SI DAN I ID DAN

  KO LINEAS SI DAN I

  ISOMET TRI PADA BIDANG G EUCLI

ID DAN BIDANG G POINC CARÉ

  Skripsi Diaju ukan untuk M Memenuhi Sa alah Satu Sy yarat

  Memperoleh G M Gelar Sarjan a Pendidikan n Pr rogram Studi i Pendidikan n Matematik a

  Oleh: Erlin na Dwi Prase ekti

  NIM M: 07141405

  52 PROGRA AM STUDI P PENDIDIKA AN MATEM MATIKA JU URUSAN PE ENDIDIKA AN MATEM ATIKA DA AN ILMU PE ENGETAHU UAN ALAM M FAKULTA AS KEGURU UAN DAN I

  ILMU PEND DIDIKAN UN NIVERSITA AS SANATA A DHARMA A YO OGYAKART TA 2012

  KO LINEAS SI DAN I

  ISOMET TRI PADA BIDANG G EUCLI

ID DAN BIDANG G POINC CARÉ

  Skripsi Diaju ukan untuk M Memenuhi Sa alah Satu Sy yarat

  M Memperoleh G Gelar Sarjan a Pendidikan n Pr rogram Studi i Pendidikan n Matematik a

  Oleh: Erlin na Dwi Prase ekti

  NIM M: 07141405

  52 PROGRA AM STUDI P PENDIDIKA AN MATEM MATIKA JU URUSAN PE ENDIDIKA AN MATEM ATIKA DA AN ILMU PE ENGETAHU UAN ALAM M FAKULTA AS KEGURU UAN DAN I

  ILMU PEND DIDIKAN UN NIVERSITA AS SANATA A DHARMA A YO OGYAKART TA 2012

  

PERSEMBAHAN

Do the best. Be the best. But don’t think the best.

  Skripsi ini kupersembahkan kepada Kedua orang tuaku dan adikku terkasih, Masku dan sahabat-sahabatku tersayang, Serta almamaterku Universitas Sanata Dharma.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

P

  Saya menyatakan den memuat karya atau ba kutipan dan daftar pust

  dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang say bagian karya orang lain, kecuali yang telah di

pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 12 Janua Penulis Erlina Dwi Prasekti saya tulis ini tidak disebutkan dalam nuari 2012 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEM EMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KAR ARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN A N AKADEMIS

Yang bertanda tangan an di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sa Sanata Dharma:

Nama : Erlina Dwi Prasekti

  NIM : 071414052

Demi pengembangan an ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada pada Perpustakaan

Universitas Sanata Dh Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul:

KOLINEASI DAN ISOMETRI PADA BID BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCA CARÉ

  

Dengan demikian sa saya memberikan kepada perpustakaan Uni niversitas Sanata

Dharma untuk menyim yimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, lain, mengelolanya

dalam bentuk pangkalan pan data, mendistribusikan secara a terbatas, dan

mempublikasikan di di internet atau media lain demi kepentingan n akademis tanpa

meminta ijin dari sa saya maupun memberikan royalty kepada say saya selama tetap

mencantumkan nama a saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan an ini saya buat dengan sebenarnya.

  Yogyakarta, 12 Janua nuari 2012 Yang menyatakan,

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK

Erlina Dwi Prasekti, 2012. Kolineasi dan Isometri pada Bidang Euclid dan Bidang

. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Poincaré

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  Penelitian ini membahas mengenai kolineasi dan isometri dengan pendekatan metrik. Setelah membaca penelitian ini diharapkan pembaca akan memperoleh wawasan mengenai isometri dan kolineasi.

  Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan buku acuan utama adalah “Geometry: A Metric Approach with Models” karangan Millman & Parker. Kolineasi dan isometri ditulis dengan menambahkan pembuktian lemma dan teorema serta penambahan penjelasan dan contoh.

  Hasil dari penelitian ini adalah: (i) Kolineasi merupakan fungsi bijektif yang mempertahankan garis (ii) Isometri adalah fungsi bijektif yang mempertahankan jarak (iii) Dalam geometri netral jika diketahui suatu fungsi merupakan isometri, maka fungsi tersebut pastilah kolineasi (iv) Dalam geometri netral, jika diketahui fungsi isometri maka akan memenuhi sifat mempertahankan keantaraan, dan mempertahankan ukuran sudut. Kata kunci: Kolineasi, Isometri, Pendekatan Metrik, Bidang Euclid, Bidang Poincaré, geometri netral. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Erlina Dwi Prasekti, 2012. Collineation and Isometry in Euclidean Plane and Poincaré

. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Plane

Education Department, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma

University, Yogyakarta.

  This research will be talking about collineation and isometry with metric approach. After you read this research, hoping that the reader will get a new knowledge about isometry and collineation.

  This research use study methods with “Geometry: A Metric Approach with Models” of Millman & Parker as a mother book. Collineation and isometry written by added the proof of lemmas and theorems with an explanation and an example.

  The product of this research are: (i) Collineation is bijective that preserves lines, (ii) Isometry is bijective that preserves distance, (iii) In a neutral geometry, if a function is an isometry, the function must be collineation, (iv) In a neutral geometry, if a function is an isometry then imply preserves betweenness, and preserves angle measure.

