4. Aktivitas beberapa proses fisiologis tanaman kakao muda di lapang pada berbagai naungan buatan
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
ISSN 1858-4330
25
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
ISSN 1858-4330
AKTIVITAS BEBERAPA PROSES FISIOLOGIS TANAMAN KAKAO
MUDA DI LAPANG PADA BERBAGAI NAUNGAN BUATAN
SOME PROCESS PHYSIOLOGICAL ACTIVITY OF JUVENIL COCOA
CROP IN FIELD AT VARIOUS OF SHADING
Nasaruddin1), Yunus Musa1), dan Muh. Askari Kuruseng2)
1) Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian & Kehutanan UNHAS.
2) Dosen Sekolah Tinggi penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh naungan terhadap pertumbuhan
dan aktivitas beberapa proses fisiologis tanaman kakao muda di pertanaman. Penelitian
dilaksanakan di Fakultas pertanian dan Kehutanan Unhas yang berlansung dari Juli sampai
September 2004. Penelitian disusun dalam bentuk percobaan berdasarkan pola Rancangan
Acak Kelompok dengan 5 perlakuan yaitu : Tanaman kakao tanpa naungan. Naungan
net hitam, Naungan plastik putih, Naungan Krey bambu dan Naungan anyaman bambu
(gamacca). Hasil Percobaan memperlihatkan bahwa jenis naungan plastik putih
memperlihatkan aktivitas fisiologi tanaman kakao muda yang lebih baik khususnya pada
fotosintesis, dan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao
muda di pertanaman.
Kata Kunci: Aktivitas fisiologis, Tanaman kakao, Naungan.
ABSTRACT
Research aim to learn the influence of shading to growth and activity of some
physiological process of juvenil cocoa crop in field. Research executed in Faculty of
Agriculture and Forestry Unhas, from July until September 2004. Research was arranged
to randomized complete design, with 5 treatment, that is: cacao crop without shading,
black net shading, white plastic shading, bamboo krey shading and bamboo matting
(gamacca) shading. Result of experiment revealed that type of white plastic shading
showed the activity of better young cacao crop physiology specially at photosynthesis, and
able to support the growth and young cacao crop growth in field.
Key words: Physiological activity, cocoa, shading.
PENDAHULUAN
Kakao (Theobroma cacao L.)
merupakan tanaman perkebunan yang
dewasa ini mendapat perhatian besar
karena termasuk salah satu komoditas
penting bagi perekonomian negara serta
26
komoditas yang dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani
Perkembangan tanaman kakao di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
ini berlangsung sangat cepat. Pada tahun
1986 luas perkebunan di Indonesia
berjumlah 98.155 hektar, sedangkan pada
tahun 1996 jumlah tersebut meningkat
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
menjadi 610.876 hektar. Dengan demikian
terjadi perluasan areal sebesar 522.161
hektar selama kurun waktu 10 tahun atau
rata-rata sebesar 52,26% setiap tahun
(Dinas Perdagangan Sulawesi Selatan,
2000). Berdasarkan luas tanaman kakao di
Sulawesi
Selatan
sebagai
daerah
penghasilan kakao terbesar di Indonesia
saat ini mencapai sekitar 63 % produk
kakao di Indonesia. Luas pertanaman
kakao di Sulawesi Selatan sampai tahun
2002 mencapai 240.785 Ha dan sebagian
besar (98%) dalam bentuk perkebunan
rakyat. Produksi kakao Sulawesi Selatan
sampai tahun 2002 mencapai 213.754 ton
dengan volume ekspor 204.366 ton
(Nasaruddin, 2002).
Dalam
rangka
pencapaian
produktivitas kakao diperlukan suatu
teknik budidaya yang tepat. Seringkali
produktivitas yang diperoleh rendah
disebabkan
oleh
terhambatnya
pertumbuhan awal tanaman akibat
intensitas cahaya yang diterima di
lapangan pada awal pertanaman tidak
optimal untuk kakao muda, hal ini
menyebabkan laju pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kurang optimal.
Faktor lingkungan dan penerapan teknik
budidaya
sangat
mempengaruhi
pertumbuhan awal tanaman yang pada
gilirannya
akan
mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi. Tanaman
kakao dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik apabila ditanam pada kondisi
ekologis yang sesuai. Salah satu faktor
lingkungan
yang berperan penting
terhadap pertumbuhan dan aktivitas
fisiologi tanaman kakao yakni intensitas
cahaya matahari yang diterima oleh
tanaman. Kebutuhan cahaya matahari
(intensitas cahaya matahari) pada tanaman
kakao tergantung pada umur tanaman.
Kebutuhan intensitas cahaya matahari
berangsur-angsur
meningkat
sesuai
dengan peningkatan umur tanaman
(Nasaruddin, 2002). Dengan adanya
perbedaan tingkat kebutuhan intensitas
ISSN 1858-4330
cahaya matahari, maka diperlukan suatu
teknik budidaya yang dapat menunjang
aktivitas fisiologi tanaman sehingga
mampu
mendukung
pertumbuhan
tanaman kakao muda.
Naungan merupakan salah satu
aspek budidaya yang mempunyai peranan
penting dalam sistem pengelolaan
tanaman kakao. Naungan pada tanaman
kakao akan mempengaruhi iklim mikro,
khususnya dalam hal penerimaan cahaya
matahari, suhu, kelembaban udara, angin,
pertumbuhan gulma, dan sruktur tanah.
Tanaman kakao membutuhkan tingkat
penyinaran yang optimal, hal ini akan
berpengaruh terhadap proses fososintesis
dan aktivitas stomata. Naungan pada
tanaman kakao ada yang bersifat
sementara dan tetap. Kebanyakan di
kebun-kebun pembibitan mempergunakan
tanaman
penaung untuk menaungi
tanaman kakao tersebut, hal ini akan
menyebabkan terjadinya persaingan antar
tanaman penaung dengan tanaman kakao
baik dalam penerimaan cahaya matahari,
unsur hara, air dan sebagainya. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu
jenis penaung buatan yang dapat
menaungi tanaman kakao muda dan tidak
merugikan kondisi ekologis disekitar
pertanaman. Peranan
aspek ekologis
terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman kakao merupakan hal penting
yang harus diperhatikan, mengingat aspek
tersebut sangat mempengaruhi aktivitas
fisiologi tanaman kakao.
Berdasarkan uraian di atas, maka
dilaksanakan
penelitian
mengenai
berbagai
jenis
naungan
terhadap
pertumbuhan dan beberapa aktivitas
fisiologi tanaman kakao muda yang baru
dipindahkan ke pertanaman.
Hipotesis dari penelitian ini adalah
terdapat salah satu jenis naungan yang
dapat memberikan aktivitas fisiologi
terbaik dalam mendukung berlangsungnya
pertumbuhan tanaman kakao muda di
pertanaman.
