PENGARUH BERPIKIR POSITIF PADA HARGA DIRI REMAJA

  

PENGARUH BERPIKIR POSITIF

PADA HARGA DIRI REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh :

Peni Andari Putri

  

NIM : 069114059

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

PENGARUH BERPIKIR POSITIF

PADA HARGA DIRI REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh :

Peni Andari Putri

  

NIM : 069114059

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

OSITIF MAJA

  Dr PE

   Dosen Pem r. A. Priyon

  ENGARU PADA H Dipers

  P Te mbimbing no Marwan,

  SKRIP UH BERP HARGA D siapkan dan

  Peni Andar 0691140 lah Disetuj SJ. PSI PIKIR PO DIRI REM n ditulis oleh ri Putri

  

059

jui Oleh :

  h: Tanggal: Agustus 2010

  

SKRIP PSI

PE ENGARU UH BERP PIKIR PO OSITIF

PADA H HARGA D DIRI REM MAJA

Dipers siapkan dan n ditulis oleh

  h:

P Peni Andar ri Putri

0691140 059

  

Te elah dipertah hankan di d depan Paniti a Penguji

Pada T Tanggal 16 A Agustus 20

  10 Dan din nyatakan me emenuhi sya arat

Susu unan Panit tia Penguji

  Nama Len ngkap Ta anda tangan n 1. Priyono M Marwan, SJ. .... ................... ..............

  Dr. A.

  2. Dr. Tj ipto Susana a, M.Si. .... ................... ..............

  3. P. Hen nrietta PDA ADS., M.A. .... .................... .................

      Yo ogyakarta, 1

  16 Agustus 2010 Fakultas P Psikologi Univ versitas San nata Dharma a Deka an

  Mereka yang berhasil adalah mereka yang selalu berpikiran : Pasti bisa ! (Erich Watson)

                         

         

  Aku persembahkan skripsiku ini untuk : Tuhan Yesus Kristus Orang tuaku

  Pasangan hidupku “Mas EU” Adikku “David” Teman-temanku

PENGARUH BERPIKIR POSITIF PADA HARGA DIRI REMAJA

  

Peni Andari Putri

ABSTAK

  Penelitian kuantitatif non-eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berpikir positif pada harga diri remaja.Hipotesis yang diajukan adalah berpikir positif berpengaruh secara signifikan pada harga diri remaja. Subjek penelitian adalah 62 siswa-siswi SMA usia remaja. Data dikumpulkan dengan menyebarkan skala berpikir positif dan skala harga diri. Uji kesahihan skala berpikir positif memperoleh 44 aitem sahih dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,831. Uji kesahihan skala harga diri memperoleh 54 aitem sahih dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,929. Metode analisis data adalah analisis regresi linear sederhana. Koefisien regresi berpikir positif pada harga diri adalah 0,143 dengan p<0,01. Hipotesis dalam penelitian ini diterima. Hasil ini menunjukkan berpikir positif berpengaruh pada harga diri remaja.

  Kata kunci : Berpikir positif, Harga diri, Remaja

  

THE INFLUENCE OF POSITIVE THINKING ON ADOLESCENT’S

SELF ESTEEM

Peni Andari Putri

  

ABSTRACT

This quantitative non-experimental research aims to investigate the influence of positif

thinking on adolescent’s self esteem. The hypothesis proposed says there is positive thinking

significantly influence the adolesent’s self esteem. The subjects of this study are 62 male and

female high school students. Data collected with the positive thinking scale and the self esteem

scale. Positive thinking scale validity test shows 44 valid items with reliability coefficient of 0.831.

Self esteem scale validity test produce 54 valid items with reliability coefficient of 0.929. Data

analyzed using simple linear regression analysis. Results of analysis show regression coefficient =

0,143 with p<0,01. These results indicate positive thinking significantly influence the adolesent’s

self esteem.

  Keyword : Positive thinking, Self esteem, Adolescence

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat,

karunia dan kasih-Nya, yang telah membimbing penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Berpikir Positif pada Harga

Diri Remaja. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana Psikologi pada Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

  Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih

dan penhargaan atas bantuan dan dorongan dari segala pihak dalam penulisan

skripsi, yaitukepada : 1.

  Dr. Ch. Siwi Handayani, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  2. Drs. Hadrianus Wahyudi M.Si, selaku pembimbing akademik yang selalu member dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

  3. Dr. A. Priyono Marwan SJ, selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis untuk selalu berpikir postif. Terima kasih untuk bimbingannya.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, terima kasih untuk ilmu-ilmu jiwanya.