  Keywords: Collineation, Isometry, Metric Approach, Euclidean Plane, Poincaré Plane, Neutral Geometry.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul

“Kolineasi dan Isometri pada Bidang Euclid dan Bidang Poincaré” ini dapat penulis

selesaikan.

  Segala macam hambatan dan rintangan telah banyak penulis alami selama

menyelesaikan skripsi ini. Akan tetapi semua itu telah penulis lalui dengan adanya

dukungan dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada beberapa pihak, di antaranya:

  1. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si.,M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan tekun, memberikan bimbingan dan dorongan selama proses penyusunan skripsi.

  2. Bapak Dr. M. Andy Rudhito selaku kaprodi pendidikan matematika, Universitas Sanata Dharma.

  3. Bapak Th. Sugiarto, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan akademik selama penulis melaksanakan studi di Universitas Sanata Dharma.

  4. Semua dosen pendidikan matematika yang telah memberikan ilmu selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma.

  5. Semua staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu memberikan pelayanan kesekretariatan selama ini.

  6. Kedua orang t memberi sema

  7. Teman-teman Dhita, Puji, Angg

  9. Semua pihak y Kritik dan saran ini.

g tuaku, mas Anto, dan dek Wahyu yang sela

mangat.

an pendidikan matematika angkatan 2007, Dhe

Anggun yang selalu memberi semangat.

an kos, Kiki, Agnes, Ayu, Ane, Nency, Rini ya

k yang telah membantu.

ran yang membangun penulis harapkan untuk

  Yogyakarta Penul Erlina D selalu mendukung dan

  Dhea, Ocha, Wenny, yang selalu memberi uk melengkapi tulisan rta, 12 januari 2012

  Penulis na Dwi Prasekti

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................................. v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii

  ABSTRACT

  ........................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR SIMBOL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv

  BAB I: PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

  1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3

  1.3 Batasan Masalah ........................................................................................... 3

  1.4 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 4

  1.5 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 4

  1.6 Metode Penulisan .......................................................................................... 4

  1.7 Sistematika Penulisan ................................................................................... 5

  BAB II: LANDASAN TEORI

  2.1 Himpunan dan Fungsi .................................................................................. 6

  2.2 Bidang Euclid dan Bidang Poncaré ............................................................ 15

  2.3 Geometri Abstrak dan Geometri Insidensi ................................................. 20 2.4 Geometri Metrik .........................................................................................

  22 2.5 Keantaraan ..................................................................................................

  26

  2.6 Segmen Garis dan Sinar Garis ................................................................... 29

  2.7 Sudut dan Segitiga ...................................................................................... 32

  2.8 Aksioma Pembagian Bidang ...................................................................... 35 2.9 Geometri Pasch ..........................................................................................

  37 2.10 Geometri Protraktor ....................................................................................

  41 2.11 Geometri Netral ..........................................................................................

  42

  2.12 Euclidean Parallel Property ...................................................................... 46 2.13 Kerangka Berpikir ......................................................................................

  47 BAB III: KOLINEASI DAN ISOMETRI

  3.1 Kolineasi dan Isometri ............................................................................... 48

  3.2 Pengaruh Isometri terhadap Ukuran Sudut ................................................ 72

  BAB IV: PENUTUP 4.1 Kesimpulan .................................................................................................

  97 4.2 Saran ...........................................................................................................

  98 DAFTAR PUSTAKA

  P, Q, R titik-titik k, l, m garis-garis

  titik-titik S himpunan garis-garis L himpunan

  d (P,Q) jarak antara titik P dan titik Q d jarak Euclid E d jarak Poincaré H

  int interior

  L garis vertikal pada koordinat Kartesius a L garis nonvertikal pada koordinat kartesius m,b a L garis tipe I pada bidang Poincaré c r L garis tipe II pada bidang Poincaré

  garis AB sinar garis AB segmen garis AB

  A – B – C titik B terletak antara titik A dan titik C

  ABC ∠ABC sudut

  ABC ΔABC segitiga

  ABCD segiempat ABCD

  □

  sejajar A

  Geometri Abstrak Bidang Euclid

  E Insidensi

  I Geometri Kartesius

  C Bidang Poincaré

  H Bidang L Garis-garis pada bidang Euclid E L Garis-garis pada bidang Poincaré H akhir definisi

  ]

  pembuktian ฀ akhir

  • akhir contoh

  

DAFTAR GAMBAR

  30 Gambar 2.13 (a)

  28 Gambar 2.11

  Segmen Garis

  29 Gambar 2.12 (a)

Gambar 2.12 (b)

  Ilustrasi sinar garis dan pada bidang Euclid Ilustrasi sinar garis dan pada bidang Poincaré

  30

Gambar 2.13 (b)

  Ilustrasi Ilustrasi

  Sudut pada Bidang Euclid Sudut pada Bidang Poincaré

  33

  33 Gambar 2.14 (a)

Gambar 2.14 (b)

  Segitiga pada Bidang Euclid Segitiga pada Bidang Poincaré

  34

  34 Gambar 2.15 (a) Titik pada sisi sama dari garis tipe II bidang Poincaré

  28

Gambar 2.10 (b)

