KRITIK IDEOLOGIS TERHADAP DASAR KEFILSAFATAN ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA

  KRITIK IDEOLOGIS TERHADAP DASAR KEFILSAFATAN ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA Deni SB Yuherawan

  E-mail:

  Abst r act

The essence of l egal i t y pr inci pl e i s “ None i s puni shabl e f or doi ng somet hi ng unl ess i t i s f or bi dden by

l aw est abl i shed pr ior t o t he act ion” . Consequent l y, act or of wr ongdoing wi l l not be cr i minal l y

pr osecut ed unl ess penal st at ut es pr ohi bit what he or she has done. The pur pose of t hi s ar t i cl e i s t o

cr i t i ci ze t he basi c phi l osophy of l egal it y pr i nci pl e. The poi nt of depar t ur e of t he cr it i que i s

ont ol ogi cal basi s of l egal it y pr inci pl e; subsequent l y, i t goes t o axiol ogi cal basi s of t he pr i nci pl e. By

i deologi cal cr it i que, it is t o open up t o view and at t he same t i me cr i t i ci ze t he basi c subst ance and

val ue of l egal i t y pr i nci pl e. In addi t ion, t hi s ar t i cl e also r eexami nes t he l egal it y pr i nci pl e. It i s f ound

t hat f r om bot h ont ol ogi cal and axi ologi cal bases, l egal i t y pr i nci pl e has shor t comi ng i n t hat it r el ies

upon st at ut e r at her t han t he subst ance of t he conduct t hat may har m anot her . Thi s ar t i cl e

r ecommends t hat anot her mor e compr ehensive pr i nci pl e be i nt r oduced, i n whi ch ‘ any cr i me shoul d

be puni shed i f i t cont r adi ct s cr imi nal l aw’ or nul l um cr i men (del i ct um) nul l a poena si ne pr ǽvia iure

poenal i (No of f ense, no puni shment wi t hout cr imi nal l aw pr eviousl y exi st s).

  Key wor ds: Ideologi cal Cr it i que, ont ol ogi cal and axiol ogi cal bases, and si ne pr ǽvia iure

  Abst rak

  Esensi dari asas legalit as adalah seseorang t idak akan dipidana selama perbuat annya t idak dilarang oleh undang-undang pidana yang ada t erlebih dahulu. Konsekuensinya, pelaku at au suat u perbuat an t idak akan dit unt ut kecuali undang-undang pidana melarangnya. Tuj uan art ikel ini mengkrit si dasar kef ilsaf at an asas legalit as. Sasaran ut ama krit ik adalah landasan ont ologis, kemudian landasan aksiologis asas legalit as. Dengan krit ik ideologis, krit ik t ersebut unt uk membuka dan mengangkat ke permukaan, sekaligus mengkrit isi subst ansi dasar dan nilai dari asas legalit as. Selain it u, art ikel ini j uga melakukan penguj ian kembali t erhadap Asas legalit as. Dari landasan ont ologis dan aksiologis, asas legalit as lebih mengut amakan keberadaan undang-undang pidana dibandingkan subst ansi t indakan yang mungkin merugikan pihak lain. Art ikel ini merekomendasikan perlunya direkomendasikan asas lain yang lebih komprehensif , yait u: “ set iap kej ahat an harus dipidana j ika bert ent angan dengan hukum pidana” at au dirumuskan dalam adagium: nul l um cr i men (del i ct um) nul l a poena si ne pr .

  ǽvia iure poenali

  Kat a kunci: Krit ik ideologis, landasan ont ologis dan aksiologis, si ne pr

  ǽvia iure

Pendahuluan dang-undang pidana t erlebih dahulu) at au nul -

  Asas legalit as dalam hukum pidana diru- l um del i ct um nul l a poena si ne pr aevea l ege (t i- muskan dalam beberapa versi adagium, sepert i ada delik, t iada pidana, t anpa undang-undang

  

nul l um del i ct um nul l a poena si ne pr aevea l ege t erlebih dahulu), at au nul l um cr i men nul l a poe-

poenal i (t iada delik, t iada pidana, t anpa un- na si ne pr aevea l ege (t iada kej ahat an, t iada

  dang-undang pidana t erlebih pidana, t anpa un- pidana, t anpa undang-undang t erlebih dahulu).

  Suat u perbuat an t idak dapat dikualif ika-

   Art ikel ini merupakan hasil penel it ian Hibah Penel it i an

  sikan sebagai perbuat an pidana j ika t idak di-

  Mahasisw a Program Dokt or yang dibiayai ol eh Direkt or at

Jenderal Pendi dikan Ti nggi, Depart emen Pendidikan Na- nyat akan sebagai perbuat an pidana oleh un-

sional , dengan Surat Keput usan Rekt or Uni versit as Air-

  dang-undang pidana. Perbuat an pidana yang di

  l angga Nomor: 55/ H3/ KR/ 2011, t anggal 29 Apr il 2011 dan

Surat Perj anj i an Pel aksanaan Hi bah Penel it ian Ma- larang oleh undang-undang pidana dikenal se-

hasisw a Program Dokt or Program Pascasarj ana Uni ver-

  bagai mal a pr ohi bit a. Mal a pr ohi bit a merupa-

  sit as Airl angga T. A 2011 Nomor: 76/ H3. 8/ KEU/ 2011, t anggal 30 Juni 2011

  222 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012

  kan perbuat an perbuat an yang st r af baar (da- pat dipidana).

