ANALISIS SIMBOL-SIMBOL DALAM TRADISI BETIMPAS DI DUSUN SELANGLET LOMBOK TENGAH: KAJIAN SEMIOTIKA ROLAND BARTHES

  

ANALISIS SIMBOL-SIMBOL DALAM TRADISI BETIMPAS

DI DUSUN SELANGLET LOMBOK TENGAH: KAJIAN

SEMIOTIKA ROLAND BARTHES

JURNAL SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan

  Daerah Oleh

  

Ahmad Budiman

E1C 012 004

PROGRAM STUDI BAHASA SASTRA INDONESIA DANDAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

  

2016

  

ANALISIS SIMBOL-SIMBOL DALAM TRADISI BETIMPAS DI DUSUN

SELANGLET LOMBOK TENGAH: KAJIAN SEMIOTIKA ROLAND

BARTHES

  Ahmad Budiman, Drs. H. Khairul Paridi, M.Hum, Muh. Syahrul Qodri, S.Pd, M.A.

  Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP UNIVERSITAS MATARAM e-mail: budiloteng17@gmail.com

  

ABSTRAK

  Penelitian ini mendeskripsikan permasalahan (1) Bagaimanakah simbol- simbol yang terdapat dalam prosesi tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah (2) Bagaimanakah makna simbol-simbol dalam tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah menggunakan kajian semiotika Roland Barthes. Tehnik pengumpulan data mengunakan tehnik observasi, wawancara, , catat dan rekam. Dalam menganalisis data menggunakan teori Roland Barthes karna hasil penelitian ini menggunakan bagan semiologi Roland Barthes untuk menemukan mitos simbol prosesi tradisi betimpas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simbol yang ditemukan dalam tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah yaitu terdapat 18 tanda yaitu, penabean, kocor, tanjek sawi, gorok

  

manok, sambel saur, mi taru, sie, daus, sedah, bak, gayung, tong, daun pisang

lilin, bowon, air, kepeng logam, begibung, dan tekeng. Kemudian dari 18 tanda

  yang telah ditemukan tersebut peneliti memilih enam tanda untuk dijadikan sebagai simbol dalam menggambarkan mitos secara keseluruhan pada penelitian tradisi betimpas yaitu, penabean, tanjek sawi, gorok manok, daus, kepeng

  

logam, dan bagibung. Dari mitos yang digambarkan bahwa tradisi betimpas

  memiliki makna bahwa betimpas merupakan suatu tradisi yang dilakukan secara terhormat yang bertujuan untuk membersihkan diri dari penyakit secara jiwa dan raga, karna pada dasarnya setiap manusia selalu memiliki penyakit atau masalah di dalam kehidupan.

  Kata kunci : analisis simbol tradisi betimpas,semiotika

ANALYSIS OF SYMBOLS IN BETIMPAS TRADITION IN SELANGLET

  

VILLAGE, CENTRAL LOMBOK: SEMIOTIC STUDY OF ROLAND

BARTHES

  Ahmad Budiman, Drs. H. Khairul Paridi, M.Hum, Muh. Syahrul Qodri, S.Pd, M.A.

  Education of Indonesia and Local Language and Literature e-mail: budiloteng17@gmail.com

  

By

AHMAD BUDIMAN

ABSTRACT

  This study describes the problems (1) How are the descriptions of the symbols contained in the betimpas tradition procession in Selanglet Village, Central Lombok (2) How are the meanings of the symbols in the betimpas tradition in Selanglet Village, Central Lombok by using semiotic study of Roland Barthes. The study of Analysis of Symbols in betimpas tradition in Selanglet Village, Central Lombok: Semiotic Study of Roland Barthes uses descriptive qualitative method, the study subjects are the community of Selanglet Village and

  

betimpas tradition process. Data collection method uses technique of observation,

  interview, writting, and record. In analyzing the data, it uses the theory of Roland Barthes because the results of this study use the semiology chart of Roland Barthes in finding the myth of betimpas tradition procession symbols. The results of the symbols found in betimpas traditions in Selanglet Village, Central Lombok show that there are 18 signs, they are penabean, kocor, tanjek sawi, gorok manok,

  

sambel saur, mi taru, sie, daus, sedah, bak, gayung, tong, daun pisang lilin,

bowon, air, kepeng logam, begibung, and tekeng. Then from 18 signs that have

  been found, the researcher chose six signs to serve as symbols to describe the myth as a whole in the research of betimpas tradition, they are penabean, tanjek

  

sawi, gorok manok, daus, kepeng logam, and bagibung. From the myth depicted,

  it is found that betimpas tradition has a meaning that betimpas is a tradition carried out in a respectful way that aims to rid themselves of the disease in the body and soul, because basically every human being always has a disease or problem in life.

