BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN INDUSTRI TEKSTIL.

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
INDUSTRI TEKSTIL
]]]]

Oleh:

BOVI RAHADIYAN ADITA C
0752010028

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JATIM
SURABAYA
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Tekstil ini dengan baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat
terselesaikan dengan lancar.
2. Dr. Ir. Edi Mulyadi SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur .
4. Ir. Novirina Hendrasarie ,MT , selaku Sekertaris Program Studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5. Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen mata kuliah PBPAB dan selaku
Dosen Pembimbing tugas PBPAB yang telah membantu, mengarahkan
dan membimbing hingga tugas perencanaan ini sehingga dapat selesai
dengan baik.
6. Firra Rossariawari, ST, selaku dosen mata kuliah PBPAB.
7. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta
support yang tidak pernah habis buat saya.
8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2007 yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya
tugas ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun

terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini
terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.
Surabaya, Januari 2011

Penyusun

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................... 4
1.3 Ruang Lingkup .............................................................................. 4

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Limbah Industri ........................................................ 6
2.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan ............................................... 13
2.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment) ............................ 13
2.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)............................ 18
2.2.2.1. Proses Fisik................................................................18
2.2.2.2. Proses Kimia...............................................................22
2.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment) ........................ ..31
2.2.3.1. Proses Biologi Secara Aerobik...................................31
2.2.3.2. Proses Biologi Secara Anerobik.................................40
2.2.3.3. Proses Biologi Dengan Bio Film................................46
2.2.3.4. Nitrifikasi dan Denitrifikasi........................................50

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iv

2.2.4. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment).............................. 53
2.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) .............................. 56
2.3 Persen Removal.................................................................................60
2.4 Profil Hidrolis………………………………………………………65
BAB III

DATA PERENCANAAN

3.1 Data Karakteristik Limbah ............................................................ 67
3.2 Standar Baku Mutu ....................................................................... 68
3.3 Diagram Alir ................................................................................ 68
BAB IV

NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN


4.1 Neraca Masa ................................................................................. 70
4.1.1. Saluran Pembawa........................................................71
4.1.2. Screen..........................................................................71
4.1.3. Bak Penampung...........................................................72
4.1.4. Flotasi..........................................................................72
4.1.5. Bak Netralisasi.............................................................73
4.1.6. Bak Koagulas - Flokulasi.............................................73
4.1.7. Bak Pengendap I.........................................................73
4.1.8. Activated Sludge.........................................................74
4.1.9. Bak Pengendap II ( clarifier )......................................75
4.2 Spesifikasi Bangunan.....................................................................76
4.2.1. Saluran Pembawa I Menuju Screen............................76
4.2.2. Screen..........................................................................76
4.2.3. Saluran Pembawa II Menuju ke Sumur Pengumpiul..76

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

v


4.2.4. Bak Penampung..........................................................77
4.2.5. Pemompaan.................................................................77
4.2.6. Flotasi..........................................................................77
4.2.7.BakNetralisasi...............................................................78
4.2.8.Bak Koagulasi..............................................................79
4.2.9.Bak Flokulasi...............................................................80
4.2.10. Bak Pengendap I........................................................80
4.2.11. Activated Sludge.. ....................................................81
4.2.12. Bak Pengendap II ( clarifier )............... ...................82
4.2.13.Sludge Drying Bed.....................................................82
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan .................................................................................. 83
5.2 Saran ............................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ix
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
GAMBAR


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK

Sebagian besar pencemaran udara di kota-kota besar disebabkan oleh
kendaraan bermotor. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di daerah perkotaan
berakibat pada penurunan kualitas udara bersih akibat emisi dari hasil pembakaran
bahan bakar. Pada penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan tanaman hias
dalam menyerap karbon monoksida, penelitian ini menggunakan tanaman lidah
mertua (Sansevieria sp), lili paris (Spider plant), dan sirih gading (Scindapsus
aureus). Gas pencemar yang dipaparkan tehadap tanaman uji merupakan
pencemar yang berasal dari asap kendaraan bermotor.
Dalam penelitian ini dilakukan pemaparan pada tanaman lidah mertua
(Sansevieria sp), lili paris (Spider plant,) dan sirih gading (Scindapsus aureus)
dengan variasi pemaparan gas buang selama 0,5 jam, 1 jam, dan 1,5 jam yang
dilakukan pada rumah tanaman selama lima hari. Tanaman yang dipilih adalah
jenis tanaman yang memiliki persentase penyisihan terbesar dalam penurunan gas
CO. Dari hasil penelitian didapatkan tanaman lidah mertua (Sansevieria sp)