  5. Seluruh staf non akademik Fakultas Psikologi (Mbak Nanik, Mas Gandung, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Donny). Terima kasih atas bantuan

dan pelayanannya selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Psikologi.

  6. Ke edua orang tua serta keluarga s semua. Ter rima kasih untuk doa a dan sem mangatnya selama ini. Tuhan Yes us Member rkati.

  7. Pa asangan hidu upku “Eu”. Matur nuw wun nggih m mas, “ayo ge ek nikah...”. 8. eman-teman nku di Faku ultas Psikol logi (Shela, , Winda, Je eni, Dini, S Sekar, Te

  Ha ayu). Terim ma kasih tem man-teman untuk keb aikan dan k ketulusan k kalian sel lama bertem man dengank ku.

  9. eman-teman n bimbingan nnya Romo o (Hermin, W Windi, Satr ria, Endi, M Maria, Te Mb bak Andien n). Terima k kasih untuk bantuan da an semanga atnya selama a kita bim mbingan.

  10. Sa ahabat-sahab batku (Lina a, Yos, Ge entur, Mbak k Echi dan n yang lain nnya).

  Ak khirnya aku u selesai jug a. Terima k kasih ya...Su ukses buat k kalian. 11. emua pihak yang telah h membantu u dan mend dukung pen nulis baik s secara Se

lan ngsung mau upun tidak la angsung da lam menyel lesaikan skr ripsi ini.

  Pe enulis meny yadari bahw wa skripsi in ni masih jau uh dari sem mpurna, untu uk itu

kritik dan n saran sa angat penul lis harapka an demi p peningkatan dan perb baikan

penelitian ini.Penuli is berharap p kiranya skripsi ini dapat me emberi man nfaat,

khususnya a pada bidan ng psikolog gi.

  Yo ogyakarta, 3

  31 Agustus 2010 Penuli is Peni Andar ri Putri

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………. ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iii

HALAMAN MOTTO …………………………………………………… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………… vi

ABSTRAK ………………………………………………………………… vii

ABSTRACT ……………………………………………………………….. viii

PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……………................... ix

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. x

DAFTAR ISI ………………………………………………………………. xii

DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xv

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xvi

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ……………………………………………… 4

  C.

  Tujuan Penelitian ……………………………………………….. 5

  D. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 5

  

BAB II. LANDASAN TEORI …………………………………………….. 6

A. Harga Diri ………………………………………………………. 6

  1. Pengertian Harga Diri ………………………….................. 6 2.

  Pembentukan Harga Diri ..................................................... 8 3. Domain Harga Diri ……………………………….............. 9

  4. Penggolongan Harga Diri ………………………................ 11 5.

  Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ……....................... 12

  B. Harga Diri Remaja………………………………………………. 15 C.

  Berpikir Positif …………………………………………………. 17

  1. Pengertia Berpikir …………………………….................... 17

  2. Tipe-Tipe Berpikir ………................................................... 17 3.

  Pengertian Berpikir Positif ……........................................... 19

  4. Komponen Berpikir Positif …………………….................. 20 5.

  Dampak Berpikir Positif ………………………………… 21

  D. Remaja ……………………………………………………….... 22

  1. Pengertian Remaja ……........................................................... 22

  2. Aspek-Aspek Perkembangan pada Masa Remaja .................. 23

  3. Ciri-Ciri Masa Remaja ............................................................. 24 E. Dinamika Pengaruh Berpikir Positif pada Harga Diri Remaja..... 26

  F. Hipotesis ....................................................................................... 28

  

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………… 29

A. Jenis Penelitian ………………………………………………..... 29 B. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………………….... 29 C. Definisi Operasional …………………………………………..... 29 D. Subjek Penelitian ……………………………………………...... 30 E. Metode Pengumpulan Data …………………………………...... 31 F. Alat Pengumpulan Data ………………………………………... 31 G. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ………………… 34 H. Metode Analisis Data ………………………………………… 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………….……… 41

A. Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 41 B. Deskripsi Subjek ........................................................................... 41

  C.