  Key words: analysis of symbols in betimpas tradition

A. PENDAHULUAN

  Pemahaman mengenai simbol dirasakan sangat perlu dilakukan pada zaman yang sangat modern saat ini, karena secara tidak langsung sudah menjadi tradisi manusia dalam menggunakan simbol sebagai cara untuk mengungkapkan berbagai ekspresi dalam menjalani kehidupannya. Melalui simbol, manusia dapat berpikir,berperasaan dan bersikap sesuai dengan adanya simbol. Terdapat banyak simbol dalam kehidupan terutama dalam suatu masyarakat yang memiliki kebudayaan,adat dan tradisi. Seperti tradisi betimpas yang merupakan tradisi mandi bersama yang dilakukan oleh masyarakat Selanglet yang bertujuan untuk menghindari dan mengobati berbagai penyakit. Dalam tradisi betimpas terdapat berbagai alat dan bahan yang digunakan yang mempunyai simbol-simbol dan kandungan makna tertentu bagi masyarakat.

  Pengetahuan mengenai makna simbol yang terdapat pada tradisi

  betimpas sangatlah kurang bahkan

  banyak masyarakat yang menjalankan tradisi betimpas tidak mengetahui makna yang tersirat di balik simbol- simbol dalam tradisi tersebut.

  Keadaan masyarakat pada Dusun Selanglet di masa modern ini didominasi oleh masyarakat yang tingkat pendidikan, pekerjaan dan kultur sosial yang beragam. Sehingga, banyak dari anggota masyarakat yang melakukan tradisi betimpas hanya sebatas mengikuti wasiat leluhur, tanpa mengetahui makna simbol yang terdapat pada tradisi betimpas.

  Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Dalam perkembangan zaman yang semakin modern, tradisi sebagai warisan leluhur mampu dikatakan masih memegang perananan penting dalam kehidupan bermasyarakat yang didalamnya mengandung norma- norma atau autran aturan dalam hidup bermasyarakat sampai saat ini masih dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya, tradisi betimpas masih tetap dipertahankan hingga saat ini walaupun hanya segelintir orang yang mengetahui keberadaannya.

  Tradisi merupakan kepercayaan yang diyakini suatu kelompok yang dilakukan secara terus menerus, seperti tradisi betimpas yang merupakan tradisi mandi bersama yang dilakukan oleh masyarkat Selanglet yang bertujuan untuk menghindari berbagai macam penyakit serta bertujuan untuk menjaga tali silaturrahmi masyarakat sebagai wujud persatuan dalam persaudaraan di masyarakat Selanglet. Menurut informan (Misbah:17-12- 2015), tradisi betimpas merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun sejak dahulu, dimana tradisi ini mulai dilakukan bermula ketika datangnya penyakit cacar yang melanda berbagai daerah di wilayah Lombok pada waktu silam sehingga dilakukan ritual betimpas sebagai cara untuk menghindari dan mengobati berbagai penyakit.

  Bagi masyarakat Selanglet, prosesi tradisi betimpas merupakan tradisi yang sudah lama dilakukan dan harus dipertahankan karna tradisi

  betimpas merupakan warisan para

  nenek moyang yang melibatkan anak- anak,orang dewasa dan para orang tua yang berada di Dusun Selanglet. Tradisi betimpas dilakukan cukup panjang dimulai dari proses penabean yang berarti permohonan izin sebelum melaksanakan tradisi

  betimpas hingga proses begibung

  (makan bersama) yang dilakukan ketika tradisi betimpas sudah berakhir, berbagai alat dan bahan digunakan dengan berbagai simbol yang memiliki makna tersendiri. Hal tersebut membuat peneliti tertarik ingin mengkaji berbagai simbol- simbol yang terdapat pada tradisi

  betimpas dengan menggunakan kajian

  semiotika roland barthes, dimana Barthes dikenal dengan

  “order of signification”, mencakup denotasi

  (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Contoh :bak kepeng (tempat uang) maksudnya adalah tempat menaruh uang logam yang dibawa oleh setiap kepala keluarga. Sedangkan konotasinya adalah sebagai pertanda untuk mengetahui jumlah masyarakat yang ikut dalam prosesi tradisi betimpas setiap tahunnya. Adapun beberapa hal yang sangat menarik dalam tradisi