dengan waktu pemaparan 1,5 jam pada waktu kontak hari ke 5 dapat menyerap
46,21 %, sedangkan lili paris (Spider plant) menyerap 41,47 % dan sirih gading
(Scindapsus aureus) menyerap 32,58 % gas karbon monoksida.
Kata Kunci : karbon monoksida, lidah mertua, lili paris, sirih gading

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT
Most of the air pollution in large cities caused by motor vehicle.
Increasing the number of motor vehicles in urban areas resulting in a net
decrease in air quality due to emissions from fuel combustion. In this study aims
to determine the ability of plants to absorb carbon monoxide, this study uses the
lidah mertua (Sansevieria sp), lili paris (Spider plant), and sirih gading
(Scindapsus aureus). Gaseous pollutants are presented tehadap test plants are
pollutants derived from motor vehicle fumes.
In this study conducteted exposure to the plant lidah mertua (Sansevieria
sp), lili paris (Spider plant,) dan sirih gading (Scindapsus aureus) with
variaotions in the exhaust gas exposure during the 0,5 hour, 1 hour, and 1,5 hour
conducted in house plants during for five days. The chosen plant are the plant

kind which has higher percent remove of carbon monoxide gas. Result of the
research shows that lidah mertua (Sansevieria sp) with exposure time 1,5 hours
contact at day five can absorb 46,21 %, lili paris (Spider plant) while absorbing
41,47 %, and sirih gading (Scindapsus aureus) absorbs 32,58 % carbon monoxide
gas.
Keyword: carbon monoxide, Sansevieria sp, Spider plant, Scindapsus aureus

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pembangunan di Negara kita semakin hari semakin pesat. Pesatnya laju

pembangunan ini menimbulkan dampak negatif yang tidak dapat dielakkan
(inevitable) terhadap kualitas lingkungan, antara lain terjadinya degradasi kualitas

air. Dampak suatu kegiatan terhadap keseimbangan lingkungan memang
merupakan suatu hal yang sulit dihilangkan sepenuhnya. Satu – satunya upaya
yang dapat dilakukan adalah meminimumkan pengaruh yang mungkin muncul,
melalui telaah – telaah komprehensif terhadap pengaruh suatu kegiatan, dengan
beberapa parameter kualitas lingkungan.
Ciri – ciri dan agenda utama pembangunan berkelanjutan terutama
Indonesia tidak lain adalah berupaya untuk mensinkronkan, mengintegrasikan,
dan memberi bobot yang sama bagi tiga aspek utama pembangunan yaitu aspek
ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek lingkungan hidup. Pembangunan aspek
ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek lingkungan hidup harus dipandang
sebagai keterkaitan erat satu sama lain, sehingga unsur – unsur dari kesatuan yang
saling terikat ini tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan lainnya.
Salah satu masalah utama dalam lingkungan meliputi kuantitas air yang
sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air
untuk kebutuhan makhluk hidup yang semakin menurun. Kegiatan industri
memiliki dampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan

1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan
bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh
karena itu diperlukan pengelolaan dan pengolahan sumber daya air secara
seksama.

Selain menghasilkan produk, Industri Tekstil juga menghasilkan suatu
buangan yang umumnya limbah cair. Bahan-bahan tersebut tidak dapat dibuang
begitu saja tanpa melalui proses pengolahan, karena dapat menyebabkan
ketidakseimbangan lingkungan. Industri Tekstil merupakan industri yang
memproduksi jenis-jenis tekstil katun, tekstil wol dan tekstil sintetis. Produk –
produk tekstil tersebut juga menghasilkan limbah seperti warna dan kekeruhan
yang disebabkan adanya lemak dan minyak, selain itu juga mengandung
kandungan pH, phenol, sulfida dan kandungan logam seperti krom (Cr) yang
tinggi serta kandungan organic yang tinggi.