  Perbuat an pidana yang belum at au t idak dilarang oleh undang-undang pidana dikenal se-

  1 mi na ext r a or dinar i a t idak dapat dilakukan pe-

  nunt ut an, karena belum dinyat akan sebagai ma-

  l a pr ohi bit a, walaupun menimbulkan kerugian

  yang luar biasa bagi korban dan/ at au masyara- kat . Di ant ara cr imi na ext r a or dinar i a t ersebut t erdapat perbuat an yang sangat t erkenal yait u

  cr i mina st el l i onat us (yang art inya: perbuat an j ahat at au durj ana).

  nguasa dan/ at au kewenangan hakim dan f ungsi pembat asan, membat asi kekuasaan penguasa dan/ at au kewenangan hakim. Fungsi perlindu- ngan t ernyat a hanya diberikan kepada para pe- buat an mereka t idak dilarang oleh undang-un- dang pidana, walaupun perbuat an t ersebut me- nimbulkan kerugian yang luar biasa bagi korban dan/ at au masyarakat . Fungsi pembat asan j uga hanya unt uk kepent ingan pelaku, karena peme- rint ah t idak boleh menunt ut seseorang yang perbuat annya t idak dilarang oleh undang-un- dang pidana, walaupun perbuat an t ersebut me- nimbulkan kerugian luar biasa bagi korban dan/ at au masyarakat .

2 C r i mi na ext r a or dinar i a

  3 per t ama, t idak ada perbuat an

  yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal it u belum dinyat akan t erlebih dahulu dalam suat u at uran undang-undang; kedua, unt uk me- nent ukan adanya perbuat an pidana t idak boleh digunakan analogi (kiyas); dan ket i ga, at uran- at uran hukum pidana t idak berlaku surut .

  Tiga makna t ersebut memberikan bebe- rapa implikasi. Per t ama, larangan mengguna- kan analogi (prinsip non-analogi), dan kedua, keharusan menggunakan undang-undang pidana yang berlaku pada saat perbuat an dilakukan ( l ex t empor i s del i ct i at au exi st i ng cr i mi nal

  Para ahli hukum pidana, pada umumnya sepakat dengan adanya 3 (t iga) makna asas le- galit as, yait u:

  pidana secara ret roakt if (prinsip non-ret roak- t if ). Implikasi t ersebut merupakan konsekuensi logis dari ide dasar (

  basi c i deas) asas legalit as,

  yait u melindungi individu dengan cara memba- t asi dari kekuasaan penguasa (t ermasuk kewe- nangan hakim), yang mana pembat asan ini me- nggunakan inst rumen undang-undang pidana.

  Ide dasar di at as, secara subst ansial ber- implikasi pada f ungsi asas legalit as. Asas le- galit as hanya melaksanakan 2 (dua) f ungsi, ya- it u f ungsi perlindungan, melindungi warga ne- gara dari kesewenang-wenangan kekuasaan pe- 1 Moel j at no 2000, Asas-Asas Hukum Pi dana, Jakart a:

  Rineka Ci pt a, hl m. 24 2 Ibi d. 3

  merupakan perbuat an yang st r af waar di g (pat ut dipidana) t et api bukan st r af baar , karena t idak dilarang oleh undang-undang pidana.

  Asas legalit as sama sekali t idak melaku- kan f ungsi perlindungan t erhadap korban dan/ at au masyarakat . Ket iadaan f ungsi perlindung- an t erhadap korban dan/ at au masyarakat meru- pakan kelemahan mendasar sekaligus ket erba- t asan daya berlaku asas legalit as. Asas legalit as sama sekali t idak berdaya unt uk menunt ut per- buat an yang menimbulkan kerugian luar biasa bagi individu dan/ at au masyarakat , hanya ka- rena perbuat an t ersebut t idak dilarang oleh un- dang-undang pidana.

  Kelemahan dan ket erbat asan asas legali- t as t elah menimbulkan berbagai penerobosan t erhadapnya, baik pada t at aran at uran hukum maupun prakt ik hukum. Penerobosan t erhadap asas legalit as pada t at aran at uran hukum secara int ernasional adalah sebagai berikut . Per t ama,

  Eur opean Convent i on f or t he Pr ot ect i on of Hu- man Ri ght s and Fundament al Fr eedoms (Kon-

  vensi Eropa unt uk Perlindungan Hak-Hak Asasi Manusia dan Kebebasan-Kebebasan Fundamen- t al). Pasal 7 Konvensi t ersebut yang diberi t it el

  No puni shment wi t hout l aw menent ukan: Sat u, No one shal l be hel d gui l t y of any cr i mi nal of - f ence on account of any act or omi ssion whi ch di d not const it ut e a cr imi nal of f ence under na- t i onal or i nt er nat ional l aw at t he t ime when it was commi t t ed. Nor shal l a heavier penalt y be i mposed t han t he one t hat was appl i cabl e at t he t ime t he cr i mi nal of f ence was commit t ed. Dua, Thi s ar t i cl e shal l not pr ej udi ce t he t r i al and puni shment of any per son f or any act or omi ssi on whi ch, at t he t ime when i t was com-

  l aws). Dilarang memberlakukan undang-undang

  Krit ik Ideol ogi s t erhadap Dasar Kef il saf at an Asas Legal it as dal am Hukum Pidana 223 mi t t ed, was cr i mi nal accor di ng t o t he gener al pr i nci pl es of l aw r ecogni sed by ci vi l i sed na- t i ons.

  ridis f ormal, war cr ime maupun cr imes agai nst

  Mencermat i semua penerobosan t erhadap Asas Legalit as di dunia int ernasional, baik pada t at aran at uran hukum maupun prakt ik hukum pidana, dapat dikat akan bahwa upaya-upaya t ersebut merupakan represent asi dari semua upaya yang sudah lama dilakukan pada abad XX unt uk mengoreksi dan mengkrit ik keabsolut an asas legalit as. Namun demikian, semua upaya t ersebut masih di-dasarkan pada pemikiran, bahwa asas legalit as masih t et ap dianggap se- bagai asas yang harus dij unj ung t inggi, t et api at as nama keadilan dapat dit erobos. Implikasi- nya, walaupun t elah t erj adi penerobosan-pene- robosan t erhadapnya, t et api masih belum me- nggoyahkan deraj ad keasasan Asas legalit as.

  yang dibent uk ber-dasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 995. Kedua Pengadilan Kri- minal Int ernasional t ersebut memberlakukan undang-undang pidana secara ret roakt if .