  Betimpas Menurut informan

  (Misbah:17-12-2015), yaitu.(a) tradisi

  betimpas merupakan tradisi yang

  sangat langka dan masih terus dipertahankan untuk menjaga warisan budaya dari para leluhur (b) keberadaan tradisi betimpas hingga saat ini masih belum di publikasikan, sehingga hanya segelintir orang yang mengetahui keberadaannya. (c) di dalam tradisi betimpas tersimpan berbagai rahasia termasuk simbol- simbol makna dari prosesi tradisi

  betimpas . (d) tradisi betimpas

  merupakan tradisi warisan dari kerajaan rungkang yaitu salah satu kerajaan kecil dibawah kepemimpinan kerajaan Pejanggik di Lombok pada zaman dahulu.

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian akan berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan, data berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto,

  videotape

  , dokumen pribadi, memo, dan dokumen lainnya. (dalam Moleong, 2014:11).

  Jika dihubungkan dengan penelitian ini, maka data desriptif kualitatif yang dimaksud berupa data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka- angka.

  Data merupakan perangkat (Muhammad, 2011: 155).

  Berdasarkan hal tersebut, data dalam penelitian ini adalah berupa simbol- simbol pada tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah.

  Menurut Lofland 1984 (dalam Moleong, 2014:157) sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata- kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti document dan lain-lain. Oleh karena itu sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan cara melihat secara langsung proses tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah. Untuk mendapatkan data yang akurat, serta memperoleh data yang bersumber dari beberapa informan dengan kriteria sebagai berikut : (1) Masyarakat asli di Dusun Selanglet (2) Mengetahui tentang proses tradisi betimpas.

B. METODE PENELITIAN

  (3) Mempunyai wawasan terhadap tradisi betimpas (4) Mampu berbicara dan mendegarkan dengan jelas (5) Bersedia memberi jawaban atau menjadi informan.

  Metode penelitian adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra seabagai subjek kajian (Suwardi, 2013:8). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) Batas Wilayah Dusun Metode observasi (2) Metode Selanglet dengan Dusun atau wawancara(3) Metode Rekam (4) Desa lain adalah:

   Metode catat Batas sebelah utara : Dusun

  Analisis data dalam penelitian Karang Baru  ini menggunakan metode deskriptif

  Batas sebelah Timur : Desa Tanak kualitatif yang mengacu pada teori Awu (LIA) semiotika Roland Barthes yang

   membahas tentang signifikasi dua Mentokok  tahap, teori ini terdiri dari penanda, Batas sebelah barat : Desa Batujai petanda dan tanda. Data yang

  Batas sebelah Selatan : Dusun

  Dusun Selanglet dikumpulkan dalam bentuk simbol- merupakan pemukiman simbol dalam prosesi tradisi betimpas masyarakat untuk beradaptasi dan di Dusun Selanglet Lombok Tengah. melakukan interaksi. Penduduk

C. PEMBAHASAN masyarakat Selanglet merupakan

1. Lokasi Penelitian penduduk yang berpenghasilan

  Dusun Selanglet besar dari pertanian, masyarakat merupakan salah satu dari 17 memanfaatkan lahan pertanian Dusun yang berada di Desa mereka untuk menanam padi. Penujak yaitu Dusun Karang Secara umumnya masyarakat di Dalem, Karang Daye, Karang Dusun Selanglet dan di Desa Puntik, Dayen Peken, Montor, Penujak tidak sepenuhnya Belemong, Adong, Kangi, memiliki lahan pertanian oleh Tongkek, Toro, Tenandon, karna itu sebagian masyarakat Karang Baru, Mentokik, Pedek menggeluti pekerjaan lainnya Benjor, Ketapang dan Dusun seperti pertukangan, berdagang Selanglet yang berada di dan pekerjaan lainnya. Jumlah Kecamatan Praya Barat, penduduk yang tercatat di Desa Kabupaten Lombok Tengah. penujak adalah 10.888 jiwa yang terdiri dari 5.273 laki-laki dan 5.

  615 perempuan. Penduduk Dusun Selanglet merupakan penduduk yang yang tetap menjaga tradisi yang dimilikinya yaitu tradisi betimpas masyarakat mengikuti kepercayaan dan simbol secara turun temurun yang dianggap sebagai bentuk penghargaan terhadap tradisi yang telah dijalani sebelumnya.

