PROFESIONALISME POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM

  389

   PROFESIONALISME POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM

Agus Raharj o dan Angkasa

  Fakult as Hukum Unviersit as Jenderal Soedirman Purwokert o E-mail:

  

Abst r act

Vi olence i s of t en done by pol i ce i n t he i nvest i gat ion t o get a conf ession t he suspect . Thi s behavi or has

become a habi t t hat can be r ef er enced f r om var ious r esear ch r esul t s, whi ch ar e caused by l ack of

super vi sor y agency i nvest i gat i on, an i ncompl et e l egal i nst r ument s, t he pr ot ect ion of t he i nst it ut ion,

and t he unpr of essi onal at t it ude of t he pol i ce. Thi s si t uat ion causes no chance t o f i ght f or a suspect

hi s r i ght s and t he per pet r at or s of vi olence i naccessi bl e. Pr of essional i sm associ at ed wit h st andar di zed

mor al i ssues i nt o t he code of conduct , and any vi olat i on of et hi cs code i ndi cat es a pr obl em i n t he

body of mor al pol i ce. Ther e shoul d be a mor al i mpr ovement i n t he i nvest i gat or f or i nvest i gat ion can

t ake pl ace pr oper l y and cor r ect l y accor di ng t o expect at i ons.

  Key wor ds: pol i ce viol ence, i nvest i gat ion, cr i mi nal j ust i ce syst em, code of conduct

Abst rak

Kekerasan seringkali dilakukan oleh polisi dalam penyidikan unt uk mendapat kan pengakuan t ersangka.

  Perilaku ini t elah menj adi kebiasaan yang dapat dit unj ukkan dari berbagai hasil penelit ian, yang disebabkan oleh ket iadaan lembaga pengawas penyidikan, inst rumen hukum yang t idak lengkap, adanya perlindungan dari inst it usi, dan sikap t idak pr of essional dari polisi. Keadaan ini menyebabkan t idak ada kesempat an t ersangka unt uk memperj uangkan hak-haknya dan pelaku kekerasan t ak t erj amah. Prof esionalit as berkait an dengan masalah moral yang dibakukan menj adi kode et ik, dan adanya pelanggaran kode et ik menunj ukkan adanya masalah moral dalam t ubuh polisi. Perlu ada perbaikan moral pada penyidik agar penyidikan dapat berlangsung dengan baik dan benar sesuai harapan.

  Kat a kunci: kekerasan polisi, penyidikan, sist em peradilan pidana, kode et ik

  

Pendahuluan kej ahat an dan ini menyebabkan cit ra lembaga

  Masalah moralit as penegak hukum dari penegak hukum dan penegakan hukum Indonesia wakt u ke wakt u masih merupakan persoalan t erpuruk di t engah-t engah arus perubahan j a-

  2 yang relevan unt uk dibicarakan, karena apa yang man.

  disaj ikan oleh media massa seringkali bersif at Salah sat u penegak hukum yang seringkali

  1

  paradoksal. Pada sat u sisi, penegak hukum di mendapat sorot an adalah polisi, karena polisi t unt ut unt uk menj alankan t ugas sesuai dengan merupakan garda t erdepan dalam penegakan hu- amanat undang-undang yang beruj ung pada kum pidana, sehingga t idaklah berlebihan j ika pemberian put usan dengan subst ansi berupa ke- polisi dikat akan sebagai hukum pidana yang hi-

  3

  adilan bagi para pihak, akan t et api di sisi lain dup, yang ment erj emahkan dan menaf sirkan dij umpai penegak hukum yang j ust ru melakukan 2 Agus Raharj o, “ Hukum dan Dil ema Pencit r aannya (Tr ansi si

  Par adigmat i s Il mu Hukum dal am Teor i dan Pr akt ik” , art i-

   Art ikel ini merupakan sebagi an Hasil Penel i t i an/ Ri set Per- kel dal am Jur nal Hukum Pr o Just i t i a Vol . 24 No. 1 Januari

cepat an Guru Besar yang dil aksanakan at as Biaya DIPA 2006. Bandung: FH Unpar; dan Agus Raharj o, “ Fenomena

  

Uni versit as Jender al Soedir man Tahun Anggaran 2011, No- Chaos dal am Kehi dupan Hukum Indonesia” , ar t ikel dal am

mor Kont rak 2616. 18/ H23. 9/ PN/ 2011t anggal 27 Mei 2011. Jur nal Syi ar Madani No. IX No. 2 Jul i 2007. Bandung: FH

Penel i t i mengucapkan t eri ma kasih kepada 2 (dua) maha- Uni sba; 3

sisw a: Muhammad Abduh dan Hezron Sabar Rot ua Ti nam- Sat j i pt o Raharadj o, 2002, Pol i si Si pi l dal am Per ubahan

bunan at as part i si pasi nya dal am penel it ian ini. Sosi al di Indonesi a, Pener bit Buku Kompas, Jakart a, hl m.

  390 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011 l aw i n t he book menj adi l aw i n act ion. Meskipun

  polisi dikat akan sebagai garda t erdepan, akan t et api dapat t erj adi pada t ahap awal penyele- saian suat u perkara pidana dapat berakhir,

  Bandingkan dengan hasil survey kepuasan publ ic at as per i- l aku pol isi dal am St eve Wil son and Jana L. Jasinksi. “ Pub- l ic Sat i sf act ion wit h t he Pol i ce in Domest ic Viol ance Ca- ses: The Import ance of Arreest , Expect at ion, and Invo-

  Pi dana. BP Undi p, Semarang, hl m. 24-26; l ihat pul a Mar- dj ono Reksodiput ro. 1994. Hak Asasi Manusi a dal am Si s- t em Per adi l an Pi dana. Pusat Pel ayanan Keadil an dan Pe- ngabdi an Hukum UI, Jakart a, hl m. 25; Agus Raharj o, 2007, op. ci t , hl m. 5 dan Agus Raharj o, 2006, op. ci t , hl m. 16.