  Halaman

  2

Gambar 2.1 Koordinat Kartesius

  15 Gambar 2.2 Garis Vertikal pada Bidang Euclid

  16 Gambar 2.3 Garis Nonvertikal pada Bidang Euclid

  16 Gambar 2.4 Garis

  2

  17 Gambar 2.5

  Garis

  17 Gambar 2.6 Koordinat untuk Bidang Poincaré

  20 Gambar 2.10 (a)

  18 Gambar 2.7 Garis Tipe I pada Bidang Poincaré

  19 Gambar 2.8 Garis Tipe II pada Bidang Poincaré

  19 Gambar 2.9 (a)

Gambar 2.9 (b)

  Garis 2 L Garis 5 L

  √10

  20

  36

Gambar 2.15 (b) Titik pada sisi berlawanan dari garis bidang Euclid

  70

Gambar 3.1 (b)

  Inversi/pembalikan pada lingkaran satuan Pencerminan terhadap sumbu-y

  55

  55 Gambar 3.2 Garis-garis pada ϕ (E )

  57 Gambar 3.3 (a)

Gambar 3.3 (b)

  Titik A, B, dan C yang tidak segaris Titik A, B, dan C yang segaris

  70 Gambar 3.4 (a)

  46 Gambar 2.25 Ilustrasi definisi 2.11.6

Gambar 3.4 (b)

  Titik A, B, C pada contoh 3.1.9 pada koordinat kartesius Titik

  , , pada koordinat kartesius

  72

  72 Gambar 3.5 Ilustrasi pembuktian lemma 3.2.1

  74 Gambar 3.6 (a)

  ∆ dengan 1,5 , 1,2 dan 5,2

  46 Gambar 3.1 (a)

  ∆ ∆ berdasarkan aksioma SSS

  36 Gambar 2.16 Ilustrasi definisi 2.9.1

Gambar 2.20 (b)

  37 Gambar 2.17 (a)

Gambar 2.17 (b)

  Interior Interior

  38

  38 Gambar 2.18 Interior

  38 Gambar 2.19 Ilustrasi teorema 2.1.8

  40 Gambar 2.20 (a)

  Ilustrasi aksioma ii) dari definisi 2.10.1 Ilustrasi aksioma iii) dari definisi 2.10.1

  45 Gambar 2.24 Ilustrasi

  42

  42 Gambar 2.21 Ilustrasi

  ∆ ∆ berdasarkan definisi 2.11.1

  43 Gambar 2.22 Ilustrasi

  ∆ ∆ berdasarkan aksioma SAS

  44 Gambar 2.23 Ilustrasi

  ∆ ∆ berdasarkan aksioma ASA

  76

Gambar 3.6 (b)Gambar 3.15 (b)

  82

  82 Gambar 3.12 (a)

Gambar 3.12 (b) pada contoh 3.2.4

  pada contoh 3.2.4

  85

  85 Gambar 3.13 Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.5

  86 Gambar 3.14 Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.6

  87 Gambar 3.15 (a)

  ∆ dengan 1,5 , 1,2 dan 5,2

  82

  ∆ oleh , 1,

  1

  88

  88 Gambar 3.16 Ilustrasi lemma 3.2.8

  89 Gambar 3.17 (a)

Gambar 3.17 (b)

  Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.11 Ilustrasi pembuktian teorema 3.2.11

  93

  82

  dengan garis bagi dengan 3 garis bagi dengan 3 garis bagi

  ∆ akibat , , terhadap A, B, C

  78 Gambar 3.9 (a)

  76 Gambar 3.7 (a)

Gambar 3.7 (b)

  Ilustrasi pembuktian lemma 3.2.2 Ilustrasi pembuktian lemma 3.2.2

  77

  77 Gambar 3.8 (a)

Gambar 3.8 (b)

  ∆ dengan ∆ dengan

  78

Gambar 3.9 (b) dengan merupakan garis bagiGambar 3.11 (d) dengan merupakan garis bagi

  dengan garis bagi

  80

  80 Gambar 3.10 (a)

Gambar 3.10 (b) dengan merupakan garis bagi

  dengan garis bagi

  81

  81 Gambar 3.11 (a)

Gambar 3.11 (b)Gambar 3.11 (c)

  93

Gambar 3.18 Ilustrasi teorema 3.2.12

  94 Gambar 3.19 Ilustrasi teorema 3.2.12

  95

  1.1 LATAR BELAKANG Geometri merupakan konsep yang mulai dikenal orang sejak tahun 3000 SM. Kata Geometri sendiri berasal dari bahasa Yunani, Geometrein , yaitu geo: bumi, dan metrein: mengukur (Byer,2010:1).

  Studi tentang geometri diawali dengan dua konsep dasar, yaitu pengertian tentang titik dan garis. pengertian tersebut kemudian dihubungkan dengan kumpulan aksioma. Aksioma adalah pernyataan dari sifat yang sangat diperlukan untuk dipelajari tetapi tidak dibuktikan. Selanjutnya ada yang disebut sebagai model geometri. Model geometri ditentukan dengan himpunan elemen-elemen yang disebut titik dan kumpulan himpunan bagian dari himpunan ini yang disebut garis (Millman & Parker, 1991).

