BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalu Lintas - Fathudin Muflih BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lalu Lintas

  Fungsi dasar dari Jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan sebagai akses kerumah-rumah. (silvia Sukirman, 1994). Arus lalu lintas pada suatu lokasi tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kondisi daerah setempat . (Clark H. Oglesby ; R. Gary Hicks,1993). Penetapan lalu lintas merupakan bagian dari proses untuk meramalkan arus keseimbangan dalam jaringan transportasi perkotaan yang bersangkutan dengan langkah-langkah yang mengikuti distribusi dan pembagian mode dari lalu lintas. (Edward K. Morlok ; Johan K. Hainim, 1985). Cara pengaturan dan pengendalian lalu lintas telah berkembang sejalan dengan perkembangan angkutan beroda serta konsekuensi sosial dan komersial penggunaanya. Penggunaan tanah dan rencana distribusi spasialnya merupakan penentu dasar bagi kebutuhan lalu lintas. Jumlah dan jenis lalu lintas yang terbangkitkan oleh suatu guna tanah dapat diukur. Tiap guna tanah, baik sebagai sekolah, pabrik , perumahan atau taman adalah pembangkit lalu lintas. (F.D. Hobbs, 1995).

2.1.1. Volume Lalu Lintas

  Sebagai pengukur jumlah dari arus lalu lintas digunakan “volume’’. Volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu-satuan waktu (hari,jam,menit) satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan adalah :

  a. Lalu lintas harian rata- rata (LHR)

  b. Volume jam perencanaan (VJP) (Silvia Sukirman, 1994)

  2.1.1.1. Lalu lintas harian rata-rata

  Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari cara memeperoleh data tersebut dikenal dua jenis lalu lintas harian rata-rata yaitu alu lintas harian rata-rata tahuanan (LHRT) dan lalu lintas harian rata-rata (LHR).

  LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh.

  LHRT = Untuk dapat menghitung LHRT haruslah tersedia jumlah data kedaraan yng terus menerus selama satu tahun penuh. Mengingat akan biaya yang diperlukan dan membandingkan dengan ketelitian yang dicapai serta tidak semua tempat di indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama satu tahun, maka untuk kondisi tersebut dapat dipergunaka satuan lalu lintas harian rata-rata (LHR). LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dengn lamanya pengamatan. (Silvia Sukirman, 1994).

  LHR =

  2.1.1.2. Volume jam perencanaan

  LHR dan LHRT adalah volume lalu lintas dalam satu hari, merupakan volume harian, sehingga nilai LHR dan LHRT itu tidak dapat memberikan gambaran tentangfluktuasi arus lalu lintas lebih pendek dari 24 jam, arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam berikutnya dalam satu hari, maka sangat cocoklah jika volume lalu lintas dalam satu ja digunakan untuk perencan aan . volume dalam satu jam yang dipakai untuk perencanaan dinamakan “volume perencanaan (VJP)’’.

2.1.2. Komposisi lalu lintas

  1,3 1,2

  Sumber : MKJI 1997

  1,0 1,0

  0,4 0,25

  1,3 1,2

  Tiga lajur satu arah (3/1) dan enam lajur terbagi (6/2D)

  1,0 1,0

  0,4 0,25

  Dua lajur satu arah (2/1) dan empat lajur terbagi (4/2D)

  VJP= k x LHR .................................................(2.3.) Dengan k merupakan faktor VJP yang dipengaruhi oleh jam sibuk . (Silvia Sukirman, 1994).

  Emp HV MC LV

  Arus lalu lintas per lajur (kend/jam)

  Tipe jalan : Jalan satu arah dan terbagi

Tabel 2.1. Nilai EMP untuk jalan perkotaan terbagi satu arah

  Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 untuk jalan perkotaan menentukkan satuan mobil penumpang kedalam nilai emp (ekuivalen mobil penumpang) sepertu tercantum pada tabel berikut :

  Dalam hubunganya dengan kapasitas jalan, pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas, diperhitungkan dengan mebandingkan terhadap pengaruh dari suatu mobil penumpang. Pengaruh mobil penumpang dalam hal ini dipakai sebgai satuan dan disebut “ satuan mobil penumpang” atau disingkat “smp”.

  Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari campuran kendaraan cepat, kendaraan lambat, kendaraan berat, kemdaraan ringan dan kendaraan tak bermotor.

  • – 1.050 ≥1.050
  • – 1.100 ≥1.100
Dengan : LV : Kendaraan ringan (Light Vehicle) : kendaraan bermotor dua as beroda empat dengan jarak as 2,0

  • – 3,0 m (Termasuk mobil penumpang, mikrobus, pik-up, dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina marga) HV : Kendaraan berat (Hight Vehicle) : kendaraan bermotor dengan jarak lebih dari 3,5 meter, biasanya beroda lebih dari empat (termasuk bus, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai sitem klasifikasi Bina Marga). MC : Kendaraan motor (Motor Cycle) : kendaraan bermotor beroda dua atau tiga roda ( termasuk sepeda motor dan kendaraan beroda tiga sesuai sistem klasifikasi Bina Marga) 2.1.3.

   Pertumbuhan Lalu lintas

  Jumlah kendaraan yang memakai jalan bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas adalah perkembangan daerah, bertambahnya kesejahteraan masyarakat, naiknya kemampuan membeli kendaraan dan sebagainya. Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen (%) per tahun. (Silvia Sukirman, 1994).

2.2. Kapasitas jalan

  Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melewati suatu titik dijalan per satuan jam dalam kondisi tertentu. Kapasitas untuk jalan dua lajur dua arah didefinisikan untuk arus dua arah ( kedua arah kombinasi), tetapi untuk jalan dengan banyak ajur, arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per lajur. (MKJI, 1997)

  Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi nilai kapasitas jalan adalah : 2.2.1.

   Faktor Geomterik jalan, yaitu :

  1. Lebar jalur lalu lintas Pertambahan jalur lalu lintas akan menyebabakan peningkatan lalu lintas sehingga kapasitas jalanpun meningkat pula. Jalur lalu lintas (travelled way = carriage way) adalah bagian perkerasan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Lajur kendaraan yaitu bagian jalur lalu lintas yang khusus untuk dilewati oleh satu rangkaian kendaraan beroda empat atau lebih dalam satu arah. Lebar lajur lalu lintas adalah bagian yang paling menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Lebar lajur lalu lintas merupakan lebar kendaraan ditambah dengan ruang bebas atara kendaraan yang besarnya sangat ditentukkan oleh keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kecepatan tinggi, membutuhkan ruang bebas untuk menyalip dan bergerakn yang lebih besar dibandingkan dengan jalan untuk kecepatan rendah (Silvia Sukirman, 1994)

  2. Lebar bahu jalan Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai berikut : a. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok atau yang sekedar berhenti.

  b. Ruangan untuk tempat menghindarkan diri dari saat – saat darurat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan. c. Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan dapat meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.

  d. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasana dari arah samping.

  e. Ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan jalan atau untuk penempatan alat- alat, dan penimbunana bahan material.

  f. Ruangan untuk lintasan endaraan – kendaraan patroli, ambulans yang sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaaan.

2.2.2. Faktor lalu lintas

  Faktor lalu lintas meliputi : distribusi arah dan komposisi lalu lintas. Komposisi lalu lintas terdiri dai jumlah kendaraan ringan ( misal jeep, pik-up, dan mikrobus), jumlah kendaraan berat ( misal Bus, truk kombinasi dan truk 2 as dan 3 as), jumlah sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor (misal sepeda, becak, kereta kuda dan lain-lain).

  (MKJI, 1997) 2.2.3.

   Faktor Lingkungan

  Faktor lingkungan : seperti daerah pasar, tempat pelayanan jasa, daerah industri, daerah pemukiman yang menyebabakan aktifitas hambatan samping segmen jalan.

  (MKJI, 1997) 2.2.4.

   Tingkat pelayanan jalan

  Tingkat pelayanan (Level Of Service) umumnya digunakan sebagai ukuran adanya pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume. Tolak ukur terbaik untuk melihat tingkat pelayanan pada suatu kondisi lalu lintas arus terganggu adalah kecepatan operasi atau kecepatan perjalanan dan perbandingan antara volume dan kecepatan, serta kepadatan lalu lintas (traffic destiny). (Clarkson H. Oglesby : R. Gary Hicks, 1993).

