BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH).

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN
(RPH)

Oleh :

ARUM KINTA SARI
(0952010017)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

TUGAS PERENCANAAN


BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN
(RPH)

Oleh :

ARUM KINTA SARI
0952010017

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JATIM
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN
(RPH)
Oleh :

ARUM KINTA SARI
0952010017
Telah diperiksa dan disetujui
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional”Veteran” Jawa Timur.
Mengetahui
Ketua Program Studi

Menyetujui
Pembimbing

Dr. Ir. Munawar, MT.
NIP. 19600401 198803 1 00 1


Okik Hendriyanto C., ST, MT.
NIP : 3 7507 99 0172 1

Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1),
tanggal...........................................

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Ir. Naniek Ratni JAR., M. Kes.
NIP. 19590729 198603 2 00 1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR
BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN

(RPH)

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :

ARUM KINTA SARI
0952010017

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JATIM
SURABAYA
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Rumah Potong Hewan ini dengan
baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat
terselesaikan dengan lancar.
2. Ir. Naniek Ratni J.A.R., M.Kes selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Dr. Ir. Munawar, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur .
4. Okik H.C., ST, MT selaku Sekertaris Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5. Ir. Yayok Suryo P, MS dan Firra Rossariawari, ST, MT selaku dosen mata
kuliah PBPAB
6. Okik H.C., ST, MT, selaku Dosen Pembimbing tugas PBPAB yang telah
membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas perencanaan ini
sehingga dapat selesai dengan baik.
7. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta
support yang tidak pernah habis buat saya.
8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2009 yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya
tugas ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan

satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun
terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini
terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.
Surabaya, Mei 2013

Penyusun

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
I.2 Maksud dan Tujuan ....................................................................... 3
I.3 Ruang Lingkup............................................................................... 3
BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

II.1 Karakteristik Limbah Industri ....................................................... 5
II.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan .............................................. 10
II.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment) ................................. 10
II.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)………………. ......... 22
II.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment)................... ........... 45
II.2.3.1. Proses Biologi dengan Bio Film......................... ...... 56
II.2.3.2. Nitrifikasi - Denitrifikasi.......................................... 48
II.2.4. PengolahanTersier (Tertiary Treatment)..……………… ........... 51
II.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment………………….. ........... 54
II.3 Persen Removal.................................................................. ............. 57
II.4 ProfilHidrolis…………………………………………………. ...... 59
BAB III


DATA PERENCANAAN

III.1 Data Karakteristik Limbah............................................................ 61

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

III.2 Standar Baku Mutu........................................................ ............... 61
III.3 Diagram Alir............................................................................ ..... 63
BAB IV

NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN

IV.1 Neraca Massa……………………………………………….. ...... 64
IV.1.1. Karakteristik Limbah Rumah Potong Hewan ..................... 64
IV.1.2. Standart Baku Mutu Indusrti Rumah Potong Hewan.... ...... 64
IV.1.3. Neraca Massa Per Bangunan............................... ................ 65
a. Saluran Pembawa................................................... ....... 65

b. Rotary Drum Screen............................................... ....... 65
c. Bak Penampung................................................... ........... 66
d. Flotasi..... ...................................................................... 67
e. Netralisasi………………........................................ ........ 68
f. Koagulasi - Flokulasi....................................................... 69
g. Bak Pengendap I.................................................... ......... 69
h. Trickling Filter.................................................... ............ 70
i. Bak Penampung II........................................................... 71
IV.2 Spesifikasi Bangunan..................................................... ......... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan............................................................................ ........ .83
V.1.1. Persen Removal Bangunan Pengolahan.. ........................... 84
V.1.2. Hasil Effluent. .................................................................... 84
V.2 Saran....................................................................................... ........ 85
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ix

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
GAMBAR

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

I.1.

Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat terhadap produk industi peternakan semakin

meningkat (termasuk produk industri hasil pertanian dalam hal ini khususnya
peternakan). Daging adalah salah satu produk industri peternakan yang dihasilkan
dari usaha pernotongan hewan. Menurut ketentuan pemerintah yang tertuang
dalam peraturan pemerintah No 22 tahun 1983, tentang kesehatan masyarakat
veteriner, maka pemotongan hewan hams dilaksanakan di Rumah Pemotongan
Hewan (WH) atau ternpat pemotongan hewan lainnya yang ditunjuk oleh pejabat
yang berwenang, kecuali dalam keadaan tertentu seperti untuk keperluan upacara
adat agama dan pernotongan darurat.
Rumah Pemotongan Hewan sebagai tempat usaha pemotongan hewan
dalam penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang
berhubungan dengan sanitasi baik dalam lingkungan RPH maupun lingkungan
disekitarnya. Dalam mencegah kemungkinan terjadi dampak terhadap kesehatan
masyarakat terutama penduduk disekitar lokasi RPH maka dengan S.K. Menteri
Pertanian No 555/Kpts/TN 2401911986 dijelaskan tentang syarat-syarat Rumah
Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Kegiatan RPH akan
menghasilkan limbah dengan kandungan bahan organik tinggi disertai konsentrasi
bahan padat dan lemak yang relatif tinggi. Menurut Kusnoputranto (1995) limbah
ini akan berdampak pada kualitas fisik air yaitu warna dan pH disamping itu total

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

padatan terlarut, padatan tersuspensi, kandungan lemak, BOD5, ammonium,
nitrogen, fosfor akan mengalami peningkatan. Limbah terbesar berasal dari darah
dan isi perut hewan (Tjiptadi 1990) sedangkan darah berdampak pada peningkatan
nilai BOD dan padatan tersuspensi. Disamping itu isi perut (rumen) dan usus akan
meningkatkan jumlah padatan. Pencucian karkas juga meningkatkan nilai BOD.
Sedangkan Bewick (1980) menyatakan bahwa limbah ternak merupakan sumber
pencemaran bagi air yang mempunyai kandungan BOD tinggi dan kandungan
oksigen yang terlarut didalam air relatif sedikit.
Beberapa sifat limbah cair yang perlu diketahui antara lain volume aliran.
Konsentrasi organik, sifat-sifat karakteristik dan toksisitas (Jenie dan Rahayu.
1993). Beberapa sifat limbah cair yang perlu diketahui antara lain volume aliran.
konsentrasi organik, sifat-sifat karakteristik dan toksisitas (Jenie dan Rahayu.
1993). Pengukuran BOD dan COD adalah salah satu parameter pengukuran
terhadap kadar organik dari limbah. Apabila limbah cair mempunyai COD tinggi
dan BOD rendah maka studi toksisitas mungkin diperlukan (Jenie dan Rahayu,
1993). Untuk menangani limbah yang dihasilkan oleh kegiatan RPH, maka ada
tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu identifikasi limbah, karakterisasi dan
pengolahan limbah (Ross et al., 1992). Hal ini harus dilakukan agar dapat
ditentukan suatu bentuk penanganan limbah RPH yang efektif.

2
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

I.2.

Maksud Dan Tujuan
Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari tugas perencanaan ini :
1. Menentukan dan merencanakan jenis pengolahan air buangan industri
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sesuai karakteristik air buangannya
termasuk hal-hal yang terkait didalamnya, seperti layout dan
pengoperasiannya, agar diperoleh suatu kualitas air buangan yang
sesuai standart baku mutu yang berlaku.
2. Merancang diagram alir proses pengolahan air limbah yang diharapkan
dari keseluruhan bangunan akan terjadi keterkaitan untuk memperoleh
suatu kualitas air buangan yang sesuai standart baku mutu yang
berlaku.
3. Menentukan

alternatif

pengolahan

berdasarkan

pertimbangan

karaktristik buangan industri Rumah Pemotongan Hewan dari aspek
perencanaan.

I.3.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari perencanaan bangunan pengolahan air buangan ini

meliputi :
1. Data karakteristik dan standart baku mutu limbah industri
2. Diagram alir bangunan pengolahan limbah
3. Spesifikasi bangunan pengolahan limbah

3
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4. Perhitungan bangunan pengolahan limbah
a. Pre Treatment
• Screen
• Sumur Pengumpul
b. Primary Tr eatment


Flotasi



Netralisasi



Koagulasi, - Flokulasi,



Bak Pengendap I

c. Secondary Treatment


Trickling Filter

d. Tertiary Tr eatment


Clarifier

e. Sludge Treatment


Sludge Thickener



Sludge Drying Bed

5. Gambar bangunan pengolahan limbah
6. Profil hidrolis bangunan pengolahan limbah

4
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

II.1.

