BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Sosial Emosional Anak 1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini - Suharyati BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkembangan Sosial Emosional Anak 1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini Menurut Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini tingkat pencapaian perkembangan menggambarkan

  pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dicapai anak pada rentang usia tertentu. Perkembangan anak yang dicapai merupakan integrasi aspek pemahaman nilai-nilai agama dan moral, fisik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional. Pertumbuhan anak yang mencakup pemantauan kondisi kesehatan dan gizi mengacu pada panduan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan deteksi dini tumbuh kembang anak.

  Perkembangan dapat diartikan dengan serangkaian perubahan-perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.

  Perkembangan (development) menitik beratkan pada bertambahnya (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramaikan, sebagai hasil dari proses pematangan. Hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh dan organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat menjalankan fungsinya. Jadi perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang melainkan sutau proses intregasi dari banyak struktur dan fungsi yang komplek.

  Menurut Suyadi (2010:108) Perkembangan sosial adalah tingkat jalinan interaksi anak dengan orang lain mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas. Sementara perkembangan emosional adalah luapan perasaan ketika anak berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian perkembangan sosial emosional adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.

  Perkembangan sosial pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi,pikiran dan perilakunya. Perkembangan sosial adalah proses dimana anak mengembangkan ketrampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan, meningkatkan pemahamannya tentang orang diluar dirinya juga belajar penalaran moral dan perilaku. Perkembangan emosi berkaitan dengan cara anak memahami, mengekspresikan dan belajar mengendalikan emosinya seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. (Materi PLPG PAUD, 2013:480).

  Jadi kesimpulannya kemampuan sosial adalah kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa perkembangan sosial emosional tidak dapat dipisahkan satu sama lain, dengan kata lain membahas perkembangan emosi harus bersinggungan dengan perkembangan sosial anak. Demikian pula sebaliknya, membahas perkembangan sosial harius melibatkan emosional. Sebab keduanya terintegrasi dalam bingkai kejiawaan yang utuh.

  Emosi adalah kondisi kejiawaan manusia. Karena sifatnya psikis atau kejiawaan, maka emosi hanya dapat dikaji melalui letupan-letupan emosional atau gejala-gejala dan fenomena-fenomena, seperti kondisi sedih, gembira, gelisah, benci dan sebagainya. Namun kondisi emosi masing-masing anak berbeda-beda.

  Oleh karena itu, memberikan permainan untuk mengasah emosi anak juga berbeda-beda Shapiro dalam Suyadi (2010:109).

  Menurut Muhibin dalam Nugraha (2005 : 1.13) Perkembangan sosial merupakan proses pembentukan pribadi dalam masyarakat yakni pribadi dalam keluarga, budaya dan bangsa. Perubahan sosial utama terjadi pada saat anak mulai sekolah, anak mulai berhubungan dengan orang dewasa menjadi hubungan dengan anak-anak sebaya lain. Pada anak-anak tertentu perubahan ini menjadi lebih sulit dibandingkan dengan anak lainnya. Karena anak sudah mulai belajar bersaing dan bekerjasama, belajar menerima atau menolak standar perilaku dan akan mengalihkan hubungan serta mengikuti kelompok atau geng.

  Pada masa awal hidup manusia, yang disebut dengan anak usia dini, akan mengembangkan rasa kepercayaan pada lingkungan. Dengan memberikan perawatan dengan penuh kelembutan, kasih sayang, dan perhatian yang konsisten anak akan mengembangkan kepercayaan pada lingkungan. Anak yang merasa percaya pada lingkungan akan dapat mengembangkan persahabatan dan kedekatan dengan orang lain.

  Ketika mulai tergabung dalam kelompok bermain dan Taman Kanak- Kanak, anak usia pra-sekolah akan belajar mengembangkan interaksi sosialnya dengan lebih luas. Tidak hanya dengan anggota keluarga yang lain tetapi juga terhadap guru, teman sebaya beserta anggota keluarga taman tersebut.Agar sukses dalam beradaptasi denganlingkungan hidup pergaulan yang makin luas tersebut tentu saja keterampilan anak harus dilatih. Sesuai dengan tugas perkembangan anak, maka kegiatan bermain merupakan sarana yang paling tepat untuk mengembangkan keterampilan sosial anak.

  Sebagai dasar pembelajaran dan mengembangkan sosial anak, seorang pendidik atau orang tua harus mengetahui karakter dasar perkembangan sosial anak agar pembelajaran dan umpan balik yang diberikan pada anak sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai

  

squence dari perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk

  menjadi mahluk sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku-engkau atau hubungan subjek-objek (Nurihsan, 2007:166).

  Pola pertama anak cenderung menarik diri secara tegas dari lingkungannya, mereka senang menyendiri dan cenderung inovert yaitu berorientasi ke dalam dirinya. Pola kedua anak tersebut merespons kehidupan yang ada di lingkungannya secara aktif. Adapun pola ketiga anak cenderung pasif, kurang merespons terhadap kehidupan yang terjadi di lingkungan yang ada di sekitarnya.

  Menurut Nurihsan (2007:154) Emosi itu dapat didefinisikan sebagai suatu susasana yang kompleks (a kompleks feeling state) dan getaran jiwa (a strid

  

up state ) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadinya perilaku.