  Laporan Penel it ian Hibah Pascasarj ana. Purwokert o: Unsoed. 10 Kunart o, 1997, Et i ka Kepol i si an, Ci pt a Manunggal , Jakar- t a, hl m. 97; bandi ngkan dengan Sadj ij ono, 2008, Et i ka Pr of esi Hukum, Suat u Tel aah Fi l osof i s t er hadap Konsep dan Impl ement asi Kode Et i k Pr of esi POLRI, Laksbang Mediat ama, Jakart a, hl m. 78-87; dan B. Ar ief Sidhart a, “ Et ika dan Kode Et ik Prof esi Hukum” , Maj al ah Hukum Pr o Just i t i a, Tahun XIII No. 2 Tahun 1995, FH Uni versit as Par ahyangan Bandung, hl m. 3-18. 11 Lihat dal am Mul adi. 1995. Kapi t a Sel ekt a Si st em Per adi l an

  Just i t a Vol . 26 No. 2 April 2008, FH Universit as Par ah- yangan Bandung, hl m. 178-189 9 Agus Rahar j o dan dan Angkasa. 2010. Per l i ndungan Hukum t er hadap Ter sangka dar i Keker asan yang Di l akukan ol eh Penyi di k dal am Penyi di kan di Kepol i si an Resor t Banyumas.

  Ada dua permasalahan yang hendak diba- has pada art ikel ini. Per t ama, mengenai bent uk- bent uk kekerasan yang dilakukan oleh penyidik dalam penyidikan; dan kedua mengenai penilai- an prof esionalisme polisi (penyidik) berdasarkan

  11 Permasalahan

  t idak beret ika dan t ak berint egrit as dalam t ugas t elah menj adi parasit -parasit keadilan yang mencipt akan Sist em Peradilan Pidana (SPP) se- bagai lingkaran set an maf ia peradilan. Masyara- kat menj adi enggan berhubungan dengan polisi/ lembaga kepolisian karena keduanya t elah men- j adi mesin t error dan horror. Inilah cont oh nya- t a bahwa SPP bersif at kriminogen.

  10 Polisi yang

  penegak hukum, bukan hanya harus t unduk pada hukum yang berlaku sebagai aspek luar, mereka dibekali pula dengan et ika kepolisian sebagai as- pek dalam kepolisian. Et ika kepolisian adalah norma t ent ang perilaku polisi unt uk dij adikan pedoman dalam mewuj udkan pelaksanaan t ugas yang baik bagi penegakan hukum, ket ert iban umum dan keamanan masyarakat .

  9 Polisi dalam menj alankan t ugasnya sebagai

  Angkasa di wilayah Banyumas j uga menj umpai adanya kekerasan dalam penyidikan yang dilaku- kan oleh penyidik t erhadap t ersangka.

  Ref ika Adi t ama, Bandung; 8 Lihat hasil penel it ian ini dal am Gat ot (ed), 2008, Meng- ungkap Kej ahat an dengan Kej ahat an, Sur vey Penyi ksaan di Ti ngkat Kepol i si an Wi l ayah Jakar t a Tahun 2008, LBH Jakart a, Jakart a. Li hat pul a pembahasan t ent ang keke- rasan pol i si dan penerapan communit y pol i cing dal am

  Asasi Manusi a Ter hadap Ti ndakan Keker asan Ol eh Pol i si dal am Penyi di kan di Wi l ayah Tegal , Tesi s. Semarang: PPS Il mu Hukum UNDIP; Ant hon F. Susant o, 2004. Waj ah Per adi l an Ki t a, Konst r uksi Sosi al t ent ang Penyi mpangan, Mekani sme Kont r ol dan Akunt abi l i t as Per adi l an Pi dana.

  4. 6 Ani Purwant i, 1996, Pr of esi onal i sme Pol i si di Bi dang Pe- nyi di kan, Tesis. Semar ang: Program Magi st er Il mu Hukum Undip 7 Hami dah Abdurrahman, 2000, Upaya Per l i ndungan Hak

  113. 4 Lihat hasil penel it ian Agus Raharj o dkk, 2007, Si st em Per - adi l an Pi dana (St udi t ent ang Pengembangan Model Penye- l esai an Per kar a Pi dana mel al ui Jal ur Non Li t i gasi di Jawa Tengah). Laporan Penel it ian Hibah Bersaing XV/ I, FH Un- soed Purwokert o dan Agus Raharj o, Mediasi sebagai Basis dal am Penyel esai an Perkar a Pi dana, Jur nal Mi mbar Hu- kum UGM, Vol . 20 No. 1 Februari 2008 5 Indr iyant o Seno Adj i, 1998, Penyi ksaan dan HAM dal am Per spekt i f KUHAP, Pust aka Si nar Harapan, Jakart a, hl m.

  Penegakan Hukum, Suat u Ti nj auan Sosi ol ogi s, Gent a Publ i shing, Yogyakar t a, hl m.

  Pol isi Indonesia yang di sel enggarakan ol eh PSK FH Undi p, AKPOL dan Mabes Pol ri , Semar ang, 19-20 Jul i 1993, hl m. 7; dan Sat j ipt o Rahardj o, 2009,

  oleh LBH di wilayah DKI Jakart a dan sekit arnya j uga menj umpai adanya kekerasan dalam penyi- dikan.

  ngan penelit ian yang dilakukan oleh Abdurrach- man membukt ikan bahwa masih dij umpai ada- nya kekerasan yang dilakukan oleh penyidik da- lam penyidikan di wilayah Tegal dan di Bandung oleh Susant o.

  ini t erbukt i dari berbagai hasil penelit ian dari t a-hun ke t ahun, sepert i hasil penelit ian Pur- want i dengan lokasi di Jawa Tengah menunj uk- kan bahwa penyidik Polri belum memiliki prof e- sionalit as yang diharapkan.

  Perilaku polisi yang sering mendapat kri- t ikan adalah berkait an dengan penggunaan keke- rasan dalam pelaksanaan t ugas. Indriyant o Seno Adj i mengemukakan bahwa perilaku sedemikian t elah membudaya, t erut ama dalam penyidikan unt uk mendapat kan pengakuan t erdakwa.

  ka- rena polisi mempunyai kewenangan yang disebut diskresi.

  4

5 Hal

6 Demikian pula de-

7 Hasil penelit ian yang dilakukan

8 Kemudian hasil penelit ian Raharj o dan

  Prof esional isme Pol isi dal am Penegakan Hukum 391

  15 Penyimpangan perilaku polisi merupakan

  Met ode Penelitian

  Penelit ian ini merupakan penelit ian hukum sebagai l aw i n act ion yang bersif at empiris. Spe- sif ikasi penelit ian adalah kualit at if dengan sum- ber dat anya berupa dat a primer dan dat a sekun- der. Lokasi penelit ian di Jawa Tengah yang meli- put i beberapa kabupat en/ kot a yang dit ent ukan secara purposive. Inf orman penelit ian t erdiri da- ri penyidik, t ersangka, t erdakwa, narapidana, mant an narapidana, advokat / penasehat hukum, dan akademisi. Dat a primer dan sekunder di- kumpulkan melalui met ode int erakt if dan non int erakt if . Dat a yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis int erakt if dan analisis mengalir.

