KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT.

(1)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Pendidikan Fisika

Oleh

Dimas Maulana Wibowo NIM 0905768

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Karakterisasi Magnetik Pada Tanah

Gambut Desa Karyawangi, Kabupaten

Bandung Barat

Oleh

Dimas Maulana Wibowo

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Dimas Maulana Wibowo 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT


(4)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT


(5)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Tanah gambut dapat terbentuk didaerah sag pond. Hal ini dapat terjadi karena aktivitas sesar. Untuk mengetahui keberadaan lapisan tanah gambut maka dilakukan pengambilan tanah dengan bor gambut. Dengan menggunakan bor gambut, subjek dapat diketahui delineasi secara visual dari penampang lahan gambut. Cara tersebut hanya dapat menentukan lapisan lahan gambut secara fisik saja. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran nilai suseptibilitas magnetik tanah gambut pada satu core

sample yang diperoleh dari sag pond dekat sesar Lembang. Dari pengukuran core

sample dengan diameter 4 cm dan memiliki kedalaman 5 meter, diperoleh hasil variasi nilai suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman yaitu 3 lapisan dengan masing-masing kedalaman 0-100 cm dengan sifat ferrimagnetik dengan kecenderungan naik, 101-281 cm dengan sifat ferrimagnetik dengan kecenderungan turun, dan 282-500 cm dengan sifat diamagnetik. Adanya kesesuaian penentuan lapisan berdasarkan analisis nilai suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman dengan delineasi hasil visual gambut yang diperoleh dan dari hasil identifikasi warna dengan menggunakan Munsell Color Chart disimpulkan dengan menggunakan analisis nilai suseptibilitas magnetik dapat menentukan pembagian lapisan tanah gambut pada sag pond di sekitar sesar Lembang, Desa Karya Wangi, Kabupaten Bandung Barat. Dari hasil uji termomagnetik pada kedalaman 18 cm, 63 cm, 84 cm, dan kedalaman 180 cm yang diperoleh didominasi oleh mineral oksida besi, serta kedalaman 343 cm dan 484 cm yang diperoleh didominasi oleh sulfida besi.


(6)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Magnetic Characterization of Peat Soil In Desa Karya Wangi, Kabupaten Bandung Barat

Peat soil can form a sag pond area. This can occur due to the fault activity. To determine the presence of peat is carried out taking soil with peat drill. By using peat drill, the subject can be seen visually delineation of the foregoing peatland. The way it can only determine the physical layer of peat. In this research, the value of magnetic susceptibility measurements on a single peat core samples obtained from the sag pond near Lembang fault. From measurements of core samples with a diameter of 4 cm and has a depth of 5 meters, the result value of magnetic susceptibility variation with depth is 3 layers with each depth 0-100 cm with ferrimagnetic properties with increasing trend, 101-281 cm with ferrimagnetic properties with a tendency down, and 282-500 cm with diamagnetic properties. The presence of a layer of suitability determination based on analysis of the value of the magnetic susceptibility versus depth delineation peat visual results obtained and the results of identification using the Munsell color Color Chart inferred by using magnetic susceptibility value analysis can determine the distribution of peat in the sag pond around Lembang fault, Desa Karya Wangi, Kabupaten Bandung Barat. From the test results termomagnetik at a depth of 18 cm, 63 cm, 84 cm, and 180 cm depth were obtained dominated by iron oxide minerals, as well as the depth of 343 cm and 484 cm are obtained dominated by iron sulfide.