27
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh naungan terhadap
pertumbuhan dan aktivitas beberapa
proses fisiologis tanaman kakao muda di
pertanaman.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan dalam
bentuk percobaan di Fakultas Pertanian
dan Kehutanan Universitas Hasanuddin,
Makassar. Berlangsung dari Juli sampai
September 2004.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
bibit tanaman kakao (Jenis Forastero)
berumur ±4 bulan, tanah, pasir, pupuk
kandang, paranet hitam, plastik putih,
bambu, dan gamacca yang digunakan
sebagai bahan naungan. Untuk mengukur
aktifitas beberap proses fisiologis tanaman
digunakan Fortable fotosintesis system
(CID 230)
Percobaan
dilaksanakan dengan
menggunakan metode Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari lima
perlakuan yaitu ; Kakao tanpa naungan.
(K0 ), Naungan net hitam.(K1 ), Naungan
plastik putih (K2 ), Naungan Krey bambu
(K3) dan Naungan gamacca (K4 ).Setiap
perlakuan terdiri atas 3 ulangan, setiap
ulangan 4 unit sehingga terdapat 60 unit
pengamatan
Sebelum penanaman tanaman terlebih
dahulu dibuat lubang tanam sedalam ± 40
cm berbentuk persegi (30 x 30 cm)
dengan jarak tanam 2m x 2m. Setelah
dibuatkan lubang tanam, setiap lubang
dijenuhkan dengan air.Terdapat empat
jenis naungan yang disiapkan yaitu
naungan dari paranet berwarna hitam,
plastik putih, bambu dan anyaman kulit
bambu (gamacca), setiap jenis naungan
dipotong-potong dengan ukuran 1m x 1m,
yang akan menaungi tanaman kakao pada
bagian atas dan sisi-sisi kiri dan kanan
yang kemungkinan terkena cahaya
matahari langsung. Rangka naungan
berukuran 80 cm x 80 cm dan tinggi 80
28
ISSN 1858-4330
cm yang terbuat dari kayu. Lubang
tanaman berisi media campuran yang
terdiri dari tanah, pupuk kandang dan
pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1 . tanah
yang akan digunakan sebagai media
tanam dicampurkan dengan pupuk
kandang dan pasir hingga merata lalu
dimasukkan sebagai ke dalam lubang
tanam, kemudian bibit dimasukkan dan
kembali ditimbun dengan media campuran
tersebut sampai rata dengan permukaan
tanah, lalu disiram. penanaman dilakukan
pada pagi hari.
Pada penelitian ini akan diamati
pertumbuhan dan beberapa proses
fisiologi
tanaman.
Pengamatan
pertumbuhan tanaman :
1.
Total luas daun tanaman (cm) yang
dihitung sekali dalam 1 bulan dengan
rumus (Nasaruddin, 2003) :
BPD
LD =
X LKS
BKS
2.
Dimana:
BPD = berat proyeksi daun
LKS = luas kertas standar
BKS = berat kertas standar
Aktivitas fisiologis tanaman yang
diamati
dengan
menggunakan
fortable fotosintesis sistem (CID 230)
meliputi: Fotesintesis (mmol m -2s-1),
Transpirasi (milmol m-2s-1), CO2
Internal (ppm), Konduktan stomata
(milmol m-2s-1)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Total Luas Daun (cm2)
Hasil Uji BNT0.01 pada Tabel 1
menunjukkan bahwa naungan Plastik
Putih (K2) memberikan total luas daun
tanaman yang tertinggi (263.33 cm2) dan
berbeda nyata dengan Kontrol (K0)
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
ISSN 1858-4330
(132.58 cm2) tetapi berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Konduktan Stomata
Tabel 1. Total Luas Daun Tanaman
Kakao (cm2) Pada Berbagai
Jenis Naungan Umur 92 HST.
Perlakuan berbagai jenis naungan
berpengaruh
tidak
nyata
terhadap
konduktan stomata daun. Rata-rata
konduktan stomata disajikan pada Gambar
1
Fotosintesis
Hasil Uji BNT0.05 pada Tabel 2
menunjukkan bahwa naungan Plastik
Putih (K2) memberikan rata-rata nilai
fotosintesis yang tertinggi (21.76 mmol m2 -1
s ) dan berbeda nyata dengan Kontrol
(Ko) 12.74 mmol m-2s-1, Paranet hitam
(K1) 16.4 mmol m-2s-1 dan Krey Bambu
(K3) 17.27 mmol m-2s-1 tetapi berbeda
tidak nyata dengan perlakuan Gamacca
(K4) 18.13 mmol m-2s-1
Tabel 2. Rata-rata Nilai Fotosintesis
Tanaman Kakao (mmol m-2s-1)
Pada Berbagai Jenis Naungan
Umur 92 HST.
Perlakuan
Rataan hasil
Kontrol (K0)
12.74c
Paranet Hitam (K1)
16.4bc
Plastik Putih (K2)
21.76a
Krey Bambu (k3)
17.27b
Gamacca (K4)
18.13ab
Keterangan : Angka-angka yang Diikuti
Oleh Huruf yang Sama Berarti
Berbeda Tidak Nyata pada Taraf
Uji BNT0.05 Nilai pembanding
4.08
160
128.26
140
119.15 121.49
123.64
120
-2 -1
Keterangan : Angka-angka yang Diikuti Oleh
Huruf yang Sama Berarti Berbeda
Tidak
Nyata pada Taraf Uji BNT0.05
Nilai pembanding 28.91
169.71
180
(milmol m s )
Rataan hasil
132.58b
234.64ab
263.33a
242.29a
256.22a
KONDUKTAN STOMATA
Perlakuan
Kontrol (K0)
Paranet Hitam (K1)
Plastik Putih (K2)
Bambu (k3)
Gamacca (K4)
100
80
60
40
20
0
Ko
K1
K2
K3
K4
PERLAKUAN
Gambar 1. Diagram Batang Rata-rata
Nilai Konduktan Stomata
(milmol m-2s-1) Pada Berbagai
Jenis naungan Umur 92 HST
Gambar 1 menunjukkan bahwa
jenis naungan Gamacca (K4) memberikan
rata-rata
nilai
konduktan
stomata
tertinggi yaitu 169.71 milmol m-2s-1
sedangkan kontrol (K0) memberikan ratarata nilai konduktan stomata terendah
yaitu 119.15 milmol m-2s-1
Transpirasi
Perlakuan berbagai jenis naungan
berpengaruh tidak nyata terhadap laju
transpirasi. Gambar 2 menunjukkan
bahwa Kontrol (K0) memberikan rata-rata
nilai transpirasi tertinggi yaitu 4.47
milmol m-2s-1 sedangkan jenis naungan
bambu (K3) memberikan rata-rata nilai
terendah yaitu 3.59 milmol m-2s-1
29
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
ISSN 1858-4330
Pembahasan
5.00
4.47
4.21
4.50
3.92
3.59
3.95
K2
K3
K4
TRANSPIRASI
(milmol m-2s-1)
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Ko
K1
PERLAKUAN
Gambar 2. Diagram Batang Rata-rata
Nilai Transpirasi (milmol m2 -1
s ) Pada Berbagai Jenis
naungan Umur 92 HST
CO2 Internal
Hasil Uji BNT0.05 pada Tabel 6
menunjukkan bahwa naungan Tanpa
Kontrol (K0) memberikan rata-rata nilai
CO2 Internal yang tertinggi (375.27 ppm)
dan berbeda nyata dengan Krey Bambu
(K3) 244.56 ppm , Paranet hitam (K1)
300.69 ppm dan Plastik Putih (K2) 252.54
ppm tetapi berbeda tidak nyata dengan
perlakuan Gamacca (K4) 365.93 ppm.
