BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - Mustakim BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Lansia 1.

a. Pengertian Lanjut Usia

  Lanjut uisa didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Aru, 2009).

  Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang MahaEsa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakanmasa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduranfisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).

  Menurut Setiati dkk (2009) bahwa terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologis ketika membicarakan proses menua: 1) Aging (bertambahnya umur) menunjukan efek waktu, suatu proses perubahan,biasanya bertahap dan spontan.

  2) Senescence (menjadi tua) hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan berkembang (dan seiring waktu akan menyebabkan kematian)

  10

  3) Homeostenosis penyempitan/berkurangnya cadangan homeostatis yang terjadi selama penuaan pada setiap sistem organ.

  Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai tanggal, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proposional. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu proses berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian.

  WHO dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua (Nugroho, 2008).

b. Batasan-batasan Lansia

  Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).

  Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut: 1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:

  1. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

  2. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

  3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

  4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun 2) Menurut Eliopolous (2010) batasan usia lansia yaitu: 1. Setengah tua yaitu seorang yang berusia antara 60-74 tahun.

  2. Tua yaitu seseorang yang berusia antara 75-100 tahun.

  3. Sangat tua yaitu seseorang yang berusia >100 tahun 3) Menurut Setyonegoro (2000)

  Pengelompokan lanjut usia sebagai berikut: usia dewasa muda: 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh: 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 70-75 tahun, 75-80 tahun dan lebih dari 80 tahun.

c. Karakteristik pada Lansia

  Bustan(2007) menjelaskanbahwa beberapa karakteristik lansiayang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia sebagai berikut : 1) Jenis kelamin

  Lansia lebih banyak wanita, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki

  • – lakidan wanita. Misalnya lansia laki
  • – laki dengan hiperplasia prostat, maka wanita mungkin menghadapi osteoporosis.

  2) Status perkawinan Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda / duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis. 3) Struktur keluarga

  Keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya.

  4) Kondisi kesehatan

  a) Kondisi umum b) Frekuensi sakit.

d. Teori-teori Penuaan

  Menurut Stanley dan Patricia (2006) beberapa teori tentang penuaan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu: 1) Teori Biologis, yaitu teori yang mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.

  a) Teori Genetika Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkunagan pada pembentukan kode etik. Penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar di wariskan yang berjalan dari waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Berdasarkan hal tersebut maka, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya.

  b) Teori dipakai dan rusak Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.

  c) Riwayat Lingkungan Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya, karsinogen dari industri cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.

  d) Teori Imunitas Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.

  Seiring dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh.

  e) Teori Neuroendokrin Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah terjadi pada struktur dan sel, serta kemunduran fungsi sistem neuroendokrin. Proses penuaan mengakibatkan adanya kemunduran sitem tersebut sehingga dapat mempengaruhi daya ingat lansia dan terjadinya beberapa penyakit yang berkaitan dengan system endokrin.

  f) Teori Psikologis, teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Perubahan sosiologis dikombinasikan dengan perubahan psikologis.

  g) Teori Kepribadian Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun-tahun akhir kehidupannya dan telah merangsang penelitian yang pantas di pertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarakn harapan atau tugas spesifik lansia. h) Teori Tugas perkembangan Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang di jalani dengan integritas. Dengan kondisi tidak adanya pencapaian pada perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa. i) Teori Disengagement (Teori Pembebasan)

  Suatu proses yang menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. j) Teori Aktifitas

  Lawan langsung dari teori pembebasan adalah teori aktifitas penuaan, yang berpandapat bahwa jalan menuju panuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. k) Teori Kontinuitas

  Teori ini juga dikenal dengan teori perkembangan. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap penuaan.

e. Perubahan yang terjadi pada lansia

  Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perunahan fisi, perubahan mental, dan perubahan psikokososial.

  1) Perubahan fisik Hutapea (2005) menyatakan perubahan fisik yang dialami oleh lansia sebagai berikut: a) Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit.

  b) Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan menurunya jumlah yang dikeluarkan oleh tubuh.

  c) Air mengalami penurunan secara signifikan karena bertambahnya sel-sel yang mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.

  d) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapan mulai lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi.

  e) Perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun.

  Sekresi menurun juga karena timbunan lemak.

  f) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi lambat, fungsi mental menurun, dan ingatan visual berkurang.

  g) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat.

  h) Menurunnnya elastisitas dan fleksibilitas persendian. 2) Perubahan mental

  Nugroho (2008) mengungkapkan bahwa perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, dan bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Sikap umum yang ditemukan hampir setiap lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang. Jika meninggal pun, merekan ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor yang mempengaruhi perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan.

  3) Perubahan Muskuloskeletal Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi : Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram, dan manjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua (Maryam, 2008).