2.Prosesi Tradisi Betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah

  Tradisi betimpas merupakan tradisi mandi bersama yang dilakukan oleh masyarakat Selanglet yang melibatkan seluruh masyarakat yang berada di Dusun Selanglet. Tradisi betimpas ini sudah dijalankan secara turun- temurun oleh masyarakat bahkan tradisi betimpas sudah melekat di masyarakat dan menjadi bagian dalam kehidupan bermasyarakat.

  Bagi masyarakat Selanglet, prosesi tradisi betimpa s merupakan tradisi yang sudah lama dilakukan dan harus tetap dipertahankan karna tradisi

  betimpa s merupakan warisan para

  nenek moyang yang melibatkan anak-anak,orang dewasa dan para orang tua yang berada di Dusun Selanglet.

  Proses tradisi betimpas dilakukan cukup panjang diawali dengan penabean yang berarti meminta izin untuk melakukan tradisi betimpas dengan menggunakan tempat yang dinamakan kocor ( cerek) yang berisikan air dan digunakan untuk menyirami empat penjuru jalan masuk kampung ke Dusun Selanglet. Kocor (cerek) merupakan wadah untuk mengisi air dan biasanya dipakai untuk minum. Akan tetapi dalam prosesi tradisi betimpas kocor digunakan sebagai alat untuk melakukan penabean kepada masyarakat maupun mahluk gaib sebagai tanda permintaan izin bahwa proses tradisi betimpas akan dilakukan.

  Proses selanjutnya yang dilakukan adalah tanjek sawi yang berarti penancapan bambu yang dilakukan di empat pintu masuk yang menuju Dusun Selanglet. Hal ini dilakukan sebagai tanda simbol kepada masyarakat bahwa prosesi tradisi betimpas akan dilaksanakan sehingga kelancaran proses tradisi betimpas tidak dapat gangguan baik dari masyarakat Dusun lain maupun gangguan terhadap kepercayaan mahluk halus. Setelah proses tanjek sawi dilakukan maka setiap kepala keluarga yang berada di Dusun Selanglet melakukan gorok

  manok yang berarti menyembelih

  ayam. Manok yang di sembelih merupakan ayam kampung bukanlah ayam jenis lainnya karna ayam kampung merupakan hewan yang sering dipelihara di daerah perkampungan. Manok tersebut nantinya akan dijadikan sebagai lauk persembahan pada proses tradisi betimpas , bersamaan dengan lauk lainnya yaitu sambel saur, mi taru, dan

  sie. Sambel saur merupakan

  sambal yang dicampur dengan kelapa. mi taru merupakan nasi ketan yang berwarna putih dan sie yang berarti garam.

  Setelah proses tanjek sawi dilakukan makan proses selanjutnya yaitu daus yang berarti mandi, pada proses daus ini digunakan berbagai alat dan bahan seperti sedah, air, bak,

  gayung , tong, dan daun pisang lilin . Air yang digunakan untuk

  daus berasal dari air bowon (sumur) hal ini dilakukan karna bowon merupakan sumber mata air tertua yang berada di Dusun Selanglet, bak dan tong digunakan sebagai tempat menampung air untuk daus bagi masyarakat. Kemudian daun pisang lilin digunakan sebagai alat penyaring air ketika proses daus sudah dimulai. Akan tetapi sebelum prosesi daus dilaksanakan, para kepala keluarga melemparkan

  kepeng logam terlebih dahulu ke bak kepeng , hal ini dilakukan

  untuk mengetahui jumlah kepala keluarga yang mengikuti tradisi betimpas.

  Prosesi terakhir yang dilakukan yaitu begibung, bila proses

  daus

  sudah selesai dilakukan oleh semua masyarakat yang mengikuti tradisi betimpas maka semua masyarakat berkumpul berdasarkan kepala keluarga masing-masing untuk begibung atau makan bersama sebagai wujud rasa syukur terhadap semua rizki yang diberikan oleh tuhan kepada tali silturrahmi antar masyarakat di Dusun Selanglet. Setelah proses begibung selesai dilakukan maka setiap orang mengambil benang untuk dijadikan tekeng (gelang) sebagai tanda bahwa telah mengikuti proses tradisi

  betimpas .