  Menurut MKJI 1997, tingkat pelayanan ditentukan oleh kecepatan dan derajat kejenuhan yang digunakan sebagai indikator perilaku lalu lintas.

  

Higway Caaciy Manual mendefinisikan tingkat pelayanan jalan atas enam keadaan, yaitu :

  1. Tingkat pelayanan A Arus lalu lintas bebas hambatan, volume dan kepadatan lalu lintas rendah.

  2. Tingkat pelayanan B Arus lalu lintas stabil, kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas tetapi dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi.

  3. Tingkat pelayanan C Arus lalu lintas stabil, kecepatand dan kemampuan bergerak dipengaruhi oleh besarnya volume lalu lintas.

  4. Tingkat pelayanan D Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan perjalanan

  5. Tingkat pelayanan E Arus lalu lintas sudah tidak stabil, volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan, sering terjadi kemacetan.

  6. Tingkat pelayanan F Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah, seringkali terjadi kemacetan.

  (Silvia Sukirman, 1994)

  Nilai

  • – nilai standar DS = Q/C untuk LOS (Level Of Service) adalah :

Tabel 2.2. Tingkat pelayanan jalan Tigkat pelayanan jalan DS LOS A ≤ 0,35 LOS B 0,35 - 0,54 LOS C 0,54 – 0,77 LOS D 0,77 – 0,93 LOS E 0,93 – 1,0 LOS F ≥ 1,0

  Sumber : MKJI 1997 2.2.5.

   Kinerja Ruas Jalan

  Kinerja ruas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk melayani kebutuhan arus lalu lintas sesuai dengan fungsinya yang dapat diukur dan dibandingkan dengan standar tingkat pelayanan jalan. Nilai tingkat pelayanan jalan dijadikan sebagai parameter kinerja ruas jalan (Suwardi, Jurnal Teknik Sipil Vol. 7 No. 2, Juli 2010).

2.2.6. Parkir Badan Jalan (On – street Parking)

  Parkir pada badan jalan sering disebut (curb parking). Pada dasarnya parkir ini memanfaatkan sebagian ruas jalan baik satu sisi maupun dua sisi sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan lebar efektif jalan yang akan mempengaruhi volume lalu lintas kendaraan yang dapat ditampung oleh ruas jalan tersebut. (Imam T, Jurnal Dampak Kegiatan Berparkir Pada Badan Jalan Terhadap Kinerja Ruas Jalan FSTPT 2011).

2.3. LANDASAN TEORI

2.3.1 Kinerja Jalan

  Tingkat kinerja jalan berdasarkan MKJI 1997 adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional. Nilai kuantitatif dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata dan waktu tempuh. Ukuran kualitatif yang menerangkan operasional dengan arus lalu lintas dan presepsi pengemudi tentang kualitas perkendaraan dinyatakan dengan tingkat pelayanan jalan.

  a. Kapasitas Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimal melalui suatu titik dijalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah ( kombinasi dua arah ), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas dipisahkan per lajur.

  Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas yaitu : C = Co x FCw x FCsp x FCsf .................................(2.4.) Dengan : C = kapasitas sesungguhnya ( smp/jam ) Co = kapasitas dasar ( smp/jam ) FCw = faktor penyesuaian akibat jalur lalu lintas FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah ( untuk jalan tak terbagi ) FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan Kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan tabel 2.3. sebagai berikut :

Tabel 2.3. Kapasitas Dasar ( Co ) Jalan Luar Kota

  Tipe Jalan Kapasitas dasar Catatan ( smp/jam )

  Empat lajur terbagi 1650

  Per lajur Empat lajur tak terbagi

  1500 Per lajur

  Dua lajur tak terbagi 2900 - Total kedua arah

  Sumber: MKJI 1997

  Faktor penyesuaian lebar jalan berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif yang dapat dilihat pada tabel 2.4. sebagai berikut :

Tabel 2.4. Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalu Lintas ( FCw )

  Lebar Jalur Lalu Lintas FCw Tipe Jalan (Wc )

  ( smp/jam ) Empat lajur terbagi Per lajur Empat lajur terbagi 3,00 0,91

  3,25 0,96 3,50 1,00 3,75 1,03

  Empat lajur tak terbagi Per lajur 3,00 0,91 3,25 0,96 3,50 1,00 3,75 1,03

  Dua lajur tak terbagi Total kedua arah 5 0,69 6 0,91 7 1,00 8 1,08 9 1,15 10 1,21 11 1,27

