BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI GEL MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE (Zingiber officinale) SEBAGAI REPELAN ANTI NYAMUK Aedes aegypty - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rimpang Jahe (Zingiber officinale) 1. Klasifikasi Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Species : Zingiber officinale Roxb. (Depkes RI, 1991) 2. Morfologi Secara morfologi tanaman jahe terdiri atas akar, rimpang, batang,

  daun dan bunga. Perakaran tanaman jahe merupakan akar tunggal yang semakin membesar seiring dengan umurnya, hingga membentuk rimpang serta tunas-tunas yang akan tumbuh menjadi tanaman baru (Suprapti, 2003).

  Batang tanaman jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus. Batang ini terdiri atas seludang-seludang dan pelepah daun yang menutup batang. Bagian luar batang licin dan mengilap, serta mengandung air. Daun tanaman jahe berbentuk lonjong dn lncip menyerupai rumput- rumputan besar. Ukuran panjang daun sekitar 5-25 cm dan lebar 0,8-2,5 cm. Bagian ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. Bila daun mati, pangkal daun tetap hidup dalam tanah. Jika cukup tersedia air, bagian pangkal daun ini akan ditumbuhi tunas dan menjadi rimpang yang baru. Bunga tanaman jahe terletak pada ketiak daun pelindung bentuk bunga bervariasi: panjang, bulat telur, lonjong, runcing atau tumpul. Bunga berukuran panjang 2-2,5 cm dan lebar 1-1,5 cm (Suprapti, 2003).

3. Kandungan bahan aktif

  Unsur-unsur lain yang bermanfaat yang terdapat di dalam rimpang jahe adalah oleoresin, yang terdiri atas minyak atsiri dan minyak tidak menguap. Minyak atsiri bersifat mudah menguap dan merupakan komponen yang menyebabkan aroma (bau) khas jahe. Minyak tak menguap terdiri atas komponen-komponen yang menyebabkan rasa pedas dan pahit, yang disebut fixed oil (zingerol, zingerone, shogoal, resin) (Suprapti, 2003).

  Gambar 1. Struktur kandungan rimpang jahe (Difa, 2011) B.

   Minyak Atsiri

  Minyak atsiri adalah zat berbau dalam tanaman yang disebut juga sebagai minyak menguap, minyak eteris, atau minyak esensial, karena pada suhu biasa (suhu kamar) dan dalam udara terbuka mudah menguap. Karena memiliki bau yang mewakili tanaman asalnya maka digunakan istilah esensial. Dalam keadaan segar dan murni tanpa kontaminan, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Pada penyimpanan lama warnanya dapat berubah menjadi lebih tua (gelap) karena teroksidasi dan membentuk resin. Sebagai pencegahan, minyak atsiri harus dilindungi dari pengaruh cahaya, misal disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap. Bejana tersebut juga diisi penuh sehingga tidak memungkinkan minyak atsiri tidak berhubungan langsung dengan oksigen udara, ditutup rapat, serta disimpan, pada tempat yang kering dan sejuk (Gunawan, dan Mulyani, 2004) C.

   Penyulingan (Destilasi)

  Metode destilasi merupakan metode yang lazim digunakan dalam penyulingan minyak atsiri. Metode destilasi umumnya dilakukan terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak. Dasar metode ini yaitu memanfaatkan perbedaan titik didih dari suatu campuran komponen yang terdiri dari dua jenis cairan atau lebih. (Gunawan dan Mulyani, 2004)

  Beberapa metode destilasi yang umumnya digunakan yaitu metode destilasi kering, dimana prosesnya langsung dari bahannya tanpa menggunakan air. Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak yang tahan terhadap pemanasan atau tidak mengalami perubahan bau dan warna ketika di panaskan, contoh bahan yang sesuai untuk metode ini yaitu oleoresin dan copiba, sedangkan metode yang kedua yaitu destilasi air, metode ini terdiri dari destilasi air dan uap air serta destilasi uap air langsung (Gunawan dan Mulyani, 2004)

  Metode destilasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode uap terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas langsung. Seluruh bagian tanaman yang akan digunakan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Bahan tanaman ditaruh didalam bejana bagian atas kemudian uap air yang dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang (gunawan dan Mulyani, 2004).

  D.

   Repellant Repellant adalah bahan-bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk

  menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat dihindari gigitan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia. Repellant digunakan dengan cara menggosok pada tubuh atau menyemprotkan pada pakaian. Oleh karena itu, penolak nyamuk harus memenuhi beberapa syarat, yaitu antara lain: tidak mengganggu pemakainya, tidak lengket, tidak menimbulkan iritasi, tidak beracun, tidak merusak pakaian dan mempunyai daya pengusir terhadap serangga yang bertahan cukup lama (Soedarto, 1992).