(7)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……… i

ABSTRAK ……… ii

KATA PENGANTAR ………. iv

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR TABEL ……… viii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 2

1.3 Batasan Masalah ………. 3

1.4 Tujuan ………. 3

1.5 Manfaat Penelitian ………... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 4

2.1 Mineral Magnetik ……… 4

2.2 Tanah Gambut ……….... 10

2.3 Sagpond ………... 12

2.4 Sesar Lembang ……… 13

BAB III METODE PENELITIAN ………. 15

3.1 Pengukuran Suseptibilitas Magnetik ………... 16

3.2 Pengukuran Termomagnetik ……… 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 21

4.1 Hasil Pengukuran Suseptibilitas Magnetik ……….. 21

4.2 Hasil Pengukuran Termomagnetik ……….. 26

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……… 35

DAFTAR PUSTAKA ……….. 36


(8)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan sensor MS2B …….. L-1 Lampiran 2. Data hasil pengukuran termomagnetik dengan sensor MS2W ………….. L-2

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 (a) Suseptibilitas magnetik dan (b) inverse suseptibilitas magnetic bergantung pada temperatur. (Gubbins & Herrero-Bervera, 2007) ………... 7 Gambar 2.2 Nilai temperatur Curie pada mineral magnetite (Dunlop dan Özdemir, 1997) ………. 8 Gambar 2.3 Proses pembentukan gambut di Indonesia (Noor, 2001) ………... 11 Gambar 2.4 Munsell Soil Colors Chart (Munsell, 1994) ……….. 12 Gambar 2.5 (a) Ilustrasi Sagpond (b) Letak Sagpond disekitar sesar Lembang (Hidayat, 2008) ………. 13 Gambar 2.6 Sesar Lembang (Hidayat, 2008) ……….. 14 Gambar 3.1 Lokasi daerah penelitian di Desa Karya Wangi, Kabupaten Bandung Barat

……… 15

Gambar 3.2 Proses pengambilan sampel dari lapangan (a) pengambilan sampel dengan bor gambut (b) contoh hasil pengambilan tanah dengan bor gambut (c) sampel siap uji

dalam holder. ………. 16

Gambar 3.3 Bartington MS2B dengan komputer ………. 17 Gambar 3.4 Proses penimbangan (a) holder kosong (b) holder terisi sampel …………... 17 Gambar 3.5 (a) sensor MS2W (b) sampel dalam holder ………... 18 Gambar 3.6 Diagram alur penelitian yang dilakukan ……… 20 Gambar 4.1 Profil suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman (a) nilai suseptibilitas

magnetik pada frekuensi rendah (b) nilai suseptibilitas magnetik pada frekuensi tinggi (c) nilai dari suseptibilitas bergantung frekuensi . Garis putus-putus pada ketiga gambar menandakan pembagian lapisan berdasarkan nilai suseptibilitas. Nilai 18 cm, 63 cm, 84 cm, 180 cm, 343 cm, dan 484 cm pada gambar (a)


(9)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menunjukkan posisi yang digunakan untuk mewakili uji suseptibilitas magnet dengan

pengaruh temperatur ………. 23

Gambar 4.2 Korelasi profil suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman dengan hasil visual uji warna menggunakan Munsell Soil Color Chart (a) hasil bor gambut (b) nilai suseptibilitas magnetik pada frekuensi rendah (c) hasil uji warna dengan Munsell

Color Chart. Garis putus-putus coklat merupakan warna lapisan dilihat dengan

menggunakan Munsell Color Chart ……….. 25 Gambar 4.3 Profil hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan pengaruh

temperatur pada kedalaman 18 cm. Garis merah menunjukkan proses pemanasan dan

garis biru menunjukkan proses pendinginan ……….……… 26 Gambar 4.4 Profil hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan pengaruh

temperatur pada kedalaman 18 cm. Garis merah menunjukkan proses pemanasan…... 27 Gambar 4.5 Profil hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan pengaruh

temperatur pada kedalaman 63 cm. Garis merah menunjukkan proses pemanasan.……. 28 Gambar 4.6 Profil hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan pengaruh

temperatur pada kedalaman 84 cm. Garis merah menunjukkan proses pemanasan……... 29 Gambar 4.7 Profil hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan pengaruh

temperatur pada kedalaman 180 cm. Garis merah menunjukkan proses pemanasan …… 30 Gambar 4.8 Profil hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan pengaruh

temperatur pada kedalaman 343 cm. Garis merah menunjukkan proses pemanasan …… 31 Gambar 4.9 Profil hasil pengukuran suseptibilitas magnetik dengan pengaruh