  Sumber : MKJI 1997

  • – 50
  • – 45 60 - 40
  • – 35 70 - 30 FCsp Dua lajur (2/2) 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

  4/2 D

  1,02 1,00 0,98 0,95 0,93

  1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

  0,99 0,95 0,91 0,87 0,83

  VH 0,97 0,93 0,88 0,84 0,80

  VL L M H

  2/2 UD 4/2 UD

  1,03 1,01 0,99 0,97 0,96

  1,01 0,99 0,96 0,95 0,93

  1,00 0,97 0,95 0,92 0,90

  VH 0,99 0,96 0,93 0,90 0,88

  VL L M H

  1,5 meter ≥2,0 meter

  Faktor penyesuaian pembagian arah jalan didasarkan pada kondisi dan distribusi lalu lintas dari kedua arah jalan atau untuk tipe jalan tanpapembatas median. Faktor penyesuaian pemisah jalan dapat dilihat pada tabel 2.5. sebagai berikut :

  Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu ( FCsf) Lebar Bahu Efektif Ws ( meter ) ≤ 0,5 meter 1,0 meter

  Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping

Tabel 2.6. Faktor penyesuaian kapasitas hambatan samping dan lebar bahu (FCsf)tabel 2.6. sebagai berikut :

  Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping untuk ruas jalan yang memiliki kereb didasarkan pada dua faktor yaitu lebar kereb (WK) dan kelas hambatan samping. Nilai faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping ini dapat dilihat pada

  Empat lajur(4/2) 1,00 0,96 0,92 0,88 0,84 Sumber : MKJI 1997

  65

  55

  50

  Dan Empat Lajur Dua Arah (4/2) Yang Tak Terbagi Pemisah Arah SP %-%

Tabel 2.5. Faktor Penyesuaian Untuk Pemisah Arah ( FCsp ) Untuk Jalan Dua Arah (2/2)

  Sumber : MKJI 1997 b. Hambatan Samping Hambatan samping yaitu aktifitas samping jalan yang dapat menimbulkan konflik dan berpengaruh terhadap pergerakan arus lalu lintas serta menurunkan kinerja jalan. Adapun tipe kejadian hambatan samping, adalah :

   Pejalan kaki (PED)  Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain (PSV)  Kendaraan lambat  Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan (EEV)

  Tingkat hambatan samping dikelompokan ke dalam lima kelas dari yang rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati. Menurut MKJI 1997 kelas hambatan samping dikelompokan seperti yang ada pada tabel 2.7. sebagai berikut :

Tabel 2.7. Kelas Hambatan Samping

  Kelas Hambatan Frekuensi berbobot dari Kondisi khusus Samping kejadian (kedua sisi) Sangat rendah

  VL <100 Daerah prmukiman ; jalan dengan jalan samping

  Rendah L 100 Daerah pemukiman ;

  • – 299 beberapa kendaraan umum dan sebagainya.

  Sedang M 300 Daerah industri, beberapa

  • – 499 toko disisi jalan.

  Tinggi H 500 Daerah komersial,

  • – 899 aktivitas sisi jalan tinggi.

  Sangat tinggi

  VH >900 Daerah komersial degan aktivitas pasar samping jalan. Sumber : MKJI 1997 c. Volume lalu lintas Pengolahan data volume lalu lintas dilakukan dengan cara mengkonversikan setiap jenis kendaraan yang dicatat kedalam satuan mobil penumpang (smp) sesuai dengan nilai emp nya masing- masing berasarkan ketentuan MKJI 1997. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk grafis supaya dapat dilihat fluktuasinya setiap jam secara jelas. Adapun rumus Volume lalu lintas dengan persamaan berikut ini :

  Q = ……………………………….(2.5.)