  pr osecut i ng per sons r esponsi bl e f or ser ious vio- l at i ons of i nt er nat ional humanit ar i an l aw com- mi t t ed i n t he t er r i t or y of t he f or mer Yugos- l avi a” . Sert a put usan Int er nat i onal Cr i mi nal Tr i bunal f or Rwanda (ICTR) pada t ahun 1994,

  t uk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 827, dengan t uj uan f or t he sol e pur pose of

  nat ional Cr i mi nal Tr i bunal f or The For mer Yu- gosl avia (ICTY), pada t ahun 1993, yang diben-

  dana Jerman dan Jepang; kedua, put usan Int er -

  peace t idak dikenal dalam undang-undang pi-

  ce), yang sebelumnya t idak dikenal. Secara yu-

  Ayat (2) ket ent uan pasal ini menent ukan mengesampingkan peradilan dan penghukuman t erhadap set iap orang yang melakukan perbuat - an baik berupa kesengaj aan at aupun kealpaan yang merupakan kej ahat an menurut prinsip- prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa- bangsa yang beradab pada saat perbuat an it u dilakukan. Ayat ini j elas t elah menegasikan ke- absolut an Asas legalit as yang diat ur dalam Pasal 7 ayat (1) nya. Tiga, Unit ed Nat ions Int er nat io-

  hui, dua pengadilan milit er int ernasional t erse- but dibent uk berdaarkan London Char t er (Pia- gam London) unt uk mengadili para pelaku ke- j ahat an perang pada Perang Dunia II. Negara pembent uk pengadilan milit er int ernasional t e- gai kej ahat an perang ( war cr ime) dan kej ahat - an t erhadap perdamaian ( cr i mes agai nst pea-

  i n Nur ember g dan The Int er nat i onal Mi l i t ar y Tr i bunal (IMT) i n Tokyo. Sebagaimana diket a-

  Penerobosan t erhadap asas legalit as pada t at aran prakt ik hukum pidana di t at aran int er- nasional adalah sebagai berikut . Per t ama, pu- t usan The Int er nat ional Mi l i t ar y Tr i bunal (IMT)

  Ayat (2) pasal t ersebut j uga menegasikan ke- absolut an Asas legalit as yang diat ur dalam ayat (1), bahwa t idak boleh mengesampingkan per- adilan dan penghukuman t erhadap set iap orang yang melakukan perbuat an baik berupa kese- ngaj aan at aupun kealpaan yang merupakan ke- j ahat an menurut prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa.

  of any cr imi nal of f ence on account of any act or omi ssion whi ch di d not const it ut e a cr i mi nal of f ence, under nat ional or i nt er nat ional l aw, at t he t i me when it was commit t ed. Nor shal l a heavier penalt y be i mposed t han t he one t hat was appl i cabl e at t he t i me when t he cr i mi nal of f ence was commit t ed. If , subsequent l y t o t he commi ssion of t he of f ence, pr ovi si on i s made by l aw f or t he i mposit i on of a l i ght er penal t y, t he of f ender shal l benef i t t her eby. (2) Not hi ng i n t hi s ar t i cl e shal l pr ej udi ce t he t r i al and pu- ni shment of any per son f or any act or omi ssi on whi ch, at t he t ime when it was commi t t ed, was cr i minal accor di ng t o t he gener al pr inci pl es of l aw r ecognized by t he communit y of nat i ons.

  PR (Konvenan Int ernasional t ent ang Hak-Hak Sipil dan Polit ik), t ahun 1966. Pasal 15 Kovenan ini menent ukan: (1) No one shal l be hel d gui l t y

  nal Covenant on Civi l and Pol i t i cal Ri ght s/ ICC-

  Belum t ergoyahkannya deraj ad ke-asasan asas legalit as merupakan konsekuensi logis dari ket erbat asan daya j angkau dari segala koreksi at au krit ik yang t elah dilakukan. Ket erbat asan t ersebut disebabkan, karena seluruh koreksi at au krit ik yang t elah dilakukan: a) sama sekali t idak menyent uh dasar kef ilsaf at an (landasan ont ologis dan aksiologis) asas legalit as; b) dila- kukan dari t it ik anj ak secara ekst ernal ( ext er -

  224 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012 nal poi nt of view), yait u mengoreksi dan meng-

  Kedua, asas legalit as t idak memiliki daya j ang-

  (kebangkit an kembali hukum alam). Segala ke- t erbat asan asas legalit as, disebabkan bangunan Asas legalit as beralaskan pondasi nul l um cr imen

  men si ne poena dan The r evival of nat ur al l aw

  Re-eksaminasi t erhadap asas legalit as menggunakan dua gagasan, yait u: nul l um cr i -

  Re-eksaminasi t erhadap Asas legalit as

  t idak akan dit unt ut j ika perbuat annya bukan merupakan mal a pr ohi bi t a. Secara aksiologis, Asas legalit as hanya memberikan nilai manf aat kepada pelaku.

  of f ender or ient ed). Pelaku

  dak akan dit unt ut , dan kedua, harus dilakukan penunt ut an t erhadap mal a pr ohi bit a, karena warga negara dianggap t ahu dan mau menerima resiko dari perbuat an yang dilakukan. Asas lega- lit as hanya berorient asi kepada hak-hak dan ke- pent ingan pelaku (

  pr ohi bit a ini berart i cr imi na ext r a or di nar i a t i-

  Asas legalit as dimaksudkan unt uk melin- dungi kepent ingan hak-hak warga negara dari pendef inisian perbuat an pidana yang dilakukan secara sewenang-wenang. Unt uk mencegah pendef inisian yang sewenang-wenang ini, maka pendef insian harus dilakukan dengan undang- undang pidana. Pendef inisian perbuat an pidana dengan undang-undang mempunyai makna gan- da. Per t ama, t idak ada suat u penunt ut an j ika suat u perbuat an t idak dinyat akan sebagai mal a

  kau unt uk menunt ut cr imi na ext r a or di nar i a, walaupun perbuat an-perbuat an t ersebut me- nimbulkan kerugian luar biasa bagi korban dan/ at au masyarakat . Ket i ga, dengan ket erbat asan daya j angkau t erhadap cr imi na ext r a or di nar i a, asas legalit as t idak melakukan f ungsi perlindu- ngan t erhadap kepent ingan korban dan/ at au masyarakat yang dikorbankan demi kepent ingan pelaku.