  Hasil Penelitian dan Pembahasan Kekerasan Polisi sebagai Perilaku Menyimpang

  Kepolisian merupakan lembaga sub sist em dalam SPP yang mempunyai kedudukan pert ama dan ut ama. Kedudukan yang demikian oleh Har- krist ut i Harkrisnowo dikat akan sebagai t he gat e

12 Tugas

  keeper of t he cr imi nal j ust i ce syst em.

  polisi dalam rangkaian SPP adalah melakukan penyidikan yang beruj ung pada dihasilkannya Berit a Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam penyi- dikan ini polisi sering melakukan kekerasan pada t ersangka. Penggunaan kekerasan oleh polisi merupakan salah sat u aspek dari paradigma gan- da polisi, yait u sebagai t he st r ong hand of socie- t y dan t he sof t hand of societ y.

  gambaran umum t ent ang kegiat an pet ugas polisi yang t idak sesuai dengan wewenang resmi pet u- gas, wewenang organisasi, nilai dan st andar pe- rilaku sopan. Dapat dikat akan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh polisi it u merupakan pe- rilaku menyimpang yang t erkait erat dengan ke- kuasaan dan wewenang yang ada padanya. Bar- ker dan Cart er mengkat egorikan perilaku me- nyimpang dalam t iga bent uk, yait u penggunaan kekuat an, penyelewengan, dan korupsi. Kania 14 A. Lat ief Wi j aya, 2002, Car ok, Konf l i k Keker asan dan Har ga Di r i Or ang Madur a, LKIS, Yogyakart a, hl m. 7.

  pada kinerj a penyidik dalam penyidikan di Jawa Tengah.

  luka-luka at au mengalami kesakit an. Kedua, me- nunj uk kepada penggunaan kekuat an f isik yang t idak lazim dalam suat u kebudayaan.

  14 Keke-

  rasan dalam pengert ian yang luas t idak hanya meliput i dimensinya yang bersif at f isik, akan t e- t api j uga dimensi yang bersif at psikologis. Da- lam hubungan ant ara kekerasan personal dan ke- kerasan st rukt ural, Nasikun dengan mengikut i konsep Galt ung, menyat akan bahwa kendat i ke- dua bent uk kekerasan it u secara empiris dapat berdiri sendiri-sendiri t anpa mengandaikan sat u sama lain, t umbuh melalui pengalaman hist oris sosiologis yang panj ang. Keduanya secara empi- ris mempunyai hubungan dialekt is. Mereka yang memperoleh keunt ungan dari penggunaan ke- kuasaan st rukt ural (t erut ama yang berada pada puncak st rukt ur kekuasaan) pada umumnya akab berusaha mempert ahankan kekuasaannya ( st at us

  quo) melalui kekerasan st rukt ural yang dilaku-

  kan secara t ersembunyi (unt uk menj aga cit ra kekuasaanya) melalui penggunaan inst rumen ke- kuasaan yang dimilikinya sepert i kepolisian, t en- t ara dan hukum.

13 Konsep t ent ang kekerasan sebagaimana di int rodusir oleh Kief er, mengacu kepada dua hal.

  t uk menyakit i orang lain, sehingga menyebabkan 12 Harkrist ut i Harkrisnowo, Rekonst r uksi Konsep Pemi dana-

  Bandingkan dengan Bar da Nawawi Ar ief yang mengat akan bahw a ist il ah “ t i ndakan kekerasan” mengandung makna “ per buat an seseorang/ kel ompok orang yang menyebabkan ceder a, mat i , at au kerusakan f isik/ barang orang l ain” . Tindakan kekerasan ini sangat dekat dengan perbuat an yang mengandung si f at penyiksaan ( t or t ur e) dan penge- naan pender it aan at au r asa sakit yang sangat berat . Bar- da Naw awi Ar ief , 1998, Beber apa Aspek Kebi j akan Pene- gakaan dan Pengembangan Hukum Pi dana. Ci t ra Adit ya Bakt i, Bandung, hl m. 20 dan I. Warsana Windu, 1992, Ke- kuasaan dan Keker asan Menur ut John Gal t ung. Kani sius, Yogyakart a, hl m. 62-63 15 Nasikun. Hukum. Kekuasaan dan Keker asan: Suat u Pende- kat an Sosi ol ogi s. Makal ah pada Seminar t ent ang Pendaya- gunaan Sosiol ogi Hukum dal am Masa Pembangunan dan

  Per t ama, menunj uk kepada suat u t indakan un-

  an: Suat u Gugat an Ter hadap Pr oses Legi sl asi dan Pemi - danaan di Indonesi a, Or asi pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tet ap dal am Il mu Hukum di FH UI Depok, 8 Maret 2003, hl m. 2. 13 Penggunaan kekerasan ini menempat kan pol isi sebagai pe- negak hukum j al anan yang ber beda dengan penegak hukum gedongan dal am per adil an pidana, yai t u kej aksaan dan pengadil an . Sat j i pt o Rahardj o, op. ci t , hl m. 41 dan 87; dan Yesmil Anwar dan Adang. 2009, Si st em Per di l an Pi dana: Konsep, Komponen dan Pel aksanaannya dal am

  392 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

  dan Mackey lebih ekst rem menggunakan ist ilah kekerasan polisi dengan ist ilah brut alit as polisi. Brut alit as polisi merupakan kekerasan yang ber- lebihan, hingga ke t ingkat yang lebih ekst rem, dan mencakup kekerasan yang digunakan polisi yang t idak mendukung f ungsi polisi yang sah.