  Gejala-gejala seperti takut, cemas, marah, dongkol, iri, cemburu, senang, kasih sayang, simpati, merupakan beberapa proses manifestasi dari keadaan emosional pada diri seseorang.

  Aspek emosional dari suatu perilaku pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel, yaitu : rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila mengalami emosi (the

  

organismic variable ), dan pola sambutan ekspresi atas terjadinya pengalaman

  emosional itu (the response variable). Yang mungkin dapat diubah dan dipengaruhi atau diperbaiki (oleh para pendidik dan guru) adalah variabel pertama dan ketiga (the stimulus-response variables), sedangkan variabel kedua tidak mungkin karena merupakan proses fisiologis yang terjadi pada organisme secara mekanis.

  Selanjutnya ada dua dimensi emosional yang sangan penting diketahui para pendidik, terutama para guru, ialah : (1) senang tidak senang (pleasent-

  unpleasent ) atau suka tidak suka(like-dislike) dan(2) intensitas dalam term kuat-

  lemah (strength-weakness) atau halus kasarnya atau dalam dangkalnya emosi tersebut. Hal-hal itu penting karena dapat memberikan motivasi pengarahan dan integritas perilaku seseorang, disamping mungkin pula akan merupakan hambatan-hambatan yang bersifat fatal (ingat bentuk-bentuk perilaku yang frustasi.

  Jadi kesimpulannya, emosi adalah merupakan kata yang digunakan untuk mengurai suatu status kegusaran pada organisme yang ditandai dengan adanya gangguan darimperasaan serta perubahan fisiologis. Emosi yang khusus ditunjukan melalui marah, takut, sedih, serta senang. Rentang emosi tidak saja terdiri dari perasaan yang penuh kuasa dan keras anak tetapi juga status emosional sedang sampai tenang.

  Peningkatan pertumbuhan anak, perilaku emosional tampaknya juga lebih terintegrasi secara baik. Anak mampu untuk mengendalikan dan menguasai impuls emosi dalam tingkat yang lebih besar sehingga, anak mampu menggunakan emosi secara spontan serta untuk keperluan meningkatkan kehidupan 2.

   Ciri-ciri Perkembangan Sosial Dan Emosional Anak Usia Dini

  Perkembangan sosial dan emosional meliputi kemampuan komunikasi, memahami diri sendiri dan orang lain, kemampuan untuk mengendalikan emosi atau perasaan, bersimpati dan berempati terhadap orang lain, membangun interaksi sosial yang hangat dan berkualitas dengan orang lain, serta mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang penuh penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain serta sesuai dengan aturan masyarakat disekitarnya.

  Perkembangan emosi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan individu dalam kehidupan. Meskipun seorang anak memiliki kemampuan intelektual/kognitif yang sangat baik, tetapi bila kemampuan emosional tidak baik anak tersebut akan mengalami hambatan dalam pergaulan dan kehidupan.

  Hurlock dalamSuyadi (2010:110) secara umum pola perkembangan emosi anak meliputi 9 apek yaitu rasa takut, malu, khawatir, cemas, marah, cemburu, duka cita, rasa ingin tahu dan rasa gembira.

  Seperti halnya orang dewasa, anak usia 3-4 tahun telah mampu mengekspresikan perasaannya. Setiap saat, anak mencoba mencari perhatian kita dengan berbagai macam bentuk reaksi emosional seperti marah, senang ataupun sedih.Anak-anak yang memiliki kemampuan emosional yang baik terlihat lebih mandiri, memiliki kemauan yang keras penuh percaya diri memiliki tujuan-tujuan tertentu.

  Perkembangan sosial dan emosional memiliki arti yang sama penting dengan perkembangan kognitif atau motoriknya. Pada dua tahun pertama bayi serta batita telah mampu menunjukkan tempat ekspresi emosional dasar yaitu : bahagia,sedih, marah dan takut. Seiring pertambahan usiannya, anak akan belajar mengembangkan ekspresinya, emosi lainnya, seperti rasa malu,rasa bangga, rasa bersalah, merasa dihina, serta kecewa.

  Pada usia pra sekolah anak pada tahap ini mulai belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai disertakan sebagai individu, misalnya turut serta merapikan tempat tidur atau membantu orang tua didapur. Anak mulai memperluas pergaulannya, misalnya menjadi aktif di luar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan sodara untuk menang sendiri.

  Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara ayah, ibu, anak sangat penting untuk membina kemantapan identitas diri.

  Orang tua dapat melatih anak untuk mengintegrasikan peran-peran sosial dan tanggung jawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orang tua atau orang lain terlalu berlebihanmaka dapat mengakibatkan anak aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan bersalah.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

  Menurut Yusuf (2011:21) hereditas merupakan totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki oleh individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.setiap individu dilahirkan kedunia dengan membawa hereditas tertentu.

  Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Seberapa jauh perkembangannya, bergantung pada kualitas hereditas dan lingkungan yang mempengaruhinya. Lingkungan merupakan faktor penting disamping hereditas yang menentukan perkembangan individu,

  Menurut Yusuf (2011:36) berpendapat dalam nada yang sama bahwa “keluarga merupakan unsur sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat didunia atau suati sistem sosial yang terpancang atau terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar”. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi prbadi dan anggota masyarakat yang sehat. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya baik fisik, biologis, maupun sosiologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya yaitu perwujudan diri.