Karakteristik Limbah
Setiap industri mempunyai karakteristik yang berbeda, sesuai dengan

produk yang dihasilkan. Demikian pula dengan industri rumah pemotongan
hewan mempunyai karakteristik limbah industri rumah pemotongan hewan yang
berbeda, menurut Keputusan Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 02
Tahun 2006 limbah cair industri rumah pemotongan hewan mempunyai
karakteristik dan baku mutu antara lain :
a. BOD ( Biologycal Oxygen Demand )
Kandungan BOD5 air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini
adalah 2500 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan
BOD5 yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 100 mg/l.
BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l)
yang diperlukan untuk menguraikan benda organic oleh bakteri, sehingga
limbah tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu semua diperlukan waktu
100 hari pada suhu 20˚C. Akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5
hari sehingga dikenal sebagai BOD5. ( Sugiharto,1987 )
b. COD ( Chemical Oxygen Demand )
Kandungan COD air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini
adalah 5600 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan
COD yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 200 mg/l.

5
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter (mg/l)
yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organic
secara kimiawi. (Sugiharto, 1987)
c. TSS (Total Suspended Solid)
Total padatan yang tersuspensi (TSS) pada air buangan Industri Rumah
Pemotongan Hewan ini adalah 3000 mg/lt, sedangkan baku mutu yang
mengatur besar kadar padatan yang tersuspensi (TSS) yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan adalah sebesar 100 mg/lt.
TSS (Total Suspended Solid) merupakan suatu endapan yang dapat
disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang
terdiri-dari bahan-bahan organik. Sedangkan dissolved solid adalah suatu solid
yang tidak dapat disaring (non filtrable residu).
d. Minyak dan Lemak
Kandungan Minyak dan Lemak air buangan Industri Rumah Pemotongan
Hewan ini adalah 120 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar
kandungan Minyak dan Lemak yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan
adalah sebesar 15 mg/l.
a. Minyak
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang
tidak larut/bercampur dalam air. Dalam arti sempit, kata 'minyak'
biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau bahkan
produk olahannya: minyak tanah (kerosene). Namun demikian,
kata ini sebenarnya berlaku luas, baik untuk minyak sebagai bagian

6
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

dari diet makanan (misalnya minyak goreng), sebagai bahan bakar
(misalnya minyak tanah), sebagai pelumas (misalnya minyak rem),
sebagai medium pemindahan energi, maupun sebagai wangiwangian (misalnya minyak nilam).
(sumber : www.id.wikipedia.org )
b. Lemak
Lemak atau Lipid tidak sama dengan minyak. Orang menyebut
lemak secara khusus bagi minyak nabati atau hewani yang
berwujud padat pada suhu ruang. Lemak juga biasanya disebutkan
kepada berbagai minyak yang dihasilkan oleh hewan, lepas dari
wujudnya yang padat maupun cair.
(sumber : www.id.wikipedia.org )
e. NH 3-N ( Ammonia)
Kandungan Ammonia air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini
adalah 85 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan
Ammonia yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 25 mg/l.
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).
Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di
bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.
(sumber : www.id.wikipedia.org )

7
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Struktur Kimia Ammonia
(sumber : www.id.wikipedia.org )
f. pH
Nilai pH air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini adalah 4,
sedangkan baku mutu yang mengatur besar nilai pH yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan adalah sebesar 6 - 9. Jadi nilai limbah dengan nilai pH
7 boleh langsung di buang ke badan air
pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan
"keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air.
Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila
memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa,
sedangkan nilai pH S x S

Berat Solid
Sg Solid

95%
x Berat Solid
5%
Berat air
BJ air

34
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

-

Luas dasar limas (A’)
Vol =

(

1
* h * A + A'+ A * A'
3

)

Zona Inlet

Zona outlet

Zona Setling
Zona Sludge

35
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II.2.2.2. Proses Kimia
Proses Kimia dengan unit pengolahan meliputi:
a. Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa / alkali, maka sebelum
diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat
optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda diantara
nilai 6,5-8,5. Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan terjadi
netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada
produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam.
Larutan dikatakan asam bila

: H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila

: H+ = H- dan pH = 7

Larutan dikatakan basa bila

: H+ < H- dan pH > 7

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah
cair, seperti :
§ Pencampuran limbah.
§ Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.
§ Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.
§ Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.
§ Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.
§ Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.
§ Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.