  Sejak dimulainya era geometri non-Euclides, yang telah dimulai oleh Girolomo Saccheri (1667-1733), para matematikawan semakin tertarik untuk membuktikan kecacatan dalam geometri Euclides. Di antaranya adalah matematikawan Rusia Nicolai Lobachevsky (1792-1856) dan matematikawan Hungaria Janos Bolyai (1802-1860) yang menemukan geometri hiperbolik.

  Kemudian pada pada tahun 1868, Beltrami membuktikan konsistensi geometri hiperbolik tersebut. (Byer, 2010).

  Seorang matematikawan Jerman, David Hilbert (1862-1943) merupakan salah satu matematikawan yang terkini yang tertarik dalam bidang

   

  2

   

  geometri. Tujuan Hilbert adalah memperluas sistem aksioma Euclides kepada sesuatu yang telah lengkap dan menunjukkan logika formal yang digunakan Euclides. Sistem geometri Hilbert merupakan geometri Euclides yang dibangun berdasarkan kerja Moritz Pasch. Kemudian pada tahun 1932, seorang matematikawan Amerika, George D. Birkhoff (1884-1944) mempublikasikan aksioma Euclides dengan suatu perbedaan yang penting dengan Euclides dan Hilbert. Aksioma Birkhoff sendiri hanya terdiri dari 4 pernyataan dan dapat membuktikan postulat kesejajaran Euclides sebagai teorema dan dapat dibuktikan. Definisi pada sistem Birkhoff ini yaitu titik, garis, jarak, dan sudut, dengan konsep keantaraan dibuktikan berdasarkan konsep dasar jarak. Konsep jarak yang digunakan Birkhoff ini yang kemudian dikenal sebagai pendekatan metrik. (Byer,2010).

  Penelitian yang sudah pernah dilakukan di bidang geometri di Universitas Sanata Dharma antara lain Geometri Hingga (berisi tentang berbagai geometri hingga), Geometri Metrik (berisi tentang konsep geometri metrik yang merupakan penggabungan dari bidang Euclid, bidang Poincare, bidang Taxicab, dengan dengan fungsi jarak), Model-model Geometri Non Euclides (berisi tentang model-model geometri non Euclides pada bidang Euclides. Model geometri non Euclides itu adalah geometri hiperbolik dan geometri eliptik), Geometri Euclides secara Deduktif Aksiomatis (berisi tentang geometri Euclides sesuai dengan aksioma Hilbert), Geometri Kabur (berisi tentang geometri kabur yang berisi titik kabur, jarak kabur, garis kabur, luas dan keliling himpunan kabur, segitiga dan segiempat kabur), Grup

  3

     

  Transformasi Pada Geometri Euclides (berisi tentang grup transformasi yang terdiri dari grup dilatasi, grup isometri), dan Konsistensi pada Geometri Hiperbolik (berisi tentang geometri hiperbolik dan konsistensinya yang ditunjukkan dengan model konformal dari Poincare). Karena sedikitnya penelitian di bidang geometri itu, maka penulis tertarik untuk meneliti di bidang geometri melalui skripsi yang berjudul “KOLINEASI DAN

  ISOMETRI PADA BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARÉ”.

  1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

  1. Apa yang dimaksud dengan kolineasi dan isometri?

  2. Bagaimana pengaruh isometri terhadap besar sudut?

  1.3 BATASAN MASALAH Pembahasan mengenai kolineasi dan isometri dibatasi pada: a) Bidang yang digunakan adalah bidang Euclid dan bidang Poincaré.

  b) Menggunakan pendekatan metrik. Pendekatan metrik merupakan pendekatan yang menggunakan konsep jarak yang ditambahkan pada geometri insidensi.

  c) Menggunakan fungsi titik.

  d) Garis yang digunakan pada bidang Euclid hanya terbatas pada garis- garis lurus.

   

  4

   

  1.4 TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui tentang kolineasi dan isometri.

  2. Untuk mengetahui pengaruh isometri terhadap besar sudut.

  1.5 MANFAAT PENULISAN

  a) Bagi Pembaca Dapat menambah wawasan pembaca mengenai isometri pada bidang Euclid dan bidang Poincaré dengan pendekatan metrik.

  b) Bagi Penulis Penulis dapat menambah pengetahuan mengenai isometri pada bidang Euclid dan bidang Poincaré dengan pendekatan metrik.

  c) Bagi Universitas Dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri.

  1.6 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Pembahasan tulisan ini secara keseluruhan diambil dari buku Geometry: A Metric Approach with

  Models karangan Richard Millman and Parker.

  Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain: 1) Membaca buku Geometry: A Metric Approach with Models karangan Richard Millman and Parker.

   

  5

   

  2) Menyajikan kembali definisi-definisi pada bab Teori Isometri, subbab Isometri dan Kolineasi.

  3) Memberi contoh dari definisi-definisi. 4) Menyajikan kembali teorema-teorema, lemma-lemma, dan akibat- akibat.

  5) Melengkapi bukti teorema-teorema, lemma-lemma, dan akibat-akibat. 6) Memberi contoh dan penjelasan dari teorema-teorema, lemma-lemma, serta akibat-akibat.