Tabel 6.
Rata-rata Nilai CO2 Internal
Tanaman Kakao (ppm) Pada
Berbagai Jenis Naungan Umur
92 HST.
Perlakuan
Kontrol (K0)
Paranet (K1)
Plastik Putih (k2)
Krey Bambu (K3)
Gamacca (K4)
Rataan hasil
375.27a
300.69bc
252.54bc
244.56c
365.93a
Keterangan : Angka-angka yang Diikuti Oleh
Huruf yang Sama Berarti
Berbeda Tidak Nyata pada
Taraf Uji BNT0.05 Nilai
pembanding 62.45
30
Tanaman kakao merupakan salah
satu kelompok tanaman C3 yang
membutuhkan intensitas cahaya yang
berbeda selama masa pertumbuhannya.
Oleh karena itu telah dilakukan upaya
pengelolaan terhadap tanaman kakao
muda hingga dewasa agar diperoleh
pertumbuhan yang optimal, salah satunya
adalah pemberian naungan dengan tujuan
untuk mengatur intensitas penyinaran
sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao
muda. Hasil praktik lapang menunjukkan
bahwa tanaman kakao muda dengan
pemberian
naungan
memperlihatkan
pertumbuhan
yang
lebih
baik
dibandingkan pada pertumbuhan tanaman
kakao tanpa naungan. Ini menunjukkan
bahwa, tanaman kakao muda tidak tahan
terhadap
penyinaran
penuh
dan
membutuhkan tingkat intensitas cahaya
matahari
tertentu
selama
masa
pertumbuhannya. Menurut Nasaruddin
(2002), tanaman kakao muda dalam
pertumbuhannya memerlukan intensitas
cahaya rendah, tanaman yang berumur 3-4
bulan membutuhkan sekitar 35%-40%
intensitas cahaya matahari dan berangsurangsur
meningkat
sejalan
dengan
peningkatan unur tanaman. Makin tua
umur tanaman makin tinggi tingkat
kebutuhan
cahaya
matahari
dan
sebaliknya
makin
muda
tanaman
kebutuhan intensitas cahaya
semakin
rendah.
Naungan plastik putih (K2)
memperlihatkan
aktivitas
fisiologi
khususnya fotosintesis yang lebih tinggi
(21,76 mm m-2s-1) dibanding perlakuan
lainnya. Tingginya aktivitas fotosintesis
pada jenis naungan plastik putih
mempengaruhi tingginya pertumbuhan
tanaman.
Hal ini disebabkan karena
naungan plastik putih mampu memfilter
radiasi surya baik terhadap kuantitasnya
maupun terhadap kualitasnya sehingga
penerimaan intensitas cahaya
di
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
pertanaman mampu mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman kakao muda.
Naungan kaca / plastik
putih dapat
menahan kehilangan kalor dari dalam
keluar naungan, pada malam hari radiasi
pantulan dalam bentuk gelombang
panjang dari permukaan bumi akan
terhalangi sehingga suhu pada tajuk
tanaman kakao di bawah naungan lebih
tinggi
dibanding
diluar
naungan
sedangkan pada siang tidak terlalu panas.
Naungan plastik juga dapat merubah
unsur-unsur cuaca/ iklim lainnya terutama
suhu udara, kelembaban, evapotraspirasi
dan kosentrasi karbodioksida.
Pada
umumnya naungan kaca / plastik dapat
memanaskan radiasi surya hanya pada
panjang gelombang
0,320 – 2.800 µm.
Hanya sedikit radiasi ultra violet yang
dapat menembus kaca / plastik tersebut
(Anonim, 2002). Radiasi surya yang tiba
di permukaan kaca / plastik tidak semua
dapat diteruskan oleh tanaman tetapi
sebagian diserap dan dipantulkan kembali.
Penerimaan intensitas cahaya matahari
yang optimal akan mempengaruhi
aktivitas
fotosintesis.
Menurut
Nasaruddin (2002), pada kondisi cahaya
penuh nilai fotosintesis aktif rasio (PAR)
pada permukaan daun mencapai 500 –
1500 mmol m-2 s-1 dan intensitas cahaya
efektif
untuk fotosintesis
optimum
tanaman kakao pada intensitas cahaya
200 – 750 mmol m-2s-1. Intensitas cahaya
yang optimal akan mempengaruhi
aktivitas stomata untuk menyerap CO2,
makin tinggi intensitas cahaya matahari
yang diterima oleh permukaan daun
tanaman, maka jumlah absorpsi CO2
relatif makin tinggi pada kondisi jumlah
curah hujan cukup, tetapi pada intensitas
cahaya matahari diatas 50% absorpsi CO2
mulai konstan (Nasaruddin, 2002).
Tingginya aktivitas fotosintsis juga
dipengaruhi oleh suhu di sekitar
pertanaman. Suhu akan meningkatkan
perkembangan tanaman sampai pada batas
tertentu. Suhu optimum untuk fotosintesis
ISSN 1858-4330
tergantung pada jenis tanaman dan kondisi
lingkungan tempat tumbuhnya. Untuk
tanaman kakao kisaran suhu optimum
antara 26oC-32oC.
Peningkatan suhu
dalam batas tertentu akan merangsang
bukaan stomata untuk menyerap CO2 ke
dalam mesofil daun. CO2 merupakan
bahan
baku
sintesis
karbohidrat,
kekurangan CO2 akan menyebabkan
penurunan laju fotosintesis.
Menurut
Lakitan (1995) bahwa kandungan CO2 di
udara kurang lebih
335 ppm dan
menunjukkan peningkatan konsentrasi
CO2 secara konsisten.
Peningkatan
konsentrasi CO2 secara konsisten memacu
laju fotosintesis, kecuali jika stomata
menutup.
Peningkatan CO2 akan
menghabat fotorespirasi. Perlu di ingat
bahwa pada tingkat cahaya rendah
konsentrasi CO2 antar sel dapat menjadi
faktor pengendali yang utama, namun
pada tingkat cahaya tinggi respon
langsung terhadap cahaya dapat melebihi
kebutuhan pemenuhan CO2 untuk
fotosintesis dan menyebabkan konsentrasi
CO2 meningkat (Salisbury dan Ross,
1995).