  Berdasarkan pendeskripsian di atas mengenai tahapan-tahapan yang dilakukan dalam tradisi

  betimpas ditemukan ada 18 tanda

  yang ditemukan dalam tradisi betimpas yaitu, , penabean, kocor,

  tanjek sawi, gorok manok, sambel saur, mi taru, sie, daus, sedah, bak, gayung, tong, daun pisang lilin, bowon, air, kepeng logam, begibung, dan tekeng. Kemudian

  dari delapan belas tanda yang telah ditemukan peneliti memilih beberapa tanda yang mampu mengemukakan mitos dalam penelitian tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah. Berikut adalah tanda yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya yaitu,

  penabean, tanjek sawi, gorok manoq, daus, kepeng logam, dan begibung.

  Oleh karna itu peneliti memilih 6 tanda yaitu, penabean,

  tanjek sawi, gorok manoq, daus, kepeng logam, dan begibung.

  Keenam tanda tersebut dapat menggambarkan mitos secara keseluruhan berdasarkan penguaraiannya dalam penelitian tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah. Hal tersebut akan dijabarkan berdasarkan analisis tanda berdasarkan bagan semiologi Roland Barthes. Berikut adalah keterangan bagan semiologi Roland Barthes.

  3. Analisis Data Menggunakan Semiologi Roland Barthes

  Pada bagian ini akan dijelaskan proses pembentukan mitos menggunakan enam tanda yang telah dipilih pada tahap sebelumnya. Berikut adalah paparannya.

  1. Tanda Pertama Penabean 1.

   Penab ean

  2. Permoh onan izin melakukan tradisi betimpas terlebih dahulu melakukan 3./I. permintaan izin II. permohonan izin dengan cara ketika hendak wu

  penaben . Hal ini dilakukan oleh

  melangkah atau jud pemangku adat dan beserta tiga melakukan sesuatu sop warga lainnya. kedepannya an

  Tanda (3) pada ranah san denotatif ini sekaligus menjadi tun penanda (1) pada ranah konotatif.

  III. Apabila seseorang atau Tanda (3/I) yang dimaksud adalah kelompok ingin melakukan sesuatu maka lakukanlah izin “permintaan izin ketika hendak

  melangkah atau melakukan

  terlebih dahulu sebagai wujud

  rasa kesantunan. menjelaskan bahwa sebelum proses tradisi betimpas dilakukan

  sesuatu kedepannya ”.Tanda ini

  Keterangan

  maka sebelum melangkah Penanda (1) kdepannya maka seharusnya

  “Penabean” tanda ini menempati meminta izin terlebih dahulu. petanda (1) pada ranah denotatif.

  Pada tahap pertama pernikahan Penanda tersebut menjelaskan memberikan

  “penabean”, bahwa tahapan pertama yang penjelasan bahwa dalam dilakukan dalam upacara tradisi melakukan tradisi betimpas maka

  betimpas

  adalah “Penabean” permohonan izin dilakukan. yang dilakukan pemangku adat

  Tanda ini terbentuk karena adanya dan tiga warga laiinya . Penanda penanda dan petanda pada ranah

  (1) ini membuahkan petanda (2) denotatif yang tidak bisa pada ranah denotatif.Petanda ini terpisahkan, yang saling merupakan sesuatu yang melengkapi, sehingga ditandakan oleh penanda (1) yang menghasilkan tanda pada ranah masih dalam wilayah denotasi. denotatif yang sekaligus menjadi

  Petanda (2) ini adalah penanda pada ranah konotatif. “Permohonan izin.”Petanda (2)

  Tanda (3/I) memunculkan ini menjelaskan bahwa sebelum penanda (II) pada ranah konotatif 4.

   Tanda kedua Tanjek Sawi

  yaitu “wujud sopan santun” .Jadi dalam tingkah laku dan perbuatan sopan santun merupakan hal yang penting didalam kehidupan (II) pada ranah konotatif ini melahirkan tanda (III) pada ranah konotatif yaitu

  “Apabila 1.

  2. Tanjek Dilaksanakannya

  seseorang atau kelompok ingin sawi tradisi betimpas melakukan sesuatu maka

  3./I. Pembertitahuan II.

  lakukanlah izin terlebih dahulu

  Adanya sebagai wujud rasa kesantunan”.

  sawi

  Tanda (III) ini pada merupakan kesimpulan dari pintu pertemuan antara penanda (I) dan masuk petanda (II) pada ranah konotatif kampung yang menghasilkan sebuah mitos.

