BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini - UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK MELALUI BERMAIN EKSPLORASI ALAM SEKITAR PADA ANAK KELOMPOK B1 RA AL-KHAIRIYAH BANJARSARI KIDUL KE

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini 1. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini Menurut Desmita,(2010:103), perkembangan kognitif adalah

  salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Dalam

  Dictionary of Psychology karya Chaplin(2000,dalam Desmita, 2010 : 97),

  dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga dan menilai.

  Menurut Patmonodewo (2008:27), perkembangan kognitif sering diartikan sebagai kecerdasan atau berfikir. Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan.

  Menurut Haditono (2006: 216) perkembangan kognitif mengandung arti proses berpikir dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan dan memproduksi yang membuat setiap orang mengatur dunia dengan caranya sendiri-sendiri.

  6 Menurut Piaget (dalam John W. Santrock 2009:44), bahwa anak- anak membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri; informasi tidak sekedar dituangkan kedalam pikiran mereka dari lingkungan. Piaget yakin bahwa anak-anak menyesuaikan pikiran mereka untuk mencakup gagasan baru, karena informasi tambahan memajukan pemahaman.

  Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan kognitif adalah suatu proses dalam berfikir setiap individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu peristiwa yang terjadi dalam lingkungan mereka.

2. Prinsip Perkembangan Anak Usia Dini

  Dalam Yudha, Saputra.Dkk(2005: 11) prinsip perkembangan adalah adanya suatu perubahan baik fisik maupun psikis sesuai dengan masa pertumbuhannya.Perkembangan sangat dipengaruhi oleh faktor internal (biologis, status kesehatan) dan faktor eksternal (lingkungan, makanan, dan aktivitas gerak) yang sesuai dengan masa perkembangannya.

  Menurut Bredekamp (dalam Hartati, 2005: 12) Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, maka pada pelaksanaannya harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip perkembangan yaitu:

  a. Aspek-aspek perkembangan anak seperti fisik, sosial, emosional dan kognitif satu sama lain saling terkait secara erat. Perkembangan dalam satu ranah berpengaruh dan dipengaruhi oleh perkembangan dalam ranah-ranah yang lain. Perkembangan dalam satu ranah dapat membatasi atau mendukung perkembangan yang lain, b. Perkembangan terjadi dalam suatu urutan. Kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan dibangun berdasarkan pada apa yang telah diperoleh terdahulu. Urutan pertumbuhan dan perkembangan yang relatif stabil terjadi pada anak selama masa usia dini.

  c. Perkembangan berlangsung dengan rentang bervariasi antar anak dan juga antar bidang perkembangan dari masing-masing fungsi. Variasi individual sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi, yakni (1) variasi dari rata-rata perkembangan dan (2) keunikan masing-masing anak sebagai individu. Setiap anak merupakan pribadi yang unik dengan pola dan waktu pertumbuhan individual yang berbeda-beda.

  d. Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak. Pengalaman-pengalaman awal anak bersifat kumulatif dalam arti bahwa jika suatu pengalaman jarang terjadi, maka pengalaman itu bisa memiliki sedikit pengaruh. Pengalaman awal juga dapat memiliki pengaruh yang tertunda terhadap perkembangan berikutnya. Misalnya, suatu upaya pembentukan perilaku yang bersandar pada ganjaran-ganjaran ekstrinsik (seperti permen atau uang), suatu atrategi yang bisa sangat efektif untuk jangka pendek, dalam kondisi tertentu dapat mengurangi motivasi instrinsik anak dalam jangka waktu yang lama. e. Perkembangan berlangsung ke arah kompleksitas, organisasi dan internalisasi yang lebih meningkat. Belajar selama usia dini berlangsung dari pengetahuan nyata ke pengetahuan simbolik.

  f. Perkembangan dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi oleh konteks sosial dan kultural yang majemuk. Menurut model ekologis, perkembangan anak sangat baik dipahami dalam konteks sosiokultural keluarga, setting pendidikan, dan masyarakat yang lebih luas. Konteks yang bervariasi tersebut saling beriteralasi dan semuanya memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak.