Konsentrasi CO2 eksternal (453,55
ppm) dan internal (252,54 ppm) akan
mempengaruhi bukaan stomata. Pada
sebagian besar tumbuhan konsentrasi CO2
yang rendah di daun menyebabkan
konduktan stomata meningkat sehingga
stomata akan membuka, sebaliknya jika
konsetrasi CO2 meningkat menyebabkan
konduktan stomata rendah dan sebagian
stomata menutup. Konduktan stomata
rendah dapat menurunkan laju transpirasi
sehingga air yang berada dalam mesofil
daun dapat dimanfaatkan secara efisien
pada proses fotosintesis (Zakaria, 1999)
lebih lanjut oleh Gardner dkk (1991)
mengemukakan konduktan stomata yang
rendah
menyebabkan
suhu
daun
meningkat sebab transpirasi rendah
melalui permukaan daun. Naiknya suhu
daun, misalnya sangat banyak menaikkan
penguapan
dan
sedikit
difusi
31
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
kemungkinan
menyebabkan
stomata
menutup atau membuka lebih lebar,
tergantung pada spesis atau faktor lain.
Stomata membuka karena meningkatnya
pencahayaan (dalam batas tertentu) dan
peningkatan cahaya menaikkan suhu daun
sehingga air menguap lebih cepat naiknya
suhu membuat udara mampu membawa
lebih banyak kelembaban sehingga
transpirasi
meningkat
dan
akan
mempengaruhi bukaan stomata (Salisbury
dan Ross, 1995).
Berbagai faktor lingkungan seperti
suhu, intensitas cahaya, ketersediaan air,
CO2 dan sebagainya memperngaruhi laju
fotosintesis tumbuhan dan ketersediaanya
dibutuhkan dalam jumlah tertentu sesuai
dengan kebutuhan jenis tanaman untuk
mengoptimalkan
pertumbuhan
dan
produksi.
Tanaman kakao muda tanpa
naungan (K0) memperlihatkan aktivitas
fotosintesis terendah yaitu 12,74 mmol m2 -1
s hal ini mempengaruhi rendahnya
pertumbuhan tanaman kakao muda di
pertanaman baik pada tinggi tanaman
(16,08cm), jumlah daun (11,33 helai ),
diameter batang (0,24 cm) dan total luas
daun (132,59 cm2).
Rendahnya aktivitas fotosintesis
pada tanaman kakao muda tanpa naungan
disebabkan karena tidak optimalnya
penerimaan intensitas cahaya pada awal
pertanaman sehingga hal ini akan
mempengaruhi kondisi lingkungan di
sekitar pertanaman, khususnya
suhu,
ketersediaan CO2, kelembaban dan
sebagainya . hal ini akan mempengaruhi
aktivitas fisiologi tanaman. Penerimaan
intensitas cahaya matahari penuh dan
terus menerus menyebabkan terjadinya
kenaikan suhu secara tidak terkontrol di
sekitar pertanaman. Menurut Anonim
(2001) bahwa, suhu yang sangat tinggi
kecepatan molekul berjalan sangat cepat
sehingga enzim dan biokatalisator lainnya
akan rusak, jaringan tanaman akan mati
apabila suhu mencapai diatas 40oC. Suhu
32
ISSN 1858-4330
tinggi di atas optimal akan merusak
tanaman dengan mengacau arus respirasi
dan absorpsi air.
Bila suhu udara
meningkat laju transpirasi meningkat
karena terjadi penurunan uap dari udara
yang hangat dan suhu daun yang tinggi.
Tingginya laju transpirasi pada tanaman
kakao tanpa naungan (4,47 milmol m-2s-1)
menyebabkan absorpsi air terbatas karena
terjadi kekurangan air secara berlebihan.
Lebih lanjut oleh Lakitan (1995) bahwa,
kekurangan air dapat menghambat laju
fotosintesis terutama karena pengaruh
terhadap turgiditas sel penjaga stomata.
Jika kekurangan air turgiditas sel penjaga
akan menurun hal ini menyebabkan
stomata menutup, konduktan stomata
meningkat dan menurunnya difusi CO2.
Lebih lanjut oleh Nasaruddin (2002)
bahwa tanaman kakao merupakan
tanaman C3 dimana penurunan kadar CO2
internal dalam mesofil daun akan
mengakibatkan penurunan rasio CO2 / O2.
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan fotorespirasi dan sebaliknya
penurunan laju fotosintesis.
Efisiensi fotosintesis yang rendah
pada tanaman kakao muda tanpa naungan
disebabkan oleh hilangnya sebagian dari
CO2
yang
terhambat
dengan
meningkatnya intensitas cahaya, hal ini
disebut fotorespirasi. Penghambatan ini
terjadi pada semua spesis C3, tanaman C3
memiliki laju respirasi yang lebih cepat
pada saat terang dan menyebabkan
hilangnya seperempat sampai sepertiga
CO2 yang sedang dihambat oleh
fotosintesis, sehingga terjadi penurunan
laju fotosintesis (Anonim, 2001)
Ketersediaan CO2 merupakan
bahan
baku
sintesis
karbohidrat,
kekurangan CO2 akan menyebabkan
penuruna laju fotosintesis. Fotosintesis
pada tumbuhan C3 sering dibatasi oleh
tingkat CO2 atmosfer. Pada suhu tinggi,
CO2 kurang larut dalam air kloroplas
sehingga menurunkan fotosintesis, terjadi
cekaman kekeringan dan penutupan
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
stomata, sehingga menghambat masuknya
CO2 ke dalam daun (Salisbury dan Ross,
1995).
KESIMPULAN
Jenis naungan plastik putih
memperlihatkan
aktivitas
fisiologi
tanaman kakao muda yang lebih baik
khususnya pada fotosintesis, dan mampu
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman kakao muda di
pertanaman.
ISSN 1858-4330
Salisbury, B.F., C.W. Ross, 1995. Plant
Physiology (Fisiologi Tumbuhan:
Terjemahan Diah R. Lukman
Sumaryono). Jilid II. Penerbit ITB
Bandung, Bandung.
Zakaria, B., 1999. Aktivitas Fotosintesis
dan Rubisco Yang Diberi
Metanol Pada Berbagai Tingkat
Cekaman air. Program Pasca
Sarjana Universitas Hasanuddin,
Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Klimatologi Pertanian.
PT. Gramedia, Jakarta
Anonim, 2001. Ekologi
Rajawali Press, Jakarta
Tanamn.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L.
Mitchell.
1991.
Fisiologi
Tanaman Budidaya. Terjemahan
Herawati
Susilo. Universitas
Indonesia.
Jumin, H. B., 1989. Ekologi Tanaman
Suatu Pendekatan
Fisiologi.
Rajawali Press, Jakarta
Lakitan, B., 1995. Dasar-dasar Fisiologi
Tumbuhan.
Raja
Gravindo
Persada, Jakarta.
Nasaruddin, 2002. Kakao, Budidaya dan
Beberapa Aspek Fisiologisnya.
Jurusan
Budidaya
Pertanian
Fakultas Pertanian dan Kehutanan
Universitas Hasanuddin. Makassar
Nasaruddin,
2003.
