjang maka kedua garis tersebut berpotongan, namun cukup banyak juga siswa tidak bisa menentukan persamaan garis k dan garis l, akibatnya tidak dapat menentukan titik
potongnya. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa belum memahami konsep (1) memaknai atau membuat sketsa grafik fungsi aljabar sederhana pada sistem
koordinat Cartesius, (2) menentukan gradien, persamaan dan grafik garis lurus, (3) menyelesaikan sistem persamaan linear dua variable. Lebih spesifik lagi diduga bahwa siswa belum terbiasa mengaitkan berbagai representasi konsep dan prosedur dalam gradien, persamaan dan grafik garis lurus, juga pengaruh dari karakteristik siswa, kemampuan awal yang dimikinya bahkan lebih luas lagi dimana siswa sekolah, apakah sekolah siswa di level biasa biasa saja atau sekolah di level baik atau bertaraf internasional.
Pada sebuah penelitian yang menarik juga ditemukan bahwa siswa sering mampu mendaftar konsep-konsep matematika yang terkait dengan suatu masalah riil, tetapi hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan mengapa konsep tersebut digunakan dalam aplikasi itu (Lembke dan Reys, 1994 dikutip Bergeson, 2000: 38). Dengan demikian kemampuan koneksi matematis perlu dilatihkan kepada siswa sekolah. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan meyakinkan bahwa faktor eksternal mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap perkembangan kognitif siswa (Fisher, 1980). Perkembangan kognisi siswa sangat dipengaruhi oleh kemandirian belajar siswa, motivasi yang berkelanjutan dan semangat pantang menyerah, oleh karena itu diperlukan rancangan pembelajaran yang
(18)
6
spesifik dan sistematik, yang pada intinya adalah bagaimana cara memfasilitasi siswa belajar, pengalaman apa yang harus disediakan dan bagaimana cara mengorganisasi pengalaman tersebut agar diperoleh pengaruh yang berarti. Tidak dipungkiri bahwa apabila siswa mampu mengkaitkan pengalaman yang diperolehnya sendiri yaitu ide-ide matematika maka pemahaman matematikanya akan semakin dalam dan bertahan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan antar topik dalam matematika, dengan konteks selain matematika, dan dengan pengalaman hidup sehari-hari (NCTM, 2000: 64).
Keterkaitan antar konsep atau prinsip dalam matematika memegang peranan yang sangat penting dalam mempelajari matematika. Dengan pengetahuan itu maka siswa memahami matematika secara lebih menyeluruh dan lebih mendalam. Selain itu dalam menghafal juga semakin sedikit akibatnya belajar matematika menjadi lebih mudah dan bermakna. Berikut adalah contoh koneksi antar konsep dalam matematika dengan mengaitkan antara konsep kesejajaran dua garis, kesamaaan gradien, dan menggambar grafik pada koordinat Cartesius. Soal yang diberikan kepada siswa kelas 2 SMP semester 1, misalnya:
Dari soal ini diharapkan pada siswa muncul beberapa konsep yang mendukung solusi dari permasalahan ini. Misalnya apa konsep gradien sebuah garis lurus, bagaimana kedudukan gradien dari dua garis sejajar, syarat dua garis
Selidiki apakah garis y = 2x + 1 sejajar dengan garis y = 2x – 4.
Diawali dengan pengetahuan tentang pengertian gradien sebuah garis lurus, pengertian dua garis yang sejajar, memahami representasi ekuivalensi suatu konsep dan mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur.
(19)
7
berpotongan dan kapan dua garis mempunyai himpunan penyelesaian ? Ilustrasi dari beberapa konsep di atas dapat dikaitkan seperti pada Gambar 1.2 berikut.
Gambar 1.2. Koneksi antar konsep
Berdasarkan Gambar 1.2 di atas, untuk melakukan pengkaitan sebagaimana ilustrasi di atas maka konsep-konsep dalam matematika terlihat menjadi satu kesatuan yang utuh untuk digunakan secara bersamaan dalam menyelesaikan masalah, sehingga pembelajarannya lebih bermakna (meaningfull learning).
Selanjutnya, Madnesen (1983) dan Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan interaksi belajar tergantung bagaimana belajar dalam kegiatan pembelajaran. Jika belajar hanya dengan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70%, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan besarnya mencapai 90%, faktor keterbatasan sangat berpengaruh terhadap daya serap.
Dari uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal. Kenyataan di
Konsep 1.
Gradien sebuah garis lurus. Konsep 2.
Dua garis sejajar. Konsep 3.
Dua garis perpotongan. Konsep 4.
Himpunan Penyelesaian.
Konsep 5.
Koordinat Cartesius.
x y
1
2 y = 2x + 1
(20)
8
lapangan, karakteristik pembelajaran matematika saat ini lebih mengacu pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah, kabupaten/kota, atau nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low-order thinking skills, bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal rutin, dan pertanyaan tingkat rendah (Shadiq dalam Kadir, 2010: 6). Pembelajaran matematika seperti ini dikenal dengan pembelajaran konvensional.
Dalam pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas, proses pembelajaran dilaksanakan dengan langkah-langkah: menjelaskan materi, memberikan contoh, dan memberikan latihan soal, dan kurang memfasilitasi terjadinya diskusi, mengajukan pertanyaan beserta solusinya terhadap hasil kerjanya. Contoh dan soal latihan yang dikerjakan siswa berupa contoh soal rutin dan sedikit sekali menggunakan soal-soal non rutin. Penggunaan berbagai model pembelajaran yang ada masih kurang variatif. Materi matematika yang diberikan juga masih kurang terkait dengan kegiatan siswa sehari-hari atau situasi yang dapat dibayangkan siswa. Fokus utama pembelajaran adalah menjelaskan secara total materi matematika yang ada di buku paket. Penekanan proses pembelajaran di sekolah terlalu banyak ditekankan pada aspek doing tetapi kurang menekankan pada aspek thinking. Apa yang diajarkan di ruang kelas lebih banyak berkaitan dengan bagaimana mengerjakan sesuatu tetapi kurang berkaitan dengan mengapa demikian, kenapa tidak begini, atau adakah cara lain. Sehingga keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah dan potensi berpikir mereka kurang dan tidak berkembang, hasil belajar matematika siswa juga rendah, tidak sesuai dengan yang diharapkan.
(21)
9
Menyadari pentingnya suatu strategi dan pendekatan pembelajaran untuk dapat mengembangkan potensi berpikir dalam kemampuan koneksi matematis siswa, melalui tahapan perencanaan, memilih strategi yang tepat, memonitor dan merefleksi maka mutlak diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan keterlibatan siswa secara aktif dalam merespon kesadaran metakognisinya.
Selain faktor pembelajaran, ada faktor lain yang juga dapat diduga berkontribusi terhadap kemampuan matematis siswa dan terhadap sikap siswa dalam belajar matematika, yaitu kelompok kemampuan awal matematika (KAM) siswa, yang dapat digolongkan ke dalam kelompok baik, cukup, dan kurang. Seseorang yang memiliki KAM baik, rasa percaya dirinya tinggi sebaliknya seseorang yang memiliki KAM rendah kurang percaya diri, selalu bertanya pada temannya dalam menyelesaikan masalah. Selain KAM diduga berkontribusi juga suasana hati atau perasaan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Seorang siswa dengan hati atau perasaan yang nyaman berpotensi memberi hasil belajar yang baik, sedangkan seorang siswa dengan hati atau perasaan yang gelisah kecenderungan berdampak hasil belajar yang kurang.