  g. Anak adalah pembelajar aktif, mengambil pengalaman fisik dan sosial serta juga pengetahuan yang ditransmisikan secara kultur untuk membangun pemahaman mereka sendiri tentang lingkungan sekitar mereka. Anak berkontribusi terhadap perkembangan dan belajarnya sendiri disaat mereka berupaya memakai pengalaman sehari-harinya di rumah, sekolah dan di masyarakat. Sejak lahir, anak secara aktif terlibat dalam membangun pemahaman mereka sendiri yang berasal dari pengalaman mereka, dan pemahaman ini diperantarai oleh dan secara jelas terkait dengan konteks sosiokultur.

  h. Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi kematangan biologis dan lingkungan, yang mencakup baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial tempat anak tinggal. Manusia merupakan produk dari keturunan dan lingkungan, dan kekuatan-kekuatan ini saling berinteraksi. i. Perkembangan mengalami percepatan, bila anak memiliki kesempatan untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan juga ketika mereka mengalami tantangan di atas level penguasaannya pada saat itu. j. Bermain merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan anak seperti sosial, emosional, kognitif, dan juga merefleksikan perkembangan anak. Aktivitas bermain anak merupakan konteks yang sangat mendukung proses perkembangan. k. Anak mendemonstrasikan mode-mode untuk mengetahui dan belajar yang berbeda, serta cara yang berbeda pula dalam merepresentasikan apa yang mereka tahu. l. Anak berkembang dan belajar terbaik dalam suatu konteks komunitas yang merasa aman dan menghargai, memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya, dan dirasa aman secara psikologisnya.

  Sedangkan dalam (Yusuf, Syamsu.dkk 2011: 4) prinsip-prinsip perkembangan adalah sebagai berikut: a. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (Never

  

Ending Process ). Individu secara terus-menerus berkembang atau

  berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau belajar sepanjang hidupnya.

  b. Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi. Setiap aspek perkembangan individu baik fisik, intelektual, emosi, sosial, maupun moral satu sama lainnya saling mempengaruhi. Pada umumnya terdapat hubungan yang positif antara aspek-aspek tersebut. c. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu. Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan tahap sebelumnya, dan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya.

  d. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan. Perkembangan fisik dan psikis mencapai kematangannya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda ( ada yang cepat dan ada yang lambat)

  e. Setiap fase perkembangan memiliki ciri khas. Prinsip ini dapat dijelaskan dengan contoh: a. sampai usia 2 tahun, anak memusatkan perhatiannya untuk menguasai gerak-gerik fisik dan belajar berbicara; dan b. pada usia 3-6 tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia sosial ( belajar bergaul dengan orang lain).

  f. Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan perkembangan.

  Prinsip ini berarti bahwa dalam menjalani kehidupannya yang normal dan berusia panjang individu akan mengalami masa atau fase perkembangan: masa konsepsi, bayi, kanak-kanak, anak, remaja dan dewasa.

3. Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

  Menurut Piaget (dalam Suparno, 2001: 27) mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat tahap: tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal. Tahap sensorimotor lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan tindakan inderawinya. Tahap praoperasi diwarnai dengan anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk menghadirkan suatu benda atau pemikiran, khususnya penggunaan bahasa. Tahap operasi konkret ditandai dengan penggunaan aturan logis yang jelas. Tahap operasi formal dicirikan dengan pemikiran abstrak.

  a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun) Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur 2 tahun. Pada tahap ini, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar dan lain-lain. Pada tahap ini, anak belum dapat berbicara dengan bahasa. Anak belum mempunyai bahasa simbol untuk mengungkapkan adanya suatu benda yang tidak berada di dekatnya.

  Intelegensi sensorimotor, meskipun didasarkan pada tindakan anak, hal ini sangat membantu perkembangan anak dalam memecahkan suatu persoalan yang sedang di hadapinya. Misalnya, seoranga anak hendak menggapai suatu benda yang terletak jauh dari dirinya dengan menggerak-gerakkan tangannya. Anak ini mencoba meraih benda tersebut, tetapi tidak berhasil. Akhirnya dalam perkembangan waktu, ia mencoba menggerak-gerakkan tongkat yang ada di dekatnya kearah benda tersebut dan berhasil mengambil benda tersebut.

  Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang baru.

  b. Tahap Praoperasi (umur 2-7 tahun) Tahap pemikiran praoperasi dicirikan dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek yang saat itu berada bersama subjek. Cara berpikir simbolik ini diungkapkan dengan penggunaan bahasa pada masa anak mulai berumur 2 tahun. Selain itu, tahap ini juga dicirikan dengan pemikiran intuitif pada anak. Dengan adanya penggunaan simbol, seorang anak dapat mengungkapkan dan membicarakan suatu hal yang sudah terjadi. Ia juga dapat membicarakan macam-macam benda dalam waktu yang bersamaan. Dengan penggunaan bahasa, seorang anak dapat mengungkapkan suatu hal yang tidak sedang dilihat.Ia juga dapat membicarakan sesuatu hal tanpa terikat ruang dan waktu dimana hal tersebut terjadi. Dengan perkembangan ini, sudah jelas bahwa intelegensi anak makin berkembang.

  c. Tahap Operasi Konkret (umur 7-11 tahun) Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis.

  Anak sudah memperkembangkan operasi-operasi logis. Operasi itu bersifat reversibel, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikembalikan kepada awalnya lagi.

  Selain itu, tahap operasi konkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata atau konkret.

  Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis. Anak masih kesulitan untuk memecahkan persoalan yang mempunyai banyak variabel. Maka itu, meskipun inteligensi pada tahap ini sudah sangat maju, cara berpikir seorang anak tetap masih terbatas karena masih berdasarkan sesuatu yang konkret.

  d. Tahap Operasi Formal (umur 11 tahun ke atas) Tahap operasi formal merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitifmenurut Piaget. Ini terjadi pada umur sekitar 11 atau 12 tahun ke atas.Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Asimilasi dan akomodasi terus berperan dalam membentuk skema yang lebih menyeluruh pada pemikiran remaja.

  Menurut Piaget (dalam Hartati, 2005: 68) menyebutkan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui anak. Dalam hal ini Piaget membagi perkembangan kognitiftersebut menjadi empat tahap, yaitu: a. Tahap Sensorimotor ( 0-2 tahun) Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori- motor tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap yang lebih tinggi (operasional kongkret dan operasional formal). Pada tahap sensorimotor anak-anak sangat tergantung pada informasi yang didapat dari panca indera, dan gerakan-gerakan tubuhnya. Perkembangan yang paling penting pada tahap ini adalah perkembangan kesadaran akan keberadaan suatu objek yaitu anak akan menyadari keberadaansuatu objek sekalipun objek tersebut sudah tidak terlihat lagi (tersembunyi).

  b. Tahap Pra Operasional (2-7 tahun) Anak dapat memanipulasi sejumlah simbol, dan mampu memahami segala sesuatu dalam satu arah. Anak belum dapat membalikkan urutan tindakan dari yang paling belakang ke depan. Misalnya anak mampu menyebutkan urutan angka 1 sampai dengan 10 secara lancar dengan disertai benda atau lambang bilangan, tetapi ketika anak diperintahkan untuk mengulangi ucapan konsep bilangan tersebut tanpa adanya benda atau lambang bilangan, dan urutan angka tersebut dibalik dari 10 sampai dengan 1, anak terlihat bingung dan membutuhkan proses yang lama untuk mengingatnya, maka menurut Piaget kondisi tersebut sebagai proses kematangan yang belum terinternalisasi dalam kemampuan mental anak. Anak masih sulit memahami konsep permasalahan, artinya segala sesuatu tetap sama walaupun bentuknya berubah.

  c. Tahap OperasionalKonkret (7-11 tahun) Pada tahap operasional konkret, anak mampu memahami operasi yang dibutuhkan untuk aktivitas mental termasuk konservasi.