  Kelas sosial atau status ekonomi juga menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak usia dini. Maccoby dkk dalam Yusuf (2011:53) telah membandingkan orang tua kelas menengah dan atas dengan kelas bawah atau pekerja hasilnya menunjukkan bahwa orang tua kelas bawah atau pekerja cenderung sangat menekankan kepatuhan dan respek tehadap otoritas, lebih keras dan otoriter, kurang memberikan alasan kepada anak, kurang bersikap hangat dan memberikan kasih sayang terhadap anak.

  Tikunas dalam Yusuf (2011:53) mengemukakan pendapat Becker, Deutsch, Kohre dan Seldom, tentang kaitan antara kelas sosial dengan cara atau tekhnik orang tua dalam mengatur anak, yaitu bahwa : kelas bawah cenderung lebih keras dalam “toilet training” dan lebih sering menggunakan hukuman fisik, dibandingkan dengan kelas menengah. Anak-anak dari kelas bawah cenderung lebih agresif, independent dan lebih awal dalam pengalaman seksual, untuk kelas menengah cenderung lebih memberikan pengawasan dan perhatiannya sebagai orang tua. Para ibunya merasa bertanggung jawab terhadap tingkah laku anak- anaknya dan menerapkan kontrol yang lebih halus.

  Mereka mempunyai ambisi untuk memperoleh status yang lebih tinggi dan menekan anak untuk mengejar statusnya melalui pendidikan atau latihan profesional. kelas atas cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi dan bisaanya senang mngembangkan apresiasi estetikanya. Anak – anaknnya cenderung memiliki rasa percaya diri dan cenderung bersikap memanipulasi aspek realitas.

4. Tahap perkembangan sosial emosional

  Telah diuraikan di muka bahwa perkembangan dimulai sejak masa konsepsi dan berakhir menjelang kematian. Perkembangan yang begitu panjang ini, oleh para ahli dibagi-bagi atas fase-fase atau tahap perkembangan. Penentuan fase atau tahap-tahap tersebut didasarkan atas karakteristik utama yang menonjol pada periode waktu tertentu.

  Perkembangan tahap perkembangan yang paling tua, dikemukakan oleh Aristoteles seorang filosof Yunani yang hidup antara tahun 384 sampai 322 sebelum masehi. Aristoteles dalam Nana Syaodih (2009:117) membagi masa perkembangan menjadi tiga tahap, yaitu : masa kanak-kanak (0 – 7 tahun), masa anak (7 – 14 tahun), masa remaja (14 – 21 tahun) setelah itu adalah masa dewasa.

  Menurut Hildayani dkk dalam harter (2005:2.4) Terdapat perubahan dalam pemahaman diri antara usia 5 dan 7 tahun, perubahan itu terjadi dalam tiga langkah, yang secara actual membentuk kemajuan yang kontinu, adapun tahap- tahap sebagai berikut: a.

  Pernyataan tentang diri merupakan single representation artinya pernyataan yang dibuat anak merupakan satu dimensi yang terpisah-pisah. Pemikiran anak melompat dari ide khusus ke ide khusus lainnya tanpa hubungan yang logis. b.

  Tahap representational mapping anak mulai menghubungkan satu aspek dengan aspek yang lain dalam dirinya. Bagaimanapun hubungan logis yang dibuat antara bagian-bagian dari gambaran dirinya masih diekspresikannya dalam cara yang sepenuhnya positif dan bersifat hitam putih.

  c.

  Tahap representational system mengambil tempat pada usia sekolah ketika anak mulai mengintegrasikan ciri-ciri khusus dari diri kedalam konsep yang umum dan multidimensional. Penggambaran diri secara hitam putih menurun dan diskripsi diri menjadi lebih seimbang.

  Donald B.Helms dan Jeffrey S. Turner (1981:28) memberikan urutan lengkap dari perkembangan individu, yaitu : masa pranatal atau sebelum lahir dari masa konsepsi sampai lahir, bayi 0 – 2 tahun, kanak-kanak 2 – ¾ tahun, anak kecil ¾ - 5/6 tahun, anak 6 – 12 tahun, remaja 12 – 19 tahun, dewasa muda 19 – 30 tahun, dewasa 30 – 65 tahun dan usia lanjut 65 ke atas.

B. Metode Bercerita di Taman Kanak- kanak 1. Pengertian Metode Bercerita Bagi Anak TK

  Menurut Masitoh (2008:10.8) metode bercerita merupakan salah satu strategi pembalajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak Tk dengan membawakan cerita kepada ank secara lisan. Menurut Dhieni (2008:6.5) metode bercerita adalah suatu cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik taman kanak-kanak.

  Menurut Moeslihatun (2004:157) metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengundang perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak TK.Bila isi cerita itu dikaitkan dengan dunia kehidupan anak TK, maka mereka dapat memahami isi cerita itu, mereka akan mendengarkannya dengan penuh perhatian dan dengan mudah dapat menangkap isi cerita.