Banyak penelitian yang memperlihatkan bahwa siswa yang berada pada kelompok baik akan memperoleh prestasi yang tinggi, tidak peduli metode belajar apapun yang diterapkan (Krutetski, 1976). Tetapi, siswa yang berkemampuan cukup atau kurang akan mendapatkan manfaat dari penerapan strategi-strategi
(22)
10
pembelajaran tersebut, seperti : (1) respon dan partisipasi aktif dan (2) umpan balik yang bersifat korektif terhadap miskonsepsi (Arnawa, 2006). Siswa yang memiliki KAM kategori cukup atau kurang membutuhkan waktu dalam menerima ilmu baru dalam proses perkembangan metakognisinya.
Perkembangan dalam psikologi bidang pendidikan khususnya matematika berjalan sangat pesat, salah satunya adalah perkembangan konsep metakognisi (metacognition) yang pada intinya menggali pemikiran orang tentang berpikirnya ”thinking about thinking”.
Dengan penekanan pada kemampuan metakognisi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa upaya dari sebagian besar siswa dalam menemukan solusi adalah melalui aktivitas self-regulatory, dalam hal ini kemandirian belajar siswa bagaimana siswa menganalisis soal, memonitor proses penyelesaian, dan mengevaluasi hasilnya, kurang ditunjukkan pada diri siswa. Jenis pendekatan yang digunakan siswa antara lain: melihat soal secara sepintas, memutuskan dengan cepat kalkulasi apa yang digunakan untuk memanfaatkan bilangan yang diberikan pada soal, kemudian meneruskan perhitungan tanpa mempertimbangkan alternatif lainnya, meskipun belum ada kemajuan yang ditunjukkan pada hasil pekerjaannya (De Corte et al, 1996; Greer, 1992). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa siswa belum mampu menggunakan ketrampilan berpikirnya. Hal ini ditandai dengan hasil observasi pembelajaran selama ini, dimana dikalangan para siswa sekarang ini, walaupun tidak semuanya, banyak yang bersifat serba pasif, yakni menunggu jawaban temannya dalam menyelesaikan
(23)
11
masalah, juga hanya membaca buku-buku pelajaran kalau diperintah oleh gurunya.
Temuan dari hasil pra-penelitian, hasil observasi dan beberapa kajian teori mendalam serta hasil penelitian yang memfokuskan pada penggunaan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pikiran siswa mendorong peneliti untuk menggali secara komprehensif pendekatan pembelajaran yang dapat melatih ketrampilan berpikir siswa dengan memberikan beberapa pengalaman-pengalaman belajar. Seseorang yang terbiasa dengan aktivitas melatih ketrampilan berpikir dengan mengaitkan beberapa konsep berpengaruh terhadap kemampuan koneksi matematis. Pengalaman belajar yang memfokuskan pada bagaimana merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana dengan cara mandiri dan mengevaluasi hasil belajarnya memberi kesan yang positif bagi siswa apabila didekati dengan pendekatan pembelajaran yang bermakna. Berdasarkan analisis penulis, titik awal dalam pembelajaran matematika pada setiap penelitian belum memanfaatkan potensi siswa dalam pikirannya khususnya dalam upaya peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa.
Banyak pendekatan pengajaran matematika yang diduga relevan untuk melatihkan keterampilan berpikir, salah satunya adalah pendekatan metakognitif dalam pembelajaran matematika untuk menanamkan konsep-konsep matematika, untuk itu penelitian tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa dengan Pendekatan Pembelajaran Metakognitif di Sekolah Menengah Pertama.
(24)
12
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, masalah utama yang dikaji dalam penelitian adalah pengaruh pembelajaran pendekatan metakognitif terhadap kemampuan koneksi matematis dan terbentuknya kemandirian belajar siswa, yang dibandingkan dengan pengaruh pembelajaran biasa yang menggunakan metode ceramah atau ekspositori terhadap kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa.
Masalah ini dapat disajikan lebih rinci menjadi beberapa submasalah, yaitu:
a. Apakah terdapat peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian dalam belajar matematika siswa melalui pendekatan pembelajaran metakognitif baik secara grup maupun secara klasikal serta belajar melalui pendekatan pembelajaran biasa.
b. Apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang memperoleh pendekatan pembelajaran metakognitif grup (PPMG), pendekatan pembelajaran metakognitif klasikal (PPMK) dan pembelajaran biasa (PB), ditinjau dari keseluruhan siswa?
c. Apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, PPMK, dan pembelajaran PB, ditinjau dari level sekolah (tinggi dan sedang)?
d. Apakah terdapat perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, PPMK, dan PB, ditinjau dari kemampuan awal matematika siswa (KAM baik, KAM cukup, dan KAM kurang)?
(25)
13
e. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG,PPMK,PB) dengan peringkat sekolah (tinggi dan sedang) dalam peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa?
f. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG,PPMK,PB) dengan kemampuan awal matematik (KAM) dalam peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa?
g. Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa antara yang memperoleh pendekatan pembelajaran metakognitif grup (PPMG), pendekatan pembelajaran metakognitif klasikal (PPMK) dan pembelajaran biasa (PB), ditinjau dari keseluruhan siswa?
h. Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, PPMK dan pembelajaran PB, ditinjau dari level sekolah (tinggi dan sedang)?
i. Apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, PPMK, dan pembelajaran PB, ditinjau dari kemampuan awal matematika siswa (KAM baik, KAM cukup, dan KAM kurang)?
j. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah dalam peningkatan kemandirian belajar siswa terhadap matematika? k. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan
awal matematika dalam peningkatan kemandirian belajar siswa terhadap matematika?
(26)
14
l. Bagaimana kualitas kemampuan koneksi matematis dan kemandirian dalam belajar siswa yang belajar melalui pendekatan metakognitif baik secara grup maupun klasikal dibandingkan dengan belajar melalui pembelajaran biasa? m.Bagaimana perasaan siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan
metakognitif?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
a. Menelaah secara komprehensif peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pendekatan pembelajaran metakognitif grup (PPMG), pendekatan pembelajaran metakognitif klasikal (PPMK) dan pembelajaran konvensional atau pembelajaran biasa (PB).
b. Menelaah secara komprehensif perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang memperoleh pendekatan pembelajaran dengan metakognitif grup (PPMG), pendekatan pembelajaran dengan metakognitif klasikal (PPMK) dan pembelajaran biasa (PB), ditinjau dari keseluruhan siswa.
c. Menelaah secara komprehensif perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, pembelajaran PPMK dan pembelajaran PB, ditinjau dari level sekolah (tinggi dan sedang).
d. Menelaah secara komprehensif perbedaan kemampuan koneksi matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, pembelajaran PPMK dan pembelajaran PB, ditinjau dari kemampuan awal matematika (KAM baik, KAM cukup, dan KAM kurang).
(27)
15
e. Menelaah secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG,PPMK,PB) dengan level sekolah (tinggi dan sedang) dalam peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa.
f. Menelaah secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG,PPMK,PB) dengan kemampuan awal matematika (KAM) dalam peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa.
g. Menelaah secara komprehensif perbedaan kemandirian belajar siswa dalam matematika antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, PPMK dan pembelajaran PB, ditinjau dari keseluruhan siswa.
h. Menelaah secara komprehensif perbedaan kemandirian belajar siswa dalam matematika antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, PPMK dan pembelajaran PB, ditinjau dari level sekolah (tinggi dan sedang),
i. Menelaah secara komprehensif perbedaan kemandirian belajar siswa dalam matematika antara yang memperoleh pembelajaran PPMG, PPMK dan pembelajaran PB, ditinjau dari kemampuan awal matematika (KAM baik, KAM cukup, dan KAM kurang).
j. Menelaah secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran dan level sekolah dalam peningkatan kemandirian belajar matematika siswa.
k. Menelaah secara komprehensif interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika dalam peningkatan kemandirian belajar siswa terhadap matematika.
l. Menganalisis secara komprehensif perasaan siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognitif.