  Deskripsi Data Penelitian …………………………………….. 42

  D. Hasil Penelitian …......................................................................... 42

  E. Pembahasan …………………………………………………….. 44

  

BAB V. PENUTUP ...................................................................................... 47

A. Kesimpulan .................................................................................. 47 B. Keterbatasan Penelitian ………………………………………… 47 C. Saran ............................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 48

LAMPIRAN .................................................................................................. 53

  DAFTAR TABEL

Tabel 1 Skor Aitem-Aitem Skala Berpikir Positif ………………… 32

Tabel 2 Blue Print Skala Berpikir Positif Sebelum Seleksi Aitem… 32

Tabel 3 Skor Aitem-Aitem Positif Skala Harga Diri ……………… 33

Tabel 4 Skor Aitem-Aitem Negatif Skala Harga Diri ……………… 33

Tabel 5 Blue Print Skala Harga Diri Sebelum Seleksi Aitem ……… 34

Tabel 6 Aitem-Aitem Skala Harga Diri Setelah Seleksi Aitem …… 37

Tabel 7 Aitem-Aitem Skala Berpikir Positif Setelah Seleksi Aitem . 39

Tabel 8 Deskripsi Data Penelitian ………………………………… 42

Tabel 9 Deskripsi Data Penelitian ………………………………… 42

   

  DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Berpikir Positif ……………………………………… 55

Lampiran 2 Skala Harga Diri …………………………………………… 60

Lampiran 3 Data Penelitian Skala Berpikir Positif……………………… 64

Lampiran 4 Data Penelitian Skala Harga Diri .......................................... 69

Lampiran 5 Hasil Penilaian Skala Berpikir Positif ............................... 74

Lampiran 6 Reliabilitas Skala Berpikir Positif ....................................

  76 Lampiran 7 Reliabilitas Skala Harga Diri ................................................ 77

Lampiran 8 Uji Normalitas …………………........................................... 79

Lampiran 9 Uji Linearitas ………………………………………………. 80

Lampiran 10 Uji Hipotesis .......................................................................... 81

   

BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. A. LATAR BELAKANG Permasalahan remaja kian hari semakin beragam, seperti masalah

  yang terkait dengan fisik dan kesehatan, permasalahan penggunaan

alkohol dan obat-obat terlarang, serta permasalahan moral, nilai dan

agama. Permasalahan yang dialami oleh remaja seringkali dikarenakan

harga diri yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Kostanski dan

Gullone (1998) menemukan hampir 80% remaja mengalami

ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya. Ketidakpuasan terhadap fisik ini

berdampak pada kebiasaan remaja melakukan diet ketat sehingga remaja

mengalami gangguan makan.

  Masalah penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang juga semakin

marak dilakukan oleh remaja. Remaja seringkali menghindar dari masalah

yang mereka hadapi dengan mengkonsumsi alkohol dan obat terlarang.

Remaja seringkali merasa malu disebut sebagai anak kecil apabila mereka

tidak melakukan sesuatu yang dilakukan oleh lingkungan teman

sebayanya. Santrock (2002) menyatakan beberapa alasan mengapa remaja

mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa

  

percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk

kompensasi.

  Masalah moral, nilai, dan agama pada remaja yang sering disorot

adalah masalah seks bebas. Sekarang ini kehidupan seksual dikalangan

remaja sudah lebih bebas dibandingkan dahulu. Hal ini bisa kita rasakan di

kota-kota besar di Indonesia, terbukanya saluran informasi seputar seks

bebas beredar di masyarakat pada saat ini melalui media-media seperti

televisi, koran, radio, dan internet mendorong remaja melakukan

hubungan seks pranikah (Anissa, 2009). Perilaku seks pranikah yang

dilakukan oleh remaja akan berdampak pada hilangnya harga diri

(Subandriyo, 2001).

  Remaja seringkali merasa kesulitan dalam menyelesaikan masalah

yang dihadapi. Kesulitan yang dialami remaja dikarenakan remaja belum

berpengalaman dalam menghadapi hidup dan sering membuat keputusan

tanpa pemikiran matang (Santrock, 2002).

  Masa remaja merupakan masa pencarian identitas. Remaja sangat

membutuhkan adanya kemantapan rasa harga diri dalam menghadapi

permasalahan yang beragam. Berdasarkan sudut pandang ini harga diri

pada masa remaja merupakan kebutuhan yang penting. Harga diri adalah

evaluasi global mengenai diri (Santrock, 2002).

  Perkembangan harga diri pada remaja tergantung pada faktor

individu yang bersangkutan dan faktor sosial (Harter, 1999). Harga diri

  

serta kompetensi diri yang disadari. Remaja mampu menerima dan

menghargai dirinya apabila remaja merasa diterima dan dihargai serta

menyadari kompetensi pada dirinya.