Pengelolaan limbah cair dalam proses produksi dimaksudkan untuk
meminimalkan (minimisasi) limbah yang terjadi, volume limbah minimal dengan
konsentrasi dan toksisitas yang juga minimal. Sedangkan pengelolaan limbah cair
setelah proses produksi dimaksudkan untuk menghilangkan atau menurunkan
kadar bahan pencemar yang terkandung didalamnya hingga limbah cair
memenuhi syarat untuk dapat dibuang (memenuhi baku mutu yang ditetapkan).
Dengan demikian dalam pengelolaan limbah cair untuk mendapatkan hasil yang
efektif dan efisien perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan yang
dilaksanakan secara terpadu dengan dimulai dengan upaya minimisasi limbah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

(waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment), hingga pembuangan
limbah (disposal).

Pada tugas “ Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan” ini proses
pengolahan terutama dilakukan terhadap bahan buangan yang bersifat cair ( air
buangan ) yang berasal dari Industri Tekstil. Sebagai konsekuensi logis perlu
diadakan suatu penanganan, pengolahan maupun pengelolaan secara khusus agar
air buangan tidak mencemari lingkungan, terutama badan air penerima yang tidak
hanya berfungsi menampung hasil olahan air buangan, tetapi juga dimanfaatkan
sebagai sumber penyediaan air untuk konsumsi air bersih di sepanjang aliran
sungai.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

1.2.

Maksud Dan Tujuan

1.2.1

Maksud
Maksud yang ingin dicapai dari tugas perencanaan ini adalah :

1.

Menentukan dan merencanakan jenis pengolahan air buangan yang sesuai
berdasarkan pertimbangan karakteristik air buangan dan hal – hal yang
terkait di dalamnya termasuk lay out serta pengoperasianya.

2.

Merancang diagram alir proses pengolahan, diharapkan dari keseluruhan
bangunan, terjadi keterkaitan untuk memperoleh suatu kualitas air
buangan yang sesuai standart baku mutu yang berlaku.

1.2.2. Tujuan
Tujuan dari pengolahan air buangan adalah untuk mengurangi bahan
pencemar didalam buangan antara lain bahan organik maupun bahan
anorganik. Karena itu perlu dibangun pengolahan air buangan supaya air
buangan dapat dibuang ke badan air penerima sesuai dengan standart baku
mutu (Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 45 tahun 2002 tentang baku mutu
limbah cair bagi industri/ kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur) yang
diijinkan.

1.3

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari tugas Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
Industri Tekstil ini meliputi :
1. Data Karakteristik dan Standart Baku Mutu Limbah Industri
2. Diagram Alir Bangunan Pengolahan Limbah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

3. Spesifikasi Bangunan Pengolahan Limbah
4. Perhitungan Bangunanan Pengolahan Limbah
5. Gambar Bangunan Pengolahan Limbah
6. Profil Hidrolis
7. Bangunan Pengolahan Limbah :
Pre Treatment
Saluran Pembawa
Bar Screen
Bak Penampung
Primary Treatment
Koagulasi - Flokulasi
Bak Pengendap I
Secondary Treatment
Activated Sludge
Bak Pengendap II
Tertiary Treatment
Ion Exchange
Sludge Treatment
Sludge Thickener
Sludge Digester
Filter press

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Karakter istik Limbah
Setiap industri mempunyai karakteristik yang berbeda, sesuai dengan

produk yang dihasilkan. Demikian pula dengan industri tekstil mempunyai
karakteristik limbah industri tekstil yang berbeda, menurut Keputusan Gubernur
Jawa Timur No. 45 Tahun 2002 limbah cair industri tekstil mempunyai
karakteristik dan baku mutu antara lain :
a.