36
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Gambar 2.13. Bak Netralisasi

b. Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan
penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu
dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya akan
mengendap.
Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan,
hasil yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid,
proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil.
Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel
yang sudah stabil hasil Koagulasi berkumpul dan mengendap.
(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering,hal.166)

37
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Gambar 2.14. Bak Koagulasi

38
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
1. Koagulan Alumunium Sulfat - Al2(SO4)3
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan
air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk
membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai
Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi koagulan dan
konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat.
Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6-8.
Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok
Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(HCO)3 → 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2

Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan
reaksinya adalah :
Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering,hal.174)
2. Koagulan Ferro Sulfat
Persamaan Reaksinya adalah
2FeSO4 + 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½O2 → 2Fe(OH)

3↓+

2CaSO

4

+ 13H2

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering,hal.175)
3. Koagulan Ferri Sulfat
Perbedaannya dengan Ferro Sulfat adalah nilai ekivalensinya. Kalau Ferro
adalah Fe2+ sedangkan Ferri adalah Fe3+.

39
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Persamaan Reaksinya adalah
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)

3↓+

3CaSO

4

+ 6CO2

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering,hal.176)
4. Koagulan Ferri Clorida
Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali
dari Ferri Hidroksida
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)

3↓ +

2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)

3CaSO
3↓+

4

3CaCl

+6CO2
2

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering,hal.176)
Pada tahap Koagulasi, pengaduk yang digunakan biasa di sebut Impellerr.
Sedangkan jenis – jenis impeller ada 3, yaitu:
1. Turbine Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 30-50% dari diameter atau lebar
bak koagulasi. Kecepatan putarannya 10-150 rpm.

Gambar 2.15. Type – type Turbine Impeller

40
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2. Paddle Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 50-80% dari diameter atau lebar
bak koagulasi, dan lebar paddle biasanya 1/6–1/10 dari diameternya.
Kecepatan putarannya 20-150 rpm.

Gambar 2.16. Type – type Paddle Impeller

3. Propeller Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 1 atau 2 – 18 inchi. Kecepatan
putarannya 400-1750 rpm.

Gambar 2.17. Type – type Propeller Impeller

41
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Jenis-jenis flokulasi, yaitu:
1. Flokulasi mekanis
Hampir sama dengan Koagulasi menggunakan impeller sebagai
pengaduk. Hanya saja alirannya lambat atau turbulen.

Gambar 2.18. Flokulasi Mekanis. (a) Dengan Paddle, (b) Dengan Turbine, (c)
Dengan Propeller
2. Flokulasi hidrolis
Flokulasi dengan gravitasi, ciri – ciri Flokulasi Hidrolis :
a. Tidak peka terhadap perubahan kualitas air
b. Hidrolis dan parameter menyebabkan fungsi flokulasi
menjadi lambat dan tidak bias menyesuaikan
c. Kehilangan tekanan relative besar
d. Tidak mudah dibersihkan

42
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Macam – macam Flokulasi Hidrolis :
1. Baffle channel flocculator

Gambar 2.19. Horizontal
Flow Baffle Channel

Gambar 2.20. Vertical
Flow Baffle Channel

2. Gravel bed flocculator

Gambar 2.21. Gravel Bed Floculator

43
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3. Hidrolic jet flokulator

Gambar 2.22. Hidraulic Jet Floclator
3. Flokulasi pneumatis
Flokulasi Pneumatis adalah dengan injeksi udara dari compressor
dengan tekanan kedalam air.

44
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II.2.3. Secondary Treatment (Pengolahan Sekunder)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik
terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta
40 - 90 % TSS.
(sumber : Syed R.Qasim, Wastewater Treatment Plants Planning, Design, and
Operation, hal.52).

II.2.3.1. Proses Biologis dengan Bio Film
a. Trickling Filter
Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan
dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya diselimuti oleh
lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan batua-batuan, pasir,
granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari diameter 3/4 in sampai
dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah proses biologis yang
memerlukan oksigen (aerobik).
Cara kerja Tricling filter :
Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa yang
berputar diatas suatu lahan dengan media filter, beban organik yang ada dalam
limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh mikroorganisme yang
menempel pada media filter. Bahan organik sebagai substrat yang terlarut dalam
air limbah di absorbsi dalam biofilm antar lapisan berlendir.