  liknya, asas legalit as t idak akan bermakna j ika dit opang oleh undang-undang pidana yang t idak wuj udan kehendak dan perint ah penguasa, ser- t a perwuj udan kepent ingan polit ik penguasa (melindungi dan mempert ahankan kekuasaan).

  krit ik dengan menggunakan berbagai macam konsep di luar diri Asas legalit as, sepert i klau- sula:

  d’ i nt er et commun (kepent ingan umum). Seba-

  Secara subst ansial asas legalit as mempu- nyai beberapa ket erbat asan. Per t ama, asas le- galit as hanya dapat bermakna j ika dit opang oleh undang-undang pidana yang yang baik ( good cr i mi nal l aws), yang merupakan perwu- j udan kemampuan int elekt ual rasio, rasa ke- adilan, vol ont e gener al e (kehendak umum) dan

  Pembahasan Ket erbat asan-Ket erbat asan Asas legalit as

  yang yang secara hakikat lebih komprehensif daripada asas legalit as.

  dua, mengenai keberadaan rumusan asas lain

  Berdasarkan uraian lat ar belakang masa- lah, rumusan isu hukum yang akan dibahas pada art ikel ini adalah: Per t ama, mengenai alasan- alasan perlunya dilakukan krit ik ideologis t erha- dap dasar kef ilsaf at an asas legalit as; dan ke-

  Kerangka pikir unt uk melakukan krit ik t erhadap dasar kef ilsaf at an asas legalit as ada- lah i deologi cal cr it i que (saya t erj emahkan men- j adi krit ik ideologis), yait u upaya unt uk menam- pilkan ke permukaan pemikiran f ilsaf at hukum yang menj adi ide dasar ( basi c i deas) asas legali- t as, yang mana ide dasar ini t erkulminasi men- j adi landasan ont ologis dan aksiologis asas lega- lit as. Upaya lebih lanj ut dari krit ik t ersebut adalah melakukan re-eksaminasi (penguj ian kembali) t erhadap Asas legalit as.

  hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab at au masyarakat bangsa-bangsa). Se- lama koreksi at au krit ik t idak dit uj ukan lang- sung kepada landasan ont ologis dan akiologis asas legalit as, sert a t idak dilakukan dari t it ik anj ak secara int ernal ( i nt er nal poi nt of vi ew), selama it u pula deraj at keasasan asas legalit as t idak akan t ergoyahkan.

  pr i nci pl es of l aw r ecogni zed by t he ci vi l i zed na- t i ons or communit y of nat ions (prinsip-prinsip

  asasi manusia); unt uk dan at as nama kea-dilan; perlunya keseimbangan kepent ingan korban dan pelaku; bert ent angan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat ; at au pun demi t he gener al

  war cr i mes; cr imes agai nst peace; cr imes r i ght s (pelanggaran berat t erhadap hak-hak

  si ne l ege (t iada kej ahat an t anpa undang-un- Krit ik Ideol ogi s t erhadap Dasar Kef il saf at an Asas Legal it as dal am Hukum Pidana 225

  dang) sert a nul l um cr i men si ne poena l egal i (t i- ada kej ahat an, t anpa pidana menurut undang- undang). Pondasi ini hanya membangun relasi perbuat an pidana - undang-undang pidana dan manf aat kepada pelaku perbuat an.

  4

  ra t erhormat , t idak mengganggu orang lain, memberikan kepada set iap orang apa yang

  non l aeder e, suum cui que t r i buer e (hidup seca-

  Arist ot eles menegaskan, bahwa merupa- kan suat u keadilan j ika warga negara pat uh ke- pada hukum t ert ulis maupun t idak t ert ulis. Dan bagi warga negara yang melanggar hukum (ba- ca: melakukan kej ahat an) harus dipidana. Ul- pianus seorang f ilsuf j aman Romawi menyusun dalil prinsipiil, yait u honest e viver e, al t er um

  “ Tent ang perbuat an pidana dan pemi- danaan menggunakan prinsip geomet ris dan arit met ika. Penggunaan prinsip geo- met ris didalilkan: seorang melakukan per- buat an pidana, harus dihukum sesuai de- ngan apa yang t erj adi, dengan memper- hat ikan kedudukan yang dirugikan, se- dang penggunaan prinsip arit met ika dida- lilkan: seorang melakukan perbuat an pi- dana, harus dihukum sesuai dengan apa yang t erj adi, dengan t idak mengindahkan kedudukan kedua pihak.

  5

  Pokok-pokok pikiran Arist ot eles adalah sebagai berikut :

  “ Orang-orang yang melanggar hukum ha- rus dihukum, t et api hukuman t idak per- nah boleh dipandang sebagai pembalasan t erhadap ket idakadilan. Pelanggaran me- rupakan penyakit pada bagian int elekt ual manusia ( l ogi st i kon). Cara menyembuh- kan si sakit adalah melalui hukuman, Hu- kuman bert uj uan memperbaiki sikap mo- ral si pelanggar. Tet api seandainya pe- nyakit it u t idak disembuhkan, orang it u harus dibunuh” Bagi Plat o bahwa set iap pelanggaran hu- kum (baca: kej ahat an/ perbuat an pidana) harus dipidana, t et api pemidanaan t ersebut t idak bo- leh dilakukan sebagai balas dendam, namun da- lam rangka rehabilit asi moral pelaku. Gagasan Plat o pada hakikat nya adalah prinsip keharusan memidana kej ahat an.