BOD ( Biologycal Oxygen Demand )
BOD ( Biologycal Oxygen Demand ) adalah jumlah oksigen yang
digunakan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi zat – zat organic
pada kondisi standar.
Kandungan BOD5 air buangan Industri Tekstil ini adalah 300
mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan BOD5 yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 50 mg/l.
( Sakti A. Siregar, 2005 “Instalasi Pengolahan Air Limbah”, Kanisius,
Yogyakarta, hal 106 )

b.

COD ( Chemical Oxygen Demand )
Kandungan COD air buangan Tekstil ini adalah 700 mg/l,
sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan COD yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 150 mg/l.

6
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

COD ( Chemical Oxygen Demand ) adalah banyaknya oksigen
yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organic
dengan menggunakan oksidator kimia yang kuat ( potassium dikromat ).
( Syed R. Qasim, 1985, “Wastewater Treatment plant”, CBS College
Publishing, hal 39 )
c.

Minyak dan Lemak
Kandungan Minyak dan Lemak air buangan Industri Pengilangan
Minyak Bumi ini adalah 50 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur
besar kandungan Minyak dan Lemak yang diperbolehkan dibuang ke
lingkungan adalah sebesar 20 mg/l.
1.)

Minyak
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang
tidak larut/bercampur dalam air. Dalam arti sempit, kata 'minyak' biasanya
mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau bahkan produk olahannya:
minyak tanah (kerosene). Namun demikian, kata ini sebenarnya berlaku
luas, baik untuk minyak sebagai bagian dari diet makanan (misalnya
minyak goreng), sebagai bahan bakar (misalnya minyak tanah), sebagai
pelumas (misalnya minyak rem), sebagai medium pemindahan energi,
maupun sebagai wangi-wangian (misalnya minyak nilam).
( www.wikipedia.org )

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

2.)

Lemak
Lemak atau Lipid tidak sama dengan minyak. Orang menyebut lemak
secara khusus bagi minyak nabati atau hewani yang berwujud padat pada
suhu ruang. Lemak juga biasanya disebutkan kepada berbagai minyak
yang dihasilkan oleh hewan, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair.
( www.wikipedia.org )

d.

Sulfida ( H2S )
Kandungan H2S air buangan Industri Tekstil ini adalah 1,5 mg/l,
sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan H2S yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 0,3 mg/l.
Hidrogen sulfida, H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun,
mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari
aktifitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan
tanpa oksigen (aktifitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran
pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari
aktivitas gunung berapi dan gas alam.
Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas
asam (sour gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah
(sewer gas). IUPAC menerima penamaan "hidrogen sulfida" dan
"sulfana"; kata terakhir digunakan lebih eksklusif ketika menamakan
campuran yang lebih kompleks.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

Gambar 2.1. Struktur Kimia H2S
( www.wikipedia.org )

e.

Phenol
Kandungan Phenol air buangan Industri Tekstil ini adalah 5 mg/l,
sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan Phenol yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 1 mg/l.
Senyawa fenol merupakan senyawa aromatik dengan satu atau
beberapa gugus hidroksil yang terikat secara langsung pada cincin
benzene. Senyawa ini mudah mengalami oksidasi. Kadar alami senyawa
fenol diperairan sangat kecil. Keberadaan fenol di perairan mengakibatkan
perubahan sifat organoleptik air, pada kadar yang melebihi baku mutu
fenol bersifat toksik bagi ikan.
( Anggota IKAPI, 2003, “Telaah Kualitas Air”, Kanisius, Yogyakarta, hal
207 )
Gambar 2.2. Struktur Kimia Phenol
( www.wikipedia.org )

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

f.