temperatur pada kedalaman 484 cm. Garis merah menunjukkan proses pemanasan …… 32

DAFTAR TABEL


(10)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumberdaya alam berupa lahan yang sangat luas dengan aneka ragam tanah, bahan induk, fisiografi, ketinggian tempat, dan iklim memungkinkan untuk meproduksi berbagai macam komoditas. Indonesia dengan total luas daratan sekitar 188,2 juta ha, terdiri dari 148 juta ha lahan kering dan 40,2 juta lahan basah. Dari total lahan basah tersebut 21 juta ha berupa lahan gambut yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Sebagian lahan gambut masih berupa tutupan hutan sehingga memungkinkan menjadi habitat flora dan fauna. Lahan gambut memiliki fungsi sebagai penyangga hidrologi areal sekelilingnya karena memiliki daya penahan air yang tinggi sampai 13 kali beratnya (Agus dan Subiksa, 2008). Ciri utama dari lahan gambut adalah kandungan karbonnya yang tinggi yaitu 18% (berdasarkan berat kering) dan ketebalan minimal 50 cm (BB Litbang SDLP, 2011). Menurut Hardjowigeno dan Abdullah (1987) gambut merupakan tanah yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Lingkungan yang jenuh air dan miskin hara menjadi salah satu penyebab terjadinya lahan gambut sehingga bahan organik tidak melapuk sempurna dikarenakan lebih sering ditemukan pada daerah cekungan memiliki drainase yang buruk. Dalam keadaan yang belum terganggu, lahan gambut berfungsi sebagai pengikat karbon sehingga memiliki kontribusi mengurangi gas rumah kaca di atmosfer (Agus dan Subiksa, 2008). Karbon yang tersimpan didalam tanah gambut bersifat tidak stabil yang mengakibatkan jika lahan gambut di drainase, maka bahan organik (menyimpan karbon) akan mudah terdekomposisi membentuk CO2 sebagai gas rumah kaca.


(11)

2

Pengetahuan mengenai luas dan ketebalan gambut diperlukan untuk menghitung volume didalam lahan gambut. Volume gambut sangat menentukan besarnya simpanan karbon di lahan gambut, sehingga dapat dijadikan indikator awal besarnya simpanan karbon dalam tanah gambut. Pengukuran kedalaman lapisan gambut dapat dilakukan dengan menggunakan bor gambut. Tingkat kesuburan tanah gambut sangat ditentukan oleh ketebalan dan kematangan gambut, jenis substratum di bawah gambut, bahan pembentuk gambut, kandungan mineral, dan tingkat pengkayaan yang diperoleh dari limpasan air (BB Litbang SDLP, 2011). Hasil visual dengan menggunakan bor gambut hanya dapat digunakan untuk mementukan lapisan gambut secara fisik saja. Sehingga terkadang sulit untuk menentukan mana lapisan gambut dan mana lapisan tanah. Untuk mendukung dalam penentuan lapisan gambut dibutuhkan pengujian lain untuk yaitu dengan memanfaatkan metode magnetik.

Metode magnetik digunakan pada penentuan lapisan gambut ini dengan mengukur nilai suseptibilitas mineral magnetik lapisan gambut. Pengukuran nilai suseptibilitas dapat mengidentifikasi kandungan mineral unsur Fe, menghitung konsentrasi atau volume mineral, mengklasifikasi jenis mineral, dan mengidentifikasi proses dan perpindahan mineral (Dearing, 1999). Penelitian yang dilakukan Rothwell (2006) telah menganalisis nilai suseptibilitas magnetik pada tanah gambut dengan perbedaan topografi dan elevasi. Tanah gambut yang memiliki sifat anoxide memberikan peluang terbentuknya mineral magnetik sulfida besi.