16 Barker dan Cart er mendef inisikan penyim-

  pangan perilaku polisi dalam suat u t ipologi yang t erdiri dari dua hal, yait u penyimpangan peker- j aan dan penyalahgunaan wewenang. Penyimpa- ngan pekerj aan polisi adalah perilaku menyim- pang – kriminal dan non kriminal – yang dilaku- kan selama serangkaian kegiat an normal at au dilakukan dengan memanf aat kan wewenang pe- t ugas polisi. Penyimpangan ini muncul dalam dua bent uk – korupsi polisi dan penyelewengan polisi – yang secara spesif ik dilakukan dalam pe- ran pet ugas sebagai pegawai dibanding dengan sekadar prakt ik kegiat an biasa. Beberapa bent uk penyimpangan pekerj aan sering dianggap biasa oleh orang-orang dalam lingkngan kerj a yang sa- ma. Unsur-unsur yang sama dalam semua t in- dakan ini adalah bahwa t indakan t ersebut dila- kukan oleh orang-orang normal selama kegiat an pekerj aan mereka dan perilaku t ersebut meru- pakan hasil kekuasaan yang melekat dalam pe- kerj aan mereka.

  sikan sebagai segala bent uk t indakan yang dila- kukan polisi t anpa mengindahkan mot if , maksud at au rasa dendam yang cenderung unt uk melu- kai, menghina, menginj ak-inj ak mart abat manu- sia, menunj ukkan perasaan merendahkan, dan/ at au melanggar hak-hak hukum seorang pendu- duk dalam pelaksanaan “ pekerj aan polisi” . Bar- ker dan Cart er menyorot i adanya t iga bidang pe- nyimpangan perilaku polisi ini, yait u: per t ama, penyiksaan f isik, t erj adi j ika seorang polisi menggunakan kekuat an lebih dari yang dibut uh- kan unt uk melakukan penangkapan at au pengge- ledahan resmi, dan/ at au penggunaan kekuat an f isik yang berlebihan oleh pet ugas polisi t erha- dap orang lain t anpa alasan dengan menyalahgu- nakan wewenang; kedua, penyiksaan psikologis, t erj adi j ika pet ugas polisi secara lisan menye- rang, mengolok-olok, memperlakukan secara t erbuka at au melecehkan seseorang dan/ at au menempat kan seseorang yang berada di bawah kekuasaan polisi dalam sit uasi di mana penghar- gaan at au cit ra orang t ersebut t erhina dan t idak berdaya; dan ket i ga, penyiksaan hukum, berupa pelanggaran t erhadap hak-hak konst it usional se- seorang, hak yang dilindungi oleh hukum, oleh seorang pet ugas polisi.

  18 Di ant ara sekian banyak bent uk penyim-

  pangan perilaku polisi – menurut krit eria Barker dan Cart er – yang banyak dij umpai di wilayah Kepolisian Daerah Jawa Tengah adalah penyiksa- an f isik. Bent uk penyiksaan f isik ini sudah dimu- lai sej ak penangkapan sampai pada penyidikan. Seorang inf orman bahkan menyat akan bahwa set elah ia dit angkap, mat anya dilakban dan di- t embak kaki kirinya.

  19 Bent uk kekerasan lain

  adalah t ersangka/ inf orman penelit ian dit empe- leng/ dit ampar, dipukul anggot a badannya (kepa- la), dit endang, dihaj ar, disundut pakai rokok, dit odong pist ol, disikut di perut , dan ancaman kekerasan lain.

  20 Kekerasan psikologis banyak dilakukan pe-

  nyidik dengan maksud unt uk mendapat kan pe- ngakuan at au ket erangan dari t ersangka. Melalui ungkapan kat a-kat a yang kasar, t idak sopan, at aupun melalui gest ure yang menunj ukkan ej e- kan, hinaan, bahkan umpat an at au sumpah sera- pah. Seorang t ersangka mengungkapkan bahwa selama ia diperiksa, ia dipandang rendah, sebe- lah mat a oleh penyidik, dan t ak menghargainya sebagai manusia.

17 Penyalahgunaan wewenang dapat didef ini-

  21 Perilaku lain adalah dengan

  cara dipermainkan psikologisnya dengan men- j adikannya sepert i bola ping-pong. Perkara yang 18 Ibi d, hl m. 10-11, 394-396 19 Wawancar a dengan i nf orman X8 di Tegal , 5 Agust us 2011,

  yang w akt u it u di sangka mel akukan t indak pi dana peni- puan (Pasal Pasal 378 KUHP) 20 Wawancar a dengan inf or man X3 di Surakart a, 17 Jul i 2011 yang di sangka mel akukan t i ndak pidana pencuri an (Pasak 363 KUHP); i nf orman X5 di Semar ang, 2 Agust us 2011), di sangka mel akukan t i ndak pidana pembunuhan diancam pi dana pada Pasal 340, 338, dan 365 KUHP; i nf orman X6 di Semar ang, 2 Agust us 2011), disangka mel akukan t indak pi dana pencuri an (362 KUHP); i nf orman X12 di Banyumas,

  10 Agust us, 2011), yang di sangka mel akukan t i ndak pi dana Pencabul an (Pasal 81 UU Perl indungan Anak); dan inf or- man X13 diBanyumas, 10 Agust us, 2011, di sangka mel aku- kan t indak pidana Pencuri an (Pasak 363 KUHP).

  Prof esional isme Pol isi dal am Penegakan Hukum 393

  Bent uk-bent uk perlakuan t erhadap t er- sangka yang berupa kekerasan it u t ernyat a “ ha- nya” dilakukan t erhadap mereka yang memiliki t ingkat pendidikan yang rendah (paling t inggi SMA), penget ahuan hukumnya kurang, dan t in- dak pidana yang dilakukan adalah t indak pidana biasa, kecuali beberapa t ersangka yang melaku- kan t indak pidana Kekerasan dalam Rumah Tang- ga dan Narkot ika. Hal ini berbeda dengan perla- kuan t erhadap t ersangka yang memiliki t ingkat pendidikan t inggi dan kekuasaan at au pengaruh polit ik yang besar, sehingga kasus t ersebut me- miliki nuansa polit ik lokal yang kent al. Terhadap t ersangka yang sedemikian, polisi memberi per- lakuan yang baik, t idak ada kekerasan. Akan t e- t api hal ini t ak lepas pula dari kecepat an dan kecekat an t ersangka dalam mewuj udkan hak- haknya unt uk segera didampingi penasehat hu- kum dalam penyidikan, sert a sorot an media ma- ssa yang cukup besar dalam pemberit aan kasus t ersebut .