(28)
16
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Siswa, karena pendekatan metakognitif, kemampuan dalam koneksi matematik siswa dan kemandirian belajar siswa membutuhkan suatu perencanakan, mengontrol dan refleksi diri yang menyediakan suatu pengalaman berkaitan dengan situasi kontekstual dalam dunia nyata, sehingga apabila siswa telah menyelesaikan studinya, mereka dapat menjadi expert dalam pemecahan masalah matematik.
b. Guru yang mengajar, mendapat pengalaman nyata untuk menerapkan pendekatan metakognitif untuk digunakan mengembangkan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar siswa.
c. Peneliti, merupakan pengalaman berharga dimana penelitian ini merupakan rujukan bagi langkanya teori mengenai pendekatan metakognitif dan/atau teori kemandirian belajar siswa dalam bidang matematika dan pendidikan matematika, kemampuan bermatematika dan latar belakang siswa, khususnya di Indonesia, sehingga membuka suatu wawasan penelitian bagi para ahli matematika untuk mengembangkannya.
d. Pembuat kebijakan, memahami bahwa pendekatan metakognitif dalam matematika merupakan salah satu alternatif pembelajaran, yang dapat meningkatkan aspek-aspek kognitif kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, representasi dan disposisi, serta dapat juga meningkatkan aspek-aspek afektif ketika berkomunikasi dalam kelompok atau grup.
(29)
17
E. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini digunakan beberapa istilah. Karena hampir setiap istilah dapat mempunyai makna dan interpretasi yang berbeda-beda, maka diperlukan definisi operasional dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini. 1. Koneksi matematis yang dimaksud merupakan koneksi (keterkaitan) antara
topik yang sedang dibahas dengan topik lainnya. Koneksi disini bisa antar topik matematika, dengan mata pelajaran lain atau dengan kehidupan sehari-hari dalam dunia nyata.
2. Kemampuan koneksi matematis yang dimaksud adalah kemampuan siswa dalam membuat hubungan antar konsep matematika (dalam hal ini persamaan garis lurus yang terdiri dari menentukan gradien, persaman dan grafik garis lurus dan sistem persaman linear dua variabel meliputi menyelesaikan sistem persaman linear dua variabel, membuat model matematika, dan menyelesaikan model matematika), antara pelajaran matematika dengan pelajaran lain atau dengan masalah kehidupan sehari-hari dalam dunia nyata.
3. Kemandirian Belajar Siswa (KBS) diartikan sebagai usaha individu (siswa) untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi dan atau kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata. Usaha individu adalah proses aktif dan konstruktif yang memiliki ciri-ciri: berinisiatif belajar; mendiagnosis kebutuhan belajar; mengatur dan mengontrol belajar; mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi berkelanjutan dan prilaku; memandang kesulitan sebagai
(30)
18
tantangan; mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan; memilih dan menerapkan strategi belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; dan keyakinan tentang dirinya sendiri.
4. Pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif adalah penyajian pembelajaran yang menanamkan kepada siswa suatu proses bagaimana merancang (planning), memonitor (monitoring), serta mengevaluasi (evaluation) informasi atau pengetahuan yang dimiliki untuk kemudian dikembangkan menjadi tindakan (action) dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Penyajian pelajaran dalam tiga tahapan, yaitu : (1) diskusi awal; (2) siswa bekerja secara mandiri berlatih mengajukan dan menjawab pertanyaan metakognitifnya dalam menyelesaikan masalah matematis; dan (3) refleksi dan membuat simpulan atas apa yang dilakukan di kelas dengan menjawab pertanyaan.
5. Pertanyaan metakognitif adalah pertanyaan yang dapat diajukan oleh guru dalam upaya menemukan konsep matematika pada suatu permasalahan; memfokuskan pertanyaan tersebut kepada pemahaman masalah, pengembangan hubungan antara pengetahuan yang lalu dan sekarang, penggunaan strategi penyelesaian masalah yang tepat. Pertanyaan metakognitif yang dapat diajukan siswa adalah sebagai berikut:
a. Pertanyaan pemahaman (Comprehension Question); b. Pertanyaan koneksi (Connection Question);
c. Pertanyaan strategi (Strategy Question); d. Pertanyaan refleksi (Reflection Question).
(31)
19
6. Pembelajaran Biasa (PB) adalah pembelajaran yang menekankan pada penggunaan metode ekspositori. Proses pembelajarannya dimulai dengan guru menjelaskan konsep-konsep materi yang dipelajari dan beberapa contoh soal, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, kemudian siswa diminta untuk mengerjakan latihan soal, dan pada akhir pembelajaran siswa diberi pekerjaan rumah (PR).
(32)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian kuasi-eksperimen karena penelitian ini dilakukan dalam setting sosial dan berasal dari suatu lingkungan yang telah ada yaitu siswa dalam kelas, dengan memberikan perlakuan di kelas eksperimen berupa pembelajaran dengan pendekatan metakognitif grup (PPMG) dan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif klasikal (PPMK) kepada subjek penelitian untuk selanjutnya ingin mengetahui lebih jauh pengaruh perlakuan tersebut dan pembelajaran biasa (PB) di kelas kontrol. Di dalam kelompok kontrol ini sampel tidak diberlakukan khusus, hanya dibelajarkan dengan pembelajaran biasa (konvensional), waktu dan bahan ajar sama yang membedakannya hanya pada cara atau metodenya.
Sejalan dengan masalah dan jenis penelitian yang diajukan, desain penelitian yang memberikan rancangan dan struktur bagi peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian secara sahih, objektif, akurat dan tidak bias, menggunakan rancangan penelitian studi eksperimen semu dimana hakekatnya adalah bukanlah yang satu lebih baik dari yang lain, tetapi perbedaan itu terletak pada bagaimana data diperoleh. Penelitian ini juga menggunakan gabungan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah a two-phase design (Creswell (1994: 185). Pada fase pertama. desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 3 × 2 × 3, yaitu tiga pendekatan pembelajaran (PPMG, PPMK, dan PB), dua level sekolah (tingggi dan sedang), dan tiga kelompok
(33)
90
pengetahuan awal matematika siswa (baik, cukup, dan kurang). Desain penelitian ini menggunakan desain kelompok kontrol pretes-postes (atau tes awal dan tes akhir), sebagai berikut.