  1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Pada bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat serta metode penelitian dan sistematika penulisan.

  Bab dua berisi tentang teori-teori yang digunakan dalam mendefinisikan isometri dan kolineasi, serta definisi-definisi yang digunakan dalam membuktikan teorema yang dibahas di bab ketiga.

  Bab ketiga membahas tentang kolineasi dan isometri. Terdapat definisi- definisi dan teorema, serta lemma dan akibat terkait dengan kolineasi dan isometri. Diberikan juga contoh-contoh terkait dengan teorema atau definisi menggunakan bidang Euclid maupun bidang Poncaré.

  Bab keempat atau bab terakhir berisi tentang kesimpulan dari pembahasan pada bab tiga serta saran yang diberikan penulis kepada pembaca yang ingin mengembangkan tulisan ini lebih lanjut. mengenai garis yang kemudian dihubungkan satu sama lain dengan berbagai macam aksioma. Sedangkan di sisi lain ada yang disebut sebagai model geometri.

  Model geometri merupakan kesatuan matematis yang memenuhi semua aksioma untuk geometri yang bersangkutan.

  2.1 HIMPUNAN DAN FUNGSI Konsep dasar yang harus dipahami terlebih dahulu sebelum kita memulai pembahasan mengani geometri adalah konsep tentang himpunan.

  Arti dari himpunan sendiri diberikan oleh definisi himpunan berikut.

  Definisi 2.1.1

  (Devlin,2003:57)

  Sebuah himpunan S adalah suatu kumpulan objek yang dapat didefinisikan secara benar.

  ]

  Jika A merupakan sebuah himpunan, maka objek-objek pada A disebut sebagai anggota himpunan A atau elemen A. Misalkan x adalah anggota A, maka bisa kita tuliskan .

  Berikut ini merupakan contoh dari himpunan dan anggota himpunan.

  Contoh 2.1.1

  himpunan semua bilangan real • , menyatakan bahwa x merupakan bilangan real.

  Di antara himpunan-himpunan sendiri terdapat relasi. Berikut

    Definisi 2.1.2

  (Millman & Parker,1991:4)

  Himpunan T adalah himpunan bagian dari S (ditulis ) jika setiap elemen T juga merupakan elemen S.

  Himpunan T sama dengan himpunan S (ditulis ) jika setiap elemen T di dalam S dan setiap elemen S di dalam T. (Atau jika dan hanya jika dan ).

  ] Definisi 2.1.3

  (Millman & Parker,1991:4)

  Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota, dan dinotasikan dengan

  ∅. Catatan: S untuk setiap himpunan S. ] Definisi 2.1.2 dan definisi 2.1.3 menyatakan jika terdapat dua himpunan maka: a) Himpunan bagian, berarti setiap anggota himpunan pertama merupakan anggota himpunan yang kedua, tetapi tidak sebaliknya.

  b) Sama dengan, artinya untuk setiap anggota himpunan pertama merupakan anggota himpunan himpunan yang pertama dan setiap anggota himpunan kedua merupakan anggota himpunan yang pertama.

  c) Himpunan kosong, artinya himpunan yang tidak memiliki anggota.

  Sebagai contoh himpunan kosong misalnya himpunan bilangan prima yang kurang dari dua.

  Dari definisi 2.1.2 di atas diketahui juga bahwa jika T himpunan bagian dari S dan T serta S merupakan himpunan berhingga, maka elemen

  T jumlahnya kurang dari atau sama dengan elemen S.

  Untuk lebih memahami definisi 2.1.2, perhatikan contoh berikut.

    Contoh 2.1.2

  C = himpunan semua bilangan cacah antara 0 dan 5 A = himpunan semua bilangan asli yang kurang dari 5 B = himpunan semua bilangan bulat Jika ditulis dengan cara mendaftar anggota himpunan, dapat ditulis sebagai: C = {1,2,3,4} A = {1,2,3,4} B = {…,-4,-3,-2,-1,0,1,2,3,…} Dapat diketahui bahwa: dan serta .

  Artinya, C adalah himpunan bagian dari B, karena anggota dari C, yaitu 1,2,3,4 juga merupakan anggota dari B, atau 1,2,3,4 ∈B.

  Himpunan A merupakan himpunan bagian dari B karena anggota A yaitu ∈B. 1,2,3,4 juga merupakan anggota B, atau 1,2,3,4 • Himpunan C sama dengan A karena 1,2,3,4 ∈C dan 1,2,3,4∈A.

  Selanjutnya akan diberikan definisi operasi dua himpunan.

  Definisi 2.1.4

  (Millman & Parker,1991:4)

  

Gabungan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

.

  |

  

Irisan dari dua himpunan A dan B adalah himpunan

.

  |

    Selisih dua himpunan A dan B dalah himpunan .

  |

  ]

  Definisi 2.1.4 mengatakan bahwa jika diketahui dua himpunan maka:

  a) Gabungan dua himpunan, merupakan himpunan hasil dari penggabungan elemen-elemen kedua himpunan.

  b) Irisan dua himpunan adalah, himpunan dari elemen kedua himpunan yang merupakan anggota himpunan pertama sekaligus anggota himpunan kedua.

  c) Selisih dua himpunan, dalam hal ini selisih himpunan pertama dan himpunan kedua, yaitu himpunan dari elemen-elemen himpunan pertama yang tidak merupakan elemen himpunan kedua. Untuk lebih memahami definisi 2.1.4, perhatikan contoh 2.1.3 beikut.