  III. Apabila sawi sudah ditancapkan pada Mitos ini memiliki makna bahwa pintu masuk kampung maka proses tradisi apabila tradisi betimpas akan betimpas akan dilaksankan dilaksanakan maka dilakukanlah permohonan izin terlebih dahulu

  Keterangan

  sebagai wujud rasa sopan santun Penanda (1) “Tanjek agar nantinya terhindar dari hal-

  hal yang negatif yang akan terjadi petanda pertama pada ranah nantinya baik gangguan dari denotatif. Penanda ini menjadi masyarakat maupun mahluk gaib proses kedua dalam tradisi lainnya. Itulah sebabnya betimpas. Yaitu ditancapkannya masyarkat masyarakat Dusun sawi pada empat pintu masuk Selanglet meyakini jika dalam kampung sebagai petanda melakukan sesuatu, tanpa dilaksanakannya tradisi betimpas permintaan izin maka segala hal menjadi petanda (2) pada ranah yang bersifat negatif bisa terjadi.

  

sawi tanda ini menempati denotatif.Petanda ini merupakan Tanda (III) ini sesuatu yang ditandakan oleh merupakan kesimpulan dari penanda (1) yang masih dalam pertemuan antara penanda (I) dan wilayah denotasi.Petanda (2) ini petanda (II) pada ranah konotatif yang menghasilkan sebuah mitos. adalah “dilaksanakannya tradisi

  

betimpas Mitos ini memiliki makna bahwa

”. Petanda (2) ini

  merupakan suatu hal yang tidak apabila sawi atau bambu sudah bisa terpisahkan dengan lainya ditancapkan pada pintu masuk sehingga muncullah tanda (3) kampung maka proses tradisi pada ranah denotatif ini sekaligus betimpas akan dilaksanakan. Hal menjadi penanda (1) pada ranah ini dilakukan sebagai simbol konotatif. Tanda (3/I) yang kepada masyarakat Dusun dimaksud adalah Selanglet maupun lainnya bahwa proses tradisi betimpas “pemberitahuan”. Tanda ini menjelaskan bahwa ketika bambu dilaksanakan. sudah ditancapkan maka 5.

   Tanda Ketiga Gorok Manok

  masyarakat memahami jika tradisi

  betimpas akan dilaksanakan. Pada

  tanda (3/I) memunculkan penanda (II) pada ranah konotatif yaitu “Adanya sawi pada pintu masuk kampung

  ” . Jadi, proses tradisi

  betimpas terjadi karena adanya sawi sebagai simbol

  1.

  2.

  dilaksanakannya betimpas .

   Gor Persemba

  Petanda (II) pada ranah konotatif ok han kemudian memunculkan tanda Ma (III) pada anah konotatif yaitu nok

  “Apabila sawi sudah ditancapkan 3./I. tradisi II.

pada pintu masuk kampung maka betimpas wuj

proses tradisi betimpas akan ud dilaksankan”.

  rasa syu menunjukkan atau

  memperlihatkan rasa syukur atas

  kur

  rizki yang diterimanya

  III. adanya persembahan “Tanda (III) ini merupakan kesimpulan menunjukkan atau dari pertemuan antara penanda (I) memperlihatkan rasa syukur dan petanda (II) pada ranah atas rizki yang diterimanya konotatif yang menghasilkan sebuah mitos. Mitos ini memiliki

  Keterangan

  makna bahwa memperlihatkan Penanda (1) “Gorok wujud kesyukuran atas rizki yang

  Manok tanda ini menempati

  diterima menggunakan petanda pertama pada ranah persembahan sebagai simbolis. denotatif. Penanda ini menjadi

  4

  proses penting dalam tradisi Tanda Keempat Daus betimpas, karna pada tahap ini manoq dijadikan sebagai

  persembahan menjadi petanda (2)

  pada ranah denotatif. Hal ini dilakukan dalam tradisi betimpas tanda (3) pada ranah denotatif ini sekaligus menjadi penanda (1)

  2.

  1. D Members

  pada ranah konotatif. Tanda (3/I)

  a ihkan

  yang dimaksud adalah “tradisi

  us diri betimpas ”. Tanda ini menjelaskan

  3./I. pemandian

  II.men bahwa pada adanya persembahan cegah pada tradisi betimpas sebagai penya wujud rasa syukur terhadap tuhan kit penanda (II) pada ranah konotatif

  III. apabila seseorang sudah yaitu

  “wujud rasa syukur”

  membersihkan diri maka Petanda (II) pada ranah konotatif dapat menghindari adanya kemudian memunculkan tanda penyakit (III) pada ranah konotatif yaitu

  persembahan “adanya Penanda membersihkan diri maka dapat (1) “Daus” tanda ini menempati petanda menghindari adanya penyakit

  .