  Pemenuhan kebutuhan harga diri individu, khususnya pada

kalangan remaja, sangatlah penting. Hal ini terkait erat dengan dampak

negatif jika remaja tidak memiliki harga diri yang tinggi. Remaja akan

mengalami kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya, merasa

inferior dan canggung (Harter, 1990). Harter (1990) serta Hirsch &

DuBois (1991) menemukan bahwa harga diri yang rendah terjadi pada

awal remaja. Hasil dari harga diri yang rendah menyebabkan masalah

depresi, anoreksia nervosa, dan kenakalan remaja.

  Untuk mengurangi masalah remaja yang terkait dengan harga diri,

seorang remaja perlu berfokus pada pengembangan harga diri.

  

Meningkatkan harga diri dilakukan dengan berpikir positif mengenai

sumber daya personal, misalnya berpikir mengenai prestasi yang telah

dicapai, kemampuan spesifik yang dimiliki dan tujuan serta inisiatif

(Harter, 1990, 1999; Larson, 2000).

  Berpikir adalah suatu kebiasaan yang terbentuk sejak kecil. Pada

masa remaja, seseorang sudah mampu untuk berpikir abstrak, teoritis dan

kritis. Seorang remaja tidak hanya mengorganisasikan apa yang diamati

dan dialami, tetapi juga mampu mengolah cara berpikir mereka (Papalia

& Olds, 2001). Apabila remaja mampu berpikir positif mengenai diri dan

  

negatif mengenai dirinya akan mempengaruhi sudut pandang remaja

dalam melihat pengalaman dan kejadian hidup. Remaja akan mudah

menilai secara negatif setiap pengalaman-pengalaman dalam hidupnya.

  Pikiran negatif atau positif terhadap diri adalah hasil dari proses

kognitif ketika seseorang mengevaluasi perilaku dan kompetensi dirinya.

  Evaluasi diri dapat bersifat negatif atau positif tergantung pada

kecenderungan cara berpikir positif atau negatif (Seligman, 2001).

  Rendahnya evaluasi terhadap kompetensi, khususnya apabila

dibandingkan dengan standar teman sebaya akan menyebabkan harga diri

rendah.

  Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti memandang bahwa

pengaruh berpikir positif terhadap harga diri remaja merupakan hal yang

penting untuk diketahui remaja. Di satu sisi berpikir positif merupakan

cara pandang yang sebaiknya dimiliki oleh setiap remaja, dan di sisi lain

harga diri merupakan kebutuhan mendasar yang dialami pada diri remaja.

  Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, peneliti ingin

mengetahui lebih lanjut pengaruh berpikir positif pada harga diri remaja.

B. RUMUSAN MASALAH

  Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat

dirumuskan adalah: “Apakah berpikir positif berpengaruh pada harga diri

remaja.

  C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berpikir positif pada harga diri remaja.

  D. MANFAAT PENELITIAN a.

  Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada bidang psikologi kepribadian dan perkembangan mengenai pengaruh berpikir positif pada harga diri remaja.

  b.

  Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi remaja tentang pentingnya berpikir positif sehingga harga diri dapat meningkat.

BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori ini menguraikan mengenai harga diri, harga diri remaja,

  

berpikir positif, remaja, dan dinamika pengaruh berpikir positif pada harga diri

remaja.

A. Harga diri

  Bagian ini menguraikan mengenai pengertian harga diri, pembentukan harga diri, domain harga diri, penggolongan harga diri, dan faktor yang berkaitan dengan harga diri.

1. Pengertian Harga Diri

  Rosenberg (1965) mendefinisikan harga diri sebagai tingkat di mana seseorang menerima dan menilai dirinya sendiri. Seseorang akan menerima dan menghargai dirinya sendiri jika ia mampu menerima diri pribadinya. Coopersmith (1967) menambahkan bahwa harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan. Secara singkat, harga diri adalah “personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam sikap- sikap individu terhadap dirinya

  . Lebih lanjut, Markus dan Nurius (1986)

  

atas nilai positif atau negatif diri yang didasarkan pada skor yang

diberikan seseorang kepada dirinya dalam peran dan domain yang berbeda

dalam hidup.

  Brown (1998) mendefinisikan harga diri atau self esteem dalam tiga kerangka pemikiran sebagai berikut: a.