NH3-N ( Ammonia Total )
Kandungan Ammonia air buangan Industri Tekstil ini adalah 10
mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan Ammonia
yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 8 mg/l.
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau
amonia).
Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan
nutrisi di bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak
kesehatan.
( www.wikipedia.org )

Gambar 2.3. Struktur Kimia Ammonia
( www.wikipedia.org )

g.

pH
Nilai pH air buangan Industri Tektil ini adalah 10, sedangkan baku
mutu yang mengatur besar nilai pH yang diperbolehkan dibuang ke
lingkungan adalah sebesar 6 - 9.
pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang
dimaksudkan "keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+)
dalam pelarut air.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral
apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki
sifat basa, sedangkan nilai pH 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan butiran kasar
lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan. Penghilangan grit
dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa akibat adanya endapan
kasar didalam saluran. Outlet ini dapat berupa propotional weir atau phrshall
flume. Pengendapan yang terjadi pada proses ini adalah secara gravitasi.
Ada dua jenis grit chambers :
1. Horizontal Flow Grit Chamber
Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan
kecepatan aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau
melalui penggunaan weir khusus pada bagian effluen.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Gambar 2.7. Horizontal Flow Grit Chamber (Rich,102)
2.

Aerated Grit Chamber
Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana

kecepatan melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang
disuplai.

(a)

(b)

Gambar 2.8. Aerated Grit Chamber dengan Aliran Spiral. (a) Denah, (b) Tampak
Samping (Reynold,152)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

b)

Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit

penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi
pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.

Gambar 2.9. Bak Equalisasi (Reynold,158)

c)

Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak,

lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan
mekanisme pengapungan.
Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :
1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk
membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel
suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas
sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah
dibanding berat jenis air limbah.
2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan
polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat
mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

Untuk keperluan flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit
(±0,2 m3 udara) untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung
udara maka proses flotasi akan semakin sempurna.

Gambar 2.10. Bak Flotasi (Rich,.115)

d)

Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari

kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.
Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan
menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak
boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

Gambar 2.11. Bak Pengendap Rectangular. (a) Denah, (b) Potongan
( Tom D. Reynold,249 )

2.2.2.2. Pr oses Kimia
Proses Kimia dengan unit pengolahan meliputi:
a)

Netr alisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka sebelum

diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat
optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda diantara
nilai 6,5 – 8,5.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan

terjadi

netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada
produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam.
Larutan dikatakan asam bila

: H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila

: H+ = H- dan pH = 7

Larutan dikatakan basa bila

: H+ < H- dan pH > 7

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah
cair, seperti :
a. Pencampuran limbah.
b. Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.
c. Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.
d. Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.
e. Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.
f. Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.
g. Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.

Gambar 2.12.
Bak Netralisasi
(Eckenfelder,79)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

b)

Koagulasi – Flokulasi
Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan

penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu
dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya mengendap.
Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan, hasil
yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid,
proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil. Flokulasi adalah
pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel yang sudah stabil hasil.
Koagulasi berkumpul dan mengendap.

Gambar 2.13. Bak Koagulasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
1. Koagulan Alumunium Sulfat - Al2(SO4)3
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan
air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk
membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai
Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi koagulan dan
konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat.
Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6-8.
Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok
Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(HCO)3 → 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2

Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan
reaksinya adalah :
Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O

(Reynold,174)
2. Koagulan Ferro Sulfat
Persamaan Reaksinya adalah
2FeSO4 + 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½O2 → 2Fe(OH)


3+

2CaSO

4

+ 13H2

(Reynold,175)
3. Koagulan Ferri Sulfat
Perbedaannya dengan Ferro Sulfat adalah nilai ekivalensinya. Kalau Ferro
adalah Fe2+ sedangkan Ferri adalah Fe3+.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

Persamaan Reaksinya adalah
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)


3+

3CaSO

4

+ 6CO2

(Reynold,176)
4. Koagulan Ferri Clorida
Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali
dari Ferri Hidroksida
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)
Atau

3 ↓+

2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)

3CaSO

3+

3CaCl

4

+6CO2
2

(Reynold,176)
Pada tahap Koagulasi, pengaduk yang digunakan biasa isebut Impellerr.
Sedangkan jenis – jenis impeller ada 3, yaitu:
1. Turbine Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 30-50% dari diameter atau lebar
bak koagulasi. Kecepatan putarannya 10-150 rpm.

Gambar 2.14. Type – type Turbine Impeller (Reynold,184)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

2. Paddle Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 50-80% dari diameter atau lebar
bak koagulasi, dan lebar paddle biasanya 1/6–1/10 dari diameternya.
Kecepatan putarannya 20-150 rpm.