Metabolisme
Fotosintesis,
Respirasi,
dan
Nutrisi Mineral. Laboratorium
Fisiologi Tanaman. Fakultas
Pertanian
dan
Kehutanan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
33
ISSN 1858-4330
25
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
ISSN 1858-4330
AKTIVITAS BEBERAPA PROSES FISIOLOGIS TANAMAN KAKAO
MUDA DI LAPANG PADA BERBAGAI NAUNGAN BUATAN
SOME PROCESS PHYSIOLOGICAL ACTIVITY OF JUVENIL COCOA
CROP IN FIELD AT VARIOUS OF SHADING
Nasaruddin1), Yunus Musa1), dan Muh. Askari Kuruseng2)
1) Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian & Kehutanan UNHAS.
2) Dosen Sekolah Tinggi penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh naungan terhadap pertumbuhan
dan aktivitas beberapa proses fisiologis tanaman kakao muda di pertanaman. Penelitian
dilaksanakan di Fakultas pertanian dan Kehutanan Unhas yang berlansung dari Juli sampai
September 2004. Penelitian disusun dalam bentuk percobaan berdasarkan pola Rancangan
Acak Kelompok dengan 5 perlakuan yaitu : Tanaman kakao tanpa naungan. Naungan
net hitam, Naungan plastik putih, Naungan Krey bambu dan Naungan anyaman bambu
(gamacca). Hasil Percobaan memperlihatkan bahwa jenis naungan plastik putih
memperlihatkan aktivitas fisiologi tanaman kakao muda yang lebih baik khususnya pada
fotosintesis, dan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao
muda di pertanaman.
Kata Kunci: Aktivitas fisiologis, Tanaman kakao, Naungan.
ABSTRACT
Research aim to learn the influence of shading to growth and activity of some
physiological process of juvenil cocoa crop in field. Research executed in Faculty of
Agriculture and Forestry Unhas, from July until September 2004. Research was arranged
to randomized complete design, with 5 treatment, that is: cacao crop without shading,
black net shading, white plastic shading, bamboo krey shading and bamboo matting
(gamacca) shading. Result of experiment revealed that type of white plastic shading
showed the activity of better young cacao crop physiology specially at photosynthesis, and
able to support the growth and young cacao crop growth in field.
Key words: Physiological activity, cocoa, shading.
PENDAHULUAN
Kakao (Theobroma cacao L.)
merupakan tanaman perkebunan yang
dewasa ini mendapat perhatian besar
karena termasuk salah satu komoditas
penting bagi perekonomian negara serta
26
komoditas yang dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani
Perkembangan tanaman kakao di
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
ini berlangsung sangat cepat. Pada tahun
1986 luas perkebunan di Indonesia
berjumlah 98.155 hektar, sedangkan pada
tahun 1996 jumlah tersebut meningkat
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
menjadi 610.876 hektar. Dengan demikian
terjadi perluasan areal sebesar 522.161
hektar selama kurun waktu 10 tahun atau
rata-rata sebesar 52,26% setiap tahun
(Dinas Perdagangan Sulawesi Selatan,
2000). Berdasarkan luas tanaman kakao di
Sulawesi
Selatan
sebagai
daerah
penghasilan kakao terbesar di Indonesia
saat ini mencapai sekitar 63 % produk
kakao di Indonesia. Luas pertanaman
kakao di Sulawesi Selatan sampai tahun
2002 mencapai 240.785 Ha dan sebagian
besar (98%) dalam bentuk perkebunan
rakyat. Produksi kakao Sulawesi Selatan
sampai tahun 2002 mencapai 213.754 ton
dengan volume ekspor 204.366 ton
(Nasaruddin, 2002).
Dalam
rangka
pencapaian
produktivitas kakao diperlukan suatu
teknik budidaya yang tepat. Seringkali
produktivitas yang diperoleh rendah
disebabkan
oleh
terhambatnya
pertumbuhan awal tanaman akibat
intensitas cahaya yang diterima di
lapangan pada awal pertanaman tidak
optimal untuk kakao muda, hal ini
menyebabkan laju pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kurang optimal.
Faktor lingkungan dan penerapan teknik
budidaya
sangat
mempengaruhi
pertumbuhan awal tanaman yang pada
gilirannya
akan
mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi. Tanaman
kakao dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik apabila ditanam pada kondisi
ekologis yang sesuai. Salah satu faktor
lingkungan
yang berperan penting
terhadap pertumbuhan dan aktivitas
fisiologi tanaman kakao yakni intensitas
cahaya matahari yang diterima oleh
tanaman. Kebutuhan cahaya matahari
(intensitas cahaya matahari) pada tanaman
kakao tergantung pada umur tanaman.
Kebutuhan intensitas cahaya matahari
berangsur-angsur
meningkat
sesuai
dengan peningkatan umur tanaman
(Nasaruddin, 2002). Dengan adanya
perbedaan tingkat kebutuhan intensitas
ISSN 1858-4330
cahaya matahari, maka diperlukan suatu
teknik budidaya yang dapat menunjang
aktivitas fisiologi tanaman sehingga
mampu
mendukung
pertumbuhan
tanaman kakao muda.
Naungan merupakan salah satu
aspek budidaya yang mempunyai peranan
penting dalam sistem pengelolaan
tanaman kakao. Naungan pada tanaman
kakao akan mempengaruhi iklim mikro,
khususnya dalam hal penerimaan cahaya
matahari, suhu, kelembaban udara, angin,
pertumbuhan gulma, dan sruktur tanah.
Tanaman kakao membutuhkan tingkat
penyinaran yang optimal, hal ini akan
berpengaruh terhadap proses fososintesis
dan aktivitas stomata. Naungan pada
tanaman kakao ada yang bersifat
sementara dan tetap. Kebanyakan di
kebun-kebun pembibitan mempergunakan
tanaman
penaung untuk menaungi
tanaman kakao tersebut, hal ini akan
menyebabkan terjadinya persaingan antar
tanaman penaung dengan tanaman kakao
baik dalam penerimaan cahaya matahari,
unsur hara, air dan sebagainya. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu
jenis penaung buatan yang dapat
menaungi tanaman kakao muda dan tidak
merugikan kondisi ekologis disekitar
pertanaman. Peranan
aspek ekologis
terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman kakao merupakan hal penting
yang harus diperhatikan, mengingat aspek
tersebut sangat mempengaruhi aktivitas
fisiologi tanaman kakao.
Berdasarkan uraian di atas, maka
dilaksanakan
penelitian
mengenai
berbagai
jenis
naungan
terhadap
pertumbuhan dan beberapa aktivitas
fisiologi tanaman kakao muda yang baru
dipindahkan ke pertanaman.
Hipotesis dari penelitian ini adalah
terdapat salah satu jenis naungan yang
dapat memberikan aktivitas fisiologi
terbaik dalam mendukung berlangsungnya
pertumbuhan tanaman kakao muda di
pertanaman.
27
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
Penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari pengaruh naungan terhadap
pertumbuhan dan aktivitas beberapa
proses fisiologis tanaman kakao muda di
pertanaman.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan dalam
bentuk percobaan di Fakultas Pertanian
dan Kehutanan Universitas Hasanuddin,
Makassar. Berlangsung dari Juli sampai
September 2004.