22 Ada pula t ersangka yang mengaku diper-

  mainkan nasibnya dengan j anj i-j anj i hendak diringankan bahkan dibebaskan dari hukuman, dengan t ipu muslihat it u penyidik berharap t er- sangka mau mengaku at au memberi ket erangan sesuai keinginan penyidik.

23 Bent uk kekerasan

  psikologis yang lain adalah pemeriksaan dilaku- kan pada malam hari, di mana secara psikologis t ersangka dalam keadaan lelah secara f isik, dan secara psikis t idak dapat berkonsent rasi men- j alani pemeriksaan.

24 Bent uk penyimpangan perilaku penyidik yang paling banyak adalah penyiksaan hukum.

  Sebagian besar inf orman mengat akan bahwa pada awal penyidikan, hak-hak konsit usionalnya sebagai t ersangka t idak dipenuhi. Hak unt uk mendapat pendampingan penasehat hukum t idak dit awarkan sej ak awal pemeriksaan.

  seharusnya perkara perdat a malah dipaksa unt uk menj adi perkara pidana. Bukt i-bukt i sudah me- ngarah ke sana, akan t et api penyidik t idak mau t ahu.

25 Modus

  26 Beberapa inf orman advokat / penasehat hu-

  kum mengemukakan bahwa pada umumnya hak- hak t ersangka dihormat i oleh penyidik meski be- lum t ent u dilaksanakan at au segera dilaksana- kan. Misalnya hak unt uk mendapat kan at au di- dampingi penasehat hukum belum t ent u diberi - kan pada awal penyidikan at au segera set elah penangkapan. Seringkali penasehat hukum diha- dirkan at au diberikan set elah pemeriksaan sele- sai sehingga t idak t ahu menahu mengenai j alan- nya pemeriksaan, meski hal it u merupakan ke- waj iban bagi penyidik unt uk memenuhi hak t er- sangka t erut ama t erhadap kasus yang ancaman pidananya lebih dari 5 t ahun. Kekerasan dalam penyidikan masih sering t erj adi, t erut ama apa- bila pemeriksaan t idak didampingi oleh penase- hat hukum, bahkan ada penyidik yang berani melakukan kekerasan berupa menyabet kan sa- buknya ke t ersangka.

  27 26 Wawancar a dengan t ersangka X1, pada 27 Juni 2011 di Purwokert o. Ter sangka yang memil iki pengar uh pol it ik yang cukup t inggi dal am dinamika per pol it ikan Banyumas di dakwa mel akukan korupsi dengan mel anggar PP No. 110 dan ol e Pengadil an dij at uhi pi dana 1 t ahun 4 bul an. Inf or- man kemudian mendir ikan Per saudaraan Eks Narapi dana Sej aht era (PENS). 27 Simpul an wawancara dengan beber apa advokat di Jawa

  82 UU No. 23 Tahun 2002 t ent ang Perl indungan Anak); wawancaran dengan inf orman X8 di Tegal , 5 Agust us 2011; wawancara dengan inf or man X9 di Tegal , 5 Agust us 2011, yang disangka mel akukan t indak pi danan narkot ika (Pasal 127 UU Narkot ika); dan i nf orman X12 (Banyumas, 10 Agus- t us, 2011), 25 Wawancar a dengan inf or man X2 di Surakart a, 27 Jul i 2011; inf or man X4 di Semar ang, 2 Agust us 2011; i nf orman

  di sangka mel akukan t indak pidana penipuan (Pasal 378), di mana sebenarnya perkar anya adal ah perkar a kepail it an. 23 Wawancar a dengan X14 – X15 di Banyumas, 18 Juni 2011 yang disangka mel akukan keker asan yang menyebabkan mat i (Pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP). Kedua t ersangka me- rupakan anggot a Pol ri dij anj ikan akan diringankan hukum- annya dan t i dak akan di pecat dar i kepol i si an. 24 Wawancar a dengan i nf orman X7 di Tegal , 5 Agust us 2011, yang di sangka mel akukan t indak pidana Pencabul an (Pasal

  yang dilakukan oleh penyidik adalah memberi- kan hak t ersangka at as bant uan hukum set elah proses pemeriksaan selesai. Meski demikian, ada j uga t ersangka yang menolak didamping penase- hat hukum yang disebabkan karena kurangnya penget ahuan dalam proses pemeriksaan perkara pidana di Kepolisian, dan pendampingan baru dilakukan set elah berkas dilimpahkan ke kej ak- saan at au pun ket ika di persidangan. 22 Wawancar a dengan X4 di Semarang, 2 Agust us 2011, yang

  X4 di Semar ang, 2 Agust us 2011; i nf orman X5; inf or man X8 di Tegal , 5 Agust us 2011; i nf orman X10 di Banyumas, 10 Agust us, 2011, inf orman X11 di Banyumas, 10 Agust us, 2011, yang disangka mel akukan t indak pi dana keker asan dal am rumah t angga (Pasal 44 UU KDRT); dan X13 di Ba-

  394 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

  Pada umumnya penasehat hukum men- dampingi pemeriksaan t erhadap t ersangka apa- bila pemeriksaan it u dilakukan siang hari, dan ada beberapa keberat an yang diaj ukan oleh pe- nasehat hukum apabila pemeriksaan dilakukan pada malam hari bahkan sampai pagi hari. Alas- an yang dikemukakan adalah alasan kesehat an t ersangka dan konsent rasi t ersangka pada ma- lam hari yang t idak f okus, lagi pula malam hari adalah j am ist irahat . Meski demikian ada pena- sehat hukum yang bersedia mendampingi t er- sangka dalam pemeriksaan sampai pagi hari.

  sebenarnya undang-undangnya sudah baik, akan t et api dalam prakt iknya masih perlu disempur- nakan. Kemampuan penyidik perlu dit ingkat kan keahliannya. Berkait an dengan pengawasan, pandangan penasehat hukum t erbelah. Ada yang beranggapan pengawasan ekst ernal t idak diper- lukan apabila penyidik sudah memiliki kemam- puan yang memadai dalam t eknik penyidikan. Akan t et api beberapa penasehat hukum lain ber- pendapat perlunya pengawasan ekst ernal meski kemampuan penasehat hukum sudah meningkat . Hal ini t ak bisa dilepaskan dari perilaku polisi yang masih mau menerima uang dan perlakuan yang diskriminat if t erhadap t ersangka apabila di ant ara mereka mempunyai hubungan kekerabat - an.