  Global self esteem merupakan variabel kepribadian yang meliputi cara seseorang memandang dirinya secara keseluruhan yang bersifat relatif menetap dalam berbagai waktu dan situasi.

  b.

  Self evaluation merupakan cara seseorang dalam mengevaluasi variabel dan atribusi yag terdapat pada diri.

  c.

  Self feeling atau feelings of self-worth adalah keadaan emosi sesaat terutama yang muncul sebagai konsekuensi positif dan negatif. Harga diri merupakan perasaan terhadap diri sendiri yang

merupakan penilaian umum mengenai diri (Guanipa, 1999). Santrock

  

(2002) mendefiniskan harga diri sebagai dimensi evaluatif global dari diri.

Penilaian terhadap diri sendiri akan mempengaruhi proses berpikir,

perasaan, keinginan, dan nilai. Huilt (2004) menambahkan bahwa harga

diri adalah sebuah kecenderungan aspek emosional diri yang mengacu

pada perasaan dan penilaian diri kita sendiri (penghargaan seseorang).

  Gecas dan Schwalbe (1983) menyatakan bahwa harga diri terdiri

dari dua dimensi yaitu, dimensi kompetensi dan dimensi nilai. Dimensi mampu dan berguna. Dimensi nilai berarti persetujuan seseorang bahwa mereka merasa sebagai orang bernilai.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga diri merupakan penilaian secara umum seseorang tentang dirinya baik kelebihan maupun keterbatasan dirinya, yang kemudian menjadi penopang keberhargaan diri.

2. Pembentukan Harga Diri

  Harga diri tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk oleh pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Pembentukan harga diri telah dikonseptualisasikan oleh Erikson (1968) dalam teori perkembangan psikososial anak, remaja, dan dewasa.

  Menurut Erikson (1968), individu terbentuk dengan harga diri dalam proses yang panjang. Pembentukan harga diri selama masa kanak-kanak

dan remaja tergantung pada bermacam-macam keberagaman intra individu

dan faktor sosial.

  Coopersmith (1967) mengatakan ada empat kriteria yang membangun kesuksesan individu yang menjadi sumber harga diri: a.

  Power atau kemampuan untuk mempengaruhi dan mengontrol orang lain serta mengontrol diri sendiri. Kebutuhan ini ditunjukkan dengan adanya penghargaan, penghormatan dari oang lain. Pengaruh dan wibawa juga menunjukkan adanya b.

  Significance atau keberartian individu menurut orang lain yang nampak dari adanya penerimaan, penghargaan, perhatian, dan kasih sayang dari orang lain. Penerimaan dan perhatian biasanya ditunjukkan dengan penerimaan dari lingkungan,

ketenaran, dukungan dari keluarga dan masyarakat.

  c.

  Virtue atau kebajikan yaitu nilai moral dan nilai etika serta nilai spiritual yang dianut oleh individu.

  d. Competence atau kemampuan yaitu keyakinan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Keyakinan ini dikarenakan adanya dukungan sehingga seseorang mampu menghadapi masalah- masalah yang terjadi.

  Harter (1999) mengemukakan dua faktor yang bermain penting dalam pembentukan harga diri anak dan remaja yaitu: a) Kompetensi diri dalam berbagai aspek kehidupan.

  b) Pengalaman dukungan sosial yang didapat dari orang lain.

3. Domain Harga Diri

  Menurut Harter (1999) terdapat delapan domain harga diri remaja, yaitu: a) Penampilan fisik Penampilan fisik secara khusus berkontribusi terhadap harga diri pada remaja (Harter, 1999). Penelitian Harter (1999) kuat dengan penampilan fisik. Kaitan yang kuat antara penampilan fisik dengan harga diri tidak terbatas pada remaja, namun berlangsung selama masa hidup, dari masa kanak-kanak hingga setengah baya (Harter, 1999). Lord dan Eccles (1994) menambahkan bahwa konsep remaja mengenai daya tarik fisiknya merupakan prediktor terkuat untuk harga diri keseluruhannya.

  b) Kemampuan skolastik Kemampuan skolastik adalah kemampuan dan prestasi yang berhubungan dengan kegiatan di sekolah.