(Ruseffendi, 2005 : 50) Keterangan:
A : Pemilihan sampel secara acak sekolah untuk tiap kelompok sekolah dan secara acak kelas pada masing-masing kelompok sekolah
X1 : Perlakuan berupa pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif secara Grup (PPMG)
X2 : Perlakuan berupa pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif secara Klasikal (PPMK)
O : Tes awal dan tes akhir kemampuan koneksi matematis
Ketiga kelas sampel tersebut tidak dibentuk dengan cara menempatkan secara acak subjek-subjek penelitian ke dalam kelas-kelas sampel tersebut, melainkan menggunakan kelas-kelas yang ada. Pada disain ini, berarti pemilihan sampel dilakukan secara acak kelas (A). Ketiga kelas diberikan perlakukan berbeda, yakni PPMG (X1) di kelas eksperimen 1 (untuk sekolah SMPN 12 Bandung kelas VIII-C dan untuk SMPN 15 kelas VIII-A), dengan PPMK (X2) di kelas eksperimen 2 (untuk sekolah SMPN 12 Bandung kelas VIII-D dan untuk SMPN 15 kelas VIII-B), dan dengan PB (X3) di kelas kontrol (untuk sekolah SMPN 12 Bandung kelas VIII-E dan untuk SMPN 15 kelas VIII-C). Bahan ajar yang diberikan ketiga kelas sama, yang membedakannya terletak pada pendekatan atau sajiannya. Siswa ketiga kelas juga diberi tes kemampuan awal matematis (KAM) berguna untuk melihat kemampuan prasyarat siswa dan untuk mengelompokkan siswa dalam pembelajaran yang terlebih dahulu dikonsultasikan
A : O X1 O A : O X2 O A : O O
(34)
91
untuk diskusikan dengan guru agar homogenitas antar kelompok dan heterogenitas di dalam kelompok tetap terpenuhi, karena guru kelas yang mengajar selama ini sudah mengetahui karakteristik masing-masing siswa dan punya banyak pengalaman. Selain itu, siswa di ketiga kelas juga diberikan angket kemandirian belajar.
Variabel-variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan metakognitif grup dan pendekatan metakognitif klasikal di kelas eksperimen serta pembelajaran biasa di kelas kontrol. Sedangkan variabel tak bebas/terikatnya adalah kemampuan koneksi matematis, dan kemandirian belajar siswa. Dalam penelitian ini, pengkajian secara konprehensif pengaruh variabel bebas, yakni pembelajaran dengan pendekatan metakognitif grup dan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif klasikal serta pembelajaran biasa, terhadap variabel tak bebas/terikatnya, yakni kemampuan koneksi matematis, dan kemandirian belajar siswa, dilakukan dengan memperhatikan faktor peringkat sekolah (tinggi dan sedang) dan kemampuan awal siswa (baik, cukup, kurang). Data peringkat sekolah diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran kota Bandung. Sedangkan kemampuan awal siswa diperoleh dari hasil tes dari soal-soal aljabar, relasi dan fungsi sebagai materi prasyarat topik persamaan garis lurus atau sistem persamaan linier dua variabel sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sehingga nilai kemampuan awal siswa ini dipandang dapat menggambarkan betul-betul kemampuan awal siswa yang tidak dipengaruhi oleh waktu dan unsur subjektivitas.
(35)
92
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri kelas VIII semester 1 mulai bulan Juli sampai bulan Desember 2010, sementara studi pendahuluan dilakukan pada bulan Maret 2010 yang terdiri dari SMPN 12 Bandung dalam kategori cluster 1 (level tinggi), SMPN 15 Bandung cluster 2 (level sedang) berdasarkan lokasi, luas tanah, peringkat, sarana prasyarana dan input dari nilai maximum dan nilai minimum masuk.
Dalam penelitian ini, peringkat atau level sekolah dan kemampuan awal siswa dipandang sebagai variabel kontrol. Level sekolah dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu sekolah level tinggi dan level rendah. Sementara, kemampuan awal siswa dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu kemampuan baik, cukup, dan kurang. Keterkaitan antara variabel bebas, variabel tak bebas, dan variabel kontrol disajikan pada Tabel 3.1, dan Tabel 3.2.
Tabel 3.1
Tabel Weiner Keterkaitan antara Kemampuan Koneksi Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematika
Koneksi Matematis (KM)
Pembelajaran PPMG PPMK PB
Level sekolah (LS) Tinggi (T) Sedang (S) Total (Tt) Tinggi (T) Sedang (S) Total (Tt) Tinggi (T) Sedang (S) Total (Tt) Kemampuan Awal Matematika (P) Baik (B) KMTB-PPMG KMSB-PPMG KMTtB-PPMG KMTB- PPMK KMSB-PPMK KMTtB-PPMK KMTB-PB KMSB -PB KMTtB-PB Cukup (C) KMTC- PPMG KMSC PPMG KMTtC PPMG KMTC -PPMK KMSC PPMK KMTtC PPMK KMTC-PB KMSC -PB KMTtC-PB Kurang (K) KMTK-PKBPP KMSK PKBPP KMTtK-PKBPP KMTC PPMK KMSK PPMK KMTtK PPMK KMTK-PB KMSK -PB KMTtK-PB KMT- PPMG KMS- PPMG KMTt- PPMG KMT- PPMK KMS- PPMK KMTt- PPMK KMT- PB KMS- PB KMTt- PB
KM- PPMG KM- PPMK KM- PB
Keterangan (contoh):
KM-PPMG : Kemampuan koneksi matematis siswa yang memperoleh dengan PPMG
KMTB-PPMG : Kemampuan koneksi matematis siswa dengan KAM baik pada level sekolah tinggi yang memperoleh dengan PPMG
(36)
93
KMTtB-PKBPP : Kemampuan koneksi matematis siswa dengan KAM baik yang memperoleh dengan PPMG
KMT-PPMK : Kemampuan koneksi matematis siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh dengan PPMK
KMSB-PB : Kemampuan koneksi matematis siswa dengan KAM baik pada level sekolah sedang yang memperoleh dengan PB
KMTtK-PB : Kemampuan koneksi matematis siswa dengan KAM kurang yang memperoleh dengan PB
Tabel 3.2
Tabel Weiner Keterkaitan antara Kemandirian Belajar,
Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematika Kemandirian Belajar (KB)
Pembelajaran PPMG PPMK PB
Level sekolah (LS) Tinggi (T) Sedang (S) Total (Tt) Tinggi (T) Sedang (S) Total (Tt) Tinggi (T) Sedang (S) Total (Tt) Kemampuan Awal Matematika (P) Baik (B) KBTB-PPMG KBSB-PPMG KBTtB-PPMG KBTB- PPMK KBSB- PPMK KBTtB- PPMK KBTB-PB KBSB-PB KBTtB-PB Cukup (C) KBTC- PPMG KBSC PPMG KBTtC PPMG KBTC-PPMK KBSC PPMK KBTtC PPMK KBTC-PB KBSC-PB KBTtC-PB Kurang (K) KBTK-PKBPP KBSKP KBPP KBTtK-PKBPP KBTC PPMK KBSK PPMK KBTtK PPMK KBTK-PB KBSK-PB KBTtK-PB KBT- PPMG KBS- PPMG KBTt- PPMG KBT- PPMK KBS- PPMK KBTt- PPMK KBT- PB KBS- PB KBTt- PB
KB- PPMG KB- PPMK KB- PB
Keterangan (contoh):
KB-PPMG : Kemampuan kemandirian belajar siswa yang memperoleh dengan PPMG
KBTB-PPMG : Kemampuan kemandirian belajar siswa dengan KAM baik pada level sekolah tinggi yang memperoleh dengan PPMG KBTtB-PKBPP : Kemampuan kemandirian belajar siswa dengan KAM baik
yang memperoleh dengan PPMG
KBT-PPMK : Kemampuan kemandirian belajar siswa pada level sekolah tinggi yang memperoleh dengan PPMK
KBSB-PB : Kemampuan kemandirian belajar siswa dengan KAM baik pada level sekolah sedang yang memperoleh dengan PB KBTtK-PB : Kemampuan kemandirian belajar siswa dengan KAM kurang
(37)
94