  bungan dengan perilaku penyidik it u adalah be- lum adanya keberanian dari t ersangka unt uk melaporkan kekerasan yang dit erimanya kepada pihak yang berwaj ib. Hal ini t erj adi karena t er- sangka t akut menerima resiko yang lebih besar yang berkait an dengan penanganan perkaranya. Penasehat hukum dalam hal ini hanya mencat at perlakuan penyidik dan melaporkan kepada at as- an penyidik baik di t ingkat Polres at aupun ke t ingkat yang lebih t inggi. Resiko ada pada t er- sangka, bukan penasehat hukum. Penyangkalan t erhadap ket erangan t ersangka dalam penyidik-

  (t anggal 7 Jul i 2011), Advokat C di Sur akart a (20 Jul i 2011), Advokat D di Semar ang (28 Jul i 2011), Advokat E di Tegal (4 Agust us 2011), dan Advokat F di Purwokert o (10 Agust us 2011)

  an dalam persidangan bagi hakim t idak dit erima begit u saj a, karena hakim lebih percaya pada apa yang ada dalam BAP dan cenderung menco- cokkan saj a, padahal hakim seharusnya meme- riksa secara seksama t erhadap t ersangka dengan memperhat ikan ket erangan yang diberikan da- lam persidangan.

  30 Berdasarkan f akt a t ersebut di at as, nam-

  pak bahwa kekerasan dalam penyidikan sebagai salah sat u bent uk perilaku menyimpang masih menj adi kebiasaan bagi polisi dalam menj alan- kan t ugas. Pengakuan at au inf ormasi yang dibe- rikan oleh inf orman polisi selama penelit ian me- rupakan inf ormasi st andar dan seragam, yait u selalu berupaya menyangkal at au t idak meng- akui adanya kekerasan dalam penyidikan. Ada inf orman yang mengat akan bahwa kekerasan dalam penyidikan bukan hal yang ut ama dilaku- kan karena t elah t erj adi pergeseran, di mana pengakuan t ersangka bukan hal yang ut ama da- lam penyidikan. Akan t et api j ikapun ada keke- rasan, it u dikat akan oleh inf orman sebagai ba- gian dari diskresi, at au penggunaan hak polisi unt uk bert indak sesuai sit uasi dan kondisi yang diij inkan oleh perundang-undangan.

28 Beberapa penasehat hukum menilai bahwa

  31 Penaf siran

  mengenai diskresi dan penggunaannya dalam pe- nyidikan sebenarnya dapat diperdebat kan, apa- lagi j ika penggunaanya it u melanggar hak asasi t ersangka.

29 Fakt a lain yang perlu dikemukakan sehu-

  Kondisi yang sedemikian diperparah de- ngan t idak adanya pengawasan ekst ernal dalam penyidikan. Pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan dari rekan sendiri sesama penyidik- an. Hal ini sangat rent an dan mudah t erj adi ke- kerasan t erhadap t ersangka yang disebabkan adanya pemakluman dari rekan sej awat sert a semangat korps yang mendukung apa yang di- lakukan oleh penyidik. Dikat akan oleh salah sat u inf orman bahwa pengawas ekst ernal adalah pe- nasehat hukum, padahal berdasarkan perat uran 30 Ibi d. 31 Simpul an dari beberapa inf or man pol i si yang t el ah diwa-

  wancarai, di ant ar anya Warj ono (Kanit III Reskri m Pol res Banyumas; 6 Jul i 2011), Boni Okt av Purwant o, S. H. (Pe- nyi dik Pembant u Pol rest a Surakar t a; 18 Jul i 2011), AKP Heriyant o, S. H. (Kasat Reskri m Pol rest a Tegal ; 4 Agust us 2011), dan Kompol Sant oso (Kanit Pol da Semar ang; 11

  Prof esional isme Pol isi dal am Penegakan Hukum 395

  yang ada, t idak ada sat u pasalpun yang menem- pat kan penasehat hukum sebagai pengawas da- lam penyidikan. Penasehat hukum hanya bert u- gas sebagai at au melakukan pendampingan t er- hadap t ersangka yang sebagian besar bersikap pasif saj a. Pengawasan int ernal dari t ingkat yang lebih t inggi semisal dari Kepolisian Daerah, j arang dilakukan, demikian pula dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Kondisi-kondisi sepert i it u mendukung pelest arian perilaku polisi yang berupa kekerasan dalam penyidikan t et ap ada dan t erpelihara sampai kini.

  ngan kekuat an dan t anggung j awab besar. Tun- t ut an yang alamiah t erhadap kepolisian adalah polisi harus memberi imbalan, dengan memelih- ara st andar et ika t ert inggi. Terkadang, pelaksa- naan dari kegiat an polisi dikat akan sebagai “ ran- j au moral” , karena banyak pekerj aan polisi ha- rus melibat kan diri pada konf lik orang lain dan harus menangani berbagai macam perilaku me- nyimpang. Terkadang dalam beberapa t ugasnya, polisi lalu harus menggunakan t indakan dis- kresi.

  kum

  Penegakan hukum bukan sepert i menarik garis lurus yang selesai dengan dibuat nya un- dang-undang dan dit erapkan sepert i sebuah me- sin saj a, sehingga t ampak sederhana dan mudah (model mesin ot omat ). Kompleksit as penegakan 32 Ibi d. Dikat akan ol eh Supant o – Guru Besar Hukum Pi dana

  FH UNS – bahw a pengawasan i nt ernal t ak berj al an ef ekt if karena adanya sol idarit as dan semangat korps, demiki an pul a dengan pengawasan ekst ernal dar i Kompol nas yang sif at nya hanya member i rekomendasi t anpa menj at uhkan sanksi. Unt uk menghindari kekerasan dal am penyi dikan, menurut Supant o yang harus di per baiki adal ah kemam- puan penyidik, baik kemampuan akademik maupun t eknik penyidikan dan psikol ogisnya. Secara normat i f , perat ur an yang di buat sudah i deal , akan t et api dal am pr akt iknya sering t er j adi penyi mpangan. Waw ancara dengan Supant o di Sur akart a, 25 Jul i 2011. 33 Kunart o dan Har iadi Kuswaryono (ed). 1998. Pol i si dan