  Repellant dikenal sebagai salah satu pestisida rumah tangga yang

  digunakan untuk melindungi tubuh (kulit) dari gigitan nyamuk. Sekarang ini, orang lebih mengenalnya sebagai lotion anti nyamuk. Sebenarnya produk

  

repellant tidak hanya berbentuk lotion, ada juga yang berbentuk spray

  (semprot). Sehingga cara penggunaannya adalah dengan mengoleskan atau menyemprotkan bahan tersebut ke kulit (BPOM, 2009) DEET merupakan bahan aktif yang paling banyak dan sering digunakan untuk repelan di Indonesia. DEET merupakan amida aromatic yang efektif untuk digunakan pada produk repelan, dan juga dikenal sebagai N,N-diethyl- meta-toluamide atau m-DET. Konsentrasi DEET pada sebuah produk mengindikasikan seberapa lama waktu efektifnya produk tersebut. Konsentrasi yang lebih tinggi tidak berarti produk tersebut akan bekerja lebih baik. Hal ini berarti menunjukkan produk tersebut efektif untuk periode waktu yang lebih lama (BPOM, 2009). lain dapat mengiritasi mata dan juga dapat menimbulkan reaksi kulit. Selain itu, penggunaan DEET jangka panjang juga dapat menimbulkan kanker. Sebagai tindakan pencegahan, produsen produk menyarankan agar DEET tidak boleh digunakan dibawah pakaian atau pada kulit yang terluka. DEET (N,N-diethyl-m-toluamide) merupakan salah satu contoh repelan yang tidak berbau, tetapi dapat menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka, atau jaringan membranous, selain itu DEET dapat merusak benda-benda yang terbuat dari plastik dan bahan sintetik lain (Soedarto, 1992)

  Pengujian daya repelan dilakukan di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Sangkar uji berukuran 20 x 20 x 20 cm dengan lubang sirkuler berdiameter 15cm, dimasukkan 25 ekor nyamuk

  

Aedes aegypti yang belum pernah digigitkan dan dipuasakan sehari sebelum digunakan untuk percobaan. Umur yang dipilih berkisar 2-5 hari karena pada umur tersebut nyamuk sudah produktif dan memiliki ketahanan tubuh yang baik (Wahyuni, 2005). Terdapat 7 sampel perlakuan, yaitu tangan tanpa intervensi, gel tanpa minyak atsiri (kontrol negatif), minyak atsiri rimpang jahe, formula I, formula II, formula III, lotion merk “X” (kontrol positif) E.

   Gel

  Gel adalah suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut (Lachman dkk, 1994). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan- bahan sintetis dan semisintetis seperti metilselulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan carbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi (Lachman dkk, 1994).

  Sifat gel yang sangat khas (Lieberman dkk, 1996) yaitu:

  1. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorsi larutan yang mengakibatkan terjadi penambahan volume. masa gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan dipaksa keluar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah.

  3. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

1. Karakteristik

  Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman, dan tidak bereaksi dengan dengan komponen farmasi lain. Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik selama penyimpanan yang dengan mudah dapat dipecah bila diberikan daya pada sistem. Misalnya, dengan pengocokan botol, memencet tube atau selama aplikasi topikal (Lieberman dkk, 1996).

2. Klasifikasi

  Klasifikasi gel didasarkan pada karakteristik dari kedua fase gel yang dikelompokkan menjadi gel organik dan anorganik. Magma bentonit merupakan contoh dari gel anorganik, sedangkan gel organik sangat spesifik mengandung polimer sebagai pembentuk gel.

  Klasifikasi gel didasarkan pada sifat-sifat kimia molekul organik yang terdispersi. Sifat pelarut akan menetukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organo gel (dengan pelarut bukan air). Sebagai contoh adalah magma bentonit dan gelatin merupakan hidrogel, sedangkan organo gel adalah plastibase yang merupakan polietilen berbobot molekul rendah yang dilarutan dalam minyak mineral dan didinginkan secara cepat. Gel dapat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal sebagai xero gel, sering dihasikan dengan cara penguapan pelarut sehingga menghasilkan kerangka gel (Lieberman dkk, 1996)

  Pada formulasi gel menggunakan carbopol yang berfungsi sebagai

  

gelling agent, propilenglikol yang berfungsi sebagai humektan atau pelembut

carbomer sehingga dapat meningkatkan viskositas gel.

F. Uraian bahan 1. Carbopol (aquapec HV 505)

  Carbopol merupakan kelompok polimer asam akrilat. Pemeriannya serbuk putih, higroskopis, bersifat asam dan mempunyai bau khas (Wade dan Waller, 1994). Karakteristik carbopol yaitu larut dalam air dan alkohol, menunjukkan viskositas yang tinggi pada konsentrasi kecil, bekerja efektif pada range PH yang luas, berbentuk cairan kental transparan (Afidah, 2008). Carbopol dapat terdispersi di dalam air untuk membentuk larutan koloidal bersifat asam (Wade dan Waller, 1994). Carbopol digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-2,0% (Wade dan Waller, 1994)

  2. Trietanolamin

  Trietanolamin (TEA) adalah senyawa organik yang mempunyai gugus amin dan tri-alkohol. Tri-alkohol adalah molekul dengan tiga gugus hidroksi. Pemerian berupa cairan kental; tidak berwarna hingga kuning pucat; bau lemah mirip amoniak; higroskopik. Kelarutan: mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%); larut dalam kloroform (Anonim, 1997). Seperti senyawa amin yang lain, trietanolamin bersifat basa lemah (Afidah, 2008).