  Dunia kehidupan anak itu penuh suka cita, maka kegiatan bercerita harus diusahakan dapat menberikan perasaan gembira, lucu dan mengasyikan. Dunia kehidupan anak-anak itu dapat berkaitkan dengan lingkungan keluarga, sekolah,masyarakat. Kegiatan bercerita diusahakan menjadi pengalaman bagi anak TK yang bersifat unik dan menarik yang menggetarkan perasaan anak dan memotivasi anak untuk mengikuti cerita itu sampai selasai.

  Seperti telah dikemukakan untuk menjadi seorang guru TK yang pandai bercerita dengan baik memang diperlukan persiapan dan latihan. Persiapan yang penting antara lain penguasaan isi cerita secara tuntas serta ketrampilan menceritakan cukup baik dan lancar. Untuk terampil bercerita guru harus selalu berlatih dalam irama dan modulasi suara secara terus menerus dan intensif. Agar dapat menarik perhatian anak dalam bercerita, guru dapat menggunakan bermacam perlengkapam panggung yang mengundang perhatian anak karena guru dengan menggunakan perlengkapan tersebut dapat menciptakan situasi emosional sesuai dengan tema cerita.

  Bagaimana guru memilih cerita yang baik, yang cocok dengan kehidupan anak, sehingga dapat mengundang perhatian anak secara utuh? Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pemilihan cerita yang baik. Pertama, cerita itu harus menarik dan memikat perhatian guru itu sendiri. Kalau cerita itu menarik dan memikat perhatian, maka guru akan bersungguh-sungguh dalam menceritakan kepada anak secara mengasyikan. Kedua, cerita itu harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya, dan bakat anak supaya memiliki daya tarik terhadap perhatian anak dan keterlibatan aktif dalam kegiatan bercerita. Ketiga, cerita itu harus sesuai dengan tingkat usia dan kemampuan mencerna isi cerita anak usia TK. Cerita itu harus cukup pendek dalam rentangan jangkauan waktu perhatian anak. Kepada anak usia dini, guru tidak dapat menuntut anak untuk aktif mendengarkan cerita guru dalam waktu yang lama diluar batas waktu ketahanan untuk mendengar.

  Agar kegiatan bercerita dapat dilaksanakan secra efektif, kelompok anak peserta kegiatan harus dalam kelompok kecil. Anak-anak usia dini dalam kegiatan bercerita ingin dekat sekali dengan guru sehingga dapat menanggapi cerita guru baik secara verbal dan fisik yang kadang-kadang sulit dilaksanakan bila kelompoknya besar. Bercerita dapat dilaksanakan daengan menyuruh anak-anak duduk dilantai, terutama bila lantainya diberi tikar atau karpet, mereka menganggap pengaturan semacam itu lebih memberikan iklim yang menyenangkan dan ketenangan.

2. Manfaat Bercerita Bagi Anak TK

  Menurut Bachri (2005:11) bercerita dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak sebab dalam kegiatan bercerita anak mendapat tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya atau jika seandainya bukan merupakan hal baru tentu akan mendapatkan kesempatan untuk mengulang kembali ingatan akan hal yang pernah di dapat atau dialaminya. Tambahan pengalaman tersebut tentu akan memperluas wawasan anak, sementara itu cara berfikir anak juga akan mendapat tambahan dengan pengenalan dan penambahan logika-logika atas cerita yang didengarnya. Semakin terlatih kemampuan berlogika melalui cerita yang didengarnya anak akan memiliki cara berfikir yang lebih luas.

  Menurut Moeslihatun (2004:169) bercerita memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan melalui mendengar akan memperoleh bermacam-macam informasi tentang pengetahuan, nilai dan sikap untuk dihayati dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bila anak berlatih untuk mendengarkan dengan baik maka ia akan terlatih untuk menjadi pendengar yang kreatif dan kritis. Pendengar yang kreatif mampu menemukan pemikiran- pemikiran baru berdasarkan apa yang didengar, sedangkan pendengar kritis mampu menemukan ketidaksesuaian antara apa yang didengar dan yang dipahami.

  Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik serta dapat menggetarkan perasaan, membangkitkan semangat dan menimbulkan keasikan sendiri memungkinkan mengembangkan dimensi perasaan anak TK. Guru yang pandai bertutur dalam bercerita akan menjadikan perasaan anak larut dalam kehidupan imajinatif ia merasa sedih jika tokoh dalam cerita yang disakiti, ia merasa senang jika tokoh yang lain melindungi dan suka menolong.

  Menurut Tadkiroatun Musfiroh (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat bercerita sebagai berikut : a.

  Membantu pembentukan pribadi dan moral anak.

  b.

  Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi.

  c.

  Memacu kemampuan verbal anak d. Merangsang minat menulis anak.

  e.

  Merangsang minat baca anak.

  f.

  Membuka cakrawala pengetahuan anak.

3. Tujuan Bercerita Bagi Anak TK.

  Sesuai dengan manfaat penggunan metode bercerita bagi anak TK yang telah dikemukakan, kegiatan bercerita merupakan salah satu cara yang ditempuh guru untuk memberi pengalaman belajar agar anak memperoleh pengalaman isi cerita yang disampaikan lebih baik. Melalui bercerita anak menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. Penuturan cerita yang sarat informasi atau nilai-nilai itu dihayati anak dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  Menurut Hidayat dalam Bachri (2005:11) tujuan pembelajaran dengan bercerita dalam program kegiatan di TK adalah :

  1. Mengembangkan kemampuan dasar untuk mengembangkan daya cipta dalam pengertian membuat anak kreatif yaitu lancar, fleksibel dan orisinal dalam bertutur kata, berfikir serta berolah tangan dan berolah tubuh sebagai latihan motorik halus dan motorik kasar.