  Dimana : Q = Volume (smp/jam) N =Jumlah Kendaraan (smp) T =Waktu Pengamatan (jam)

  d. Derajat kejenuhan Derajat kejenuhan ( DS ) didefinisikan sebagai rasio arus jalan terhadap kapasitas, yang digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai DS menunjukan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Persamaan dasar untuk menentukan drajat kejenuhan (DS) adalah sebagai berikut :

  DS = .............................. (2.6.) DS = Derajat Kejenuhan Q = Volume lalu lintas ( smp/jam) C = Kapasitas jalan ( smp/jam ) Jika derajat kejenuhan (DS) > 0,75 berarti jalan tersebut mendekati lewat jenuh, yang akan mengakibatkan antrian panjang pada kondisi lalu lintas puncak. Kemungkinan untuk menambah kapasitas jalan bisa dilakukan dengan pelebaran jalan dan penambahan lebar bahu jalan.

  e. Kecepatan Arus Bebas Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, sesuai kecepatan yang akan dipilih pengemudi seandainya mengendarai kendaraan bermotor tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan ( yaitu saat arus = 0).

  50

  40

  40

  44

  51 Dua lajur tak terbagi

  43

  46

  53

  55 Empat lajur tak terbagi (4/2D)

  47

  57

  FV = (Fvo + FVw) x FFVsf x FFVcs ..........................................(2.7.) Dengan : FV : Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam) Fvo : Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati (km/jam) FVw : Faktor penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan yang diamati (km/jam) FFVsf : Faktor penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kerb penghalang.

  57 Empat lajur terbagi (4/2D) atau dua lajur satu arah (2/1)

  48

  52

  61

  Enam lajur terbagi (6/2D) atau tiga lajur satu arah (3/1)

  Kendaraan berat HV Sepeda motor MC semua kendaraan rata-rata

  tipe jalan kecepatan arus bebas dasar Fvo (km/jam) Kendaraan ringan LV

Tabel 2.8. Kecepatan Arus bebas dasar FVo untuk jalan perkotaan

  FFVcs : Faktor penyesuaian untuk ukuran kota

  42 Sumber : MKJI 1997

Tabel 2.9. Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas (FVw)

  Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif (We) FVw (km/jam) (meter)

  Empat lajur terbagi Per lajur atau jalan satu arah 3,00 -4 3,25 -2 3,50 - 3,75

  2 4,00

  4 Empat lajur tak Per lajur terbagai 3,00 -4 3,25 -2 3,50 3,75

  2 4,00

  4 Dua lajur tak Total terbagi 5,00 -9,5 6,00 -3 7,00 8,00

  3 9,00

  4 10,00

  6 11,00

  7 Sumber : MKJI 1997 Sumber : MKJI 1997

  0,90 0,93 0,95 1,00 1,03

  1,03 1,02 0,99 0,94 0,90

  Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian untuk ukuran kota < 0,1 0,1

Tabel 2.11. penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota pada kecepatan arus bebas kendaraan ringan (FFVcs), jalan perkotaan.

  Sumber : MKJI 1997

  1,01 1,00 0,99 0,95 0,91

  1,01 0,99 0,96 0,90 0,85

  1,01 0,98 0,93 0,86 0,79

  1,00 0,96 0,90 0,82 0,73

  Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

  Dua lajur tak terbagi 2/2 UD atau jalan satu arah

  1,04 1,03 1,02 0,98 0,95

  1,03 1,00 0,96 0,91 0,86

Tabel 2.10. Faktor penyesuaian kecepatan untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu

  1,02 0,98 0,93 0,87 0,80

  Empat lajur tak terbagi 4/2UD Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

  1,04 1,03 1,02 0,99 0,96

  1,03 1,02 1,00 0,96 0,92

  1,03 1,00 0,97 0,93 0,88

  1,02 0,98 0,94 0,89 0,84

  Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

  Empat lajur terbagi 4/2D

  Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata Ws ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m

  (FFVsf) Tipe jalan Kelas Hambatan samping (SFC)

  • – 0,5 0,5
  • – 1,0 1,0
  • – 3,0 >3,0

  2.3.2. Krakteristik parkir

  2.3.2.1. Data Volume Parkir Volume parkir adalah jumlah kendaraan yang telah menggunakan ruang parkir pada suatu lokasi dalam satuan waktu tertentu. Volume parkir dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

  Vparkir = Ei + X ………………….(2.5.) Dimana : Ei =Entry (Kendaraan yang masuk ke lokasi/ area on street parking) X =Kendaraan yang sudah ada.