  3. Propilenglikol

  Pemerian propilenglikol adalah cairan kental; jernih; tidak berwarna; tidak berbau; rasa agak manis dan higroskopik. Kelarutan: dapat campur dengan air dan etanol (95%) (Anonim, 1979). Propilenglikol digunakan sebagai pelarut sediaan topikal pada konsentrasi 5-80% (Wade dan Waller, 1994). Propilenglikol juga dapat digunakan sebagai humektan atau pelembut pada kulit kering (Afidah, 2008).

G. Aedes aegypti

  Nyamuk Aedes aegypti menurut Sembel (2009) termasuk dalam sebfamili Culicinae, famili Culicidae, Ordo Diptera, Sub ordo Nematocera, Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan air untuk kelangsungan hidup karena larva nyamuk hidup di air dan hanya bentuk dewasa yang hidup di darat. Telur nyamuk menetes dan menjadi larva dalam air dan memakan organisme kecil. Telur biasannya menetas setelah 2-3 hari sesudah diletakkan. Larva nyamuk menggantungkan tubuh dipermukaan untuk mendapatkan oksigen, biasannya melakukan pergantian kulit sebanyak 4 kali dan berpupasi setelah 7 hari. Nyamuk dewasa keluar dan terbang sesudah dua atau tiga minggu (Sembel, 2009).

  Nyamuk betina menghisap darah manusia atau hewan lain seperti kuda, sapi, babi, burung, dalam jumlah yang cukup untuk perkembangan telurnya. Nyamuk betina akan mati jika tidak mendapatkan cairan darah yang cukup. Nyamuk jantan biasanya hidup dengan menghisap cairan tumbuhan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit demam berdarah (Sembel, 2009).

  Nyamuk betina menghisap darah manusia atau hewan lain seperti kuda, sapi, babi, dan burung dalam jumlah yang cukup untuk perkembangan telurnya. Nyamuk betina akan mati jika tidak mendapatkan cairan darah yang cukup. Nyamuk jantan biasanya hidup dengan menghisap cairan tumbuhan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit demam berdarah (Sembel, 2009) Nyamuk Aedes aegypti aktif pada waktu siang hari (Sembel, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Hadi et al., 2012) membuktikan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat menghisap darah pada malam hari (noktural) dari jam 18:00-05:50.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KANDUNGAN DAN UJI ANTIMIKROBA MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE (Zingiber officinale) DAN KUNYIT (Curcuma domestica) YANG DIEKSTRAKSI DENGAN METODE EKSTRAKSI PELARUT DAN DISTILASI UAP

0 10 17

PENGARUH KOMBINASI NISIN DENGAN MINYAK ATSIRI JAHE MERAH (Zingiber officinale var. rubrum), JAHE EMPRIT (Zingiber officinale var. roscoe) DAN JAHE GAJAH (Zingiber officinale var. officinale) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN MIKROBIA PEMBUSUK DAN PATOGEN - UNS

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jahe Gajah (Zingiber officinale var. officinale) - PERBANDINGAN POTENSI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH ( Zingiber officinale var. officinale ) DESA TETEL PURBALINGGA DARI HASIL PENYULINGAN DAN EKSTRAKSI TERHADA

1 2 16

EFEK REPELAN KOMBINASI MINYAK ATSIRI RTMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb. Rhizome) DAN RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roxb. Rhizome) DALAM BASIS UNGUENTUM LENIENS TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti - Repository Universitas Ahmad Dahlan

0 1 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 18

IDENTIFIKASI KOMPONEN KIMIA DAN POTENSI KOMBINASI MINYAK ATSIRI JAHE GAJAH (Zingiber officinale Roscoe) DAN SERAI (Cymbopogon citratus) SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAGING AYAM - repository perpustakaan

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - FORMULASI UNGUENTUM EKSTRAK ETANOLIK DAUN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav.) SEBAGAI ANTI INFLAMASI DENGAN BERBAGAI VARIASI BASIS - repository perpustakaan

0 0 8

UJI AKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior) DALAM SEDIAAN LOSION SEBAGAI BAHAN AKTIF REPELAN TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti SKRIPSI

0 1 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS MINYAK ATSIRI DAUN KECOMBRANG (Etlingera elatior) DALAM SEDIAAN LOSION SEBAGAI BAHAN AKTIF REPELAN TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti - repository perpustakaan

0 1 6

FORMULASI GEL MINYAK ATSIRI RIMPANG JAHE (Zingiber officinale) SEBAGAI REPELAN ANTI NYAMUK Aedes aegypty SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mencapai Derajat Sarjana S-1

0 0 17