Bahan-bahan yang digunakan adalah
bibit tanaman kakao (Jenis Forastero)
berumur ±4 bulan, tanah, pasir, pupuk
kandang, paranet hitam, plastik putih,
bambu, dan gamacca yang digunakan
sebagai bahan naungan. Untuk mengukur
aktifitas beberap proses fisiologis tanaman
digunakan Fortable fotosintesis system
(CID 230)
Percobaan
dilaksanakan dengan
menggunakan metode Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari lima
perlakuan yaitu ; Kakao tanpa naungan.
(K0 ), Naungan net hitam.(K1 ), Naungan
plastik putih (K2 ), Naungan Krey bambu
(K3) dan Naungan gamacca (K4 ).Setiap
perlakuan terdiri atas 3 ulangan, setiap
ulangan 4 unit sehingga terdapat 60 unit
pengamatan
Sebelum penanaman tanaman terlebih
dahulu dibuat lubang tanam sedalam ± 40
cm berbentuk persegi (30 x 30 cm)
dengan jarak tanam 2m x 2m. Setelah
dibuatkan lubang tanam, setiap lubang
dijenuhkan dengan air.Terdapat empat
jenis naungan yang disiapkan yaitu
naungan dari paranet berwarna hitam,
plastik putih, bambu dan anyaman kulit
bambu (gamacca), setiap jenis naungan
dipotong-potong dengan ukuran 1m x 1m,
yang akan menaungi tanaman kakao pada
bagian atas dan sisi-sisi kiri dan kanan
yang kemungkinan terkena cahaya
matahari langsung. Rangka naungan
berukuran 80 cm x 80 cm dan tinggi 80
28
ISSN 1858-4330
cm yang terbuat dari kayu. Lubang
tanaman berisi media campuran yang
terdiri dari tanah, pupuk kandang dan
pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1 . tanah
yang akan digunakan sebagai media
tanam dicampurkan dengan pupuk
kandang dan pasir hingga merata lalu
dimasukkan sebagai ke dalam lubang
tanam, kemudian bibit dimasukkan dan
kembali ditimbun dengan media campuran
tersebut sampai rata dengan permukaan
tanah, lalu disiram. penanaman dilakukan
pada pagi hari.
Pada penelitian ini akan diamati
pertumbuhan dan beberapa proses
fisiologi
tanaman.
Pengamatan
pertumbuhan tanaman :
1.
Total luas daun tanaman (cm) yang
dihitung sekali dalam 1 bulan dengan
rumus (Nasaruddin, 2003) :
BPD
LD =
X LKS
BKS
2.
Dimana:
BPD = berat proyeksi daun
LKS = luas kertas standar
BKS = berat kertas standar
Aktivitas fisiologis tanaman yang
diamati
dengan
menggunakan
fortable fotosintesis sistem (CID 230)
meliputi: Fotesintesis (mmol m -2s-1),
Transpirasi (milmol m-2s-1), CO2
Internal (ppm), Konduktan stomata
(milmol m-2s-1)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Total Luas Daun (cm2)
Hasil Uji BNT0.01 pada Tabel 1
menunjukkan bahwa naungan Plastik
Putih (K2) memberikan total luas daun
tanaman yang tertinggi (263.33 cm2) dan
berbeda nyata dengan Kontrol (K0)
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
ISSN 1858-4330
(132.58 cm2) tetapi berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Konduktan Stomata
Tabel 1. Total Luas Daun Tanaman
Kakao (cm2) Pada Berbagai
Jenis Naungan Umur 92 HST.
Perlakuan berbagai jenis naungan
berpengaruh
tidak
nyata
terhadap
konduktan stomata daun. Rata-rata
konduktan stomata disajikan pada Gambar
1
Fotosintesis
Hasil Uji BNT0.05 pada Tabel 2
menunjukkan bahwa naungan Plastik
Putih (K2) memberikan rata-rata nilai
fotosintesis yang tertinggi (21.76 mmol m2 -1
s ) dan berbeda nyata dengan Kontrol
(Ko) 12.74 mmol m-2s-1, Paranet hitam
(K1) 16.4 mmol m-2s-1 dan Krey Bambu
(K3) 17.27 mmol m-2s-1 tetapi berbeda
tidak nyata dengan perlakuan Gamacca
(K4) 18.13 mmol m-2s-1
Tabel 2. Rata-rata Nilai Fotosintesis
Tanaman Kakao (mmol m-2s-1)
Pada Berbagai Jenis Naungan
Umur 92 HST.
Perlakuan
Rataan hasil
Kontrol (K0)
12.74c
Paranet Hitam (K1)
16.4bc
Plastik Putih (K2)
21.76a
Krey Bambu (k3)
17.27b
Gamacca (K4)
18.13ab
Keterangan : Angka-angka yang Diikuti
Oleh Huruf yang Sama Berarti
Berbeda Tidak Nyata pada Taraf
Uji BNT0.05 Nilai pembanding
4.08
160
128.26
140
119.15 121.49
123.64
120
-2 -1
Keterangan : Angka-angka yang Diikuti Oleh
Huruf yang Sama Berarti Berbeda
Tidak
Nyata pada Taraf Uji BNT0.05
Nilai pembanding 28.91
169.71
180
(milmol m s )
Rataan hasil
132.58b
234.64ab
263.33a
242.29a
256.22a
KONDUKTAN STOMATA
Perlakuan
Kontrol (K0)
Paranet Hitam (K1)
Plastik Putih (K2)
Bambu (k3)
Gamacca (K4)
100
80
60
40
20
0
Ko
K1
K2
K3
K4
PERLAKUAN
Gambar 1. Diagram Batang Rata-rata
Nilai Konduktan Stomata
(milmol m-2s-1) Pada Berbagai
Jenis naungan Umur 92 HST
Gambar 1 menunjukkan bahwa
jenis naungan Gamacca (K4) memberikan
rata-rata
nilai
konduktan
stomata
tertinggi yaitu 169.71 milmol m-2s-1
sedangkan kontrol (K0) memberikan ratarata nilai konduktan stomata terendah
yaitu 119.15 milmol m-2s-1
Transpirasi
Perlakuan berbagai jenis naungan
berpengaruh tidak nyata terhadap laju
transpirasi. Gambar 2 menunjukkan
bahwa Kontrol (K0) memberikan rata-rata
nilai transpirasi tertinggi yaitu 4.47
milmol m-2s-1 sedangkan jenis naungan
bambu (K3) memberikan rata-rata nilai
terendah yaitu 3.59 milmol m-2s-1
29
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
ISSN 1858-4330
Pembahasan
5.00
4.47
4.21
4.50
3.92
3.59
3.95
K2
K3
K4
TRANSPIRASI
(milmol m-2s-1)
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Ko
K1
PERLAKUAN
Gambar 2. Diagram Batang Rata-rata
Nilai Transpirasi (milmol m2 -1
s ) Pada Berbagai Jenis
naungan Umur 92 HST
CO2 Internal
Hasil Uji BNT0.05 pada Tabel 6
menunjukkan bahwa naungan Tanpa
Kontrol (K0) memberikan rata-rata nilai
CO2 Internal yang tertinggi (375.27 ppm)
dan berbeda nyata dengan Krey Bambu
(K3) 244.56 ppm , Paranet hitam (K1)
300.69 ppm dan Plastik Putih (K2) 252.54
ppm tetapi berbeda tidak nyata dengan
perlakuan Gamacca (K4) 365.93 ppm.