  Berkait an dengan keharusan menghukum orang yang melakukan pelanggaran hukum, Pla- t o berpendapat :

  Gagasan nul l um cr i men si ne l ege dan nul -

  Berdasarkan sej arah hukum, gagasan t en- t ang nul l um cr i men si ne poena sudah ada sej ak Jaman Yunani dan Romawi. Kemudian, gagasan ini j uga berkembang pada Jaman Pert engahan maupun Jaman Modern. Para pemikir pada ma- sing-masing j aman ada yang menyampaikan ga- gasan nul l um cr imen si ne poena secara t ersurat dalam pokok-pokok pikirannya, ada j uga yang secara t ersirat . Sat u hal yang sudah past i, t idak ada sat u pun pemikir yang berkeinginan bahwa seorang pelaku kej ahat an dibebaskan t anpa pidana.

  akan selalu menimbulkan kerugian bagi korban dan/ at au masyarakat . Berdasarkan pondasi t er- sebut , menunt ut dan memidana pelaku meru- pakan keharusan, agar pelaku bert anggungj a- wab at as segala perbuat an yang dilakukan.

  di nar i a, dengan alasan semua perbuat an pidana

  Pondasi nul l um cr i men sine poena akan membent uk hukum pidana dan peradilan pidana yang akan menunt ut semua perbuat an pidana, baik mal a pr ohobit a maupun cr imi na ext r a or -

  t esquieu, Rousseau, dan Beccaria. Kemudian gagasan ini semakin kokoh dengan munculnya posit ivisme hukum pada Abad XIX, sert a neo- kant ianisme dan neoposit ivisme hukum pada Abad XX. Dalam perspekt if yang lain yakni un- t uk kepent ingan korban dan at au masyarakat ( vi ct ims or / and societ y or ient ed), t erhadap se- mua kej ahat an yang merugikan korban dan/ at au masyarakat harus dit unt ut dan dipidana. Peniadaan penunt ut an dan pemidanaan t erha- dap suat u perbuat an hanyalah alasan pembenar dan alasan pemaaf . Orient asi t erhadap kepent i- ngan korban dan/ at au masyarakat harus diba- ngun di at as pondasi nul l um cr i men si ne poena.

  Enl i ght enment ) yang dimot ori John Locke, Mon-

  t an pemikiran f ilsaf at i Jaman Rasionalisme, t er- ut ama pada Abad XVIII (Jaman Auf kl ar ung at au

  l um cr i men si ne poena legal i merupakan resul-

  4 Theo Huij bers, 1982, Fi l saf at Hukum Dal am Li nt asan Sej ar ah, Jogyakart a: Penerbit Kani si us, hl m. 24 5

  226 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012

  unt uk memvalidasi eksist ensi kepent ingan indi- vidu. Signif ikansi kepent ingan umum diwuj ud- kan dalam prinsip hukum t ert inggi

  mi nem l aeder e (j angan merugikan seseorang);

  orang apa yang t elah menj adi haknya) dan ne-

  cui que suum t r i buer e (berikan kepada set iap

  j uga menj adi pegangan aliran St oa, yait u: uni -

  pr i nci pi a pr i ma communi a), sepert i halnya 2 (dua) norma yang

  harus dihindarkan), yang baik adalah apa yang sesuai dengan kecenderungan at uran alam, dan yang j ahat adalah apa yang sebaliknya; kedua, hukum alam yang yang dicerna at au diresepsi oleh akal budi dibagi menj adi 2 (dua) golongan, yait u hukum alam primer dan hukum alam se- kunder. Hukum alam primer dirumuskan ke da- lam norma-norma, yang karena bersif at umum, berlaku bagi semua manusia (

  t andum (yang baik harus dilakukan, yang j ahat

  dan dit eruskan dalam manusia sendiri, yakni dalam kemampuannya unt uk membedakan apa yang baik dan apa yang j ahat . Semua orang se- harusnya menget ahui t ent ang dasar hidup mo- ral, yakni: bonum est f aci endum, mal um est vi -

  9 Per t ama, at uran alam harus diresapi

  Berdasarkan perspekt if hukum pidana, prinsip t ersebut pada hakikat nya mengaj arkan bahwa seseorang harus bert anggungj awab seca- ra pidana, j ika dia melakukan kej ahat an (yang sudah past i merugikan orang lain). Keharusan memidana kej ahat an dilakukan dalam rangka melindungi kepent ingan korban dan/ at au ma- syarakat , yang memiliki gradasi lebih t inggi dari kepent ingan individu (pelaku). Sedang pokok- pokok pikiran Thomas Aquinas adalah sebagai berikut .

  Prinsip ini mengaj arkan agar kit a t idak meng- ganggu at au merugikan orang lain, karena pada hakikat nnya kit a j uga t idak mau diganggu at au dirugikan oleh orang lain.

  ne al i qui d

  8 Kepent ingan umum merupakan bat u uj i

  menj adi bagiannya)

  Il mu Hukum, Bandung: Cit r a Adit ya Bakt i, hl m. 258 7 solut .

  orang lain, apa yang engkau t idak ingin orang lain berbuat kepadamu). Dia mengingat kan bah- wa kepent ingan umum mempunyai kedudukan yang lebih pent ing dari kepent ingan pribadi. Dalam kehidupan bermasyarakat , individu-in- dividu mempunyai hak unt uk memperj uangkan dan memenuhi kebut uhan hidupnya, t et api dalam perj uangan dan pemenuhan hak t ersebut t idak boleh merugikan kepent ingan orang lain at au kepent ingan umum. Dalam penegakan hu- kum meskipun sama-sama mengaku dirinya se- bagai negara hukum (Recht st aat ) sebenarnya di manapun di dunia ini t idak ada st andar yang ab- 6 Sat j i pt o Rahardj o, 2000,

  pat i i pse non vul t (j angan berbuat kepada

  orang lain, apa yang engkau t idak ingin orang lain berbuat kepadamu)” Agust inius menegaskan art i pent ing kon- sep keadilan yang merupakan ekspresi sikap j i- wa unt uk memenuhi t unt ut an-t unt ut an pribadi dengan mengindahkan kepent ingan umum dan konsep ne al i qui d f aci at qui sque al t er i , quod

  al i qui d f aci at qui sque al t er i , quod pat i i pse non vul t (j angan berbuat kepada

