BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Belajar - HENDI MUSTOFA BAB II

BAB II LANDASAN TEORI 1. Pengertian Belajar Menurut Slameto (2010) belajar ialah suatu proses usaha yang

  dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru dalam keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu tidak semua perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.

  Menurut Djamarah (2002) belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru.

  Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiyono (2006) berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut : Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar, respons si pebelajar, dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku si pebelajar yang baik diberi hadiah, Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.

  Dari beberapa pengertian belajar yang telah diungkapkan para ahli maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses mental yang disengaja pada diri seseorang sehingga muncul perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut bisa berupa dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu, dari memberikan respon yang salah stimulus atau stimulus-stimulus kearah pemberian respon yang benar dan relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.

2. Pengertian Pembelajaran

  Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan lingkungannya yang dibangun interaksi secara penuh dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berinteraksio dalam proses pembelajaran. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap.

  Menurut TIM MKDK (1996) pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Guru berfungsi sebagai fasilitator yaitu orang yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat mewujudkan kemampuan belajarnya. Pembelajaran dapat diartikan secara khusus berdasar aliran psikologi. Aliran-aliran psikologi yang dimaksud adalah :

  a.

   Psikologi Daya

  Pembelajaran adalah upaya melatih daya-daya yang ada pada jiwa manusia supaya menjadi lebih tajam.

  b.

   Psikologi Kognitif

  Pembelajaran adalah usaha membantu siswa mencapai perubahan struktur kognitif melalui pemahaman.

  c.

   Psikologi Humanistik

  Pembelajaran adalah usaha guru untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar yang membuat sisswa terpanggil untuk belajar.

  Definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan gagasan yang diberikan. Adapun tujuan utama pembelajaran matematika yang pengembangan kemampuan pemecahan masalah matematika yang bersifat kompleks.

3. Pemecahan Masalah Matematika

  Sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah- masalah. Berbagai macam permasalahan dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak semua persoalan yang dihadapi dapat dikatakan masalah. Bila kita gagal dengan suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah kita harus mencoba menyelesaikannya dengan cara yang lain. Sama halnya pembelajaran matematika di sekolah, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun peserta didik sering menjadi masalah bagi peserta didik, bahkan sering dijumpai pertanyaan yang diajukan peserta didik menjadi masalah bagi guru.

  Menurut Hudojo (1979) pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Selanjutnya Hudojo (1979) mengelompokkan masalah dalam matematika menjadi dua kelompok yaitu :

  1. Masalah terkait dengan menemukan sesuatu yang teoritis ataupun praktis, abstrak ataupun konkret, termasuk teka

  • – teki. Landasan menyelesaikan masalah adalah.

  a) Apa yang dicari?

  b) Data apa saja yang telah diketahui?

  c) Apa saja syarat-syaratnya?

  2. Masalah terkait dengan membuktikan atau menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya.

  Masalah terkait dengan menemukan sesuatu lebih tepat digunakan pada matematika yang sifatnya dasar (elementer) sedang masalah terkait dengan membuktikan lebih tepat digunakan pada matematika lanjut. Jadi, masalah yang dimaksud dalam peneliti ini adalah masalah menemukan.

  Peserta didik dikatakan telah mampu memecahkan masalah apabila mencapai indikator-indikator pemecahan masalah. Indikator-indikator pemecahan masalah pada peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No 506/C/PP/2004 (Shadiq, 2009) adalah sebagai berikut: 1. Menunjukkan pemahaman masalah.

  2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.

  3. Menyajikan masalah secara sistematik dalam berbagai bentuk.

  4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.

  5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

  6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

  7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

  Syarat suatu masalah bagi seorang siswa Hudojo (1979) adalah:

  1. Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawab.

  2. Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial.

  Perlu adanya langkah-langkah dan prosedur yang benar dalam menyelesaikan pemecahan masalah, Shadiq (2009) mengajukan empat langkah yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah yaitu sebagai berikut:

  1. Memahami masalah.

  2. Merancang model matematika.

  3. Menyelesaikan model.

  4. Menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Model pembelajaran Problem Posing

  a. Pengertian Problem Posing

  Problem posing

  adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan. Jadi problem posing bisa diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Pengertian ini sendiri seperti yang dikatakan oleh

  Suryanto dan As’ari (2011) menggunakan istilah pembentukan soal sebagai padanan kata untuk istilah problem posing.

  Pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan yaitu : 1) Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa.

  2) Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.

  Kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri.

  Dalam pembelajaran matematika, problem posing (pembuatan soal) menempati posisi yang strategis. Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian masalah secara mendetail. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khazanah pengetahuannya tak hanya dari guru, tetapi perlu belajar secara mandiri. Problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika. Silver dan Cai menulis, “problem posing is central important in the discipline of

  mathemathics and in the nature of mathemathics thingking

  ”. Thobroni dan Arif (2011) Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model yang mewajibkan siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut:

  

Langkah 1: Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa

  dan Guru memberikan latihan soal secukupnya. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

  

Langkah 2: Siswa diminta membuat 1 atau 2 buah soal yang

  menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya, tugas ini dapat pula dilakukan secara berkelompok.

  

Langkah 3: Pada pertemuan berikutnya, secara acak guru menyuruh

  siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas Thobroni dan Arif (2011).