2. Pengembangan kemampuan dasar dalam pengembangan bahasa agar anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungan.

  Menurut Muslichatun (2004:171) kegiatan bercerita anak dibimbing mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita guru yang bertujuan untuk memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral dan keagamaan, pemberian informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial.

  Lingkungan fisik itu meliputi segala sesuatu yang ada disekitar anak yang non manusia, dalam kaitan lingkungan fisik melalui bercerita anak memperoleh informasi tentang binatang, peristiwa yang terjadi dalam lingkungan anak, bermacam-macam makanan, pakaian, perumahan, tanaman yang terdapat dilinghkungan rumah, sekolah kejadian di rumah dan jalan. Sedangkan informasi tentang lingkungan sosial meliputi orang yang ada dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, dalam masyarakat tiap orang memiliki pekerjaan yang harus dilakukan setiap hari yang memberikan pelayanan jasa kepada orang lain atau menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

  Pendapat diatas dikuatkan dengan pendapat dari Masitoh (2006:10.6) yaitu tentang tujuan kegiatan bercerita bagi anak TK yaitu : 1)

  Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai social, moral dan agama yang terkandung dalam sebuah cerita, sehingga mereka dapat menghayatinya dan menjalankan dalam kehidupan sehari-hari. 2)

  Guru dapat memberikan informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang perlu diketahui oleh siswa.

  Tujuan bercerita adalah agar anak mampu mendengarkan dengan baik, dapat bertanya apabila ada yang kurang dipahami, berkomentar, menjawab pertanyaan, selanjutnya mampu menceritakan dan mengekspresikan kembali, maka nilai-nilai tertanam di jiwa anak seiring perkembangannya.Tujuan dan manfaat metode bercerita di Taman Kanak-Kanak adalah melatih daya serap, daya tangkap, daya pikir, daya konsentrasi dan daya imajinasi dan fantasi anak, sekaligus membantu perkembangan berbahas anak dalam berkomunikaasi, dalam kondisi anak senang, nyaman, antusias penuh perhatian.

  Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan dan kebisaaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak.Bahasa berpengaruh besar pada perkembangan pikiran anak.Arti pentingnya cerita bagi pendidikan anak usia dini, tidak dapat dilepaskan dari kemampuan guru dalam mengemas nilainilai luhur dalam kehidupan dalam cerita, yang sebenarnya menjadi tolak ukur kebermaknaan bercerita.

  Dalam kegiatan bercerita anak dibimbing mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan cerita guru yang bertujuan untuk memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral dan keagamaan. Pemberian informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik itu meliputi segala sesuatu yang ada disekitar anak yang non-manusia. Dalam kaitan lingkungan fisik melalui bercerita anak memperoleh informasi tentang binatang, peristiwa yang terjadi dari lingkunga anak, bermacam pakaian, makanan, perumahan, tanaman tang terdapat dihalaman rumah, sekolah, kejadian dirumah dan dijalan. Sedang informasi tentang lingkungan sosial meliputi : orang yang ada dilingkungan keluarga, disekolah dan dimasyarakat.

  Bermacam nilai sosial, moral dan agama dapat ditanamkan melalui kegiatan bercerita. Nilai-nilai sosial yang dapat ditanamkan kepada anak TK yakni bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam hidup bersama dengan orang lain. Dalam hidup bersama orang lain harus ditanamkan saling menghormati, saling menghargai hak orang lain, saling membutuhkan, menyadari tanggung jawab bersama, saling menolong.Jadi dapat diambil kesimpulan tujuan dari metode bercerita diantaranya : a.

  Melatih daya tangkap anak b. Melatih daya pikir c. Melatih daya konsentrasi d. Membantu perkembangan fantasi/imajinasi anak e. Menciptakan suasana menyenangkan dan akrab didalam kelas 4.

   Kelebihan dan kekurangan Metode Bercerita

  Setiap metode pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan,untuk itudengan adanya metode yang bervariasi dapat membantu pencapaian pembelajaran.Kelebihan metode bercerita antara lain sebagai berikut : a.

  Dapat menjangkau jumlah anak yang relative lebih banyak b. Waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien c. Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana d. Guru dapat menguasai kelas dengan mudah.

  e.

  Secara relative tidak banyak memerlukan biaya.

  Kekurangan Metode Bercerita yaitu : a. Anak didik menanjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atao menerima pejalasan guru b.

  Kurang merangsang perkembangan kreativitas dan mengutarakan pendapatnya.

  c.

  Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda dan masih lemah sehingga sukar memahami isi cerita

d. Cepat menumbuhkan rasa bosan apa bila penyajianya kurang baik.

5. Media Pembelajaran Anak Usia Dini a. Pengertian Media

  Kata “media” berasal dari bahasa latin “medius” yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa arab media adalah perantara atau pengantar pean dari mengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 20017:3).

  Heinich, dkk dalam Arsyad (2007:4) mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Seperti televisi, film, foto, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan- bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.