  “ Hukum abadi yang t erlet ak dalam Budi Allah, t erdapat j uga dalam j iwa manusia, yang dinamakan l ex nat ur al i s (hukum alam). Part isipasi lex aet erna t erhadap lex nat uralis t erdapat pada rasa keadilan, yak-ni suat u sikap j iwa unt uk memberikan kepada set iap orang apa yang pat ut bagi- nya, dengan mengindahkan j uga t unt u- t an-t unt ut an kepent ingan umum. Prinsip t ert inggi dalam hukum alam adalah ne

  7

  Gagasan nul l um cr i men si ne poena j uga berkembang pada abad-abad sesudahnya, yakni Jaman Pert engahan, yang berlangsung pada Abad V sampai XV. Paling t idak gagasan ini da- pat disarikan dari pemikiran August inus (354- 430 M) dan Thomas Aqui-nas/ Thomas Aquino (1225-1275 M). Agust inus berpendapat bahwa:

  t uk mengganggu orang lain. Prinsip ini mengha- ruskan set iap orang mempert anggungj awabkan rugian bagi orang lain.

  al t er um non l aeder e merupakan larangan un-

  . Secara esensial, prinsip

  6

  dan ket iga, negara adalah masyarakat yang sempurna ( societ as per f ect a). Dalam mayarakat ini, manusia mendapat perlengkapannya seba- gai makhluk sosial. Orang yang t idak memper- hat ikan kepent ingan umum, t idak berlaku seba- 8 Sat j i pt o Rahardj o, op. ci t 9 Krit ik Ideol ogi s t erhadap Dasar Kef il saf at an Asas Legal it as dal am Hukum Pidana 227

  gai makhluk sosial dan t idak sampai kepada ke- sempurnaan hidup.

  (1789) yang menent ukan La Loi ne doi t ét abl ir

  f ormal hukum daripada subst ansi hukum. De- ngan kat a lain, lebih mement ingkan bent uk

  pat , hanya berkut at dengan persoalan aspek

  Asas legalit as sebagai konsep f inal dan kebenaran absolut semakin diperkokoh dan di- t umbuhkembangkan oleh aliran posit ivisme hu- kum, karena posit ivisme hukum mengaj arkan beberapa hal. Per t ama, t idak ada hukum selain hukum posit if , yakni hukum dit et apkan oleh pe- nguasa; kedua, t idak ada hukum selain hukum t ert ulis ( wr it t en l aw), sehingga hukum yang t i- dak t ert ulis t idak dapat diklasif ikaikan sebagai hukum; ket i ga, t idak ada hukum selain undang- undang ( st at ut or y), sehingga yang berlaku ada- lah hukum undang-undang ( st at ut e l aw). Di luar undang-undang, t idak ada lagi hukum; keem-

  t idak bert ent angan dengan ket ent uan yang ada, t iada delik, t iada kej ahat an j ika t idak ada an- caman pidana yang dinyat akan dalam undang- undang t erlebih dahulu). Inilah yang kemudian dikenal dengan nama asas legalit as, yang dican- t umkan dalam Kit ab Undang-Undang Hukum Pidana di banyak negara, sert a dit asbihkan sebagai konsep f inal dan kebenaran absolut .

  vent ion, nul del i t , nul cr i me ne peuvent et r e puni s de pei nesqui n’ et aient pas pr ononcees par l a l oi avant qu’ i l s f ussent commis (art inya:

  nya: keharusan membuat undang-undang secara t egas dan per-buat an hanya dapat dit unt ut at as dasar undang-undang yang berlaku). Ket ent uan t ersebut kemudian diat ur dalam Pasal 4 Code Penal Perancis yang menent ukan: Nul l e cont r a-

  que des pei nes st r i ct ement et évi demment né- cessair es, et nul ne peut êt r e puni qu’ en ver t u d’ une Loi ét abl ie et pr omul guée ant ér ieur e- ment au dél i t , et l également appl i quée (art i-

  cr i men si ne poena berubah menj adi nul l um cr i - men sine l ege dan nul l um cr imen si ne poena l e- gal i , sebagaimana t erdapat dalam Pasal 8 Dec- l ar at ion des dr oit s de L’ homme et du cit oyen

  Thomas Aquinas mengaj arkan t ent ang as- pek imperat if suat u kehidupan sosial. Kehidup- moral, yakni bonum est f aciendum, mal um est

  Dengan diresapi pemikiran John Locke, Most es- quieu, Rousseau dan Beccaria, gagasan nul l um

  men si ne poena. Hanya saj a, gagasan t ersebut

  rasional ( Ver nunf t r echt ) adalah set iap manusia mempunyai kecenderungan un- t uk hidup bersama orang lain secara da- mai. Dari prinsip dasar t ersebut dialirkan 4 (empat ) prinsip lain yang harus dit aat i agar hidup bersama secara damai dapat berlangsung, yait u: (a) Prinsip kupunya dan kau punya, (b) Prinsip keset iaan pada j anj i, (c) Prinsip gant i rugi, yakni j ika ke- rugian t ersebut disebabkan karena orang lain, dan (d) Prinsip penghukuman t erha- dap pelanggaran hukum alam dan hukum- hukum lain. Prinsip gant i rugi dan perlunya penghuku- man yang digagas oleh Hugo de Groot merupa- kan konsekuensi logis dari keharusan adanya pert anggungj awaban dari siapa saj a yang me- 10 nimbulkan kerugian dan/ at au melanggar hukum (melakukan kej ahat an). Keseluruhan gagasan di at as, pada hakikat nya merupakan nul l um cr i -

  Gagasan nul l um cr i men si ne poena j uga t erdapat pada Jaman Modern (Abad XV sampai Abad XIX). Pemikir Jaman Renai ssance yait u Hugo de Groot at au Grot ius menge-mukakan pendapat nya bahwa:

  Keharusan melakukan perbuat an-perbuat - an yang baik dan menghindari perbuat an-per- buat an yang j ahat , oleh Thomas Aquinas diwu- j udkan dalam prinsip hubungan ant ar sesama yakni nemi nem l aeder e (j angan merugikan se- seorang). Prinsip ini dilakukan dalam kerangka kepent ingan umum, dimana set iap warga nega- ra dalam perbuat annya selalu dibat asi dan/ at au unt uk mewuj udkan kepent ingan umum. Set iap warga negara yang menimbulkan kerugian bagi seseorang apalagi kepent ingan umum, harus mempert anggungj awabkan segala perbuat an- nya. Jika kerugian t ersebut disebabkan karena suat u kej ahat an, maka t erhadap pelaku harus dimint akan pert anggungj awaban pidana.

  berlangsung aman dan t ent eram j ika masing- masing melakukan hal-hal yang baik, dan t er- ut ama menghindari perbuat an yang j ahat .

  vi t andum. Tat anan kehidupan masyarakat akan

10 Prinsip rasional yang pert ama dari hukum

  228 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012

  (f ormalit as) hukum dibandingkan mat eri (subs- t ansi); dan kel i ma, hukum harus dipisahkan dari persoalan-persoalan moral dan keadilan.

  Asas legalit as dan posit ivisme hukum me- kan, karena masing-masing mengakui undang- undang pidana sebagai sat u-sat unya pilar hu- kum dan sist em peradilan pidana. Secara prak- sis, posit ivisme hukum menerima asas legalit as sebagai konsep f inal dan kebenarann absolut yang t idak perlu diperdebat kan lagi. Bahkan da- lam rent ang wakt u yang lama, posit ivisme hu- kum t elah menj adi pengawal t erdepan unt uk menolak segala penyimpangan t erhadap asas legalit as.

  Kemudian, dalam kenyat aan, posit ivisme hukum hanya mampu bert ahan unt uk suat u ke- adaan yang st abil. Tet api mengalami kegagalan manakala t erj adi kegoncangan di banyak nega- ra. Posit ivisme hukum t elah gagal, karena t i- dak mampu memberikan t unt unan di t engah- t engah gugat an t erhadap kepercayaan sosial dan moral saat it u. Juga gagal, karena t idak mampu memberikan pert olongan at as t erj adi- nya penyalahgunaan kekuasaan dan kemerdeka- an yang t erj adi.

  hadap posit ivisme hukum oleh para pemikir

  neokant i ani sme dan neoposit ivi sme hukum. Me-

  reka menyadari t ent ang kelemahan-kelemahan posit ivisme hukum yang hanya mengakui aspek f ormal hukum dengan mengabaikan aspek subs- t ansial, yakni mengeluarkan moralit as, t erut a- ma nilai-nilai keadilan dan kebenaran dari subs- t ansi hukum. Sebagai penganut neokant ianisme, Rudolf St amler dan Gust av Radbruch t elah me- lakukan ot o-krit ik. Sebagaimana dikemukakan oleh Theo Huij bers, bahwa:

  “ Sebenarnya St ammler sendiri merasa ke- sulit an unt uk mempert ahankan pengert i- an hukum yang hanya memperhat ikan sisi logis-f ormalnya saj a, t anpa memperhat i- kan prinsip-prinsip mat eriil yang menen- t ukan isi hukum. Oleh karena it u, St amm- ler mengakui adanya suat u hukum yang diisi, di samping hukum posit if yang lepas dari isinya. Hukum yang diisi it u adalah hukum yang adil. Kiranya hukum ini dapat 11 disamakan dengan Hukum Alam. Ternyat a dengan pernyat aan t erakhir ini, St amm- ler sudah melepaskan posit ivisme hukum yang dianut -nya”

  12 Rudolf St amler, meskipun menganut posi-

  t ivisme hukum, t ernyat a mengakui keberadaan hukum yang diisi yang dianggap sebagai hukum yang adil. Namun demikian, meskipun mengakui keberadaan hukum yang diisi t ersebut , masih belum membuat St amler melepaskan diri dari pemikiran posit ivisme hukum. Gust av Radbruch mengemukakan gagasan, bahwa:

  Oleh karena kepast ian hukum harus di- j aga demi keamanan dalam negara, maka hukum posit if harus selalu dit aat i, meski- pun isinya kurang adil at aupun kurang se- suai dengan t uj uan hukum. Tet api t erda- pat perkecualian, yakni bilamana pert en- t angan isi hukum t at a hukum dan keadil- an menj adi begit u besar, sehingga t at a hukum it u nampak t idak adil. Pada saat it u, t at a hukum boleh dilepaskan.

  13 Gust av Radbruch dalam Five Minut es of Legal Phi losophy (1945), menegaskan:

  14 “ . . . In t he end, t he posi t ivi st i c t heor y equat es l aw wi t h power ; t her e i s l aw onl y wher e t her e i s power . . . And of cour se l aws have val ue i n and of t hem- sel ves, even bad l aws: t he val ue, namel y, of secur i ng l aw agai nst uncer t ai nt y. The- r e can be l aws t hat ar e so unj ust and so soci al l y har mf ul t hat val i dit y, indeed l e- gal char act er it sel f , must be di nied t hem. . . Ther e ar e pr inci pl es of l aw, t he- r ef or e, t hat ar e wei ght i er t han any l egal enact ment , so t hat a l aw i n conf l i ct wit h t hem i s devoi d of val i di t y. These pr i n- ci pl es ar e known as nat ur al l aw or t he l aw of r eason”

11 Sebenarnya t elah dilakukan ot okrit ik t er-

  Awalnya, Gust av Radbruch menegaskan hukum t et aplah hukum bagaimana pun buruk- nya. Nilai esensial hukum adalah kepast ian hu- kum. Tet api pada akhirnya, dia mengakui ada- nya prinsip-prinsip hukum yang lebih t inggi t ing- kat annya dari hukum posit if yait u hukum alam. 12 Theo Huij ber s, op. ci t . , hl m. 156 13 Ibi d. , hl m. 166 14 Lit schewski Bonnie Paul son, dan St anl ey L. Paul son,

