BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan - BAB II BORIS INDRACAHYA MOKHAMAD GEOGRAFI'15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan (major kinds of land use) adalah “Penggolongan
penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan atau daerah rekreasi ”. Penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (FAO, 1976). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan bukan pertanian (Anonim, tt).
Penggunaan lahan dibedakan dalam garis besar, yaitu penggunaan lahan berdasar atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat diatas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dapat dikenal macam- macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun, hutan produksi, hutan lindung, dan lain-lain. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan menjadi lahan permukiman, industri, dan lain-lain (Anonim, tt).
Penggunaan lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik fisik lahan, perilaku manusia, teknologi maupun modal, faktor ekonomi yang dipengaruhi oleh lokasi, aksesbilitas, sarana dan prasarana, faktor budaya masyarakat dan faktor kebijakan pemerintah. Penggunaan lahan juga disebabkan oleh faktor permintaan dan ketersediaan lahan demi meningkatkan kebutuhan dan kepuasan hidup (Anonim, tt).
Penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Anonim, tt). Penggunaan lahan dapat dikelompokan kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah, pemukiman, lokasi industri, maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Anonim, tt).
2.2. Kerawanan Longsorlahan
Rawan bencana adalah keadaan atau ciri-ciri khusus geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, mereda, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (UURI No 24 th 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal ayat 14).
Pengertian kerawanan adalah ciri-ciri fisik atau karakteristik fisik dari kondisi suatu wilayah yang rentan terhadap bencana tertentu. Istilah kerawanan adalah suatu tahapan sebelum terjadinya bencana. Tingkat kerawanan adalah ukuran yang menyatakan tinggi rendahnya atau besar kecilnya suatu kawasan atau zona dapat mengalami bencana tanah longsor, serta besarnya jumlah korban dan kerugian bila terjadi longsor yang diukur berdasarkan tingkat kerawanan fisik alamiah dan tingkat kerawanan karena aktifitas manusia (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007).
Penetapan kawasan rawan bencana longsorlahan dilakukan melalui proses identifikasi dan inventarisasi karakteristik (ciri-ciri) fisik alami yang merupakan faktor-faktor pendorong penyebab terjadinya longsor. Secara umum terdapat 14 faktor pendorong, yaitu: a. Curah hujan tinggi
b. Lereng yang terjal
c. Lapisan tanah kurang padat dan tebal
d. Jenis batuan (litologi) yang kurang kuat
e. Jenis tanaman dan pola tanam yang tidak mendukung penguatan lereng
f. Getaran yang kuat (peralatan berat, mesin pabrik, kendaraan bermotor)
g. Susutnya muka air danau/bendungan
h. Beban tambahan seperti konstruksi bangunan dan kendaraan angkutan i. Adanya material timbunan pada tebing j. Adanya bidang diskontuinitas k. Terjadinya pengikisan tanah atau erosi l. Bekas longsoran lama yang tidak segera diatasi m. Penggundulan hutan n. Daerah pembuangan sampah (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007).
Kawasan rawan longsorlahan dibedakan atas zona-zona berdasarkan karakter dan kondisi fisik alaminya sehingga pada setiap zona akan berbeda dalam penentuan struktur ruang dan pola ruangnya serta jenis dan intensitas kegiatan yang diperbolehkan, dibolehkan tetapi dengan syarat, atau melarangnya, 3 zona yang dibedakan tersebut adalah: a. Zona Tipe A
Zona berpotensi longsor pada daerah lereng gunung, pegunungan, bukit, perbukitan, dan tebing sungai dengan kemiringan lereng > 40% dengan ketinggian diatas 2000 meter dari permukaan laut (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007).
b. Zona Tipe B Zona berpotensi longsor pada kaki gunung, pegunungan, bukit, perbukitan, dan tebing sungai yang memiliki kemiringan lereng antara 21 % sampai dengan
40 %, dengan ketinggian 500 meter sampai dengan 2000 meter diatas permukaan laut (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007).
c. Zona Tipe C Zona berpotensi longsor pada daerah dataran tinggi, rendah, tebing sungai atau lembah sungai dengan kemiringan lereng berkisar antara 0 % sampai dengan
20 %, dengan ketinggian 0 sampai dengan 500 meter diatas permukaan laut (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007).
2.3. Longsorlahan
Longsorlahan adalah terjadinya pergerakan tanah dalam jumlah besar secara cepat yang umumnya terjadi pada musim hujan dan biasanya disusul dengan adanya banjir. Kawasan yang mengalami longsorlahan adalah kawasan yang berbukit dengan kemiringan lereng curam dan kurangnya tumbuhan akibat dari penebangan maupun kebakaran (Priska, tt).
Longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bererak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya longsorlahan dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap kedalam tanah akan menambah bobot tanah.
Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng (Anonim, tt).
Longsorlahan (landslide) adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah yang miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan rotasi dan translasi (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007).
Faktor-faktor yang menyebabkan longsorlahan adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah penyebab terjadinya longsorlahan yang berasal dari tubuh lereng sendiri terutama ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng tersebut. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh curah hujan, kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik tanah dan meningkatkan tekanan pada pori tanah yang membuat ketahanan geser massa lereng berkurang, selain itu debit air tanah yang membesar dan erosi dibawah permukaan yang meningkat. Akibatnya fraksi halus dari massa tanah yang dihanyutkan menjadi lebih banyak dan ketahanan massa tanah akan menurun. Proses eksternal penyebab longsor diantaranya: pelapukan (fisika, kimia, dan biologi), erosi, penurunan tanah, deposisi (fluvial, glacial, dan gerakan tanah), getaran dan aktivitas seismik, jatuhan tepra, dan perubahan rejim air. Proses pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh tinggi-rendahnya curah hujan di daerah setempat (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007).
Macam-macam Bentuk Longsorlahan :
1. Longsoran Translasi
Gambar 2.1 Longoran Translasi (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007)Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Gambar 2.2 Longsoran Rotasi (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007)Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Gambar 2.3 Pergerakan Blok (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007)Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Gambar 2.4 Runtuhan Batu (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007) Runtuhan batu terjadi apabila sejumlah batuan besar atau material lain bergerak ke bawah dengan cara terjun bebas. Umumnya terjadi pada lereng terjal hingga menggantung, terutama di daerah pantai.5. Rayapan Tanah
Gambar 2.5 Rayapan Tanah (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007)Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya memiliki butiran berupa kasar dan halus. Jenis longsor ini sulit dikenali.
Setelah waktu yang cukup lama longsoran ini baru terlihat dengan menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring kebawah.
6. Aliran Bahan Rombakan
Gambar 2.6 Aliran Bahan Rombakan (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007)Jenis longsorlahan ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Gerakannya terjadi pada sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007). Longsorlahan sering terjadi pada terrain perbukitan, lereng perbukitan yang terjal, tekuk lereng, patahan, dan tepian sungai. Sebaran longsorlahan tersebut tergantung terhadap karakteristik wilayah setempat yang juga dipengaruhi curah hujan, vegetasi, dan peningkatan
2007
beban massa tanah. Beban massa tanah yang bertambah biasanya diakibatkan adanya pengalih fungsian lahan seperti pertanian ke permukiman (Vera Sadarfiana dkk., 2008).
2.4. Penelitian Terdahulu
Keshav Bhattarai dan Dennis Conway, 2007 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan Distrik Bara, Negara Nepal. Metode yang digunakan adalah menggunakan survey, hasil dari penelitian tersebut adalah peta perubahan penggunaan lahan tahun 1973-2003 di Distrik Bara, Nepal.
Setyo Aji, 2014 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Tingkat Kerawanan Longsor Lereng Di Desa Binangun Kecamatan Banyumas”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat kerawanan longsor lereng. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode survey dengan teknik pendalaman kasus atau studi kasus. Hasil penelitian berupa peta kawasan tingkat kerawanan longsor.
Dwi Septiono Nugroho, 2013 dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Persebaran Longsorlahan Tiap Bentuk Penggunaan Lahan Di Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas”. Tujuan penelitian tersebut yang pertama adalah mengetahui frekuensi longsor lahan terhadap penggunaan lahan di Kecamatan Ajibarang. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
area sampling atau mengambil titik lokasi longsor lahanpada setiap jenis
penggunaan lahan. Hasil penelitannya berupa peta sebaran longsor lahan pada tiap penggunaan lahan.
Boris Indracahya Mokhamad, 2014 dalam penelitiannya berjudul “Kajian Penggunaan Lahan Terhadap Kerawanan Longsorlahan di Sub DAS Logawa, Kabupaten Banyumas”. Tujuan penelitian tersebut adalah mengetahui bentuk penggunaan lahan yang terdapat pada masing-masing kelas kerawanan longsorlahan di DAS Logawa. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah survey. Hasil penelitannya adalah Hubungan antara penggunaan lahan dengan kerawanan longsorlahan.