  c) Penerimaan sosial Penerimaan sosial seperti penerimaan dari keluarga, kawan- kawan, dan sekolah memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja (Harter, 1999). Sebuah studi menemukan bahwa ketika kohesivitas keluarga meningkat, harga diri remaja juga meningkat. Kohesi keluarga didasarkan pada jumlah waktu yang digunakan oleh keluarga untuk berkumpul bersama, kualitas komunikasi, dan sejauh mana remaja dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga. Penilaian kawan-kawan juga dapat membentuk harga diri remaja (Harter, 1990).

  d) Tata perilaku Perilaku remaja di berbagai situasi juga dapat menjadi indikator yang baik untuk menilai bagaimana mereka memandang atau mengutuk dirinya juga dapat menjadi indikator untuk melihat harga diri.

  e) Kemampuan atletis Menurut Harter (1999) kemampuan seseorang dalam bidang olah raga dan prestasi yang telah mereka capai dapat membentuk penilaian seorang remaja terhadap dirinya sendiri.

  f) Kompetensi pekerjaan Kemampuan remaja dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan di luar tugas akademik dapat berkontribusi terhadap harga diri secara keseluruhan.

  g) Daya tarik romantik Daya tarik romantik adalah kemampuan remaja dalam memikat lawan jenis mereka.

  h) Persahabatan yang karib Hubungan yang karib antara remaja dengan sahabat merupakan komponen bagi pembentukan harga diri global.

4. Penggolongan Harga Diri

  Coopersmith (1967) menggolongkan harga diri menjadi tiga tingkat yaitu: a.

  Harga diri tinggi, yakni penilaian seseorang terhadap dirinya sebagai orang yang berharga dan mampu menghargai orang b.

  Harga diri sedang, yakni penilaian seseorang terhadap dirinya lebih baik dari orang pada umumnya tetapi tidak sebaik orang lain yang dipandangnya hebat dan cenderung tergantung pada penilaian orang lain.

c. Harga diri rendah, yakni penilaian seseorang terhadap dirinya

  sendiri dimana ia merasa tidak berharga, tidak dibutuhkan, dan kurang percaya diri.

5. Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

  Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keadaan psikologis individu, cara berpikir, dan jenis kelamin. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga dan status sosial ekonomi.

  a.

  Keadaan psikologis individu Keadaan psikologis individu ini menyangkut kesuksesan atau kegagalan yang dialami. Kesuksesan atau kegagalan mempunyai arti yang berbeda pada setiap individu, namun hal ini tetap mempengaruhi harga diri (Coopersmith, 1967).

  b.

  Cara berpikir Seligman (2001) mengemukakan bahwa evaluasi terhadap diri tergantung pada cara berpikir positif atau negating. Individu yang mampu berpikir positif maka harga dirinya akan meningkat. c.

  Jenis kelamin Beberapa peneliti melihat bahwa terdapat perbedaan tingkat harga diri antara laki-laki dan perempuan. Allgood-Merten dan Stockard (1991) menemukan bahwa laki-laki memiliki skor lebih tinggi daripada perempuan pada pengukuran harga diri. Studi yang dilakukan di negara barat menemukan bahwa rata-rata remaja

perempuan mempunyai harga diri yang rendah daripada remaja laki-

laki (Baumeister, 1993; Pipher, 1994).

  d.

  Lingkungan keluaga Para peneliti melihat bahwa kelekatan aman dengan orangtua pada masa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi pembentukan diri, termasuk pembentukan harga diri (Arbona & Power, 2003; Laible, Carlo & Roesch, 2004). Sikap dan perlakuan orangtua di keluarga inilah yang menjadikan anak merasa diterima atau ditolak, merasa berharga atau tidak berharga.

  Remaja yang melihat bahwa orangtuanya mampu berkomunikasi secara suportif dan terbuka, kemungkinan besar akan mempunyai harga diri tinggi daripada remaja dengan orangtua yang menerapkan pola komunikasi penuh kontrol dan tidak suportif (Blake & Slate, 1993). Beberapa peneliti melihat indikasi dukungan orangtua, dorongan, dan afeksi yang positif dihubungkan dengan harga diri anak (Coopersmith, 1967; Gecas, 1982; Rosenberg, 1965).