Desain penelitian kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi lebih jauh keterlaksanaan pendekatan PPMG, PPMK dan PB dalam upaya peningkatan kemampuan koneksi matematis, dan pembentukan kemandirian belajar siswa SMP yang diteliti. Data diperoleh berdasarkan informasi dari guru dan siswa yang mendapat pendekatan PPMG dan PPMK dan beberapa tokoh masyarakat yang diwawancarai serta lembar observasi. Untuk menganalisis lebih dalam keterhubungan berbagai informasi yang diperoleh, maka dilakukan triangulasi. Triangulasi data dilakukan dengan mengaitkan berbagai informasi yang diperoleh, seperti hasil kerja siswa terhadap tes yang diberikan, observasi, dan wawancara dengan siswa, guru, dan tokoh masyarakat bertujuan untuk memperoleh kekurangan atau mengsinergikan kedalaman dalam menganalisis data.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang menjadi sasaran generalisasi dari hasil penelitian ini adalah seluruh siswa sekolah menengah pertama negeri di kota Bandung yang memiliki cluster 1 (peringkat tinggi) dan cluster 2 (peringkat sedang). Alasan penting dan logis yang menjadi dasar pertimbangan penulis adalah bahwa (1) level sekolah rendah tidak dipilih karena dikhawatirkan berhasilnya atau gagalnya suatu pembelajaran bukan karena baiknya atau jeleknya pembelajaran, melainkan karena faktor siswanya yang lebih berpengaruh. (2) Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) materi persamaan garis lurus dan sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) yang memiliki karakteristik dalam menyelesaikan masalahnya memerlukan suatu proses berpikir tingkat tinggi bagi siswa dalam merencanakan suatu tugas, sehingga relevan dengan karakteristik
(38)
95
pendekatan metakognitif yaitu merencanakan, mengontrol dan mengevaluasi pikiran. (3) Tingkat perkembangan kognitif siswa juga sudah pada awal fase formal operasional (>12 th) yaitu awal pembentukan (pemikiran belum terpola) dalam berpikir abstrak dan berpikir ilmiah yang sangat dibutuhkan sebagai pondasi ke depan, sehingga adanya relevansinya dengan karakteristik pendekatan metakognitif dan masih dapat ditingkatkan kemampuan koneksi matematis yang berkarakter berpikir tingkat tinggi serta aspek kemandirian belajar yang dikembangkan membutuhkan pengalaman-pengalaman matematik yang dapat mereka rasakan sendiri dan dapat digunakan di kelas, (4) selain itu mempertimbangkan pengalaman belajar siswa relatif belum banyak berpikir formal atau masih awal berpikir formal dibandingkan kelas di atasnya, sehingga diharapkan awal pembentukan kebiasaan belajar mereka berdasarkan karakteristik pendekatan metakognitif dalam mengembangkan kemandirian belajar siswa, dapat memberi dampak yang positif bagi siswa dalam pengaturan diri dan mengenali kesalahannya bagi perkembangannya.
Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan keterwakilan sekolah dan kesetaraan kelas dari masing-masing peringkat sekolah. Penentuan peringkat sekolah didasarkan pada data dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran kota Bandung dan dari penjelasan beberapa guru di sekolah. Dalam penelitian ini, peringkat sekolah dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu sekolah peringkat tinggi dan peringkat sedang. Sekolah peringkat tinggi dipilih karena terkait dengan karakteristik pembelajaran dengan pendekatan metakognitif, siswa dituntut untuk berpikir tingkat tinggi. Sementara dipilih level menengah
(39)
96
karena mengingat pada level ini kemampuan akademik siswanya relatif heterogen, mulai dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi dapat terwakili.
Dari masing-masing peringkat sekolah dipilih secara acak satu sekolah. Dengan kata lain, terdapat dua sekolah yang mewakili masing-masing peringkat sekolah. Selanjutnya, dari dua sekolah ini dipilih secara acak tiga kelas sebagai sampel penelitian. Dengan demikian, unit sampel dalam penelitian ini adalah kelas, bukan individu siswa untuk menggeneralisasi. Pemilihan kelas-kelas relatif homogen, artinya semua kelas dipandang mempunyai kemampuan setara atau ekuivalen.
Dalam hal ini, sampel penelitian dipilih SMP kelas VIII. Sedangkan pemilihan siswa SMP sebagai subyek penelitian ini didasarkan pada pertimbangan keragaman kemampuan akademik, tingkatan berpikir siswa, dan kondisi perkembangan fisik dan psikologis mereka yang masih berada pada awal berpikir formal atau transisi dari berpikir konkret ke berpikir abstrak sehingga mereka memiliki kesiapan dalam pembentukan pondasi berpikir abstrak dan kemandirian belajar mereka yang menjadi fokus kajian penelitian ini.
Dari dua sekolah yang terpilih sebagai sampel penelitian, selanjutnya secara acak dipilih tiga kelas, terdiri dari satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 (pembelajaran dengan pendekatan metakognitif grup), satu kelas sebagai kelas eksperimen 2 (pembelajaran dengan pendekatan metakognitif klasikal), dan kelas lainnya sebagai kelas kontrol (pembelajaran biasa). Dengan demikian, secara keseluruhan semua kelas terdapat 6 kelas sebagai sampel penelitian, yakni
(40)
97
masing-masing tiga kelas (kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, dan kelas kontrol) yang mewakili setiap peringkat sekolah.
Berdasarkan pertimbangan pengambilan sampel di atas, maka langkah-langkah penentuan sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendaftar beberapa SMP Negeri yang memiliki sekolah cluster 1 (level tinggi), cluster 2 (level sedang) dan memiliki jumlah kelas lebih dari tiga. 2. Mengambil secara acak dengan teknik strata (stratified sampling) satu SMP
Negeri yang level tinggi dan satu SMP Negeri dengan level sedang 3. Mengambil secara acak tiga kelas VIII pada masing-masing SMP terpilih. 4. Menentukan secara acak kelas dengan teknik kelompok (cluster random
sampling) yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan metakognitif grup
(kelas eksperimen 1), kelas yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan metakognitif klasikal (kelas eksperimen 2), dan kelas yang mendapat pembelajaran konvensional (kelas kontrol).
5. Pada masing-masing kelompok siswa akan dilakukan pengelompokan kembali berdasarkan KAM yang dimilikinya, KAM siswa dikelompok menjadi tiga yaitu KAM baik, KAM cukup, dan KAM kurang. KAM siswa didasarkan pada tes yang diberikan di awal penelitian.
Menentukan pengkategorian KAM dengan menggunakan kriteria, kriteria pengelompokkan berdasarkan skor rata-rata (x) dan simpangan baku (sb) yaitu:
a. siswa kategori baik : total nilai KAM ≥ −
x + sb b. siswa kategori cukup :
−
x - sb ≤ total nilai KAM < − x + sb c. siswa kategori kurang : total nilai KAM <
− x - sb
(41)
98
Prosedur pengambilan subyek sampel di atas disajikan pada Gambar 3.1 berikut: Gambar 3.1. Prosedur Pengambilan Sampel
Acak Acak
Acak 2 SMPN
Bandung Acak
Acak
Pemilihan kelompok sampel beserta ukurannya disajikan secara ringkas pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3
Sampel Penelitian Berdasarkan Level Sekolah
Level Sekolah Sekolah Kelompok Subjek Ukuran Sampel
Tinggi (ada 12 SMPN)
SMPN 12 (kelas VIII)
Siswa Kelas E-C
(Metakognitif Grup) 42
Siswa Kelas E-D
(Metakognitif Klasikal) 42
Siswa Kelas K-E
(Kelompok Biasa) 42
Sedang (ada 10 SMPN)
SMPN 15 (kelas VIII)
Siswa Kelas E-A
(Metakognitif Grup) 45
Siswa Kelas E-B
(Metakognitif Klasikal) 45
Siswa Kelas K-C
(Kelompok Biasa) 46
Jumlah 262
Siswa sampel sebanyak 262 ini sudah cukup representatif sesuai dengan pendapat (Ruseffendi, 2005:104) yang menyatakan bahwa banyaknya siswa untuk penelitian percobaan (eksperimen) paling sedikit 30 orang perkelompok.