  4) Perubahan psikososial Nilai seseorang sering diukur melaui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2008).

f. Tugas Perkembangan Lansia

  Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

  Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2005).

  Jatuh 2.

  a. Pengertian jatuh

  Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).

  Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley dan Patricia, 2006).

  b. Faktor penyebab terjadinya jatuh

  Kane (1994) dalam Darmojo (2004) mengungkapkan bahwa faktor penyebab jatuh pada lansia ada 2 golongan yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik: 1) Faktor intrinsik 1. Sistem saraf pusat.

  Stroke dan Trancient Iskemia Attack (TIA) yang mengakibatkan hemiparese sering menyebabkan jatuh pada lansia.

  2. Demensia Demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan atau memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Lansia dengan demensia menunjukan persepsi yang salah terhadap bahaya lingkungan, terganggunya keseimbangan tubuh dan apraxia sehingga insiden jatuh meningkat.

  Hasil penelitian yang telah dilakukan Heinze (2008) menunjukan bahwa lansia dengan demensia memiliki faktor resiko untuk mengalami jatuh. Close (2005) mengungkapkan bahwa demensia adalah neurodegenerative progresif

  

sindrom yang mempengaruhi memori, bahasa, perhatian,

  kemampuan pemecahan masalah dan signifikan meningkatkan risiko jatuh. Resiko jatuh yang dapat menyebabkan cedera terjadi pada orang yang lebih tua lebih besar jika dibandingkanmereka yang memiliki kognitif utuh. Dalam beberapakasus jatuh mungkin sesuatu yang cukup berbahaya. Namun, banyak kasus dapat menyebabkan cedera,takut jatuh, penurunan fungsional dan selanjutnyajatuh. Demensia, yang mempengaruhi sekitar lima untuktujuh persen dari orang dewasa lebih dari 60 di seluruh dunia.

  3. Gangguan sistem sensorik Gangguan sistem sensorik bisa mengenai sensori, rasa nyeri dan sensasi. Gangguan sensori dapat berupa katarak, glaukoma, degenerasi makular, gangguan visus pasca stroke dan retinopati diabetika meningkat sesuai dengan umur. Entropoin, ektropoin

  

atau epifora yang menyebabkan gangguan penglihatan meningkat

insiden jatuh tetapi kebutaan tidak meningkat insiden tersebut.

  Hasil penelitian Kerr et. all. (2011) melaporkan bahwa gangguan penglihatan memiliki resiko untuk menyebabkan kejadian jatuh atau insiden lainnya yang membuat lansia cidera. Adanya gangguan penglihatan pada lansia menyebabkan lansia kesulitan saat berjalan sehingga lansia sering menabrak objek kemudian terjatuh. Lord (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa seorang lansia yang memiliki katarak kemudian dilakukan operasi merupakan salah satu strategi yang efektif untuk mengurangi resiko jatuh.

  4. Gangguan sistem kardiovaskuler Insiden gagal jantung kongestif dan infak miokard meningkat sesuai dengan umur. Hipertensi dan kardia aritmia juga sering ditemukan pada lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope. Syncope sering menyebabkan jatuh pada lansia.

  5. Gangguan metabolisme Gangguan metabolisme sering mengakibatkan jatuh. Gangguan ini terutama pada gangguan regulasi cairan berupa dehidrasi.

  Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam, asupan cairan yang kurang atau penggunaan diuretik berlebihan.

  6. Gangguan gaya berjalan Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan. Keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur tubuh yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik setiap individu. Gangguan gaya jalan dapat disebabkan oleh gangguan muskuloskeletal dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Ada beberapa gangguan gaya berjalan yang sering ditemukan pada lansia, antara lain: (1) Gangguan gaya berjalan hemiplegik

  Pada hemiplegik terdapat kelemahan dan spastisitas ekstremitas unilateral dengan fleksi pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dalam keadaan ekstensi. Ekstremitas bawah dalam keadaan ekstensi sehingga mengakibatkan kaki “memanjang”. Pasien harus mengayunkan sambil memutar kakinya untuk melangkah ke depan. Jenis gangguan berjalan ini ditemukan pada lesi tipe Upper Motor Neuron (UMN).

  (2) Gangguan gaya berjalan diplegik Terdapat spastisitas ekstremitas bawah lebih berat dibangingkan ekstremitas atas. Pangkal paha dan lutut dalam keadaan fleksi dan adduksi dengan pergelangan kaki dalam keadaan ekstensi dan rotasi internal. Jika lansia berjalan kedua ekstremitas bawah dalam keadaan melingkar. Jenis gangguan berjalan ini biasanya dijumpai pada lesi periventrikular bilateral. Ekstremitas bawah lebih lumpuh dibangingkan dengan ekstremitas atas karena akson traktus kortikospinalis yang mempersarafi ekstremitas bawahletaknya lebih dekat dengan ventrikel otak.