  Gagne dan Briggs dalam Arsyad (2007:4) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

  Anitah Sri (2009:1) Kata media bersal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat. Media juga dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi.

  Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan membantu efektifitas proses pembelajaan dan menyampaikan pesan isi pelajaran.

  Selanjutnya akan dapat membantu anak (siswa) meningkatnkan pemahaman, penyajian data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi.

  Kegiatan bercerita dengan menggunakan media atau alat peraga, berarti guru menyajikan pada anak didik agar lebih menarik perhatian dan ketertariakan anak untuk menyimak proses bercerita berlangsung, sehingga diharapkan anak- anak mampu menyerap cerita sekaligus nilai-nilai mengendap pada jiwanya.

  Pengalaman emosional dan intelektual anak pada saat menyimak cerita sedang berlangsung, membekali anak dengan sesuatu yang bermanfaat bagi hudupnya, karena cerita menyajikan konsep yang membuat anak lebih memahami hidup dan permasalahannya. Cerita menjadi menarik bagi anak karena meyerupai hidup yang sebenarnya, tetapi tidak sama dengan kehidupan itu sendiri.(Sudjiman, 1991 dalam Takdiroatun Musfiroh. 2005:38)

  Sebagaimana cerita untuk orang dewasa, maka cerita anak tetap memiliki unsur-unsur utama perkembangan fiksi, seperti tema dan amanat, tokoh, alur, setting, sudut pandang dan sarana kebahasaan. Unsur-unsur tersebut diolah sedemikian rupa sehingga tetap tercerna oleh anak (Takdiroatun Musfiroh, 2005:38) b.

   Fungsi Media

  Media pembelajaran dan metode mengajar adalah dua unsur yang amat penting. Kedua aspek ini saling berkaitan pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai meskipun masih ada berbagai aspek yang harus diperhatikan dalam memilih media. Salah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

  Menurut Lavie dan Lentz dalam Arsyad (2005:17) mengemukakan 4 (empat) fungsi media pembelajaran khususnya media visual yaitu : 1)

  Fungsi Atensi media visual merupakan inti, menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. 2)

  Fungsi Afektif media visual dapat terlihar dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual menggugah emosi dan sikap siswa misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

  3) Fungsi Kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

  4) Fungsi Kompensatoris media visual media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali dengan kata lain media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.

  Menurut Dale dalam Arsyad (2005:23) mengemukakan bahwa bahan- bahan audio visual dapat memberikan banyak manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hubungan guru, siswa tetap merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan modern saat ini. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pembelajaran dengan bantuan media apasaja agar manfaat berikut ini dapat terekalisasi.

  1) Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas

  2) Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa

  3) Menunjukkan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan minat siswa dengan meningkatnya motifasi belajar

  4) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa

  5) Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi beragai kemampuan

  6) Mendorong kemanfaatan yang bermakna dari mata pelajarandengan jalan melibatkan imajinasidan partisipasi aktif yang membangitkan meningkatnya hasil belajar

  7) Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari

  8) Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan

  9) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran non verbalistik dan membuat generalisasi yang tepat

  10) Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan sistem gagasan yang bermakna.

  Menurut Sudjana dan Rifai dalam Arsyad (2005:25) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu : 1)

  Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar 2)

  Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran

  3) Metode mengajar akan lebih bervariasi tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran

  4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga aktifitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan beberapa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar sebagai berikut : 1)

  Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi 2)

  Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motovasi belajar 3)

  Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu 4)

  Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa dilingkungan mereka serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat.

c. Alat Peraga Boneka jari

  Bercerita dengan menggunakan Boneka Jari adalah gambar (tokoh cerita) dibuat lalu ditempel pada jari tangan. Dalam memainkan peran tokoh cerita jari tangan harus terampil.

1. Cara membuat :

  1) Mencari gambar, boneka ukuran kecil sebagai tokoh dalam cerita yang ada binatang atau boneka orang-orangan

  2) Gambar binatang dan boneka orang-orangan yang dengan ukuran kecil diikat dengan pita atau bentuk cincin (karet)

  2. Cara menggunakan; 1)

  Sarung tangan kita pakai 2)

  Kita ambil gambar tokoh atau boneka yang akan digunakan untuk kegiatan bercerita dimasukkan dalam jari secara bergantian menurut alur cerita.

  3. Langkah-langkah Kegiatan Bercerita Pengalaman belajar melalui penuturan cerita diberikan oleh guru telebih dahulu menetapkan menetapkan rancangan langkah-langkah yang harus dilalui dalam bercerita. Bentuk cerita mana yang dipilih pada dasarnya langkah-langkah kegiatannya sama. Sesuai dengan rancangan tema dan tujuan maka ditetapkan langkah sebagai berikut : 1)

  Mengkomunikasikan tujuan dan tema dalam kegiatan bercerita kepada anak Tujuan bercerita sebagaimana telah ditetapkan adalah untuk menanamkan sikap peka dan tanggap terhadap penderitaan orang lain, suka menolong dan mencintai orang lain

  2) Mengatur tempat duduk anak

  Apakah sebagian anak atau seluruhnya yang ikut mendengarkan cerita dan apakah harus duduk di lantai diberi alas tikar atau karpet atau duduk di kursi dengan formasi setengah lingkaran, kemudian mengatur bahan dan alat yang dipergunakan sebagai alat bantu bercerita dengan bentuk bercerita yang dipilih

  3) Merupakan pembukaan kegiatan bercerita

  Guru menggali pengalaman-pengalaman anak dengan kaitan peristiwa yang akan diytuturkan guru.