  Contoh 2.1.3

  Diketahui A = {3,5,7} dan B = {1,2,3} 1,2,3,5,7 ; 3 ; 5,7

  Gabungan himpunan A dan B adalah 1,2,3,5,7 karena 1,2,3,5,7 merupakan anggota A atau anggota B.

  Irisan himpunan A dan B adalah 3 karena dan .

  3

  3 Selisih himpunan A dan B adalah 5 dan 7 karena dan 5,7 5,7

  • Setelah pembahasan mengenai himpunan, selanjutnya akan dibahas mengenai fungsi.

  Antara dua himpunan terdapat suatu relasi khusus yang memasangkan tiap-tiap elemen himpunan pertama tepat satu ke elemen-elemen himpunan

    Definisi 2.1.5

  (Giaquinta&Modica,2003:30)

  Misalkan A, B adalah dua himpunan. Fungsi atau peta atau transformasi adalah relasi atau aturan yang memasangkan masing-masing

  : ke tepat satu titik pada B.

  ]

  Diberikan , untuk setiap kita memiliki cara untuk : memasangkan . Kita katakan bahwa adalah variabel terikat dan adalah variabel bebas, dan kita tulis sebagai .

  Untuk mendefinisikan suatu fungsi, terdapat tiga hal pokok, yaitu

  domain

  A, codomain B, dan aturan yang memasangkan titik-titik pada A ke titik-titik pada B.

  Berikut diberikan definisi mengenai bayangan fungsi.

  Definisi 2.1.6

  (Millman & Parker,1991:10)

  

Jika adalah fungsi, maka bayangan f adalah

  :

  ]

  | Fungsi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu fungsi surjektif, injektif, dan bijektif. Pengertian masing-masing fungsi tersebut dapat dilihat dari definisi berikut.

  Definisi 2.1.7

  (Millman & Parker,1991:10)

  

Fungsi disebut surjektif jika untuk setiap ada

  :

  ]

  dengan .

  Definisi 2.1.7 mengatakan bahwa suatu fungsi dikatakan surjektif bila setiap anggota codomain dari fungsi f pastilah memiliki kawan pada anggota domain f.

    Untuk lebih memahami definisi 2.1.7, perhatikan contoh 2.1.4 berikut.

  Contoh 2.1.4

  Terdapat fungsi yang dinyatakan oleh merupakan : fungsi surjektif.

  Bukti: Untuk menunjukkan bahwa f surjektif harus ditunjukkan bahwa untuk setiap ada sebuah dengan Range Domain

  . Oleh karena itu, kita harus menunjukkan bahwa persamaan 2‐1 memiliki penyelesaian untuk setiap nilai t . Karena untuk setiap bilangan real memiliki akar kuadrat, kita dapatkan persamaan

  √ . Karena kodomainnya merupakan bidlangan real positif, maka hanya digunakan . √ . Maka, √

  Karena terdapat satu nilai untuk setiap , Domain maka akibatnya, f surjektif.

  • Berikut diberikan definisi fungsi injektif.

  Definisi 2.1.8 (Devlin,2003:32) Fungsi disebut injektif jika , , sehingga

  : ,

  kita juga mendapatkan

  . Pernyataan tersebut ekuivalen dengan,

  fungsi injektif jika untuk setiap dua titik yang berbeda

  : , , kita peroleh .

  ]

  Definisi 2.1.7 menyatakan bahwa fungsi dikatakan injektif:

  a) Jika dua anggota range fungsi bernilai sama, maka keduanya berasal dari domain yang sama, atau

   

  b) Jika dua anggota domain berbeda maka akan ada dua anggota range yang berbeda yang merupakan hasil dari domain tersebut.

  Untuk lebih memahami definisi 2.1.8, perhatikan contoh 2.1.5 berikut.

  Contoh 2.1.5 Fungsi oleh merupakan fungsi injektif.

  :

  3 Bukti: Kita asumsikan sehingga .

  3

  3 Kita selesaikan persamaan

  3

  3

  1

  1

  2

  2

  2

  2 Karena diketahui dan diperoleh , akibatnya f • injektif.

  Suatu fungsi dapat bersifat injektif atau surjektif. Namun, dapat pula memiliki sifat keduanya, atau injektif dan surjektif sekaligus. Fungsi yang seperti itu disebut bijektif. Berikut diberikan definisi fungsi bijektif.

  Definisi 2.1.9

  (Millman & Parker,1991:12)

  Fungsi disebut bijektif jika adalah injektif dan surjektif

  : sekaligus.

  ]

  Definisi 2.1.9 menyatakan bahwa suatu fungsi dikatakan bijektif apabila fungsi tersebut injektif dan juga surjektif. Untuk lebih memahami

  • Untuk menunjukkan bahwa h surjektif kita harus menunjukkan bahwa untuk setiap

  12 . Untuk setiap bilangan real t , pastilah ada s yang memenuhi persamaan itu, sehingga.