Penelitian-penelitian terdahulu tersebut dapat diringkas dalam sebuah Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1. Perbedaan Peneliti dengan peneliti terdahulu Nama Peneliti Tujuan Metode Hasil PenelitianKeshav Bhattarai Mengetahui dan Survei, teknik Peta Perubahan dan Dennis mengevaluasi sampel Penggunaan Conway, 2007 perubahan menggunakan Lahan (Tahun penggunaan lahan 1973-2003) Setyo Aji, 2014 Mengetahui dan Survei, teknik Peta Kerawanan menganalisis tingkat sampel Longsor kerawanan longsor menggunakan lereng studi kasus
Dwi Septiono Mengetahui frekuensi Survei, teknik Peta Persebaran Nugroho, 2013 longsor lahan sampel Longsorlahan terhadap penggunaan menggunakan lahan di Kecamatan Area Sampling Ajibarang. Boris Indracahya Mengetahui bentuk Survei, teknik Hubungan Mokhamad, 2014 penggunaan lahan sampel Penggunaan yang terdapat pada menggunakan Lahan dengan masing-masing kelas Total Sampling Kelas Kerawanan kerawanan Longsorlahan longsorlahan di DAS Logawa. Sumber: Keshav Bhattarai dan Dennis Conway, 2007; Setyo Aji, 2014; Dwi Septiono Nugroho, 2013; dan Boris Indracahya Mokhamad, 2014.
2.5. Landasan Teori
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut maka dapat disusun landasan teori berikut ini.
Penggunaan lahan adalah hasil olahan atau hasil perbuatan manusia terhadap lahan yang bertujuan untuk memenuhi setiap kebutuhan hidupnya.
Penggunaan lahan di suatu wilayah umumnya berbeda dengan wilayah lain, perbedaan tersebut dikarenakan potensi sumberdaya, keadaan wilayah, dan topografinya berbeda. Manusia sebagai pelaku utama dalam penggunaan lahan, umumnya akan cenderung memilih wilayah yang subur dan kaya akan sumberdaya untuk ditinggali atau ditempati. Wilayah yang subur dan kaya akan sumberdaya seperti air umumnya berada di lembah atau wilayah yang dekat dengan sumber mata air, sumber mata air tersebut biasa berada di daerah pegunungan. Pegunungan yang semakin banyak ditinggali oleh manusia maka akan semakin banyak terjadi alih fungsi lahan sehingga dapat meningkatkan kerawanan longsor.
Penggunaan lahan dominan terjadi pada wilayah dengan topografi yang datar, umumnya pada wilayah tersebut digunakan sebagai permukiman, perdagangan, industri, dan lain lain. Keanekaagaman penggunaan lahan pada suatu wilayah yang datar, membuat lama kelamaan manusia akan menempati wilayah dengan topografi berbukit atau pada lereng pegunungan. Perubahan lahan yang terjadi pada lereng-lereng tersebut juga akan berpengaruh terhadap kestabilan tanah. Tanah yang stabil pada suatu lereng dapat menjadi labil dan rawan longsor akibat perubahan penggunaan lahan.
Kerawanan longsorlahan adalah suatu parameter yang menyatakan tinggi rendahnya suatu kawasan mengalami bencana tanah longsor, dan banyaknya jumlah korban serta besarnya kerugian yang ditimbulkan bila terjadi longsor. Kerawanan diukur atas dasar tingkat kerawanan fisik alami dan kerawanan akibat aktifitas manusia. Tinggi rendahnya kerawanan longsor dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama akibat aktifitas manusia antara lain penggundulan hutan, beban tambahan seperti konstruksi bangunan dan kendaraan angkutan, serta daerah pembuangan sampah. Jenis penggunaan lahan di daerah lereng curam dapat berpengaruh pada kerawanan longsorlahan pada lereng tersebut.
Longsorlahan adalah proses perpindahan massa tanah atau batuan dari kedudukan semula dengan arah miring, sehingga massa tanah dan batuan tersebut terpisah dari massa tanah dan batuan yang ada di posisi semula. Besar kecilnya volume longsor yang ditimbulkan akan berpengaruh terhadap jumlah korban dan kerugian suatu wilayah rawan longsor. Umumnya semakin besar volume longsoran maka jumlah korban dan kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar, begitupun sebaliknya. Kepadatan penduduk yang berada dibawah lereng juga berpengaruh terhadap besarnya korban dan kerugian.
2.6. Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat disusun sebuah kerangka pikir berikut ini.
Penggunaan Lahan Kerawanan Longsor Kawasan Rawan Longsor
Klasifikasi Penggunaan Lahan Kelas Kerawanan Longsor
Bentuk Penggunaan Lahan Hubungan Bentuk Penggunaan Lahan dengan Kelas
Kerawanan Longsorlahan
Gambar 2.7. Diagram alir kerangka pikir penelitian2.7. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah kurang dari 30 % wilayah dengan kelas kerawanan longsorlahan tinggi terdapat pada penggunaan lahan pemukiman.