  Harter (1993) mengemukakan bahwa kurangnya dukungan orangtua terhadap remaja dapat menyebabkan perasaan depresi, penyesuaian sosial kurang memadai serta tingkah laku antisosial. Keluarga yang mempunyai toleransi akan memberikan keuntungan bagi pembentukan harga diri yang tinggi. Kelekatan dan dukungan tanpa syarat dari orangtua sangat penting dalam fase perkembangan diri. Studi terhadap remaja yang dilakukan oleh Garber dan Flynn (2001) menemukan bahwa harga diri negatif berkembang dari hasil penerimaan ibu yang rendah, sejarah ibu depresi dan konteks interpersonal negatif, seperti praktik pengasuhan negatif, sejarah anak, dan umpan balik negatif dari orang lain. maltreatment

  e. Status sosial ekonomi Pada umumnya, remaja kelas sosial menengah ke atas mempunyai harga diri lebih tinggi daripada remaja kelas sosial bawah. Harga diri yang tinggi tersebut disebabkan karena remaja kelas sosial ekonomi atas mempunyai sumber daya yang lebih. Rosenberg (1979) menemukan bahwa remaja dari kelas atas cenderung mempunyai haga diri yang lebih tinggi dibandingan dengan kelas ekonomi lainnya. Penelitian ini berminat pada berpikir positif.

B. HARGA DIRI REMAJA

  Masa remaja adalah waktu kritis untuk perkembangan harga diri (DuBois & Tevendale, 1999; Feldman & Elliott, 1990; McGuire, Neiderhiser, Reiss, Hetherington, & Plomin, 1994). Hal ini dikarenakan

remaja mulai mengambil pola orang dewasa dan mulai bertanggung jawab

(Chen & Faruggia, 2002; Petersen & Leffert, 1995).

  Para peneliti menemukan bahwa harga diri sering kali mengalami transisi dari sekolah dasar menuju sekolah menengah (Twenge & Campbell, 2001). Beberapa peneliti menyatakan bahwa terdapat penurunan dalam harga diri selama remaja tetapi penurunanya hanya kecil.

  Harga diri sering diimplikasikan dengan perkembangan perilaku remaja. Harter (1993) menyatakan bahwa remaja dengan harga diri yang tinggi akan mendapatkan kualitas dalam hidup. Harga diri yang positif

berkorelasi dengan harapan yang tinggi untuk sukses, prestasi yang tinggi

di sekolah dan kesehatan fisik remaja. Harga diri yang tinggi menjadi sumber daya untuk adaptasi yang positif (Rutter, 1987). Harga diri yang rendah menjadi faktor risiko untuk emosional dan perilaku bermasalah, seperti kecemasan, motivasi yang salah, perilaku bunuh diri, kenakalan, depresi, dan gangguan makan. Harga diri rendah berkorelasi dengan depresi dan harga diri yang tinggi menjadi faktor protektif dari depresi.

  Harga diri yang rendah diimplikasikan dalam respon maladapif remaja (Evans, Noam, Wertlieb, Paget, & Wolf, 1994; Hammen, 1992; Harter,

  Konsekuensi dari harga diri yang rendah bagi sebagian remaja

hanya berlangsung sementara waktu. Namun pada beberapa remaja harga

diri rendah dapat berkembang menjadi masalah (Usher, Finch, Gunlicks,

& Zahn-Waxler, 2000).

  Harga diri adalah komponen penting yang berhubungan dengan

prestasi akademik, fungsi sosial, dan psikopatologi pada remaja. Dalam

kaitannya dengan prestasi akademik, beberapa studi mengindikasikan

bahwa remaja dengan harga diri rendah kurang sukses di sekolah (Mann,

Hosman, Schaalma, & De Vries, 2004). Dalam fungsi sosial, penelitian

menemukan bahwa remaja dengan harga diri rendah biasanya kurang

diterima dalam kelompok teman sebayanya (Donders & Verschueren,

2004). Beberapa penelitian juga menemukan bahwa harga diri yang rendah

berhubungan dengan psikopatologi remaja seperti kecemasan (Beck,

Brown, Steer, Kuyken, & Grisham, 2001; Muris, Meesters, & Fijen,

2003), depresi (Harter, 1993; Mann, Hosman, Schaalma, & De Vries

2004) dan patologi makan (Stice, 2002). Brent Donnellan, Caspi, Moffitt,

Robins, dan Trzesniewski (2005) menemukan hubungan antara harga diri

rendah dengan masalah perilaku seperti agresi, perilaku antisosial, dan

kenakalan remaja.