  12 7 12 12

  7 12 7

  Kemudian kita selesaikan persamaan tersebut.

  Domain , jadi dapat disimpulkan bahwa h surjektif.

  12 Karena setiap Range berkawan dengan tepat satu

  7

  12

  7 12 7

  7

  12 memiliki penyelesaian untuk setiap harga t.

  7

  . Oleh karena itu, kita harus menunjukkan bahwa persamaan

  Range ada sebuah Domain dengan

  7 12 merupakan fungsi bijektif. Bukti: Untuk menunjukkan bahwa h bijektif, kita harus menunjukkan bahwa h injektif dan h surjektif.

  Suatu fungsi : oleh

    Contoh 2.1.6

  • Kita asumsikan sehingga 7 12 7 12.

  7 Dari kita peroleh , akibatnya h injektif.

  • Karena h surjektif dan h injektif sekaligus, maka h bijektif. • Selanjutnya akan dibahas mengenai komposisi fungsi.

    Definisi 2.1.10

  (Millman & Parker,1991:12)

  Jika , , dan , maka komposisi dan

  : : adalah fungsi yang diberikan oleh .

  ]

  : Untuk memahami tentang komposisi fungsi, perhatikan contoh 2.1.7 berikut.

  Contoh 2.1.7 Suatu fungsi dan oleh .

  : : 5 dan Maka

  5 5 25 .

  • Sehingga komposisi fungsi dan adalah 25 .

  Setelah memahami tentang komposisi fungsi, berikut diberikan definisi mengenai invers fungsi.

  Definisi 2.1.11

  (Millman & Parker,1991:13)

  Jika adalah fungsi bijektif, maka invers f adalah fungsi

  : :

  yang didefinisikan oleh , di mana s adalah anggota tertentu dalam S dengan .

  ]

  • 1

  Fungsi g dalam definisi 2.1.11 biasanya dinotasikan dengan f (notasi invers fungsi f).

  Untuk lebih memahami mengenai invers fungsi, perhatikan contoh 2.1.8 berikut ini.

  Contoh 2.1.8

  Diketahui fungsi oleh :

  2

  5. Invers dari adalah .

    Misalkan diambil .

  1

  1

  3

  3 3 6 5 • . Secara umum . .

  1 Definisi 2.1.11, juga mengartikan bahwa jika suatu fungsi memiliki invers maka fungsi tersebut merupakan fungsi bijektif. Fungsi pada contoh 2.1.8 merupakan fungsi bijektif, karena memiliki invers.

  2.2 BIDANG EUCLID DAN BIDANG POINCARE Bidang Euclid atau yang biasa dikenal dengan bidang kartesius merupakan bidang dengan koordinat x-aksis dan y-aksis. Bidang kartesius dapat digambarkan sebagai berikut. (Byer,2010:159).

  y

  (x,y) (-x,y)

  O x

  (-x,-y) (x,-y)

Gambar 2.1 Koordinat Kartesius Gambar 2.1 menggambarkan mengenai koordinat kartesius.

  Koordinat kartesius ini terdiri salib sumbu yaitu sumbu-x dan sumbu-y yang berpotongan di titik O(0,0).

  Terdapat empat kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III, dan kuadran IV. Kuadran I merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x

   

  kuadran II merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x negatif dan y positif. kuadran III merupakan daerah yang dibatasi oleh sumbu x negatif dan sumbu y negatif. Di kuaran IV yang dibatasi oleh sumbu y negatif dan sumbu x positif.

  Misalkan S = = . Didefiniskan himpunan garis-garis , | , lurus sebagai berikut:

  • L a = , dengan a adalah bilangan real tertentu.

  , |

  • L m,b = , dengan m dan b adalah bilangan

  , | real tertentu.

  .

  Himpunan semua garis pada bidang Euclid dinotasikan dengan L E Berikut diberikan ilustrasi garis-garis pada bidang Euclid.

  y = mx + b x = a b a a L m,b

   L  

Gambar 2.2 Garis vertikal Gambar 2.3 Garis non-vertikal E

  Model C = { , L } disebut Bidang Kartesius. Notasi L a dan L m,b menunjukkan garis pada bidang Kartesius.

  Untuk lebih memahami tentang garis-garis pada bidang Euclid,

    Contoh 2.2.1

  Titik A(2,5), B(2,-3), dan C(-2,-1) merupakan titik-titik pada bidang Euclid. Persamaan garis yang melalui A dan B adalah

  2. Garis yang melalui A dan B ini ditunjukkan oleh gambar 2.3.

  Persamaan garis yang melalui B dan C adalah 2 (gambar 2.4).

  y A y (2,5)

  5   X=2 x

  ‐2 

  2   x

  2   C ( ‐2,‐1)  B ‐3  (2, B

  ‐3)  (2, ‐3)  ‐3 

  1 2 

  2 Gambar 2.4 Gambar 2.5

  Garis Garis

  2

  2 Gambar 2.4 menunjukkan bahwa A (2,5) dan B(2,-3).

  2 melalui

  • B Gambar 2.5 menunjukkan (2,-3), C(-2,-1).