SMP Negeri 12 Bandung yang dipilih secara acak memiliki delapan kelas VIII selanjutnya dipilih secara acak kelas sebanyak tiga kelas dengan jumlah
Populasi: SMPN Bandung Level Tinggi & Level Sedang
3 Kelas VIII SMPN
Level Tinggi (ada 8 kelas)
SMPN Level Sedang (ada 7 kelas)
Kelas E-C
3 Kelas VIII
Kelas K-E
Kelas E-A
Kelas K-C Kelas E-B Kelas E-D
(42)
99
siswa 42 orang (kelas C), 42 orang (kelas D), dan 42 orang (kelas VIII-E) dan SMP negeri 15 Bandung yang dipilih secara acak memiliki tujuh kelas VIII selanjutnya dipilih secara acak kelas sebanyak tiga kelas terdiri dari 44 siswa (kelas VIII-A), 45 siswa (kelas VIII-B), dan 46 siswa (kelas VIII-C). Hasil uji normalitas data (uji Kolmogorov-Smirnov-Z) menunjukkan bahwa data kemampuan awal matematika siswa pada ketiga kelas ini berdistribusi normal sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.4. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada lampiran D-1.
Tabel 3.4
Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 12 Bandung
Kelas n Rata-rata Simpangan Baku Sig. Keterangan
VIII-C 42 21,857 4,337 0,11 Normal
VIII-D 42 21,238 4,853 0,20 Normal
VIII-E 42 22,048 5,070 0,18 Normal
Tabel 3.4. menunjukkan bahwa nilai probabilitas atau nilai significance (sig.) ketiga kelas lebih besar dari ≥ = 0,05. Ini berarti data kemampuan awal matematika siswa ketiga kelas berdistribusi normal. Sementara itu, hasil uji homogenitas varians data kemampuan awal matematika siswa ketiga kelas dengan uji levene menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) yaitu 0,54 lebih besar dari ≥ = 0,05. Ini berarti varians data ketiga kelas adalah homogen sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.5. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada lampiran D-1.
Tabel 3.5
Uji Homogenitas Varians Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 12 Bandung
Levene Statistic dk 1 dk 2 Sig.
(43)
100
Selanjutnya, hasil uji ANOVA satu jalur menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) adalah 0,86 lebih besar dari ≥ = 0,05. Ini berarti tidak ada perbedaan secara signifikan rata-rata kemampuan awal matematika siswa dari ketiga kelas VIII tersebut pada taraf signifikansi ≥ = 0,05 sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 3.6. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran D-1.
Tabel 3.6
Uji Kesetaraan Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Ketiga Kelas VIII SMPN 12 Bandung
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 6,492 2 3,246 0,155 0,86
Within Groups 2571,167 123 20,904
Total 2577,659 125
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) adalah 0,86 lebih besar dari 0,025. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal matematika siswa ketiga kelas VIII SMPN 12 Bandung pada taraf signifikansi ≥ = 0,05. Oleh karena itu, dapat diambil secara acak ketiga kelas ini yaitu kelas VIII-C dijadikan sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan metakognitif grup (PPMG), kelas VIII-D sebagai kelas eksperimen yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan metakognitif klasikal (PPMK) dan kelas VIII-E sebagai kelas kontrol (PB) yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan biasa.
SMP Negeri 15 Bandung memiliki tujuh kelas VIII dipilih secara acak tiga kelas dengan jumlah siswa 45 orang (kelas VIII-A), 45 orang (kelas VIII-B), dan 46 orang (kelas VIII-C). Hasil uji normalitas data (uji Kolmogorov-Smirnov) menunjukkan bahwa data kemampuan awal matematika siswa pada ketiga kelas
(44)
101
ini berdistribusi normal sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.7. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran D-2.
Tabel 3.7
Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 15 Bandung
Kelas n Rata-rata Simpangan Baku Sig. Keterangan
VIII-A 45 22,000 3,405 0,200 Normal
VIII-B 45 20,600 4,287 0,200 Normal
VIII-C 46 20,457 3,053 0,200 Normal
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa data kemampuan awal matematika siswa ketiga kelas berdistribusi normal pada taraf signifikansi ≥ = 0,05. Sementara itu, hasil uji homogenitas varians data kemampuan awal matematika siswa ketiga kelas dengan uji Levene menunjukkan bahwa varians data ketiga kelas adalah homogen sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.8. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran D-3.
Tabel 3.8
Uji Homogenitas Varians Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 15 Bandung
Levene
Statistic dk 1 dk 2 Sig.
1.908 2 133 0,152
Selanjutnya, hasil uji ANOVA satu jalur menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan rata-rata kemampuan awal matematika siswa dari ketiga kelas (VIII-A, VII-B, dan VIII-C) tersebut pada taraf signifikansi ≥ = 0,05 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.9. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran D-2.
(45)
102
Tabel 3.9
Uji Kesetaraan Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Ketiga Kelas VIII SMPN 15 Bandung
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 65,758 2 32,879 2,516 0,085
Within Groups 1738,213 133 13,069
Total 1803,971 135
Tabel 3.9 menunjukkan bahwa nilai significance sig. = 0,085 lebih besar dari 0,025. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal matematika siswa ketiga kelas VIII SMPN 15 Bandung pada taraf signifikansi ≥ = 0,05. Oleh karena itu, dapat dijadikan sampel penelitian ketiga kelas yang diambil secara acak kelas, kelas VIII-A sebagai kelas dengan pembelajaran PPMG, kelas VIII-B sebagai kelas dengan pembelajaran PPMK, dan kelas VIII-C sebagai kelas dengan pembelajaran PB.
Berdasarkan hasil-hasil pengujian di atas dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan kemampuan awal matematika antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum pemberian perlakuan dalam penelitian ini baik di SMPN 12 Bandung (sekolah level tinggi) maupun di SMPN 15 Bandung (sekolah level sedang). Perbedaan kemampuan awal matematika hanya terjadi sebagai akibat adanya perbedaan level kedua sekolah setelah hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data gabungan KAM untuk level sekolah tinggi dan level sekolah sedang data tidak berdistribusi normal ditunjukkan oleh Tabel 3.10.
(46)
103
Tabel 3.10
Uji Normalitas Data KAM Siswa Kedua Level Sekolah Berdasarkan Tiga Pendekatan Pembelajaran Level
Sekolah Statistik
Pendekatan Gabungan
(PPMG+PPMK+PB)
PPMG PPMK PB
Tinggi
N 42 42 42 126
KS-Z 0,123 0,110 0,115 0,114
Sig. 0,114 0,200 0,183 0,000
H0 Diterima Diterima Diterima Ditolak Sedang
N 45 45 46 136
KS-Z 0,100 0,094 0,89 0,085
Sig. 0,200 0,200 0,200 0,018
H0 Diterima Diterima Diterima Ditolak
Dilanjutkan dengan uji non parametric Tests yaitu Uji Mann-Whitney U digunakan untuk membandingkan dua sampel independen dengan skala ordinal atau skala interval tetapi data tidak berdistribusi normal. Sebagaimana hasil uji Mann-Whitney U yang ditampilkan pada Tabel 3.11. Hasil lengkap uji ini dapat dilihat pada Lampiran D3.