Sag pond yang berada di bagian ruas patahan Lembang terbentuk karena aktivitas patahan yang masih aktif. Keberadaan sag pond itu memberikan peluang untuk mengetahui tingkat keaktifan Patahan Lembang berdasarkan jejak-jejak kegempaan purba yang ditinggalkan dalam endapan sag pond tersebut (Yulianto, 2009). Aktivitas tersebut mengakibatkan terbentuknya lingkungan danau atau rawa sehingga terbentuk lahan gambut.


(12)

3

1.2 Rumusan Masalah

Tanah yang terbentuk dari proses sedimentasi memungkinkan memiliki variasi lapisan di bawahnya yang bersifat non-homogen, begitu pula tanah gambut yang tidak hanya memiliki lapisan gambut saja melainkan memiliki lapisan tanah di bawahnya (berupa tanah mineral). Dari kandungan mineral magnetik yang ada pada tanah gambut dibuat suatu rumusan masalah:

1. Apakah dengan menganalisis nilai suseptibilitas magnetik dapat menentukan lapisan pada tanah gambut?

2. Bagaimana hubungan antara delineasi visual tanah gambut dengan nilai suseptibilitas magnetik tanah gambut? dan

3. Apakah nilai suseptibilitas magnetik tersebut dapat menentukan pembagian lapisan tanah?

1.3 Batasan Masalah

Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi oleh tanah gambut diambil dari satu

core yang berasal dari Desa Karya Wangi, Parongpong, Kabupaten Bandung Barat

dengan kedalaman core 5 meter dan diameter 4 cm.

1.4 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan hubungan antara delineasi visual tanah gambut dengan nilai suseptibilitas magnetiknya dan juga untuk mengetahui pembagian lapisan tanah gambut jika dilihat dari nilai suseptibilitas magnetiknya.


(13)

4

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui kedalaman dan ketebalan gambut berdasarkan nilai suseptibilitas magnetiknya sehingga dapat menghitung volume gambut.


(14)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang berasal dari lahan gambut tropis dataran tinggi di Desa Karya Wangi, Lembang, Kab. Bandung Barat dengan koordinat S 06º49.077’, E 107º35.167’. Tampilan lokasi terlihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Lokasi daerah penelitian di Desa Karya Wangi, Kabupaten Bandung Barat

Data lapangan yang diperoleh langsung dengan menggunakan bor tangan (gambar 3.2a) dengan diameter 4 cm. Kedalaman sampel tanah yang diambil adalah 5 m dibagi menjadi 10 kali pengambilan dengan tiap pengambilan sampel 0,5m (gambar 3.2b). Dari sampel yang diperoleh kemudian dibagi menjadi 500 sampel sehingga tiap sampel tanah memiliki panjang 1 cm kemudian dimasukkan kedalam wadah berbentuk tabung (holder) (gambar 3.2c).


(15)

16

Gambar 3.2 Proses pengambilan sampel dari lapangan (a) pengambilan sampel dengan bor gambut (b) contoh hasil pengambilan tanah dengan bor gambut (c) sampel siap uji dalam holder.

Pengujian sampel yang diperoleh dilakukan di Laboratorium Kemagnetan Batuan ITB, dengan menggunakan magnetic susceptibility meter Bartington tipe MS2 dengan sensor MS2B dan MS2W.

Sistem ini merespon langsung suseptibilitas magnetik pada arah medan yang diberikan dan bekerja berdasarkan perubahan induktansi koil akibat adanya sampel. Alat ini bekerja karena adanya tegangan yang diberikan pada rangkaian osilator sehingga menimbulkan medan magnetik bolak-balik yang berintensitas rendah pada ruang sampel. Saat diletakkan sampel, terjadi perubahan frekuensi osilator. Nilai suseptibilitas magnetik diperoleh dengan membandingkan frekuensi osilator sebelum dan sesudah sampel diletakkan. Alat ini mampu mengukur harga suseptibilitas dari (Dearing, 1999). Nilai suseptibilitas magnetik dapat diukur dengan per satuan volume atau per satuan massa.