  Masyar akat : Hasi l Semi nar Kepal a Pol i si Asi a Pasi f i k ke VI Tai pei , 14 Januar i . Cipt a Manunggal , Jakart a, hl m. 64-65; l ihat j uga Pet er Vil l iers, 1999, Bet t er Pol i ce Et hi cs, A Pr act i cal Gui de. Ci pt a Manunggal , Jakart a, hl m. 72-75; John R. Sni bbe and Homa M. Snibbe (ed). 1999. Ur ban Pol i ce i n Tr ansi t i on, A Psychol ogi cal & Soci ol ogi cal Re- vi ew. Charl es C. Thomas Publ i sher , Il l ioni s USA, hl m. 124-

  hukum disebabkan adanya ket erlibat an manusia dalam proses penegakan hukum. Dimensi ket er- libat an manusia ini oleh Black dinamakan mobili- sasi hukum, yait u proses yang melalui it u hukum mendapat kan kasus-kasusnya. Tanpa mobilisasi at au campur t angan manusia, kasus-kasus t erse- but t idak akan ada, sehingga hukum hanya akan menj adi huruf mat i di at as kert as belaka.

  34 Hukum memberi wewenang kepada polisi

  unt uk menegakkan hukum dengan berbagai cara, dari cara yang bersif at pre-empt if sampai rep- resif berupa pemaksaan dan penindakan. Tugas polisi dalam ruang lingkup yang kebij akan krimi- nal yang penal berada pada ranah kebij akan ap- likat if , yait u ranah penerapan hukum pidana yang cenderung represif . Kecenderungan ini me- nyebabkan t ugas polisi lekat dengan penggunaan kekerasan sebagai salah sat u cara unt uk meng- at asi hambat an dalam proses penyidikan unt uk memperolah pengakuan at au ket erangan t erdak- wa mengenai suat u t indak pidana.

32 Polisi adalah kepercayaan masyarakat de-

  Tindakan polisi mest i selalu mengandung kebenaran hukum, bukannya hukum dij adikan pembenaran t indakan kepolisian at au merekaya- sa hukum bagi t indakan kepolisian, hal ini dapat t erj adi penyesat an hukum. Dengan kat a lain elast isit as hukum dieksploit asi unt uk kepent ing- an t indakan polisi, yang berbent uk upaya paksa unt uk memenuhi t arget kepent ingan polit ik, ke- pent ingan kelompok, kepent ingan pribadi at au perorangan, dan kepent ingan lainnya. Upaya paksa pada sisi yang benar adalah t indakan ke- polisian berdasarkan undang-undang unt uk mem- bat asi kebebasan seseorang yang melakukan t in- dak pidana (khususnya) yang dilakukan secara obj ekt if , j uj ur dan benar, berdasarkan pert im- bangan hukum dan kepent ingan hukum.

33 Profesionalisme Polisi dalam Penegakan Hu-

  35 Pemeriksaan t ersangka oleh penyidik (re-

  serse) dalam proses penyidikan berdasarkan pa- da berbagai hasil penelit ian memperlihat kan bahwa budaya kekerasan di kalangan polisi ma- 34 Donal d Bl ack dal am Sat j i pt o Rahardj o, 2002, op. ci t , hl m.

  175. Baca j uga A. Reni Widyast ut i, “ Penegakan Hukum: Mengubah St rat egi dari Supremasi Hukum ke Mobil isasi Hu- kum unt uk Mewuj udkan Kesej aht er aan dan Keadil an” , Jur nal Hukum Pr o Just i t i a Vol . 26 No. 3 Juni 2008, FH Uni versit as Par ahyangan Bandung, hl m. 240-247

  396 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

  sih ada, bahkan menj adi kelaziman unt uk mem- peroleh pengakuan t ersangka. Pendekat an dan perlakuan yang dilakukan oleh polisi t erhadap t ersangka lebih bersif at

  Et i ka Dasar : Masal ah-masal ah Pokok Fi l saf at Mor al , Yogyakart a: Kani sius, hl m. 18

  Bert ens, 2005, Et i ka, Jakart a: Gramedia Pust aka Ut ama, hl m. 11-15; Pet er Vil l ier s, 1999, Bet t er Pol i ce Et hi cs, A Pr act i cal Gui de, Jakart a: Ci pt a Manunggal , hl m. 48-50; Franz Magniz-Suseno, 1994, Et i ka Pol i t i k Pr i nsi p-pr i nsi p Mor al Dasar Kenegar aan Moder n, Jakart a: Gr amedia Pust aka Ut ama, hl m. 14 41 K. Bert ens, op. cit , hl m. 15; Franz Magnis-Suseno, 1987,

  38 40 W. Poespoprodj o, 1988, Fi l saf at Mor al , Kesusi l aan dal am Teor i dan Pr akt i k, Bandung: Remadj a Kar ya, 102; K.

  Cr i me Pr event i on and Cr i - mi nal Just i ce (pencegahan kej ahat an dan per adil an pida- na), yang berkait an dengan t r eat ment , puni shment , and ext r a l egal execut i ons yait u dengan dikemukakannya Dec- l ar at i on agai nst Tor t ur e and Ot her Cr uel , Inhuman or Degr adi ng Tr eat ment or Puni shment sebagai Opt i on Pr o- t ocol dari The Int er nat i onal Covenant on Ci vi l and Pol i - t i cal Ri ght (ICCPR) yang disahkan Maj el i s Umum PBB, 9 Desember 1975. Dekl arasi ini dit ingkat kan menj adi Con- vent i on agai nst Tor t ur e and Ot her Cr uel Inhuman or Deg- r adi ng Tr eat ment or Puni shment yang diset uj u Maj el is Umum PBB, 10 Desember 1984 di mana Indonesi a t urut menandat angani 23 Okt ober 1985. Ibi d, hl m. 199-200. Baca j uga Indr iyant o Seno Adj i, “ Cat at an Tent ang Penga- dil an HAM dan Masal ahnya” , Maj al ah Hukum Pr o Just i t i a Tahun XIX No. 1 Januar i 2001, FH Unpar Bandung, hl m. 31-

  et ik berkait an dengan prof esi t ert ent u sehingga set iap prof esi memiliki kode et iknya sendiri- sendiri. Akan t et api t idak semua okupasi dapat dikat akan sebagai prof esi yang berhak dan layak 39 Inst rumen t ersebut ant ara l ain

  42 Jadi kode

  prof esi t erangkum dalam Kode Et ika yang di da- lamnya mengandung muat an et ika, baik et ika deskript if , normat if dan met a-et ika.