Gambar 2.15. Type – type Paddle Impeller (Reynold,186)

3. Propeller Impeller
Diameter impeller jenis ini biasanya 1 atau 2 – 18 inchi. Kecepatan
putarannya 400-1750 rpm.

Gambar 2.16. Type – type Propeller Impeller (Reynold,186)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

Jenis-jenis flokulasi, yaitu:
1. Flokulasi mekanis
Hampir sama dengan Koagulasi menggunakan impeller sebagai
pengaduk. Hanya saja alirannya lambat atau turbulen.

Gambar 2.17. Flokulasi Mekanis. (a) Dengan Paddle, (b) Dengan Turbine, (c)
Dengan Propeller (Rich, 69)
2. Flokulasi hidrolis
Flokulasi dengan gravitasi, ciri – ciri Flokulasi Hidrolis :
a. Tidak peka terhadap perubahan kualitas air
b. Hidrolis dan parameter menyebabkan fungsi flokulasi
menjadi lambat dan tidak bisa menyesuaikan
c. Kehilangan tekanan relative besar
d. Tidak mudah dibersihkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

Macam – macam Flokulasi Hidrolis :
1. Baffle channel flocculator

Gambar 2.18. Horizontal
Flow Baffle Channel
(Sculzt&Okun, 109)

Gambar 2.19. Vertical
Flow Baffle Channel
(Sculzt&Okun, 110)

2. Gravel bed flocculator

Gambar 2.20. Gravel Bed Floculator (Sculzt&Okun, 122)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

3. Hidrolic jet flokulator

Gambar 2.21. Hidraulic Jet Floclator (Sculzt&Okun, 117)

3. Flokulasi pneumatis
Flokulasi Pneumatis adalah dengan injeksi udara dari compressor
dengan tekanan kedalam air.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

31

2.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik
terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta
40 - 90 % TSS. (Qasim,52)
2.2.3.1. Pr oses Biologi secara Aerobik
Unit proses pengolahannya antara lain:
a)

Activated Sludge
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih

stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah
prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,
sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan
dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge, yaitu:
1. Kovensional
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan
recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan
oksidasi bahan organic

Gambar 2.22. Activated sludge sistem konvensional (Reynold,427)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

32

2. Non Konvensional
a) Step Aeration
-

Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat
dan mikroorganisme menurun menuju outlet.

-

Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan
masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan
mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.

-

Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek

Gambar 2.23. Step Aerasi (Reynold,.441)
b) Tapered Aeration
Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih
tinggi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

33

Gambar 2.24. Tapered Aeration (Reynold, hal.430)

b) Contact Stabilization
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :
-

Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik
untuk memproses lumpur aktif.

-

Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan
organik yang mengasorb ( proses stabilasi ).

Gambar 2.25. Contact Stabilization (Reynold,.442)
c) Pure Oxigen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya

adalah

mempunyai

perbandingan

subtrat

dan

mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

34

Gambar 2.26. Pure Oxygen (Reynold, 449)
d) High Rate Aeration
Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau
debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini maka
akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.
Secondary
clarifier
influent

Effluent

reaktor
Sludge return

Sludge
waste

Gambar 2.27. High Rate Aeration
e) Extended Aeration
Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention
(td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih
sedikit.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

35

Gambar 2.28. Extended Aeration (Reynold, 444)

e) Oxydation Ditch
Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis,
kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.

Gambar 2.29. Oxydation Ditch (Reynold, 444)
b)

Aer obic Lagoon
Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang

sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang luas
dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka kondisi
aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

36

Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae dalam
kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan aerobik lagoon,
yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi algae, pada kedalaman
lagoon sekitar 15 – 45 cm.
Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau stabilisation
lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen yang dihasilkan,
kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil terbaik, lagoon diaduk
secara periodik dengan pompa atau surface aeration.
Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam air
dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan oksigen yang
dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air. Proses reaksi
fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis sebagai berikut:
Photosintesis:
CO2 + 2H2O + cahaya matahari → CH2O + O2 + H2O
Sel Baru Algae

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

37

Respirasi
CH2O + O2 → CO2 + 2H2O

Gambar 2.30. Aerobic Lagoon (Archeivala,hal.178)

c)

Aer ated Lagoon
Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon yaitu

dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban organik yang
tinggi. Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended aeration
pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman air yang
dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser aerator. Dalam
aerated lagoon semua zat padat dipertahankan dalam keadaan tersuspensi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

38

Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti dengan kolam
pengendapan yang besar.