Tabel 3.11
Uji Perbedaan Data Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan Level Sekolah
Skor KAM LevSek
Mann-Whitney U 7050,500
Wilcoxon W 16366,500
Z -2,484
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,013
Tabel 3.11 menunjukkan bahwa nilai significance (sig.) lebih kecil dari 0,025. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan awal matematika siswa pada sekolah level tinggi dan sekolah level sedang pada taraf signifikansi ≥ = 0,05. Dari kedua nilai rata-rata dapat diketahui bahwa rata-rata
(47)
104
kemampuan awal matematika siswa sekolah level tinggi sebesar 22,103 lebih besar dari pada rata-rata pengetahuan awal matematika siswa sekolah level sedang sebesar 21,259 dengan skor total 40. Perbedaan rata-rata ini disamping akibat dari level sekolah diduga kesiapan dan keseriusan siswa dalam menjawab soal tes KAM tersebut juga pengetahuan awal siswa terhadap materi relasi dan fungsi yang di tes-kan.
Di samping melibatkan siswa kelas VIII pada kedua sekolah SMPN 12 Bandung dan SMPN 15 Bandung, juga dilibatkan empat orang guru matematika dari kedua sekolah tersebut sebagai observer dan lima orang ahli pendidikan matematika sebagai validator perangkat pembelajaran dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini.
C. Pengembangan Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan delapan jenis instrumen, yaitu (1) tes kemampuan awal matematika siswa, (2) tes kemampuan koneksi matematis, (3) angket kemandirian belajar siswa, (4) lembar observasi kegiatan pembelajaran, (5) lembar perasaan siswa setelah mengikuti pembelajaran, (6) pedoman wawancara, (7) profil siswa dan (8) bahan ajar dan catatan lapangan dan dokumen terkait proses pembelajaran berlangsung. Uraian terhadap ketujuh instrumen tersebut disajikan sebagai berikut.
(48)
105
1. Instrumen Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM)
Kemampuan awal matematika adalah berupa pengetahuan yang dimiliki siswa dan dibawa ke dalam proses belajar sebelum perlakuan pembelajaran dalam penelitian ini berlangsung. Tes KAM diperuntukan kepada seluruh kelas VIII di level sekolah tinggi dan level sekolah sedang, dengan tujuan melihat kesetaraan atau ekuivalensi sampel. Hasil KAM digunakan untuk mengetahui pengetahuan siswa sebelum pembelajaran berlangsung, pengelompokan siswa, dan untuk menjawab terkait dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan. KAM siswa diukur dengan menggunakan seperangkat soal tes yang diadobsi dari soal-soal latihan setiap pokok bahasan yang ada pada buku-buku pelajaran matematika SMP kelas VIII semester 1 dan sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pemilihan soal berdasarkan materi yang telah dipelajari siswa. Soal-soal yang diadopsi, dipilih dan dimodifikasi hanya terbatas pada redaksi dan istilah yang disesuaikan dengan keadaan siswa berada (kontesktual), sedangkan yang lainnya sesuai dengan aslinya. Beberapa pertimbangan mengabdopsi soal-soal dari buku pelajaran diantaranya : 1) soal-soal disusun oleh pakar penulis buku pelajaran matematika yang biasanya sudah pengalaman, pernah ditatar dan didampingi oleh editor buku pelajaran matematika dari segi conten, ketikan dan kesusuaian dengan indikator serta telah memperoleh ISBN, sehingga tidak perlu diragukan lagi mengenai validitas dan reliabelitasnya, 2) ruang lingkup materi bahan tes sudah diterima siswa saat kelas VIII awal semester 3) tingkat kesukarannya bervariasi dan kemampuan yang terkait sesuai dengan harapan
(49)
106
KTSP. Banyaknya tes KAM terdiri 20 soal benbentuk objektif dengan empat pilihan dan dua soal berbentuk uraian yang mencakup materi sesuai dengan silabus matematika SMP kelas VIII awal semester 3 yang terkait dengan topik yang diajarkan yaitu persamaan garis lurus dan SPLDV, yaitu :
1. Faktorisasi Suku Aljabar : mengelompokkan suku-suku sejenis dari suatu suku banyak, menyederhanakan suku banyak, menentukan hasil kali suatu bilangan dengan suku dua, menentukan hasil kali suku satu dengan suku dua dan menentukan hasil kali suku dua dengan suku dua dan menentukan perpangkatan suku dua.
2. Relasi dan Fungsi : menjelaskan dan menyatakan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan fungsi, menyatakan suatu fungsi yang terkait dengan kejadian sehari-hari dan menggambar grafik fungsi dalam koordinat Cartesius.
Alasan soal yang digunakan berbentuk uraian adalah supaya terlihat jelas kemampuan pemahaman dan pemecahan masalah dari jawaban yang diberikan. Pemberian tes KAM, selain bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran berlangsung, dimaksudkan pula untuk memperoleh gambaran tentang kesetaraan rata-rata kelompok eskperimen-1 (PPMG), kelompok eskperimen-2 (PPMK) dan kelompok kontrol (PB), sekaligus untuk penempatan siswa ke dalam kategori KAM siswa (baik, cukup, dan kurang). Sementara hasil tes KAM dari kelompok eskperimen-1 dimanfaatkan untuk pembentukan anggota kelompok belajar siswa yang terlebih dahulu didiskusikan kepada guru matapelajaran matematika yang berpengalaman yang sesuai tuntutan pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif.
(1)
Mevarech, Z.R. and Kramarski, B (1997). IMPROVE: A Multidimensional Method for Teaching Mathematics in Heterogeneous Classroom. American Educational Research Journal, 34(2).
Mikovch, A.K and Monroe, E.E (1994). Making Mathematical Connection Across The Curriculum : Activities to Help Teachers Begin. School Science and Mathematics. 94(7)
Mohini, M. and Nai Ten, Tan. (2004). The Use of Metacognitive Process in Learning Mathematics. In The Mathematics Education into the 21th Century Project University Teknologi Malasyia. [Online]. Tersedia : http://math. unipa.it/~grim/21_project/21_malasya_mohini159_162 05.pdf. [20 Agustus 2009].
Muijs, D. and Reynolds, D. (2008). Effective Teaching Teori dan Aplikasi, Edisi Kedua. Terjemah oleh: Drs. Helly Prajitno Soetjipto, M.A. dan Dra. Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mullis, M, Gonzalez and Chrostowski (2004).TIMSS 2003 International Mathematics Report: Findings from IEA’s Trends in International Mathematics and Science Study at the Fourth and Eight Grades. TIMSS & PIRLS International Study Center.Lynch School of Education, Boston College.
Muin, A, Sumarno, U, Sabandar, J (2006). Metacognitive Approach to Improve Mathematics Skills of High School Students. International Journal of Education Vol.1, No.1, Nopember 2006. hal 68-86.
Muro, J.J, and Kottman, T. (1995). Guidence and Counseling in the Elementary and Midlle School: A Practical Approach. Madison: Brown & Benchmark. National Council of Teacher of Mathematyics (1989). Curriculum and Standard
for School Mathematics. Reston,V.A: NCTM.