  Anak mampu menyimpulkan operasi di dalam otaknya, misalnya berhitung tanpa menggunakan jari. Anak masih terikat kuat pada pengalaman praktis (hands on experience). Anak mampu mengingat, mengolah, dan menyimpulkan sesuatu tanpa harus menggunakan benda. Ia akan mengulangi ingatannya sesuai dengan pengalamannya ketika menghitung dengan jari atau simbol-simbol berupa angka.

  d. Tahap Operasional Formal (11-18 tahun) Pada tahap operasional formal, anak sudah mampu berpikir abstrak. Mereka lebih banyak menggunakan logika ilmiah dalam puncak perkembangannya. Anak remaja mampu membuat, dan menguji hipotesa untuk menganalisis, dan mengevaluasi logika.

  Menurut Piaget (dalam Mutiah, 2010: 53) dan (dalam Ernawulan, 2005: 36) semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama melalui empat tahapan meliputi: a. Sensorimotor (0-2 tahun)

  Pada tahap ini, anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Pengalaman berinteraksi dengan lingkungan ini amat penting, untuk proses berfikir ketahap selanjutnya. b. Praoperasional (2-7 tahun) Pada tahap ini, anak mulai menunjukkan proses berfikir yang lebih jelas. Anak mulai mengenal beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar. Anak mulai menunjukkan kemampuan melakukan permainan simbolis. Pada tahap ini anak memperoleh pengalaman tentang matematika melalui berbagai kontak fisik dan eksplorasi terhadap lingkungannya. Anak mampu mengelompokkan benda-benda menurut ciri tertentu.

  c. Operasional Konkret (7-11 tahun) Pada tahap ini, anak sudah dapat memecahkan persoalan- persoalan sederhana yang bersifat konkret. Ia dapat berfikir reversibel

  (berkebalikan), anak mampu memahami suatu pertanyaan.

  d. Operasional Formal (11 tahun ke atas) Menurut Piaget tahap ini di capai anak usia 11-15 tahun.

  Pemikiran anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian yang terjadi di depan matanya karena anak sudah mulai remaja yang tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret. Pemikirannya telah terbebas dari kejadian langsung.

B. Bermain Eksplorasi Alam Sekitar 1. Pengertian bermain

  Bermain merupakan kebutuhan manusia sepanjang rentang kehidupan, dalam kultur manapun. Bagi anak-anak menurut para ahli, bermain memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting. Bagi mereka, bermain bukan hanya menjadi kesenangan tetapi juga suatu kebutuhan yang mau tidak mau harus terpenuhi.

  Menurut Hurlock, 1997 ( dalam Musfiroh; 2005: 3 ) bermain dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kepuasan bagi diri sendiri, melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan.

  Menurut Gallahue, 1989 ( dalam Hartati; 2005: 85) bermain adalah suatu aktivitas yang langsung dan spontan dilakukan oleh seorang anak dengan orang lain atau teman sebayanya dengan menggunakan benda- benda disekitarnya dengan senang, sukarela, dan imajinatif, serta dengan menggunakan perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya.

  Dalam bermain, anak melakukan berbagai kegiatan yang berguna untuk mengembangkan dirinya. Anak mengamati, mengukur, membandingkan, bereksplorasi, meneliti dan masih banyak lagi yang dapat dilakukan anak. Situasi seperti ini sering dilakukan tanpa di sadari bahwa ia telah melatih dirinya dalam beberapa kemampuan tertentu sehingga ia memiliki kemampuan baru.

  Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperolehkesenangan dan sebagai salah satu cara untuk berinteraksi dengan lingkungan serta sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman anak menggunakan seluruh anggota tubuh demi memperoleh kesenangan.