  

Remaja mempunyai bermacam-macam level harga diri. Menurut Harter

(1990, 1999) hal tersebut dikarenakan pengaruh dari bermacam-macam

faktor misalnya jenis kelamin, etnik, cara berpikir dan kelas sosial. Level dimana remaja itu berada, kepuasan terhadap prestasi di sekolah maupun pergaulan dengan teman sebaya. Selain itu, kepuasan terhadap fisik yang terlihat adalah komponen penting yang mempengaruhi harga diri, dan remaja perempuan lebih besar ketidakpuasannya terhadap fisik mereka daripada laki-laki.

C. Berpikir Positif

  Bagian ini menguraikan pengertian berpikir, tipe-tipe berpikir, pengertian berpikir positif, komponen berpikir positif, dan dampak berpikir positif.

  1. Pengertian Berpikir Solso (2001) mengemukakan bahwa berpikir adalah sebuah proses representasi mental yang dibentuk melalui transformasi informasi dan interaksi atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Definisi yang paling umum dari berpikir adalah berkembangnya ide dan konsep dalam diri seseorang.

  2. Tipe-Tipe Berpikir

Sternberg (1997) mengelompokan berpikir dalam tiga tipe: a. Berpikir analitis Berpikir analitis adalah dasar untuk memproses informasi. memperoleh atau menyimpan informasi, memindahkan informasi, membuat perencanaan, mengambil keputusan, dan menyelesaikan masalah serta menerjemahkan pikiran ke dalam performansi.

  b.

  Berpikir kreatif.

  Berpikir kreatif adalah kemampuan untuk memecahkan masalah baru dengan cepat.

  c.

  Berpikir praktis Berpikir praktis adalah kemampuan dalam menempatkan berbagai cara penyelesaian masalah dan kemampuan khusus untuk memperoleh pengalaman dari orang lain.

  Williams (2005) membagi berpikir menjadi dua tipe:

  a. Berpikir positif Berpikir positif adalah kecenderungan individu untuk memandang segala sesuatu dari segi positifnya dan selalu berpikir optimis terhadap lingkungan serta dirinya sendiri.

  b.

  Berpikir negatif Berpikir negatif merupakan kecenderungan individu untuk memandang segala sesuatu dari sisi negatif. Individu dengan pola pikir negatif selalu menilai bahwa dirinya tidak mampu dan terus menerus mengingat hal-hal yang menakutkan.

  Pikiran negatif merupakan faktor yang berkontribusi terhadap depresi ( Beck 1963; 1964). Orang yang berpikir negatif sudut pandang yang negatif tentang dirinya, dunia, dan masa depan.

  Tipe berpikir dalam penelitian ini adalah berpikir positif.

3. Pengertian Berpikir Positif

  Peale (1996) mangemukakan bahwa berpikir positif merupakan

suatu bentuk berpikir yang biasanya berusaha mencari hal terbaik dari

keadaan terburuk. Peale (1996) juga mengemukakan bahwa individu yang berpikir positif selalu didasarkan fakta bahwa setiap masalah pasti ada pemecahan dan suatu pemecahan yang tepat selalu melalui proses intelektual yang sehat. Menurut Kirkegaard (2005) berpikir positif adalah salah satu poin dalam psikologi positif yang didefinisikan sebagai tendensi untuk mengharapkan kemungkinan

hasil terbaik dari suatu situasi. Berpikir positif berarti penilaian umum

tentang respon masa depan dan keyakinan bahwa sesuatu yang baik

akan berlimpah dan sesuatu yang buruk akan jarang terjadi (Carver &

Scheier, 2008).

  Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa berpikir positif adalah cara memandang segala sesuatu dari segi positifnya.

4. Komponen Berpikir Positif

  Albrecht (1992) menyebutkan empat komponen dalam berpikir positif yaitu harapan yang positif, affirmasi diri, pernyataan yang tidak menilai, dan realistic adaptation. Keterangan mengenai komponen- komponen tersebut adalah sebagai berikut : a. Harapan yang positif adalah melakukan sesuatu dengan lebih memusatkan perhatian pada kesuksesan, optimisme, pemecahan

masalah, dan menjauhkan diri dari perasaan takut gagal.

b. Affirmasi diri adalah memusatkan perhatian pada kekuatan diri dan melihat diri secara positif.

  c. Pernyataan yang tidak menilai (non judgment thinking) merupakan pernyataan yang lebih menggambarkan keadaaan dari pada menilai keadaan. Pernyataan ataupun penilaian ini dimaksudkan sebagai pengganti pada saat seseorang cenderung memberikan pernyataan atau penilaian yang negatif. Aspek ini akan sangat berperan dalam menghadapi keadaan yang cenderung negatif.