National Council of Teacher of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA : Author.
National Council of Teacher of Mathematics (2003). Curriculum and Standard for School Mathematics. Reston,V.A: NCTM. defining Problem Solving. [online]. Tersedia : http://www. learner.org/channel/courses/teachingmath/ gradesk_2/session_03_a.html. [11 Februari 2010].
Nickerson, A.B. and Nagle, R.J. (2005). Parent and Peer Attachment in Late Chidhood and Early Adolescence. Journal of Early Adolescence. 25 (2). 223 – 249. Sage Publications.
(2)
Nindiasari, H. (2004). Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan Pemahaman dan Koneksi Matematik Siswa SMU Ditinjau dari Perkembangan Kognitif Siswa. Tesis pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Nort Central Regional Education Laboratory (NCREL), (1995) [online]. Tersedia : http//www.neat.tas.edu.au.htm. [2 Maret 2010].
Oakley, L. (2004). Cognitive Development Routledge: London and New York. Olkun, S. (2003). Making Connections : Improving Spasial Abilities with
Engineering Drawing Activities. [online]. Tersedia : http//www.ex.ac. uk/cimt/ijmtl/ijabout.htm. [11 Februari 2010]. International Journal of Mathematics Teaching and Learning.
O’Neil Jr, H.F. and Brown, R.S. (1997). Differential Effect of Question Formats in Math Assessment on Metacognition and Affect. Los Angeles: CRESST-CSE University of California.
Panaoura, A, and Philippou, G (2004). Young Pupils´ Metacognitive Abilities in Mathematics in Relation to Working Memory and Processing Efficiency. University of Cyprus, Cyprus.
Paris,S.G and Winograd, P (2004). The Role of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching : Principles and Practices for Teacher Preparation. [online]. Tersedia : http://www.ciera.org/Library/archive/200104/0104 parwin.htm [27 maret 2010].
Pape, S.J. et.al. (2003). “Developing Mathematics Thinking and Self-Regulated Learning: Teaching Experiment in Seventh-Grade Mathematics Classroom”. Journal Educational Studies in Mathematics. 53. 179-202. Perfect, T. J. and Schwartz, B, L (2002). Applied Metacognition. Cambridge
University Press. Australia.
Piaget,J. (1970). Piaget’s Theory. In Carmichael’s Manual of Child Psychology. Edited by Paul H. Mussen .New York : John Wiley and Sons.
Plomp, T. (1997). Educational & Training Systems Design. Enschede, Netherlands: Faculty of Educational Science and Technology, University of Twente.
Polya, G. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Methods. New Jersey: Pearson Education, Inc.
(3)
Prabawa, H, W. (2009). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Student’s Mathematical Literacy. Dalam Journal Research of Mathematics Education 6 (5). 296-299. [Online]. Tersedia: http// www.my.nctm.org/ercsources/article-summary.asp?URI-MTMS 2001-01-296aandfrom [17 April 2009].
Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Ridley, D.S. et.al. (1992). Self Regulated Learning : the interactive influence of metacognitive awareness and goal-setting. Journal of Experimental Education 60 (4), 293-306.
Rohaeti, E, E (2003). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode IMPROVE untuki Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Tesis pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Royer, J.M. (1996). Designing Instruction to Produce Understanding. In G.D Phye & T. Andre (Eds). Cognitive Classroom Learning. Florida : Academic Publisher.
Ruseffendi, E.T. (1998a). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya. Bagi para Peneliti, Penulis Skripsi, Penulis Tesis, Penulis Disertasi, Dosen Metode Penelitian, dan Mahasiswa. Semarang: IKIP Semarang Press.
Ruseffendi, E.T. (1998b). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Sabandar, J. (2005). Pertanyaan Tantangan dalam memunculkan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar MIPA di JICA UPI Bandung : tidak diterbitkan.
(4)
Sabandar, J. (2007). Berpikir Reflektif. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional FMIPA UPI Bandung : tidak diterbitkan.
Saragih, S (2008). Profil Kemampuan Keruangan Siswa SMP di Kota Pekan Baru, FKIP Universitas Riau Pekanbaru. Hasil Penelitian: Tidak dipublikasikan. Santrrock, J.W. (2004). Life-Span Development. Ninth Edition. Boston:
McGraw-Hill Companies.
Sapa’at, A. (2001). Pembelajaran dengan Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk mengembangkan Kompetensi Matematik Siswa. [On Line]. Tersedia:
http://en.wikipedia.org/wiki/martingale.%28betting.system. [17 April 2009].
Sharples, J and Mathews, B (1989). Learning How to Learn : Investigating Effective Learning Strategies. Victoria: Office of School Administration Ministry of Education.
Shirley, L. (1995). “Using Ethnomathematics to Find Multicultural Mathematical Connections”, dalam Connecting Mathematics across the Curriculum. Editor: House, P.A. dan Coxford, A.F. Reston, Virginia: NCTM.
Slavin, R, E. (1997). Educational Psychology. Theory and Practice. Fifth Edition. Boston: Allyn and Bacon.
Steinberg, L, (1993). Adolescence. New York: Mc. Graw-Hill, Inc.
Sudijono, A. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: UPI.
Sumarmo, U. (2004). Kemandirian Belajar : Apa, Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Yogyakarta tangggal 8 Juli 2004 : tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika di FPMIPA Universitas Gorontalo tanggal 7 Agustus 2005.
Sumarmo, U. (2010). Berpikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik. [Online] http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2010/02/Berpikir-dan-Disposisi-Matematik-SPS-2010.pdf. [25 Februari 2010].
(5)
Suparno, P (2001). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanasius
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SMP. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Suryadi, D. (2010). Metapedadidaktik dan Didactical Design Research (DDR): Sintesis Hasil Pemikiran Berdasarkan Lesson Study. Teori Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. JICA FMIPA UPI. Bandung.
Suzana, Y. (2003), Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Syaodih, E. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa. (Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar). Disertasi Doktor pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Tata. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berorientasi Teori Van Hiele. Tesis pada PPs UPI: Tidak diterbitkan.
TIM MKPBM (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Depdiknas.
Tomo (2002). Mengintegrasikan Teknik Membaca SQ3R dan membuat Catatan Berbentuk Graphic Postorganizer dalam Pembelajaran Fisika. Disertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Tyler, R.W. (1991). Curriculum Resources. In A. Lewy (Ed). The International Encyclopedia of Curriculum. Oxford : Pergamon Press.
Uyanto, S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Verschaffel, L., et al, (1999). Learning to Solve Mathematical Application Problems: A Design Experiment with Fifth Graders. Mathematical Thinking and Learning, 1999, 1(3), 195-229.
(6)
Von Glasersfeld, E. (1995). Radical Constructivism: A Way of Knowing and Learning. London: Falmer Press.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Wardani, S. (2009). Pembelajaran Inquiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Webb, N.M (1989). Peer Interaction and Learning in Small Groups. International Journal of Educational Research, 13, 21-39.
Wolters, C.A; Pintrich, P.R; and Karabenick, S.A (2003). Assessing Academic Self-Regulated Learning. [online] Tersedia: www.childrends.org/Files/ Wolters Pintrich Karabenick Paper.pdf. [11 Nopember 2009].
Zimmerman, B.J. (1989). A Sosial Cognitive view of Self-Regulated Academic Learning. Journal of Educational Psychology. 81(3). 329-339.