Tabel 6.
Rata-rata Nilai CO2 Internal
Tanaman Kakao (ppm) Pada
Berbagai Jenis Naungan Umur
92 HST.
Perlakuan
Kontrol (K0)
Paranet (K1)
Plastik Putih (k2)
Krey Bambu (K3)
Gamacca (K4)
Rataan hasil
375.27a
300.69bc
252.54bc
244.56c
365.93a
Keterangan : Angka-angka yang Diikuti Oleh
Huruf yang Sama Berarti
Berbeda Tidak Nyata pada
Taraf Uji BNT0.05 Nilai
pembanding 62.45
30
Tanaman kakao merupakan salah
satu kelompok tanaman C3 yang
membutuhkan intensitas cahaya yang
berbeda selama masa pertumbuhannya.
Oleh karena itu telah dilakukan upaya
pengelolaan terhadap tanaman kakao
muda hingga dewasa agar diperoleh
pertumbuhan yang optimal, salah satunya
adalah pemberian naungan dengan tujuan
untuk mengatur intensitas penyinaran
sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao
muda. Hasil praktik lapang menunjukkan
bahwa tanaman kakao muda dengan
pemberian
naungan
memperlihatkan
pertumbuhan
yang
lebih
baik
dibandingkan pada pertumbuhan tanaman
kakao tanpa naungan. Ini menunjukkan
bahwa, tanaman kakao muda tidak tahan
terhadap
penyinaran
penuh
dan
membutuhkan tingkat intensitas cahaya
matahari
tertentu
selama
masa
pertumbuhannya. Menurut Nasaruddin
(2002), tanaman kakao muda dalam
pertumbuhannya memerlukan intensitas
cahaya rendah, tanaman yang berumur 3-4
bulan membutuhkan sekitar 35%-40%
intensitas cahaya matahari dan berangsurangsur
meningkat
sejalan
dengan
peningkatan unur tanaman. Makin tua
umur tanaman makin tinggi tingkat
kebutuhan
cahaya
matahari
dan
sebaliknya
makin
muda
tanaman
kebutuhan intensitas cahaya
semakin
rendah.
Naungan plastik putih (K2)
memperlihatkan
aktivitas
fisiologi
khususnya fotosintesis yang lebih tinggi
(21,76 mm m-2s-1) dibanding perlakuan
lainnya. Tingginya aktivitas fotosintesis
pada jenis naungan plastik putih
mempengaruhi tingginya pertumbuhan
tanaman.
Hal ini disebabkan karena
naungan plastik putih mampu memfilter
radiasi surya baik terhadap kuantitasnya
maupun terhadap kualitasnya sehingga
penerimaan intensitas cahaya
di
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
pertanaman mampu mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman kakao muda.
Naungan kaca / plastik
putih dapat
menahan kehilangan kalor dari dalam
keluar naungan, pada malam hari radiasi
pantulan dalam bentuk gelombang
panjang dari permukaan bumi akan
terhalangi sehingga suhu pada tajuk
tanaman kakao di bawah naungan lebih
tinggi
dibanding
diluar
naungan
sedangkan pada siang tidak terlalu panas.
Naungan plastik juga dapat merubah
unsur-unsur cuaca/ iklim lainnya terutama
suhu udara, kelembaban, evapotraspirasi
dan kosentrasi karbodioksida.
Pada
umumnya naungan kaca / plastik dapat
memanaskan radiasi surya hanya pada
panjang gelombang
0,320 – 2.800 µm.
Hanya sedikit radiasi ultra violet yang
dapat menembus kaca / plastik tersebut
(Anonim, 2002). Radiasi surya yang tiba
di permukaan kaca / plastik tidak semua
dapat diteruskan oleh tanaman tetapi
sebagian diserap dan dipantulkan kembali.
Penerimaan intensitas cahaya matahari
yang optimal akan mempengaruhi
aktivitas
fotosintesis.
Menurut
Nasaruddin (2002), pada kondisi cahaya
penuh nilai fotosintesis aktif rasio (PAR)
pada permukaan daun mencapai 500 –
1500 mmol m-2 s-1 dan intensitas cahaya
efektif
untuk fotosintesis
optimum
tanaman kakao pada intensitas cahaya
200 – 750 mmol m-2s-1. Intensitas cahaya
yang optimal akan mempengaruhi
aktivitas stomata untuk menyerap CO2,
makin tinggi intensitas cahaya matahari
yang diterima oleh permukaan daun
tanaman, maka jumlah absorpsi CO2
relatif makin tinggi pada kondisi jumlah
curah hujan cukup, tetapi pada intensitas
cahaya matahari diatas 50% absorpsi CO2
mulai konstan (Nasaruddin, 2002).
Tingginya aktivitas fotosintsis juga
dipengaruhi oleh suhu di sekitar
pertanaman. Suhu akan meningkatkan
perkembangan tanaman sampai pada batas
tertentu. Suhu optimum untuk fotosintesis
ISSN 1858-4330
tergantung pada jenis tanaman dan kondisi
lingkungan tempat tumbuhnya. Untuk
tanaman kakao kisaran suhu optimum
antara 26oC-32oC.
Peningkatan suhu
dalam batas tertentu akan merangsang
bukaan stomata untuk menyerap CO2 ke
dalam mesofil daun. CO2 merupakan
bahan
baku
sintesis
karbohidrat,
kekurangan CO2 akan menyebabkan
penurunan laju fotosintesis.
Menurut
Lakitan (1995) bahwa kandungan CO2 di
udara kurang lebih
335 ppm dan
menunjukkan peningkatan konsentrasi
CO2 secara konsisten.
Peningkatan
konsentrasi CO2 secara konsisten memacu
laju fotosintesis, kecuali jika stomata
menutup.
Peningkatan CO2 akan
menghabat fotorespirasi. Perlu di ingat
bahwa pada tingkat cahaya rendah
konsentrasi CO2 antar sel dapat menjadi
faktor pengendali yang utama, namun
pada tingkat cahaya tinggi respon
langsung terhadap cahaya dapat melebihi
kebutuhan pemenuhan CO2 untuk
fotosintesis dan menyebabkan konsentrasi
CO2 meningkat (Salisbury dan Ross,
1995).