  “ Fi ve Minut es of Legal Phil osophy (1945): Gust av Radbruch” , Oxf or d Jour nal of Legal St udi es, Vol 26, No. Krit ik Ideol ogi s t erhadap Dasar Kef il saf at an Asas Legal it as dal am Hukum Pidana 229

  Bahkan dit egaskan, j ika hukum posit if bert ent a- ngan dengan hukum alam, makan hukum posit if kehilangan vali-dit asnya.

  buer e (berikan kepada set iap orang apa yang

  an, t eori hukum alam membuat suat u adagium:

  empat , signif ikansi eksist ensi nilai-nilai keadil-

  Pokok-pokok pikiran kebangkit an kembali hukum alam adalah sebagai berikut . Per t ama, t eori-t eori hukum alam selalu berprinsip bahwa hukum merupakan obyek yang dwi-t unggal yait u harmonisasi aspek subst ansial (nilai-nilai keadi- lan) dan aspek f ormal (bent uk t ert ulisnya: hu- kum posit if / hukum t ert ulis). Hukum merupakan perwuj udan nilai-nilai dan prinsip-prinsip keadi- lan. Hukum bukan saj a harus cor r ect (t epat ) dan cer t ai n (past i) unt uk mencerminkan aspek f ormalnya, t et api harus j ust (adil) unt uk men- cerminkan aspek subst ansialnya. Kat egori et is (subs-t ansial) dan yuridis (f ormal) merupakan dua momen dari sat u realit as hukum; kedua, keadilan dan kepast ian merupakan dua aspek dari ent it as hukum. Hukum merupakan ent it as yang t erdiri dari unsur keadilan dan kepast ian. Tet api mengingat bahwa keadilan merupakan norma et is dan norma krit is bagi hukum, maka keadilan mempunyai gradasi lebih t inggi diban- dingkan kepast ian hukum; ket i ga, t uj uan hukum adalah mewuj udkan dan mencapai cit a keadil- an. Keberadaan kepast ian hukum semat a-mat a unt uk mewuj udkan dan mencapai keadilan; ke-

  sia. Geny mengaj arkan bahwa t erdapat unsur pent ing dalam pengert ian t ent ang hukum yakni prinsip-prinsip mat eriil, yang melebihi kehen- dak manusia, dan sebagai dasar hukum posit if .

  nem l aeder e, dan keseluruhan hak asasi manu-

  Bagi Geny, prinsip-prinsip mat eriil hukum adalah prinsip uni cui que suum t r i buer e, nemi -

  Ot okrit ik j uga dikemukakan oleh para nganut Neoposit ivisme hukum, H. L. A. Hart me- nyadari bahwa aspek subst ansial hukum bukan hanya perint ah, t et api ada aspek int ernal lain yakni prinsip-prinsip moral dan ke-nyat aan-ke- nyat aan hidup t ert ent u ( nat ur al f act s), yang mengakibat kan munculnya kepat uhan t erhadap hukum.

  menj adi haknya) dan nemi nem l aeder e (j angan merugikan seseorang). Sedang norma-norma se- kunder adalah semua hak f undament al manu- sia. Prinsip-prinsip t ersebut yang berasal dari kenyat aan alam dan kenyat aan rasional me- rupakan dasar semua at uran hukum posit if .

15 Aspek int ernal ini diposisikan sebagai

  rupakan prinsip-prinsip mat eriil hukum, yang t idak t ergant ung pada kemauan manusia, t et api berasal dari alam sendiri, dan dengan demikian 15 Ibi d. , hl m. 189-190 16 Ibi d. , hl m. 192-193 17 Ibi d. , hl m. 245 18 Sat j i pt o Rahardj o, op. ci t . , hl m. 267 19 sebagai dasar hukum posit if ; dan kedua, hukum alam hanya berhubungan dengan prinsip-prinsip t ert inggi, yang t idak berubah dan selalu berla- ku. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan pakan hukum alam, yang t erdiri at as norma- norma primer dan sekunder. Norma-norma pri- mer hukum alam adalah: uni cui que suum t r i -

  anut Neot homisme mengemukakan beberapa pokok pikirannya.

  Alam yang t erdahulu yang bersif at absolut . Sa- t u-sat unya t it ik yang menghubungkan ant ara keduanya adalah didasari oleh keinginan unt uk menyat akan suat u idealisme moral.

  r el at i vi t as yang berbeda dengan konsep Hukum

  Menurut Allen, penggunaan ist ilah ke- bangkit an kurang t epat , karena berbeda dengan hukum alam pada abad-abad sebelumnya. hu- kum alam yang sekarang ini menganut konsep

  semakin mundur dan memudarnya posit ivisme hukum, maka hiduplah kembali hukum alam, yang dikenal dengan nama The Revi val of Na- t ur al Law (Kebangkit an Kembali Hukum Alam).

  kan oleh t okoh-t okoh pemikir hukum alam ber- maksud unt uk membela keadilan sebagai unsur hakiki segala hukum. Unsur keadilan ini t elah dilalaikan dalam posit ivisme hukum, yang t idak mengakui suat u norma et is bagi berlakunya hu- kum. Menurut mereka, suat u norma et is dibu- t uhkan unt uk menj adi dasar suat u hukum yang sah, yang t erlet ak dalam hukum alam.

  krit ik normat if t erhadap hukum. Julius St one j uga mengemukakan gagasan t ent ang keinsyaf - an keadilan, dimana nilai keadilan menj adi nor- ma et is bagi hukum posit if .

16 Selain ot okrit ik, krit ik t aj am j uga dilaku-

17 Dengan

18 Francois Geny (1861-1959) sebagai peng-

19 Per t ama, hukum alam me-

  230 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 2 Mei 2012