  pertama pada ranah denotatif. Tanda (III) ini Penanda ini menjadi proses inti merupakan kesimpulan dari dalam tradisi betimpas untuk pertemuan antara penanda (I) dan membersihkan diri menjadi petanda (II) pada ranah konotatif petanda (2) pada ranah yang menghasilkan sebuah mitos. denotatif.Petanda ini merupakan Mitos ini memiliki makna bahwa sesuatu yang ditandakan oleh apabila seseorang sudah berada penanda (1) yang masih dalam dalam keadaan bersih maka wilayah denotasi.Petanda (2) ini penyakit dapat terhindari. Hal ini

  diri dipercaya masyarakat Selanglet

  adalah “membersihkan dalam prosesi tradisi betimpas

  .”Petanda (2) ini merupakan

  proses inti dalam tradisi betimpas sebagai ajang untuk yang bertujuan untuk membersihkan diri dari berbagai membersihkan diri melalui ritual penyakit yang turun pada setiap pemandian tradisi betimpas tahunnya. sehingga muncullah tanda (3)

  5 Tanda kelima Kepeng Logam

  pada ranah denotatif ini sekaligus menjadi penanda (1) pada ranah konotatif. Tanda (3/I) yang dimaksud adalah “pemandian”. Pada tanda (3/I) memunculkan penanda (II) pada ranah konotatif yaitu “. Mencegah penyakit” ., 1.

  2. Kep Penghit proses daus ini dilakukan untuk

  eng ung

  mensucikan atau mebersihkan jumlah

  Log

  jiwa dan raga sehinnga mencegah

  am

  penyakit. Petanda (II) pada ranah 3./I. adanya uang II. konotatif kemudian memunculkan logam kepal tanda (III) pada anah konotatif a yaitu “apabila seseorang sudah kelua keluargalah yang membawa

  kepeng logam Petanda (II) pada

  rga ranah konotatif kemudian

  III. Alat untuk menghitung memunculkan tanda (III) pada jumlah kepala keluarga yang anah konotatif yaitu mengikuti tradisi betimpas “alat untuk

  menghitung jumlah kepala keluarga yang mengikuti tradisi

  Penanda (1) “Kepeng betimpas”.

  Logam tanda ini menempati

  Tanda (III) ini petanda (1) pada ranah denotatif. merupakan kesimpulan dari

  Penanda ini menjadi proses pertemuan antara penanda (I) dan kelima dalam tradisi betimpas. petanda (II) pada ranah konotatif

  Umtuk menghitung menghitung yang menghasilkan sebuah mitos. jumlah yang mengikuti tradisi

  Mitos ini memiliki makna bahwa

  betimpas menjadi petanda (2)

  kepeng logam selain digunakan pada ranah denotatif.Petanda ini sebagai alat untuk menghitung merupakan sesuatu yang jumlah kepala keluarga yang ditandakan oleh penanda (1) yang mengikuti prosesi tradisi betimpas masih dalam wilayah secara manual. denotasi.Petanda (2) ini adalah “penghitung jumlah .”Petanda

  6. Tanda keenam Begibung (2) ini merupakan penghitungan jumlah masyarkat yang mengikuti prosesi dengan adanya uang logam sehingga muncullah tanda (3) pada ranah denotatif ini sekaligus menjadi penanda (1) pada ranah konotatif. Tanda (3/I) yang dimaksud adalah “adanya

  1.

  2.

  uang logam Begi Seder ”. Pada tanda (3/I) bung ajat

  memunculkan penanda (II) pada 3./I. kebersamaan II. ranah konotatif yaitu “.kepala keruk

  keluarga kepala ” .Jadi unan, dan kedam aian

  III. manusia merupakan ciptaan manusia yang mempunyai derajat yang sama.

  Penanda (1) “Begibung” tanda ini menempati petanda (1) pada ranah denotatif. Penanda ini menjadi simbol bahwa manusia adalah sederajat menjadi petanda (2) pada ranah denotatif.Petanda ini merupakan sesuatu yang ditandakan oleh penanda (1) yang masih dalam wilayah denotasi.Petanda (2) ini adalah “Sederajat.”Petanda

  (2) ini merupakan proses makan bersama yang dilakukan masyarakat pada akhir prosesi tradisi betimpas. Dimana, masyarakat berbaur menjadi satu secara bersama muncullah tanda (3) pada ranah denotatif ini sekaligus menjadi penanda (1) pada ranah konotatif. Tanda (3/I) yang dimaksud adalah “kebersamaan”. Pada tanda (3/I) memunculkan penanda (II) pada

  kerukunan dan kedamaian . dalam proses akhir ini

  masyarakat berada dalam satu tempat untuk makan bersama menggunakan persembahan yang telah dipersiapkan dan dibawanya yaitu berupa nasi taru, sambal saur, sie dan ayam kampung . Petanda (II) pada ranah konotatif kemudian memunculkan tanda (III) pada anah konotatif yaitu

  “manusia merupakan ciptaan manusia yang mempunyai derajat yang sama .