3.1 Pengukuran Suseptibilitas Magnetik

Pengukuran nilai suseptibilitas dilakukan dengan menggunakan sensor MS2B. Pada sistem MS2B sensor ini merespon langsung suseptibilitas magnetik pada arah mana medan diberikan. Instrumen ini memiliki sensor MS2B dengan yang terhubung


(16)

17

(a) (b)

dengan MS2 meter. Alat ini memiliki dua frekuensi pengukuran sampel (0,46 dan 4,6 kHz) sehingga dapat mengukur kandungan mineral ferrimagnetik dan super paramagnetik yang biasanya terdapat pada tanah dan beberapa batuan. Seperangkat alat Bartington dengan sensor MS2B ditunjukkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Bartington MS2B dengan komputer

Sampel yang sudah dimasukkan ke dalam holder kemudian diukur nilai suseptibilitasnya, dengan menggunakan sensor MS2B ini. Proses pengukuran diawali dengan penimbangan massa holder kosong (gambar 3.4a) kemudian penimbangan massa holder ditambah massa sampel tanah (gambar 3.4b).


(17)

18

Setelah ditimbang, proses berikutnya dengan menjalankan perangkat lunak Multisus. Dengan memilih pengukuran dengan MS2B kemudian alat diatur untuk pengukuran

low atau high frekuensi. Data nomor sampel dan hasil timbangan sampel dan holder

dimasukkan kedalam perangkat lunak. Setelah itu, ukur nilai first air dengan toleransi rentang nilai -2 dan +2. Kemudian masukkan sampel ke dalam sensor MS2B untuk mengukur nilai suseptibilitas magnetiknya. Keluarkan sampel dari sensor dan ukur nilai last air dengan toleransi rentang nilai -2 dan +2. Proses pengukuran ini dilakukan berulang sebanyak lima kali pengukuran untuk satu sampel. Langkah untuk pengukuran low dan high frekuensi yang dilakukan adalah sama, yang membedakan adalah pengaturan awal untuk low atau high frekuensi.

3.2 Pengukuran Termomagnetik

Pengukuran nilai suseptibilitas magnetik dengan pengaruh temperatur dilakukan dengan menggunakan sensor MS2W (gambar 3.5a). Pada sistem MS2W sensor ini memiliki kerja yang sama dengan MS2B yaitu dengan mengukur nilai suseptibilitas magnetik namun pada sensor MS2W (gambar 3.5b) memiliki parameter temperatur sebagai pengaruh luar pada sampel. Nilai suseptibilitas magnetik akan diukur pada tiap keadaan dengan temperatur tertentu, sehingga akan diketahui temperatur Curie dari sampel yang diukur.

Gambar 3.5 (a) sensor MS2W (b) sampel dalam holder (b)


(18)

19

Proses pengukuran diawali dengan mengeringkan sampel tanah kemudian dihaluskan untuk kemudian dimasukkan kedalam holder. Holder beserta sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam sensor MS2W.

Pengukuran dilakukan dengan perangkat lunak geolabsoft, pada kondisi mati alat dalam keadaan hold, ramp, 0. Nyalakan power & power air, kemudian atur MS2 di SI dan batt 0,1. Pilih menu scan > setup, atur start: 90 o, max: 700 o, erd: 60 o,

interval:1o, kemudian pilih menu tools > comunication, atur serial: 2, bard: 1200,

bath: none, slup: 7. Setelah sesuai, lakukan zero scan, kemudian tekan read dan

tunggu ±30 menit. Untuk mulai pengukuran, pindahkan tuas hold ke posisi up untuk menaikkan temperatur. Setiap keadaan dalam setiap temperatur dilakukan pengukuran nilai suseptibilitas magnetik. Pengujian ini dilakukan dengan temperatur awal 35oC sampai dengan temperatur 700oC. Untuk temperatur tertentu, nilai sensor MS2W diturunkan menjadi 0,5. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perubahan nilai suseptibilitas untuk mineral tertentu pada temperatur Curie. Ketika mendekati temperatur 700 oC, tuas up diubah menjadi hold, kemudian setelah dirasa cukup, tuas hold diubah ke down untuk mengukur penurunan temperatur dari 700 oC sampai temperatur rendahnya. Saat temperatur bergerak turun, pengukuran nilai suseptibilitas juga dilakukan setiap satu keadaan temperatur.