Konsentrasi CO2 eksternal (453,55
ppm) dan internal (252,54 ppm) akan
mempengaruhi bukaan stomata. Pada
sebagian besar tumbuhan konsentrasi CO2
yang rendah di daun menyebabkan
konduktan stomata meningkat sehingga
stomata akan membuka, sebaliknya jika
konsetrasi CO2 meningkat menyebabkan
konduktan stomata rendah dan sebagian
stomata menutup. Konduktan stomata
rendah dapat menurunkan laju transpirasi
sehingga air yang berada dalam mesofil
daun dapat dimanfaatkan secara efisien
pada proses fotosintesis (Zakaria, 1999)
lebih lanjut oleh Gardner dkk (1991)
mengemukakan konduktan stomata yang
rendah
menyebabkan
suhu
daun
meningkat sebab transpirasi rendah
melalui permukaan daun. Naiknya suhu
daun, misalnya sangat banyak menaikkan
penguapan
dan
sedikit
difusi
31
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
kemungkinan
menyebabkan
stomata
menutup atau membuka lebih lebar,
tergantung pada spesis atau faktor lain.
Stomata membuka karena meningkatnya
pencahayaan (dalam batas tertentu) dan
peningkatan cahaya menaikkan suhu daun
sehingga air menguap lebih cepat naiknya
suhu membuat udara mampu membawa
lebih banyak kelembaban sehingga
transpirasi
meningkat
dan
akan
mempengaruhi bukaan stomata (Salisbury
dan Ross, 1995).
Berbagai faktor lingkungan seperti
suhu, intensitas cahaya, ketersediaan air,
CO2 dan sebagainya memperngaruhi laju
fotosintesis tumbuhan dan ketersediaanya
dibutuhkan dalam jumlah tertentu sesuai
dengan kebutuhan jenis tanaman untuk
mengoptimalkan
pertumbuhan
dan
produksi.
Tanaman kakao muda tanpa
naungan (K0) memperlihatkan aktivitas
fotosintesis terendah yaitu 12,74 mmol m2 -1
s hal ini mempengaruhi rendahnya
pertumbuhan tanaman kakao muda di
pertanaman baik pada tinggi tanaman
(16,08cm), jumlah daun (11,33 helai ),
diameter batang (0,24 cm) dan total luas
daun (132,59 cm2).
Rendahnya aktivitas fotosintesis
pada tanaman kakao muda tanpa naungan
disebabkan karena tidak optimalnya
penerimaan intensitas cahaya pada awal
pertanaman sehingga hal ini akan
mempengaruhi kondisi lingkungan di
sekitar pertanaman, khususnya
suhu,
ketersediaan CO2, kelembaban dan
sebagainya . hal ini akan mempengaruhi
aktivitas fisiologi tanaman. Penerimaan
intensitas cahaya matahari penuh dan
terus menerus menyebabkan terjadinya
kenaikan suhu secara tidak terkontrol di
sekitar pertanaman. Menurut Anonim
(2001) bahwa, suhu yang sangat tinggi
kecepatan molekul berjalan sangat cepat
sehingga enzim dan biokatalisator lainnya
akan rusak, jaringan tanaman akan mati
apabila suhu mencapai diatas 40oC. Suhu
32
ISSN 1858-4330
tinggi di atas optimal akan merusak
tanaman dengan mengacau arus respirasi
dan absorpsi air.
Bila suhu udara
meningkat laju transpirasi meningkat
karena terjadi penurunan uap dari udara
yang hangat dan suhu daun yang tinggi.
Tingginya laju transpirasi pada tanaman
kakao tanpa naungan (4,47 milmol m-2s-1)
menyebabkan absorpsi air terbatas karena
terjadi kekurangan air secara berlebihan.
Lebih lanjut oleh Lakitan (1995) bahwa,
kekurangan air dapat menghambat laju
fotosintesis terutama karena pengaruh
terhadap turgiditas sel penjaga stomata.
Jika kekurangan air turgiditas sel penjaga
akan menurun hal ini menyebabkan
stomata menutup, konduktan stomata
meningkat dan menurunnya difusi CO2.
Lebih lanjut oleh Nasaruddin (2002)
bahwa tanaman kakao merupakan
tanaman C3 dimana penurunan kadar CO2
internal dalam mesofil daun akan
mengakibatkan penurunan rasio CO2 / O2.
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan fotorespirasi dan sebaliknya
penurunan laju fotosintesis.
Efisiensi fotosintesis yang rendah
pada tanaman kakao muda tanpa naungan
disebabkan oleh hilangnya sebagian dari
CO2
yang
terhambat
dengan
meningkatnya intensitas cahaya, hal ini
disebut fotorespirasi. Penghambatan ini
terjadi pada semua spesis C3, tanaman C3
memiliki laju respirasi yang lebih cepat
pada saat terang dan menyebabkan
hilangnya seperempat sampai sepertiga
CO2 yang sedang dihambat oleh
fotosintesis, sehingga terjadi penurunan
laju fotosintesis (Anonim, 2001)
Ketersediaan CO2 merupakan
bahan
baku
sintesis
karbohidrat,
kekurangan CO2 akan menyebabkan
penuruna laju fotosintesis. Fotosintesis
pada tumbuhan C3 sering dibatasi oleh
tingkat CO2 atmosfer. Pada suhu tinggi,
CO2 kurang larut dalam air kloroplas
sehingga menurunkan fotosintesis, terjadi
cekaman kekeringan dan penutupan
Jurnal Agrisistem, Juni 2006, Vol 2 No. 1
stomata, sehingga menghambat masuknya
CO2 ke dalam daun (Salisbury dan Ross,
1995).
KESIMPULAN
Jenis naungan plastik putih
memperlihatkan
aktivitas
fisiologi
tanaman kakao muda yang lebih baik
khususnya pada fotosintesis, dan mampu
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman kakao muda di
pertanaman.
ISSN 1858-4330
Salisbury, B.F., C.W. Ross, 1995. Plant
Physiology (Fisiologi Tumbuhan:
Terjemahan Diah R. Lukman
Sumaryono). Jilid II. Penerbit ITB
Bandung, Bandung.
Zakaria, B., 1999. Aktivitas Fotosintesis
dan Rubisco Yang Diberi
Metanol Pada Berbagai Tingkat
Cekaman air. Program Pasca
Sarjana Universitas Hasanuddin,
Makassar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Klimatologi Pertanian.
PT. Gramedia, Jakarta
Anonim, 2001. Ekologi
Rajawali Press, Jakarta
Tanamn.
Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L.
Mitchell.
1991.
Fisiologi
Tanaman Budidaya. Terjemahan
Herawati
Susilo. Universitas
Indonesia.
Jumin, H. B., 1989. Ekologi Tanaman
Suatu Pendekatan
Fisiologi.
Rajawali Press, Jakarta
Lakitan, B., 1995. Dasar-dasar Fisiologi
Tumbuhan.
Raja
Gravindo
Persada, Jakarta.
Nasaruddin, 2002. Kakao, Budidaya dan
Beberapa Aspek Fisiologisnya.
Jurusan
Budidaya
Pertanian
Fakultas Pertanian dan Kehutanan
Universitas Hasanuddin. Makassar
Nasaruddin,
2003.
Metabolisme
Fotosintesis,
Respirasi,
dan
Nutrisi Mineral. Laboratorium
Fisiologi Tanaman. Fakultas
Pertanian
dan
Kehutanan
Universitas Hasanuddin, Makassar.
33