  (3) Gangguan gaya jalan neuropathy Gangguan gaya berjalan jenis ini biasanya ditemukan pada penyakit perifer dimana ekstremitas bahwa bagian distal lebih sering diserang. Karena terjadi kelemahan dalam dorsifleksi kaki, maka pasien harus mengangkat kakinya lebih tinggi untuk menghindari pergeserang ujung kaki dengan lantai. (4) Gangguan gaya jalan miopathy

  Adanya kelainan otot, otot-otot proksimal pelvic girdle (tulang pelvis yang menyongkong pergerakan ekstremitas bahwa) menjadi lemah. Oleh karena itu, terjadi ketidakseimbangan pelvis bila melangkah ke depan, sehingga pelvis miring ke kaki sebelahnya, akibatnya terjadi goyangan dalam berjalan.

  (5) Gangguan jalan parkinsonian Terjadi regiditas dan bradiknesia dalam berjalan akibat gangguan di ganglia basalis. Tubuh membungkuk ke depan,langkah memendek, lamban dan terserat disertai dengan ekspresi wajah seperti topeng.

  (6) Gangguan gayaberjalan ataxia Langkah berjalan menjadi lebar, tidak stabil dan mendadak, akibatnya badan memutar ke samping dan jika berat badan pasien akan jatuh. Jenis gangguan berjalan ini dijumpai pada gangguan cerebllum.

  (7) Gangguan gaya berjalan khoreoform Merupakan gangguan gaya berjalan dengan hiperkinesia akibat gangguan ganglia basalis tipe tertentu. Terdapat pergerakan yang ireguler seperti ular dan involunter baik pada ekstremitas bawah maupun atas.

  Hasil Penelitian yang telah dilakukan oleh Housdorff et.all (2003) menunjukan bahwa faktor gaya berjalan pada pasien parkinson memiliki hubungan dengan kejadian jatuh. Louis et. all.

  (2005) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pasien stroke kronis memiliki gangguan keseimbangan dan mobilitas dalam berjalan sehingga mereka memiliki resiko untuk mengalami jatuh saat berjalan.

  2) Faktor ekstrinsik

  a) Lingkungan Lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi rendah dan licin, tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tdak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser, lantai licin atau basah dan penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan).

  b) Aktifitas Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktifitas biasa seperti berjalan, naik turun tangga dan mengganti posisi.

  Hanya sedikit sekali jatuh terjadi pada lansia melakukan aktifitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat.

  c) Obat-obatan Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan farmakokinetik akibat proses menua dan penyakit juga sering menyebabkan intoksikasi obat pada lansia. Disamping itu, obat yang diresapkan dapat menyebabkan konfusi pusing, mengantuk yang dapat menyebabkan keseimbangan dan mobilitas (Perry dan Potter, 2001).

  Menurut Nugroho (2008)jatuh sering membawa akibat lanjutan, misalnya timbul perubahan pada persendian alat gerak tubuh, terjadinya patah tulang dan infeksi kulit. Penyebab jatuh pada lanjut usia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor atau multifaktor, antara lain karena: 1) Kecelakaan, merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia) a) Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung

  b) Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda- benda yang ada di dalam rumah tertabrak lalu jatuh. 2) Nyeri kepala dan atau vertigo 3) Hipotensi orthostatic

  a) Hipovilemia/curah jantung rendah

  b) Disfungsi otonom

  c) Penurunan kembalinya darah vena ke jantung

  d) Terlalu lama berbaring

  e) Pengaruh obat-obatan hipotensi

  f) Hipotensi sesudah makan 4) Obat-obatan

  a) Diuretik/antihipertensi b) Antidepresan trisiklik

  c) Sedative

  d) Antipsikotik

  e) Obat-obatan hipoglikemi

  f) Alkohol

  5. Proses penyakit yang spesifik Penyakit-penyakit akut seperti:

  a) Kardiovaskuler, seperti : 1) Aritmia 2) Stenosis aorta 3) Sinkop sinus karotis

  b) Neurologi, seperti : 1) TIA 2) Serangan kejang 3) Parkinson 4) Kompresi syaraf spinal karena spondilosis 5) Penyakit serebelum

  6. Idiopatik (tak jelas penyebabnya)

  7. Sinkope: kehilangan kesadaran secara tiba-tiba

  a) Drop attack (serangan roboh)

  b) Penurunan darah ke otak tiba-tiba

  c) Terbakar matahari

  c. Faktor-faktor yang sering dihubungkan dengan jatuhnya lansia

  Terdapat 3 faktor lingkungan yang dapat di hubungkan dengan terjadinya jatuh pada lansia, seperti :