2. Ciri-ciri Bermain

  Bermain memiliki ciri- ciri yang khas, yang membedakannya dengan kegiatan yang lain. Kegiatan bermain menurut beberapa ahli (dalamMusfiroh, 2005: 7) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  a. Bermain selalu menyenangkan (pleasurable) dan menikmatkan atau menggembirakan (enjoyable). Bahkan ketika tidak disertai oleh tanda- tanda keriangan, bermain tetaplah bernilai positifbagi para pemainnya (Garvey, 1990). Ini berarti, suatu kegiatan dapat dikategorikan bermain apabila anak-anak merasa senang melakukan aktivitas tersebut.

  b. Bermain tidak bertujuan ekstrinsik, motivasi bermain adalah motivasi intrinsik. Ini berarti, anak bermain bukan karena mereka melaksanakan tugas yang diberikan oleh orang lain, tetapi semata-mata karena anak memang ingin melakukannya. Karena memiliki motivasi intrinsik, anak dapat memulai dan mengakhiri kegiatan bermain kapanpun mereka inginkan.

  c. Bermain bersifat spontan dan sukarela. Kegiatan bermain dilakukan bukan karena terpaksa, bermain tidak bersifat wajib melainkan dipilih sendiri oleh anak. Sehingga saat bermain ditentukan seketika anak menginginkan dan dilakukan dengan suka hati tanpa ada rasa terpaksa.

  Anak sendirilah yang menentukan suatu kegiatan yang akan dilakukan, apabila ada unsur keterpaksaan atau ditentukan oleh orang lain maka kegiatan tersebut cenderung menjadi bekarja. d. Bermain melibatkan peran aktif semua peserta. Kegiatan bermain terjadi karena adanya keterlibatan semua anak sesuai peran dan giliran masing-masing, sehingga semua ikut merasakan kegiatan yang sedang dilakukan melalui bermain tersebut.

  e. Barmain bersifat aktif. Dalam kegiatan bermain menuntut keaktifan anak yang bermain, anak-anak yang sedang bermain bersama-sama memikirkan, mengorganisasikan, merencanakan serta berinteraksi dengan lingkungan.

  f. Bermain bersifat fleksibel. Dalam bermain anak dapat dengan bebas memilih dan beralih ke kegiatan bermainapa saja yang mereka inginkan. Namun, adakalanya anak bebas berpindah-pindah dari satu kegiatan bermain ke kegiatan bermain yang lain dalam waktu yang tidak terlalu lama( Solehuddin, 2000;Tedjasaputra, 2001).

  Selain ciri-ciri diatas, (dalam Hartati, 2005: 91) bagi anak-anak bermain adalah sarana untuk mengubah kekuatan potensial di dalam dirinya menjadi berbagai kemampuan dan kecakapan. Selain itu, bermain juga dapat menjadi sarana penyaluran energi yang sangat baik bagi anak.

  Oleh karena itu, kegiatan bermain pada anak memiliki karakteristik atau ciri-ciri sebagai berikut: a. Bermain dilakukan karena kesukarelaan, bukan paksaan,

  b. Bermain merupakan kegiatan untuk dinikmati, selalu menyenangkan, mengasikan dan menggairahkan, c. Bermain dilakukan tanpa iming-iming apapun, kegiatan bermain itu sendiri sudah menyenangkan, d. Bermain lebih mengutamakan aktivitas dari pada tujuan, tujuan dari bermain adalah aktivitas itu sendiri, e. Bermain menuntut partisipan aktif, baik secara fisik maupun psikis, f. Bermain itu bebas, bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan.

  Anak bebas membuat aturan sendiri dan mengoperasikan fantasinya,

  g. Bermain itu sifatnya spontan, sesuai dengan yang diinginkannya saat itu, h. Makna dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku, yaitu anak itu sendiri yang sedang bermain ( Seri Ayah Bunda:

  Bermain Dunia Anak, 1994).

3. Pengertian Eksplorasi

  Ide kreatif sering kali muncul dari eksplorasi atau penjelajahan individu terhadap sesuatu. Eksplorasi dapat memberikan kesempatan bagi anak untukmelihat, memahami, merasakan, dan pada akhirnya membuat sesuatu yang menarik perhatian mereka dengan menggunakan ide kreatifmereka. Kegiatan seperti ini dapat dilakukan dengan cara mengamati dunia sekitar sesuai dengan kenyataan yang ada secara langsung. Pengamatan tersebut bisa berupa lingkungan, diantaranya hutan, bukit, pasir, laut, kolam dan lingkungan alam lainnya.