4) Merupakan pengembangan cerita yang dituturkan guru.

  Guru menyajikan fakta-fakta disekitar kehidupan anak. 5)

  Bila guru telah menyajikan langkah ketiga dan keempat secara lancar maka guru menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan anak dengan cara memberikan gambaran anak- anak yang bernasib baik kemudian guru menggambarkan penderitaan tokoh cerita. Selanjutnya guru merancang upaya untuk menyentuh hati nurani anak-anak supaya mau berteman dan tidak memilih-milih teman.

  6) Merupakan langkah penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita dalam tokoh tersebut dan dapat merubah tingkah laku anak dari yang sombong dan tidak mau berteman menjadi rendah hati dan dapat menahan emosi.

C. Kriteria Keberhasilan 1. Pedoman Penilaian

  Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilai adalah hasil belajar anak didik.Hasil belajar anak didik pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang pengembangan Nilai-nilai Agama dan Moral, Kemampuan berbahasa, Kognitif, Fisikmotorik dan sosial emosional.

  Berbagai alat penilaian yang dapat digunakan untuk memperoleh gambaran perkembangan anak.

  a. portofolio yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak yang dapat menggambarkan sejauhmana ketrampilan anak berkembang.

  b.

  Unjuk kerja (performance) merupakan penilaian yang dapat diamati, misalnya praktek menyanyi, olahraga, mempelajari sesuatu.

  c.

  Penugasan (project) merupakan tugas yang haarus dikerjakan anak yang memerlukan waktu yang relatif lama dalam pengerjaannya. Misalnya melakukan percobaan menanam biji.

  d.

  Hasil karya (product) merupakan hasil kerja anak setelah melakukan sesuatu kegiatan.

  Menurut Depdiknas (2004:6) guru melaksanakan penilaian dengan mengacu pada kemampuan (indikator) yang hendak dicapai dalam satu satuan kegiatan yang direncanakan dalam tahapan waktu tertentu dengan memperhatikan prinsip penilaian yang telah ditentukan. Penilaian dilakukan seiring dengan kegiatan pembelajaran. Guru tidak secara khusus melaksanakan penilaian, tetapi ketika pembelajaran dan kegiatan bermain berlangsung, guru dapat sekaligus melaksanakan penilaian. Dalam pelaksanaan penilaian sehari-hari, guru menilai kemampuan (indikator) yang hendak dicapai seperti yang telah diprogramkan dalam satuan kegiatan harian.

  Menurut Depdiknas (2004:6-7) pencatatan hasil penilaian harian, pelaksanaannya adalah catat hasil penilaian perkembangan anak pada kolom penilaian di Satuan Kegiatan Harian (SKH). Apabila ada anak yang belum sesuai dengan yang diharapkan dan belum dapat memenuhi kemampuan (indikator) seperti apa yang diharapkan dalam SKH, maka pada kolom tersebut dituliskan nama anak dan diberi tanda lingkaran kosong ( o ). Dan juka ada anak yang perilakunya sudah sesuai dengan apa yang diharapkan dan sudah dapat menunjukan kemampuan melebihi kemampuan (indikator) yang tertuang dalam SKH, maka pada kolonm penilaian tersebut guru menuliskan tanda lingkatran penuh ( ) dan menuliskan nama anaknya. Lingkaran penuh ( ) dapat digunakan

  ● ●

  juga untuk menunjukan bahwa anak aktif dalam pembelajaran serta anak mampu dalam menyelesaikan tugas tanpa dibaantu lagi oleh guru. Tanda Check List (

  )

  dapat digunakan jika semua anak menunjukan kemampuan sesuai indikator yang tertuang dalam SKH namun masih dibimbing guru.

  Menurut Anita Yus (2011:88) skala penilaian juga sering digunakan untuk pencatatan hasil pengamatan. Skala penilaian memuat daftar kata-kata atau pernyataan mengenai tingkah laku, sikap dan kemampuan siswa. Skala penilaian ada yang berbentuk bilangan, huruf dan ada yang berbentuk uraian. Skala yang berbentuk bilangan terdiri dari pernyataan atau kata lainnya dan disebelahnya disediakan bilangan terntentu, misalnya 1-5, pengamat tinggal memberi tanda cek ( √ ) pada kolom salah satu perilaku yang muncul dan lajur skala atau angka yang diamati. Skala penialian sebagai alat penilaan tentu berisi aspek-aspek yang diamati disesuaikan dengan kegatan pelaksanaan program yang dilakukan. Skala penilaian berbentuk uraian juga terdiri dari penyataan atau bentuk kemampuan disatu sisi dan disebelahnya disediakan kolom titik untuk di isi oleh pengamat dalam bemntuk raian atau kalimat

  Selain menurut Depdiknas (2004:6) ada juga cara pencatatan hasil penilaian harian yang lain berdasarkan Kmendiknas Dirjen Mandas dan Menengah Direktorat Pembinaan TK SD2010 yaitu catatan penilaian harian perkembangan anak dicantumkan pada kolom penilaian di RKH dengan ketentuan penilaian menggunakan tanda bintang (). Apabila anak belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator, seperti dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru makan pada kolom penilaian ditulis nama anak dan diberi tanda satu bintang (). Jika ada anak sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikator seperti apa yang diharapkan RKH maka akan mendapatkan dua bintang (). Lalu jika ada anak yang sudah berkembang sesuai harapan (BSH) pada indikator dalam RKH mendapat tanda tiga bintang (), sedangkan jika ada anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikatorseperti yang diharapkan dalam RKH maka akan mendapatkan empat bintang (). Pada penelitian ini peneliti menggunakan pedoman penilaian menggunakan tanda bintang () sesuai dengan Kemendiknas Dirjen Mandas dan Menengah Direktorat Pembinaan TK 2010 (11) 2.