Dari nilai suseptibilitas magnetik yang diperoleh dari pengukuran dengan sensor MS2B dibuatlah dalam suatu grafik nilai suseptibilitas magnetik yang terukur terhadap kedalaman agar terlihat variasi nilai suseptibilitas terhadap kedalaman. Dari proses tersebut dapat diketahui perilaku nilai suseptibilitas magnetik pada rentang kedalaman tertentu. Untuk mengetahui mineral yang mendominasi dan mempengaruhi nilai suseptibilitas magnetik lapisan tanah dilakukan juga pengukuran termomagnetik menggunakan sensor MS2W dengan mengambil sampel uji pada kedalaman tertentu.

Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka dibuat alur penelitian dan digambarkan melalui diagram alur seperti pada gambar 3.6.


(19)

20


(20)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Telah dilakukan penelitian dengan menguji nilai suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman pada tanah gambut dengan menggunakan Bartington sensor MS2B. Dengan menganalisis nilai suseptibilitas magnetik tersebut diperoleh tiga lapisan pada sag pond yaitu: pada kedalaman 0-100 cm berupa unconsolidated mud memiliki kecenderungan nilai suseptibilitas naik dan termasuk kedalam ferrimagnetik, pada kedalaman 101-281 cm berupa consolidated mud memiliki kecenderungan nilai suseptibilitas turun dan termasuk kedalam ferrimagnetik, dan pada kedalaman 282-500 cm berupa tanah gambut memiliki kecenderungan nilai suseptibilitas sangat kecil dan termasuk kedalam diamagnetik. Adanya kesesuaian penentuan lapisan berdasarkan analisis nilai suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman dengan delineasi hasil visual gambut yang diperoleh dan dari hasil identifikasi warna dengan menggunakan Munsell Color Chart disimpulkan dengan menggunakan analisis nilai suseptibilitas magnetik dapat menentukan pembagian lapisan tanah gambut pada sag pond di sekitar sesar Lembang, Desa Karya Wangi, Kabupaten Bandung Barat. Hasil dari uji termomagnetik dengan menggunakan Bartington sensor MS2W pada kedalaman 18 cm, 63 cm, 84 cm, dan 180 cm didominasi oleh mineral oksida besi karena sifat tanah yang kaya akan oksigen (oxide) dan pada kedalaman 343 cm dan 484 cm didominasi mineral sulfida besi karena sifat tanah gambut yang miskin oksigen (anoxide).

Lebih lanjut untuk mengetahui mineral oksida besi dan sulfida besi apa yang ada pada tanah gambut dapat dilakukan dengan uji SEM.Untuk menghindari pembentukan mineral baru pada uji termomagnetik dapat dilakukan dengan mengisolasi sensor dari udara sekitar.


(21)

(22)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan Subiksa, I.G. M. (2008). Genesis Lahan Gambut di Indonesia, dalam

Pengelolaam Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah dan

World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Anwar, J., Damanik, S.J., Hisyam, N., Whitten, A.J.. (1984). Ekologi Ekosistem

Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Jogyakarta.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. (2008). dalam Lahan Gambut:

Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor, Indonesia.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. (2011). Pengelolaam Lahan

Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry

Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Brahmantyo, B. (2011). Sesar Lembang, Heartquake di Jantung Cekungan

Bandung. [Online]. Tersedia di:

http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1310. Diakses 24 Juli 2014. Dearing, J. (1999). Environmental Magnetic Susceptibility Using The Bartington

MS2 System. Bartington Instrumen Ltd. Oxford, England.

Dunlop, D.J., Özdemir, Ö.. (1997). Cambridge Study in Magnetism. Cambridge University Press. Cambridge, United Kingdom.

Gubins, D., Herrero-Bervera, E.. (2007). Encyclopedia of Geoagnetism and


(23)

37

Hardjowigeno, S., dan Abdullah. (1987). Suitability of peat soils of Sumatera for

agricultural development dalam Pengelolaam Lahan Gambut Berkelanjutan.

Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Hidayat, E., dkk. (2008). Analisis Endapan Sagpond pada Sesar Lembang. Jurnal Geoaplika (2008) Volume 3, Nomor 3, hal. 151 – 161.

Klein, C. & Hurlbut, C.S., Jr. (1993). dalam Agromineralogi (Mineralogi untuk

Ilmu Pertanian). Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM.

Yogyakarta.

Munsell Soil Color. (1994). Munsell Soil Color Chart Revised Edition.Macbeth Division of Kollmorgen Instruments Corporation. New Windsor, New York. Noor, M., 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit

Kanisius.

Rothwell, J. J., Lindsay, J. B.. (2006). Mapping Contemporary Magnetic Mineral

Concentration in Peat Soils using Fine-resolution Digital Terrain Data.

Catena 70 (2007) 465–474. Manchester, United Kingdom.

Yulianto, E. (2009). Paleoseismologi Patahan Lembang dalam Rekaman

Sagpond. Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,


(1)

Proses pengukuran diawali dengan mengeringkan sampel tanah kemudian dihaluskan untuk kemudian dimasukkan kedalam holder. Holder beserta sampel ditimbang kemudian dimasukkan kedalam sensor MS2W.

Pengukuran dilakukan dengan perangkat lunak geolabsoft, pada kondisi mati alat dalam keadaan hold, ramp, 0. Nyalakan power & power air, kemudian atur MS2 di SI dan batt 0,1. Pilih menu scan > setup, atur start: 90 o, max: 700 o, erd: 60 o,

interval:1o, kemudian pilih menu tools > comunication, atur serial: 2, bard: 1200,

bath: none, slup: 7. Setelah sesuai, lakukan zero scan, kemudian tekan read dan

tunggu ±30 menit. Untuk mulai pengukuran, pindahkan tuas hold ke posisi up untuk menaikkan temperatur. Setiap keadaan dalam setiap temperatur dilakukan pengukuran nilai suseptibilitas magnetik. Pengujian ini dilakukan dengan temperatur awal 35oC sampai dengan temperatur 700oC. Untuk temperatur tertentu, nilai sensor MS2W diturunkan menjadi 0,5. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perubahan nilai suseptibilitas untuk mineral tertentu pada temperatur Curie. Ketika mendekati temperatur 700 oC, tuas up diubah menjadi hold, kemudian setelah dirasa cukup, tuas hold diubah ke down untuk mengukur penurunan temperatur dari 700 oC sampai temperatur rendahnya. Saat temperatur bergerak turun, pengukuran nilai suseptibilitas juga dilakukan setiap satu keadaan temperatur.

Dari nilai suseptibilitas magnetik yang diperoleh dari pengukuran dengan sensor MS2B dibuatlah dalam suatu grafik nilai suseptibilitas magnetik yang terukur terhadap kedalaman agar terlihat variasi nilai suseptibilitas terhadap kedalaman. Dari proses tersebut dapat diketahui perilaku nilai suseptibilitas magnetik pada rentang kedalaman tertentu. Untuk mengetahui mineral yang mendominasi dan mempengaruhi nilai suseptibilitas magnetik lapisan tanah dilakukan juga pengukuran termomagnetik menggunakan sensor MS2W dengan mengambil sampel uji pada kedalaman tertentu.

Untuk mencapai tujuan penelitian ini maka dibuat alur penelitian dan digambarkan melalui diagram alur seperti pada gambar 3.6.