  Menurut KBBI: 254 dalam (Rachmawati dkk, 2010: 55) Kegiatan eksplorasi adalah penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak, terutama sumber alam yang terdapat ditempat itu. Eksplorasi dapat pula dikatakan sebagai kegiatan untukmemperolehpengalaman baru dan situasi yang baru. Eksplorasi merupakan suatu jenis kegiatan permainan yang dilakukan dengan cara menjelajahi atau mengunjungi suatu tempat untuk mempelajari hal tertentu sambil mencari kesenangan atau sebagai hiburan dan permainan.

  Nichols(dalamYudha,2005: 28) menguraikan bahwa pembelajaran eksplorasi merupakan strategi mengajar yang lebih memfokuskan pada siswa (child centered). Dalam strategi mengajar eksplorasi ini tugas gerak dirancang untuk memungkinkan anak bergerak bebas seperti yang mereka inginkan, dalam batas keamanan yang selalu terjaga. Strategi mengajar ini mampu mengeksplorasi gerak dengan cara yang lebih umum dengan sedikit sekali arahan dari guru. Strategi ini dapat digunakan untuk memperkenalkan konsep, ide-ide dan respon dari anak mengenai materi yang guru berikan selama proses pembelajaran.

  Bermain Eksplorasi (dalam Hartati, 2005: 115) adalah nama lain yang juga digunakan untuk menggambarkan bermain fungsional. Bermain digunakan oleh anak untuk mengeksplorasi lingkungannya. Melalui indera dan aktivitas motorik dalam bermain anak mempelajari dunianya. Anak menggali kemampuan fisiknya dalam hubungannya dengan lingkungannya. Anak menyebabkan suatu kejadian, ia memiliki kekuatan atas dirinya sendiri dan melakukan sendiri dalam dunianya, bahkan kekuatan yang berasal dari luar dunianya dan kejadian yang akan terjadi. Ia membangun konsep tentang benda alam, perubahannya dan sebab akibat yang ditimbulkannya. Anak melibatkan indera tubuhnya dalam dunianya, mengembangkan koordinasi tangan dan mata, mengenali kekekalan benda dan mengeksplorasi konsep ruang dan waktu.

  Hubungan antara bermain eksplorasi dengan kemampuan kognitif ini adalah melalui bermain anak dapat mengembangkan kemampuan kognitifnya. Melalui pengamatan terhadap lingkungan sekitar, anak dapat menilai tentang benda-benda yang ada.

  Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan eksplorasi anak dapat menambah wawasan dan informasi yang lebih luas dan nyata, menumbuhkan rasa ingin tahu yang mendalam, mengenal lingkungan anak dapat mengenal berbagai macam-macam dan jenis-jenis, warna, bentuk, ukuran, rasa dan bunyi.

4. Langkah Bermain Eksplorasi Alam Sekitar

  Dengan Belajar pada Alam Sekitar atau BALS (Rachmawati :2010: 55), anak dapat mengenal berbagai makhluk, warna, bentuk, bau, rasa, bunyi dan ukuran melalui alam.

  Permainan sebagai suatu media yang meningkatkan semua aspek perkembangan anak, khususnya perkembangan kognitif anak. Permainan memungkinkan anak mempraktikkan kompetensi-kompetensi dan keterampilan-keterampilanyang diperlukan dengan cara yang santai dan menyenangkan.

  Langkah bermain eksplorasi alam sekitar menurut peneliti, ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Guru menjelaskan cara bermainnya,

  b. Guru memberikan arahan pada anak apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan serta memperingatkan pada anak tentang alat dan bahan yang akan digunakan

  c. Guru menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan,botol bekas, biji-bijian( kacang hijau, kedelai, jagung dll), dan mencontohkan cara bermainnya.

  d. Setiap anak diberikan tugas untuk melakukan eksplorasi secara bersama-sama seperti yang di contohkan untuk mencari benda yang diminta oleh guru, misalkan biji-bijian. Anak mencari biji-bijian yang sudah disediakan sebanyak mungkin, kemudian anak mengelompokkan sesuai dengan bentuk dan ukurannya.

  e. Setelah terkumpul, anak-anak dapat mengamati, mengevaluasi, dan memanfaatkan biji-bijian tersebut dengan cara membedakan bentuknya, membilang jumlahnya, mengisi botol dengan biji-bijian untuk mengetahui konsep penuh-kosong, berat-ringan dll.