Gambar 2.31. Aerated Lagoon (Archeivala,hal.195)
d)

Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5 meter. Pada

kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona aerobik di bagian
atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona anaerobik di bagian bawah atau
dasar kolam. Proses penurunan BOD atau organik COD terjadi karena adanya
aktivitas reaksi simbiosis antara algae dan bakteri.
Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis pada siang
hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi terjadi pada siang hari.
Oksigen terlarut yang dihasilkan akan dimanfaatkan oleh bakteri aerob
untuk proses penguraian zat organik dalam air buangan (sebagai BOD). Pada
bagian ini terjadi proses biologi secara aerobik (full aerobic), dan pada bagian ini

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

39

juga dimungkinkan terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang dihasilkan oleh bakteri
akan digunakan oleh algae sebagai sumber karbon pada proses fotosintesis.
Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini disebabkan
berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke lapisan ini. Kondisi yang
ada adalah antara aerobik dan anaerobik.
Pada siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung
anaerobik sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan
dinamakan bakteri fakultatif.
Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa
adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme yang
mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi dekomposisi
zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2, NH3, H2S, dan CH4.
Proses denitrifikasi juga dimungkinkan terjadi di zona ini.

Gambar 2.32. Kolam Fakultatif (Archeivala,hal.178)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

40

2.2.3.2. Pr oses Biologi secara An Aer obik
a)

UASB (Up Flow An Aer obic Sludge Blanket)
Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang berbentuk

butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu reaktor yang
didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui dasar bak secara
merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan tetap berada
atau tertahan dalam reaktor.
Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air limbah
akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam reaktor.
Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3 m/jam. Untuk
mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada saat kondisi hidrolik
puncak (debit puncak) kecepatan dapat mencapai antara 2 – 6 m/jam
Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong sludge
tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh berkurangnya densitas
butiran. Untuk itu diperlukan pemisahan butiran sludge di luar reaktor dan
kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor.
Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gas-solid-liquid separator yang
ditempatkan di bagian atas reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung dalam
separator tersebut dan sludge dikembalikan lagi ke reaktor.
Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang bergerak
naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping itu juga turunnya
aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge memberikan ketidak
seragaman sludge blanket sehingga sebagai akibatnya sludge akan ikut keluar

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

41

reactor. Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air limbah
juga merupakan masalah operasi yang serius.

Suspended

solid

dapat

menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi suspended solid
pada sludge juga akan mempengaruhi proses air limbah yang mengandung protein
atau lemak menyebabkan pembentukan busa.
Keuntungan :
-

Kebutuhan energi rendah

-

Kebutuhan lahan sedikit

-

Biogas berguna

-

Kebutuhan nutrien sedikit

-

Sludge mudah diolah/dikeringkan

-

Tidak mengeluarkan bau dan kebisingan

-

Mempunyai kemampuan terhadap fluktuasi dan intermitten
load

Gambar 2.33. UASB
(Metcalf&Eddy,1006)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

42

Gambar 2.34. (a) Proses di dalam UASB, (b) Reaktor UASB dengan Sedimentasi
dan Recycle Lumpur, (c) Reaktor UASB dengan Media yang menghasilkan
Biofilm. (Metcalf&Eddy,1006)

b)

An Aer obic lagoon
Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter. Kondisi

anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang tinggi sehingga
terjadi deoksigenisasi, adanya lapisan scum (busa) pada permukaan air kolam
berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari atmosfer. Pada kondisi ini bahan
organik akan mengalami stabilisasi yang merupakan hasil kerja bakteri anaerobik
thermophilik dengan proses digestion.
Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage anaerobic
digestion dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan memecah organik
komplek. S