  2 melalui

  Selain bidang kartesius, ada pula model lain yang juga digunakan disini, yaitu bidang Poincaré. Bidang Poincaré merupakan bidang yang dibatasi oleh sumbu x dan sumbu y positif. Bidang Poincaré ini digambarkan oleh gambar 2.6 berikut.

    y x

  Gambar 2.6

  Koordinat untuk bidang Poincaré

Gambar 2.6 menunjukkan koordinat Poincaré yang dibatasi oleh sumbu x dan sumbu y positif. terlihat bahwa sumbu x merupakan garis putus-putus,

  yang menandakan bahwa koordinat dengan 0 tidak digunakan. Misalkan S = =

  | , 0 . Ada dua tipe garis pada bidang

  Poincaré, yaitu:

  9 Garis tipe I : L = a | ,

  L

  9 Garis tipe II: c r = , dimana c dan , | r adalah bilangan real tertentu dengan

  0. Dengan,

  2 dan H .

  Himpunan semua garis pada bidang Poincaré dinotasikan dengan L

    Berikut merupakan ilustrasi dari garis-garis pada bidang Poincaré. a L c r L r a c   Gambar 2.7

  Garis tipe I Gambar 2.8 Garis tipe II

Gambar 2.7 merupakan gambar garis tegak pada bidang Poincaré dengan persamaan . Sedangkan gambar 2.8 merupakan gambar garis

  melengkung dengan persamaan . Dalam bidang Poincaré hanya memiliki dua jenis garis tersebut. H L Selanjutnya model H = { , L } disebut Bidang Poincaré. Notasi a dan c r menunjukkan garis-garis pada H .

  L

  Untuk lebih memahami mengenai garis-garis pada bidang Poincaré, perhatikan contoh 2.2.2 berikut ini.

  Contoh 2.2.2

  Misalkan titik A(2,4), B(2,1), dan C(4,3) merupakan titik-titik pada bidang Poincaré. Terdapat garis yang melalui A dan B serta melalui B dan C.

  L

  Persamaan garis yang melalui A dan B adalah

  2

  2. Atau bisa ditulis (gambar 2.8 (a)).

   

  Persamaan garis yang melalui B dan C adalah:

  3

  1

  4

  2

  20

  5 2 2 4 2 4 2 5

  1 √10

  5 10, atau

  5 L Sehingga persamaan garisnya menjadi √10.

  y y 2 L

  4 A (2,4)

  5 L √10 B (2,1)

  1 √10 x x

  2

  5

(a) (b)

Gambar 2.9

  Garis

  L

Gambar 2.9 (a) menunjukkan ilustrasi garis 2 yang melalui titik A(2,4)

  5 L

  dan B(2,1) sedangkan (b) mengilustrasikan garis √10 yang melalui titik • B (2,1), dan C(4,3) pada bidang Poincare.

  Bidang Euclid dan bidang Poincaré ini yang akan dipakai dalam pembahasan di dalam skripsi ini.

  2.3 GEOMETRI ABSTRAK DAN GEOMETRI INSIDENSI Geometri abstrak merupakan dasar dari model-model geometri lain yang akan dibahas. Definisi dari geometri abstrak didasarkan pada titik dan garis. Berikut diberikan definisi geometri abstrak.

    Definisi 2.3.1

  (Millman & Parker,1991:17)

  Geometri abstrak A terdiri dari himpunan S

  , yang anggota-anggotanya

  disebut titik, himpunan L

   yang anggota-anggotanya berasal dari

  

himpunan bagian tak kosong dari S , yang disebut garis, sehingga:

i. Untuk setiap dua titik A, B

  ∈ S terdapat sebuah garis l L

  dengan A l dan B l.

  ] Selanjutnya, Geometri Abstrak dinotasikan dengan {S , L }.

  Dari Definisi 2.2.1 dapat diketahui bahwa aksioma pertama dari geometri abstrak mengatakan bahwa setiap sepasang titik terletak pada sebuah garis. Tetapi harus diingat bahwa kata garis yang dimaksud disini bukan hanya garis lurus. Garis disini adalah anggota dari himpunan L .

  Sedangkan aksioma kedua merupakan kebalikan dari aksioma kedua. Aksioma kedua ini mengatakan bahwa sebuah garis terbentuk oleh miniman dua titik.

  Setelah kita membahas mengenai Geometri Abstrak, selanjutnya kita akan membahas mengenai Geometri Insidensi.

  Definisi 2.3.2

  (Millman & Parker,1991:22)

  Sebuah Geometri Abstrak

  {S , L } adalah Geometri Insidensi jika:

  (i) Setiap dua titik yang berbeda dalam S , terletak pada sebuah garis yang sama.

    (ii) Terdapat tiga titik A, B, C S yang tidak semuanya terletak pada sebuah garis yang sama.

  ] Selanjutnya Geometri Insidensi dinotasikan dengan {S , L }.

  Aksioma pertama pada Definisi 2.3.2 merupakan aksioma yang sama yang membentuk Definisi 2.3.1. Aksioma kedua dari geometri insidensi mengatakan tentang jika terdapat tiga titik maka ketiga titik tersebut tidak segaris.