5. Manfaat bermain eksplorasi alam sekitar bagi perkembangan kognitif anak yaitu:

  Dalam Rachmawati (2010: 56) kegiatan eksplorasi akan memberikan kesempatan pada anak untuk memahami dan memanfaatkan olah jajahannya berupa: a. Wawasan informasi yang lebih luas dan lebih nyata,

  b. Menumbuhkan rasa keingintahuan anak tentang sesuatu yang telah ataupun baru diketahuinya, c. Memperjelas konsep keterampilan yang telah dimilikinya,

  d. Memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada, e. Memperoleh pengetahuan tentang bagaimana memahami lingkungan yang ada disekitar, serta bagaimana memanfaatkannya.

  Menurut Moeslichatoen (dalam Rachmawati, 2010: 56) menyatakan bahwa semakin banyak perbendaharaan pengetahuan anak tentang dunia nyata semakin cepat perkembangan kognisi mereka terutama dalam kemampuan berpikir dan kemampuan membuat penilaian. Dengan Belajar pada Alam Sekitar atau BALS, anak dapat mengenal berbagai makhluk, warna, bentuk, bau, rasa, bunyi dan ukuran melalui alam.

  Dalam Yudha (2005:28) manfaat eksplorasi yaitu memungkinkan anak untuk memperoleh peluang kerja mandiri dan menggali kemampuannya sendiri. Selain itu dapat menghasilkan sikap percaya diri yang lebih besar pada diri anak.

  Menurut Mayke (2005: 59) manfaat yang bisa diperoleh dari kegiatan eksplorasi adalah menambah pengetahuan anak dan mendorong untuk mencari tahu hal-hal yang baru. Manfaat kedua adalah mendukung kepribadian yang positif, misalnya saja inisiatif untuk bertindak, bersikap sportif, bersikap tenang menghadapi masalah yang tidak diharapkan dan percaya diri. Manfaat ketiga adalah sebagai alat bantu bagi anak untuk bersosialisasi atau menyesuaikan diri dengan teman-teman.

C. Kriteria Keberhasilan 1. Pedoman Penilaian atau Evaluasi

  Depdiknas (2004: 3) penilaianadalah suatu usaha mengumpulkan dan menafsirkan berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan, menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan serta perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui kegiatan pembelajaran.

  Menurut Yus Anita(2005: 111) pencatatan penilaian dapat menggunakan skala penilaian berupa memuaskan, berhasil, dan belum berhasil atau dengan lambang (○) artinya berhasil melakukan beberapa kriteria yang ditentukan, lambang (√) bisa melakukan separuh dari kriteria yang telah ditentukan dan tanda (x) untuk siswa yang belum dapat memenuhi kriteria yang ditentukan.

  Menurut Kemendiknas (2010: 5) penilaian di Taman Kanak- kanak merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan tingkat pencapaian perkembangan anak dan pengambilan keputusan, pengakuan, atau ketetapan dengan kondisi ( kemampuan anak). Pedoman penilaian Kemendiknas Dirjen Mandas dan Menengah Direktorat Pembina TK (2010: 11) catatan hasil penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada kolom penilaian Rencana Kegiatan Harian (RKH) sebagai berikut : a. Anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator seperti dalam RKH atau dalam melaksanakn tugas selalu dibantu guru, maka dalam kolom penilaian ditulis nama anak dan diberi tanda satu bintang (  ).

  b. Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai indikator seperti yang diharapkan di RKH mendapatkan tanda dua bintang ().

  c. Anak yang berkembang sesuai dengan harapan (BSH) pada indikator dalam RKH mendapat tiga bintang ().

  d. Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti yang diharapkan dalam RKH mendapat tanda empat bintang(  ).