45
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh
mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal lapisan
biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm mencapai
ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh maka oksigen tidak
dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada
permukaan media akan berad pada kondisi anaerobik.
Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan , dan bahan
organik yang diabsorbsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme namuin tidak
mencapai mikroorganisme yang berada pada permukaan media.
Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada
bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar permukaan media
mengalami fase endogenous atau kematian. Pada akhirnya mikroorganisme
sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media, cairan yang masuk akan ikut
melepas atau mencuci dan mendorong biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm
baru akan segera tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut
sloughing dan hal ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling
filter tersebut.
Beban hidrolik memberikan kecepatan daya gerus biofilm sedangkan
beban organik memberikan kecepatan daya dalam biofilm. Berdasarkan beban
hidrolik dan organik maka dapat dikelompokan tipe trickling filter low rate dan
high rate.
Trickling filter terdiri dari suatu bak dengan media permeable untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Filter media biasanya mempunyai ukuran diameter

46
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25-100 mm, kedalaman filter berkisar 0,9-2,5m (rata-rata 1,8) media filter dapat
mencapai 12 m yang disebut sebagai tower trickling filter.
Air limbah didistribusikan pada bagaian atas dengan satu lengan
distributor yang dapat berputar. Filter juga dilengkapi dengan underdrain untuk
mengumpulkan biofilm yang mati untuk kemudian diendapakan dalam bak
sedimentasi. Bagaian cairan yang keluar biasanya dikembalikan lagi ketrickling
filter sebagai air pengencer air baku yang diolah.

Gambar 2.23. Trikling Filter

47
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

II.2.3.2. Nitrifikasi – Denitrifikasi
a)

Nitrifikasi
Nitrifikasi merupakan proses konvensi nitrogen ammonia menjadi nitrat.

Nitrifikasi menjadi salah satu proses yang sangat penting untuk diperhatikan hal
itu disebabkan karena :
− Air limbah yang banyak mengandung N organic cenderung merangsang
pertumbuhan alga yang pada akhirnya akan menimbulkan eutrophikasi diperairan.
− Adanya nitrifikasi akan menyebabkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut
(DO), disebabkan karena pada setiap tahap reaksi dalam nitrifikasi akan
mengkonsumsi DO.
− NH4 juga bersifat tixic terhadap kehidupan air.
− NH4 juga mengkonsumsi dosis klorine yang berakibat naiknya kebutuhan
chlor untuk desinfektan.
Proses konveksi nitrogen ammonia menjadi nitrat melibatkan bakteri
autrotrof. Bakteri ini adalah bakteri yang menggunakan sumber energi dari cahaya
matahari (photoautrotrof).
Maupun dari hasil oksidasi bahan anorganik (chemoautrotrof). Sumber
karbon berasal dari fiksasi karbondioksida. Bakteri autrotrof genus Nitrosomonas
dan Nitrobacter adalah jenis bakteri yang memegang peran peting dalam proses
nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang dilaksanakan oleh oraganisme autrotrof dan
berlangsung dalam dua tahap, yaitu :
1. Tahap nitritasi yaitu tahap oksidasi ion ammonia (NH4+) menjadi ion nitrit
(NO2) dan dilaksanakan oleh bakteri nitrosomonas, dengan reaksi sebagai berikut:

48
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2NO2 + 2H2O + 4H+

NITROSOMONAS

2NH4 + 3O2

2. Tahap nitrat yaitu tahap oksidasi ion nitrit menjadi nitrat NO3 dan dilakukan
oleh nitrobacter dengan reaksi :
2NO2- + O2

NITROSOMONAS

2NO2-

Proses nitrifikasi dapat diterapkan pada system Lumpur aktif (CFSTR).
Atau plug flow dengan resirkulasi dan biofilm (trickling filter dan cakram
biologis).
Dalam proses pengolahan Lumpur aktif dapat dilakukan secara terpisah
dalam tangki yang berbeda maupun dalam satu tangki dengan proses kombinasi.
Gambar berikut merupakan jenis pengolahan ammonia dengan nitrifikasi dengan
cara Lumpur aktif :

Penyisihan carbon-nitrifikasi

Clarifier

a. single stage combination

Penyisihan C