  Ada tiga tipe model pembelajaran problem posing yang dapat dipilih oleh guru, yaitu sebagai berikut: i. Pre Solution posing, yaitu jika seorang siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Jadi gurunya memberikan suatu pernyataan dan siswa diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan yang sebelumnya. ii. Within solution posing, yaitu jika seorang siswa mampu merumuskan dengan pertanyaan soal tersebut menjadi sub-sub pertanyaan yang baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya. Jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan. iii. Post solution posing, yaitu jika seorang siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.

  b. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran problem posing menurut Thobroni dan Arif (2011)

  1) Kelebihan problem posing

  a. Mendidik siswa berpikir kritis

  b. Siswa aktif dalam pembelajaran

  c. Belajar menganalisia suatu masalah d. Mendidik anak percaya pada diri sendiri.

  2) Kekurangan problem posing

  a. Memerlukan waktu yang banyak

  b. Tidak semua murid terampil bertanya .

5. Model Pembelajaran Langsung

  Dalam pembelajaran matematika, selama ini guru sering menggunakan Model Pembelajaran langsung. Model pembelajaran langsung merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari ketrampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Keterampilan dasar tersebut seperti membuat catatan, merangkum isi bacaan, berpikir logis, mengkomunikasikan ide dan fakta, mengkonstruksi kalimat dan operasi hitung fakta dasar. Model pembelajaran langsung berhubungan erat dengan model ceramah, ekspositori atau tanya jawab.

  Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci terutama pada analisis tugas. Pembelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi tetap harus menjamin keterlibatan siswa. Jadi lingkungannya harus diciptakan yang berorientasi pada tugas-tugas yang diberikan.

  Ciri-ciri pembelajaran langsung menurut Widdiharto (2004) adalah sebagai berikut : 1) Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar.

  2) Sintaks/pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. 3) System pengelolaan dan lingkungan belajar yang diperlukan agar kegiatan tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.

  Pada model pembelajaran langsung terdapat 5 fase yang sangat penting, menurut Widdiharto (2004) seperti terlihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Langsung

  Fase Peran guru

  • Guru menjelaskan TPK, informasi latar

  1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. belakang pelajaran,pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar.

  • Guru mendemonstrasikan keterampilan

  2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan dengan benar, atau menyajikan informasi keterampilan. tahap demi tahap.

  • Guru

  3. Membimbing pelatihan. merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.

  4. Mengecek pemahaman dan  Mengecek apakah siswa telah berhasil memberikan umpan balik. melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.

  5. Memberikan kesempatan  Guru mempersiapkan kesempatan untuk pelatihan lanjutan melakukan pelatihan lanjutan, dengan dan penerapan. perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari. sehari-hari.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran langsung antara lain: Guru dapat mengawasi sejumlah anak secara menyeluruh, guru dapat memberi pelajaran yang sama, menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Sedangkan kelemahan model pembelajaran langsung antara lain: Setiap anak mempunyai apersepsi dan perhatian yang tidak sama, adakalanya tidak semua murid mendengarkan, guru kurang mengerti sejauh mana pelajaran yang sudah diketahui anak.

6. Materi SMP Kelas VIII Semester II Lingkaran a.

   Menemukan unsur, bagian lingkaran

  i. Pusat lingkaran ii. Jari-jari iii. Diameter iv. Busur v. Tali busur vi. Juring vii. tembereng b.

   Menghitung keliling dan luas lingkaran

  i. Menemukan nilai phi ii. Menentukan rumus keliling dan luas lingkaran. iii. Menghitung keliling dan luas lingkaran

7. Kerangka Berpikir

  Indikator kemampuan pemecahan masalah:

  a. Memahami masalah

  b. Merancang model matematika

  c. Menyelesaikan model

  d. Menafsirkan solusi yang diperoleh Model pembelajaran Problem Posing:

  a. Guru menjelaskan materi pembelajaran kepada siswa b. Guru memberikan latihan soal secukupnya

  c. Siswa diminta untuk membuat 1 atau 2 dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya

  d. Guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas e. Guru memberikan tugas rumah secara individu

  Model pembelajaran problem posing mempunyai pengaruh yang positif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa SMP Negeri 3 Kalimanah

  Siswa diharapkan : a. Siswa akan lebih tertarik terhadap pembelajaran matematika.

  b. Siswa bisa membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

  c. Perolehan nilai siswa pada kemampuan pemecahan masalah akan lebih baik.

  Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran matematika. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa dapat disebabkan karena kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran matematika. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah juga dapat disebabkan oleh cara mengajar guru yang kurang tepat, misalnya pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sehingga siswa kurang mengeksplorasi sumber belajar secara maksimal, aktifitas siswa cenderung pasif, soal-soal guru kurang berfariasi sehingga siswa tidak terbiasa memecahkan masalah yang beragam.

  Apabila dikaji lebih lanjut, berdasarkan teori yang ada, maka salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam setiap pelajaran pada umumnya dan pelajaran matematika khususnya, diperlukan berbagai macam model pembelajaran.

  Salah satu usaha mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada mata pelajaran matematika di sekolah adalah dengan model pembelajaran Problem Posing. Dalam Problem Posing peserta didik dilatih untuk membuat permasalahan atau membuat soal secara mandiri yang sebelumnya telah diberikan oleh guru dan kemudian didiskusikan bersama- sama maupun dikerjakan secara mandiri. Model ini dapat digunakan untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah serta untuk mendapatkan pengetahuan tentang konsep-konsep penting. Pendekatan pembelajaran ini mengutamakan proses belajar, dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai keterampilan mengarahkan diri. Sehingga dengan sendirinya kemampuan pemecahan masalah siswa terhadap matematika dapat berkembang.

8. Hipotesis

  Ada pengaruh pembelajaran problem Posing terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa SMP Negeri 3 Kalimanah.