2. Indikator Hasil Belajar

  Kompetensi Dasar merupakan pengembangan potensi-potensi perkembangan pada anak yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan usianya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikator yang dapat diukur dan diamati.

  Hasil belajar merupakan cerminan kemampuan anak yang dicapai dari suatu tahapan pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar.

  Indikator merupakan hasil belajar yang lebih spesifik dan terukur dalam satu kompetensi dasar. Apabila serangkaian indikator dalam suatu kompetensi dasar tercapai, berarti target kompetensi dasar sudah terpenuhi.

  Dalam Kurikulum TK ( Matrik Kelompok B) tahun 2004 terdapat indikator pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar anak dalam aktivitas pembelajaran di sekolah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Indikator Aspek Perkembangan Kognitif No Indikator Aspek Perkembangan Kognitif

  Mengelompokkan benda dengan berbagai cara yang diketahui

  1

  anak. Misalnya: menurut warna, bentuk, dan ukuran menggunakan biji-bijian. Membilang / menyebut urutan bilangan 1-20 menggunakan biji

  2

  kacang tanah Mengenalberat-ringan, banyak-sedikit, sama-tidak sama

  3

  menggunakan biji-bijian Sumber. Kurikulum TK 2004 D.

   Kerangka Pikir

  Sebagai suatu proses berfikir, mengatasi pengalaman atau masalah baru terhadap situasi yang dihadapi. Tingkah laku kognitif ini merupakan produk atau hasil dari penerapan strategi berfikir, mengatasi masalah-masalah baru secara cepat dan kreatif. Dengan demikian pendidikan seharusnya membantu anak untuk menemukan bakat dan kreativitas yang tersembunyi dalam diri anak.

  Dari hal tersebut, peneliti melakukan observasi sebelum melakukan penelitian pada kondisi awal pembelajaran di TK tersebut masih monoton dan membosankan bagi anak. Sehingga kemampuan kognitif anak kurang berkembang sesuai tahap perkembangannya, kurangnya pendekatan atau interaksi antara guru dan anak menjadikan pembelajaran kurang menyenangkan. Anak terlihat kurang memperhatikan dan merespon guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung.

  Dengan Belajar pada Alam Sekitar atau BALS (Rachmawati :2010: 55), anak dapat mengenal berbagai makhluk, warna, bentuk, bau, rasa, bunyi dan ukuran melalui alam. Anak juga dapat meniru dan membuat duplikasi alam sesuai imajinasi dan kemampuannya. Melalui bermain eksplorasi alam sekitar anak dapat berinteraksi langsung dengan benda

  • – benda yang dapat menarik rasa ingintahunya dan mencari tahu sendiri tentang benda tersebut, dan pembelajaran yang diberikan tidak monoton dan tidak membosankan anak, kegiatan ini akan menuntut siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga anak merasa senang dan tertarik dengan alam.

  Bagan Alur Kerangka Pikir PERENCANAAN Kondisi Awal

  Perkembangan kognitif perbaikan dengan Kemampuan Kognitif kegiatan bermain

siswa melalui kegiatan

  Belum Optimal eksplorasi

eksplorasi alam sekitar

  Siklus I

Observasi

Mengajak anak Refleksi

  

Perkembangan kognitif

bereksplorasi Guru mengajak anak

melalui bermain

atau bermain menceritakan kembali

eksplorasi alam sekitar

menggunakan apa yang telah

mulai berkembang

biji-bijian dilakukan

  Siklus II Observasi Refleksi Mengajak anak Perkembangan kognitif Terjadi bermain eksplorasi melalui bermain peningkatan menggunakan benda- eksplorasi hsilnya terhadap benda yang sudah berkembang kemampuan disediakan guru kognitif pada yaitu biji-bijian kemampuan anak

E. Hipotesis Tindakan

  Hipotesis penelitian tindakan kelas yang diajukan yaitu penerapan metode bermain eksplorasi alam sekitar dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak kelompok B1 RA Al Khairiyah Banjarsari Kidul Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas Semester Genap Tahun Ajaran 2013-2014.