(2)

20


(3)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Telah dilakukan penelitian dengan menguji nilai suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman pada tanah gambut dengan menggunakan Bartington sensor MS2B. Dengan menganalisis nilai suseptibilitas magnetik tersebut diperoleh tiga lapisan pada sag pond yaitu: pada kedalaman 0-100 cm berupa unconsolidated mud memiliki kecenderungan nilai suseptibilitas naik dan termasuk kedalam ferrimagnetik, pada kedalaman 101-281 cm berupa consolidated mud memiliki kecenderungan nilai suseptibilitas turun dan termasuk kedalam ferrimagnetik, dan pada kedalaman 282-500 cm berupa tanah gambut memiliki kecenderungan nilai suseptibilitas sangat kecil dan termasuk kedalam diamagnetik. Adanya kesesuaian penentuan lapisan berdasarkan analisis nilai suseptibilitas magnetik terhadap kedalaman dengan delineasi hasil visual gambut yang diperoleh dan dari hasil identifikasi warna dengan menggunakan Munsell Color Chart disimpulkan dengan menggunakan analisis nilai suseptibilitas magnetik dapat menentukan pembagian lapisan tanah gambut pada sag pond di sekitar sesar Lembang, Desa Karya Wangi, Kabupaten Bandung Barat. Hasil dari uji termomagnetik dengan menggunakan Bartington sensor MS2W pada kedalaman 18 cm, 63 cm, 84 cm, dan 180 cm didominasi oleh mineral oksida besi karena sifat tanah yang kaya akan oksigen (oxide) dan pada kedalaman 343 cm dan 484 cm didominasi mineral sulfida besi karena sifat tanah gambut yang miskin oksigen (anoxide).

Lebih lanjut untuk mengetahui mineral oksida besi dan sulfida besi apa yang ada pada tanah gambut dapat dilakukan dengan uji SEM.Untuk menghindari pembentukan mineral baru pada uji termomagnetik dapat dilakukan dengan mengisolasi sensor dari udara sekitar.


(4)

(5)

Wibowo, Dimas M. 2014

KARAKTERISASI MAGNETIK PADA TANAH GAMBUT DESA KARYA WANGI, KABUPATEN BANDUNG BARAT

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan Subiksa, I.G. M. (2008). Genesis Lahan Gambut di Indonesia, dalam

Pengelolaam Lahan Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah dan

World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Anwar, J., Damanik, S.J., Hisyam, N., Whitten, A.J.. (1984). Ekologi Ekosistem

Sumatra. Gadjah Mada Univ. Press. Jogyakarta.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. (2008). dalam Lahan Gambut:

Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor, Indonesia.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. (2011). Pengelolaam Lahan

Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry

Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Brahmantyo, B. (2011). Sesar Lembang, Heartquake di Jantung Cekungan

Bandung. [Online]. Tersedia di:

http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1310. Diakses 24 Juli 2014. Dearing, J. (1999). Environmental Magnetic Susceptibility Using The Bartington

MS2 System. Bartington Instrumen Ltd. Oxford, England.

Dunlop, D.J., Özdemir, Ö.. (1997). Cambridge Study in Magnetism. Cambridge

University Press. Cambridge, United Kingdom.

Gubins, D., Herrero-Bervera, E.. (2007). Encyclopedia of Geoagnetism and


(6)

37

Hardjowigeno, S., dan Abdullah. (1987). Suitability of peat soils of Sumatera for

agricultural development dalam Pengelolaam Lahan Gambut Berkelanjutan.

Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Hidayat, E., dkk. (2008). Analisis Endapan Sagpond pada Sesar Lembang. Jurnal

Geoaplika (2008) Volume 3, Nomor 3, hal. 151 – 161.

Klein, C. & Hurlbut, C.S., Jr. (1993). dalam Agromineralogi (Mineralogi untuk

Ilmu Pertanian). Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik UGM.

Yogyakarta.

Munsell Soil Color. (1994). Munsell Soil Color Chart Revised Edition.Macbeth Division of Kollmorgen Instruments Corporation. New Windsor, New York. Noor, M., 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Penerbit

Kanisius.

Rothwell, J. J., Lindsay, J. B.. (2006). Mapping Contemporary Magnetic Mineral

Concentration in Peat Soils using Fine-resolution Digital Terrain Data.

Catena 70 (2007) 465–474. Manchester, United Kingdom.

Yulianto, E. (2009). Paleoseismologi Patahan Lembang dalam Rekaman

Sagpond. Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,