   Indikator Hasil Belajar a.

  Indikator perkembangan sosial emosional Dalam metode bercerita ada berbagai indikator yang bisa dikembangkan salah satunya indikator dalam bidang perkembangan sosial emosional anak usia dini. Seorang anak bisaanya lebih egois dan suka marah jika keinginannya tidak terpenuhi. Anak bisaanya ingin menang sendiri dan tidak mau kalah atau tidak mau mengalah terhadap temannya, anak juga jarang mau berbagi adil dengan teman-temannya. b.

  Indikator perkembangan sosial emosional menurut kurikulum TK Tahun 2004 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 indikator dalam kurukulum TK Tahun 2004

  No. Indikator Perkembangan Sosial Emosional Anak

  1. Bersedia bermain dengan teman sebaya dan orang dewasa

  2. Membantu memecahkan masalah atau perselisihan

  3. Mengekspresikan perasaannya (misal : marah, sedih, gembira dll)

  4. Menerima kritik dan saran Berikut adalah definisi dari indikator tersebut diatas : 1.

  Bersedia bermain dengan teman sebaya ,anak mau bermain dengan teman – temanya maka akan terlatih untuk bekerja sama dengan orang lain,memahami apa kemauan dan perasaan orang lain.

  2. Mampu membantu memecahkan masalah atao perselisihan dalam cerita, anak mendengar dan melihat yang diceritakan guru ada tokoh yang bertengkar dan diceritakan juga cara penyelesaianya,anak juga bias memahami hal tersebut.

  3. Mengekspresikan perasaanya,anak dalam mendengarkan cerita guru sesuai dengan tokoh dan keadaan yang sedang diceritakan missal marah,anak bias berkpresi marah,bila sedang gembira anak bisa berekspresi gembira.

  4. Menerima kritik dan saran dengan melalui cerita dapat merubah anak dengan sifat yang tidak sesuai dengan keadaanya,missal dalam tokoh cerita bersifat sombong itu tidak baik maka tidak boleh ditiru anak yang marasa demikian setalah ada kegiatan bercerita dapat berubah sifatnya menjadi tidak sombong lagi.

D. Kerangka Berfikir

  Berdasarkan hasil indentifikasi dan diskusi yang dilakukan poeneliti bersama guru-guru TK Pertiwi Ciberem Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas menunjukkan bahwa masalah sosial emosional anak tidak seperti yang diharapkan, karena kurangnya guru memberikan pembelajaran yang mengembangkan sosial emosional pada anak didik. Guru lebih sering memberikan pembelajaran yang berkaitan dengan keterampilan tangan, padahal anak usia dini adalah anak yang sedang mengalami tahap perkembangan. Metode bercerita dengan menggunakan boneka jari tepat untuk mengembangkan sosial emosional anak dan dapat mengetahui sejauh mana perkembangan sosial emosional anak.

  Metode bercerita dengan media boneka jari diharapkan mampu mengembangkan sosial emosional anak melalui bercerita diharapkan anak mempunyai sikap yang adil dan mau mengalah pada teman-temannya tidak emosional dan saling menyayangi, melalui cerita, anak juga diharapkan mampu berfikir secara cerdas dan bisa melatih anak untuk kreatif dan jujur

  Oleh karena itu, peneliti memberikan pemecahan masalah dengan menerapkan kegiatan pembelajaran menggunakan metode bercerita dengan media boneka jari sebagai upaya untuk meningkatkan perkembangan sosial emosional anak didik kelompok B Tk Pertiwi Ciberem Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas. Untuk mempermudah pemahaman kegiatan ini, maka dibuat kerangka berfikir sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir E.

   Hipotesis Tindakan

  Hipotesa adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan yang berlaku sampai terbukti melelui data yang dikumpulkan (kunto 2006:2)

  Hipotesa dalam penelitian ini adalah melalui kegiatan bercerita dengan media boneka jari dapat meningkatakan perkembangan sosial emosional pada anak didik kelompok B Tk Pertiwi Ciberem Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas, pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.

  Kondisi Awal Perkembangan sosial

emosional anak didik sangat

kurang karena kurangnya guru memberikan

pembelajaran yang berkaitan

sosial emosional pada anak

  Dilakukan upaya perbaikan dengan PTK

  Terjadi perbaikan yang optial, penelitian Perkembangan sosial emosional anak didik meningkat

  Siklus II

  Siklus 1 3 pertemuan Kondisi sudah meningkat ada perbaikan tapi belum maksimal Perkembangan sosial

emosional mulai berkembang

tapi belum maksimal