  41 Pedoman perilaku yang bagi pemegang

  yang membahas t ent ang moralit as at au t ent ang manusia sej auh berkait an dengan moralit as at au yang menyelidiki t ingkah laku moral adalah et i- ka.

  40 Ilmu

  dalam penyidikan bermuara pada moralit as poli- si. Moralit as menunj uk pada perilaku manusia sebagai manusia yang dikait kan dengan t indakan seseorang, sehingga norma moral merupakan norma yang dipakai unt uk mengukur bet ul salah- nya t indakan manusia sebagai manusia.

  39 Kekerasan yang dilakukan oleh penyidik

  penyiksaan dalam bent uk apapun (f isik maupun psikis) t idak mempunyai sikap eksepsional se- hingga set iap percobaan penyiksaan at au penyik- saan t anpa kecuali dan dalam keadaan bagai- manapun (dalam keadan perang, inst abilit as polit ik dalam negeri) t idaklah dibenarkan dan sebagai pelanggaran berat hukum pidana.

  Penegakan Hukum. Kompas Gramedi a, Jakart a, hl m. 36 dan 59. 37 Indr iyant i Seno Adj i, 2009, op. ci t , hl m. 60 38 Ibi d, hl m. 61. Bandingkan dengan pendapat Gunart o yang j ust ru menganggap KUHAP (yang di dal amnya memuat bat as w akt u penahanan) sebagai t it ik t ol ah perl i ndungan HAM, meski sebat as pada t er sangka. Mar cus Pr iyo Gunar- t o, “ Perl indungan Hak Asasi Manusi a di Indonesia dal am

  t ak boleh dikurangi), art inya kekerasan maupun 36 Indr iyant o Seno Adj i, 2009. Humani sme dan Pembar uan

  der ogabl e human r i ght (hak asasi manusia yang

  t elah dit uangkan melalui inst rument int ernasio- nal. Dikat akan oleh Luhut Pangaribuan bahwa asas yang melekat pada konvensi it u adalah non-

  i nvest i gat ion, baik pada t ahap penanganan di lapangan maupun penyidikan.

  yang khusus mempelaj ari dugaan adanya pelang- garan HAM di Indonesia yang berkait an dengan Hukum Acara Pidana Indonesia. Kooij mans mem- berikan evaluasi dan konklusi bahwa polisi mem- punyai kewenangan penuh selama 20 hari pena- hanan, memungkinkan t erj adinya pelanggaran HAM. Bila t idak ada lembaga khusus yang dapat menampung keluhan at as penganiayaan dan ke- kerasan yang banyak t erj adi dalam i nit i al phases

  Speci al Rappor t eur dari Komisi Hak Asasi PBB

  ri pernah dikirit isi oleh P. Kooij mans, selaku

  nal dari Aust ralia, dalam sebuah seminar pernah menyat akan bahwa di mana pun, penyiksaan dan perlakuan t idak waj ar dialami para kriminal saat diperiksa polisi, t ermasuk di negara yang men- j unj ung t inggi HAM. Penyiksaan dij adikan alat unt uk mendapat kan pengakuan.

  menj adi akar budaya pola pemeriksaan bagi po- lisi yang menemui j alan bunt u. Pola pemeriksa- an yang berdasar pada scient if i c i nvest i gat i on akan menghindari aneka bent uk int imidasi, an- caman, kekerasan f isik, maupun psikologis. In- vest igasi di sini diart ikan secara ekst ensif , t er- masuk pola penanganan Polri t erhadap permasa- lahan publ i c mass yang berkait an dengan masa- lah perlindungan HAM.

  non-scient i f i c, seolah

36 James Welsh, anggot a Amnest y Int ernat io-

37 Pola kerj a Pol-

38 Sebenarnya, sikap dan t indakan ant isipat if

  Prof esional isme Pol isi dal am Penegakan Hukum 397

  memiliki kode et ik t ersendiri. Ada t iga krit eria yang dapat digunakan unt uk mengukur apakah suat u okupasi it u dikat akan suat u prof esi at au bukan.

  Per t ama, prof esi it u diaksanakan at as

  dasar keahlian t inggi dank arena it u hanya dapat dimasuki oleh mereka yang t elah menj alani pendidikan dan pelat ihan t eknis yang amat lan- j ut . Kedua, prof esi mensyarat kan agar keahlian yang dipakainya selalu berkembang secara nalar dan dikebambangkan dengan t erat ur seiring de- ngan kebut uhan masyarakat yang mint a dilayani oleh prof esi yang menguasai keahlian prof ession- nal t ersebut , at au dengan kat a lain ada st andar keahlian t ert ent u yang dit unt ut unt uk dikuasai.

  Ket i ga, prof esi selalu mengembangkan pranat a

  dan lembaga unt uk mengont rol agar keahlian- keahlian prof essional didayagunakan secara ber- t anggungj awab, bert olak dari pengabdian yang t ulus dan t ak berpamrih, dan semua it u dipikir- kan unt uk kemaslahat an umat .

  (masyarakat moral) yang memiliki cit a-cit a dan nilai-nilai bersama. Mereka j uga membent uk suat u prof esi disat ukan karena lat ar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memi- liki keahlian yang t ert ut up bagi orang lain. De- ngan demikian, prof esi menj adi suat u kelompok yang mempunyai kekuasaan t ersendiri dan kare- na it u mempunyai t anggung j awab khusus. Oleh karena memiliki monopoli at as suat u keahlian t ert ent u, selalu ada bahaya prof esi menut up diri bagi orang dari luar dan menj adi suat u kalangan yang sukar dit embut .

  prof esi dan dengan adanya kode et ik kepercaya- an masyarakat akan suat u prof esi dapat diper- kuat , karena set iap kliem mempunyai kepast ian bahwa kepent ingannya akan t erj amin. Kode et ik ibarat kompas yang menunj ukkan arah moral bagi suat u prof esi dan sekaligus j uga menj amin mut u moral prof esi it u di mat a masyarakat . Su- paya kode et ik berf ungsi dengan baik, kode et ik harus menj adi sel f -r egul at i on (pengat uran diri) dari prof esi. Dengan membuat kode et ik, prof esi 43 Soet andyo Wignyosoebrot o, 2003, Hukum: Par adi gma, Me-

  t ode dan Di nami ka Masal ahnya, Jakart a: ELSAM dan Hu-