  1. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah

  2. Tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok

  3. Tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah di pegang, misalnya: a) Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun

  b) Karpet yang tidak di lem dengan baik, keset yang tebal atau pinggirnya tertekuk dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah bergeser

  c) Lantai yang basah dan licin

  d) Penerangan yang tidak baik (kurang terang atau terlalu menyilaukan) e) Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaanya (Nugroho, 2008).

  d. Komplikasi

  Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti : 1) Perlukaan (injury)

  a) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa sobekan atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena b) Patah tulang (fraktur)

  (1) Pelvis (2) Femur (terutama kollum) (3) Humerus (4) Lengan bawah (5) Tungkai bawah (6) Kista

  c) Hematom subdural 2) Perawatan rumah sakit

  a) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)

  b) Resiko penyakit-penyakit iatrogenic 3) Disabilitas

  a) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik

  b) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan gerak 4) Resiko untuk di masukan dalam rumah perawatan (nursing home) 5) Kematian (Kane, 1994).

e. Pencegahan Jatuh

  Turuna (2009) menyatakan pencegahan dilakukan berdasarkan atas faktor resiko yang menyebabkan jatuh seperti : neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang di derita, pengobatan yang sedang di jalani, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan. Dibawah ini akan diurakan beberapa metode pencegahan jatuh pada orang tua :

  1) Latihan fisik Latihan fisik di harapkan dapat mengurangi resiko jatuh denganmeningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat- obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya. Salah satunya adalah berjalan kaki. 2) Manajemen obat-obatan

  Gunakan dosis kecil yang efektif dan spesifik, perhatikan terhadap efek samping dan reaksi obat. Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan, kurangi pemberian obat- obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquilisers, hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat menghentikan obat yang tidak diperlukan. 3) Modifikasi lingkungan

  Pengaturan suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk menghindari pusing akibat suhu. Meletakan barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam jangkauan tanpa harus berjalan dulu. Bila memang perlu gunakan karpet untuk antislip di kamar mandi atau lantai. Perhatikan kualitas penerangan di rumah agar tidak sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa dilintasi. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah tangga. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa dilewati.gunakan lantai yang tidak licin dan atur letak furnitur agar tidak menggangu jalan yang biasa di lewati dan menghindari tersandung. Pasang pegangan tangan di tempat yang di perlukan seperti dikamar mandi.

  Hindari penggunaan furnitur yang beroda. 4) Memperbaiki kebiasaan lansia

  Berdiri dari posisi duduk atau jongkok dengan cara tidak terlalu cepat dan tidak dengan mengangkat barang sekaligus. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai dan hindari olahraga berlebihan.

  5) Alas kaki Hindari sepatu berhak tinggi, tidak berjalan dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan. Memakai alas kaki yang antislip.

  6) Alat bantu jalan Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan di fokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebab atau faktor yang mendasarinya. Pada penggunaanya, alat bantu jalan memang membantu meningkatkan keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecendrungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda, karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual. Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penangananya adalah dengan alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak). Jika hanya 1 ekstermitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan memakai cane. Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstermitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstermitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka pemilihan alat di tentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat badan.

B. Kerangka Teori

  Lansia Proses menua

  Faktor penyebab jatuh : Faktor internal

  1. Sistem saraf pusat (SSP)

  2. Demensia (Gangguan Perubahan yang terjadi

  Kognitif)

  pada lansia

  3. Gangguan sistem sensorik (gangguan

  penglihatan )

  Perubahan fisik

  4. Gangguan sistem kardiovaskuler

  5. Gangguan metabolisme Perubahan mental

  6. Gangguan gaya

  berjalan

  Faktor eksternal

  1. Lingkungan

  2. Obat-obatan Perubahan

  3. Aktifitas psikososial Jatuh

  Perubahan Muskuloskeletal

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber : Hutapea, (2005), Maryam (2008), Nugroho, (2008) dan Turana (2009)

C. Kerangka Konsep

  Berdasarkan kerangka teori diatas dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut : Variabel babas Variabel terkait

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep D.

   Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

  1. Ada pengaruh faktor gangguan gaya berjalan terhadap kejadian jatuh pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap.

  2. Ada pengaruh faktor lingkungan terhadap kejadian jatuh pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap.

  3. Ada pengaruh faktor gangguan penglihatan terhadap kejadian jatuh pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap.

  4. Ada pengaruh faktor gangguan kognitif terhadap kejadian jatuh pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap.

  1. Gangguan gaya berjalan

  2. Lingkungan

  3. Gangguan penglihatan

  4. Gangguan kognitif Kejadian jatuh lansia