  ”.

  Tanda (III) ini merupakan kesimpulan dari pertemuan antara penanda (I) dan petanda (II) pada ranah konotatif yang menghasilkan sebuah mitos. Mitos ini memiliki makna bahwa manusia adalah mahluk tuhan yang sama.

  4, Hasil Analisis

  Pada hasil analisis peneliti akan menjelaskan hasil analisis yang didapatkan pada tahap sebelumnya, yakni enam simbol simbol yang sudah dipilih, karna keenam simbol tersebut mewakili delapan belas simbol yang ditemukan berdasarkna bagan semiologi Roland Barthes. Enam simbol yang dipilih peneliti tersebut dimasukkan kedalam bagan Roland Barthes sehingga membentuk lima analisis tanda yang saling berkaitan dan menghasilkan mitos. Berikut enam mitos yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini. Yaitu penabean, tanjek sawi, gorok manoq,daus , kepeng logam, dan begibung D.

   SIMPULAN dan SARAN Berdasarkan rumusan masalah,

  hasil penelitian dan pembahasan bahwa analisis simbol-simbol dalam tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah menggunakan kajian semiotika Roland Barthes dapat disimpulkan bahwa simbol yang ditemukan dalam tradisi betimpas di Dusun Selanglet Lombok Tengah yaitu terdapat

  18 tanda yaitu,

  penabean, kocor, tanjek sawi, gorok manok, sambel saur, mi taru, sie, daus, sedah, bak, gayung, tong, daun pisang lilin, bowon, air, kepeng logam, begibung, dan tekeng. Kemudian

  dari 18 tanda yang telah ditemukan tersebut peneliti memilih enam simbol untuk menggambarkan mitos secara keseluruhan dalam penelitian tradisi betimpas yaitu, penabean,

  tanjek sawi, gorok manok, daus, kepeng logam, dan bagibung. Dari

  mitos yang digambarkan bahwa tradisi betimpas memiliki makna bahwa betimpas merupakan suatu tradisi yang dilakukan secara terhormat yang bertujuan untuk membersihkan diri dari penyakit secara jiwa dan raga, karna pada dasarnya setiap manusia selalu memiliki penyakit atau masalah di dalam kehidupan.

  Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka Diharapkan kepada masyarakat agar tetap memeprtahankan tradisi yang ada di daerahnya masing-masing agar tidak punah seiring perkembangan zaman. Serta semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua orang yang tertarik ingin mengkaji lebih mendalam mengenai tradisi dan kajian semiotika Roland Barthes.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

  Damono Djiki Sapardi. 1999. Politik Ideologi dan Sastra HIbrida. Jakarta: Adikarya Ikapi dan The ford Foundation Endraswara , Suwardi. 2013. Metode Penelitian Sastra. Jakarta: PT Nuku Seru.

  Geertz, Cliford. 1992. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT rineka Cipta. Moleong, J Lexy. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

  Rosdakarya Muhammad. 2011. Paradigma Kualitatif Penelitian Bahasa. Yogyakarta. Liebe Book Press.

  Purwantoro. 2012. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan . Surabaya: Bintang Surabaya. Raga, Rafael. 2010. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta : Rineka Cipta Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Siswantoro. 2011. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung :PT Remaja Rosdakarya.

  SKRIPSI,

  Hasanah, Nurul 2015. “Upacara Ritual Basentulak di Desa Telagawaru

  Kecematan Labuapi Kabupaten Lombok Barat: Kajian Semiotik ”. Mustafidah, Hidayattul. 2016

  “Makna Simbolis dalam Upacara Mangan

  Merangkat di Desa Segala Anyar Kecamatan Pujut Lombok Tengah”.

  Skripsi. Mataram. Universitas Mataram Suriani 2014.

  “Analisis Struktur Tembang Sorong Serah Aji Krama Dalam

  Upacara Pernikahan Suku Sasak Di Desa Telagewaru Kecematan Praya

  Tengah ”. Skripsi. Mataram. Universitas Mataram.