Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial di Bangsal Penyakit dalam RSU Haji Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

  

GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN

  

INFEKSI NOSOKOMIAL DI BANGSAL PENYAKIT

DALAM RSU HAJI MAKASSAR

Skripsi

  

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Keperawatan

Jurusan Keperawatan Pada Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Alauddin Makassar

  

Oleh:

NIRMAWATI

70300106053

  

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2010

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Dengan penuh kesadaran, penulis yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, jika di kemudian hari terbukti skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat orang lain secara keseluruhan atau sebagian, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

  Makassar, 6 Agustus 2010 Penulis

  NIRMAWATI

   NIM: 70300106052

  MOTTO

“ Kesuksesan tidak dapat dicapai secara kebetulan, tetapi kesuksesan dicapai

melalui pengorbanan”.

  “ Berani mengambil langkah setapak untuk pada akhirnya berlari bebas”.

“ Perhatikan kebiasaanmu, karena itu menjadi karaktermu, karena itu akan

menentukan masa depanmu”.

  

Skripsi ini kupersembahkan buat kedua

Orang tuaku beserta saudara-saudaraku

Juga teman-temanku karena mustahil

saya bisa sukses tanpa bantuannya….

  

ABSTRAK

NAMA : NIRMAWATI NIM : 70300106052 JUDUL : GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI BANGSAL PENYAKIT DALAM RSU HAJI MAKASSAR Pembimbing : Alfi Syahar dan Hasnah

  Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau di tempat pelayanan kesehatan lain, yang disebabkan oleh mikroba yang berasal dari rumah sakit. Data infeksi nosokomial yang diperoleh dari RSU Haji Makassar pada tahun 2009 adalah 11,38 persen dan terjadi peningkatan di tahun 2010 menjadi 13,07 persen yakni pada bulan Januari samapai dengan Februari. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial di bangsal penyakit dalam RSU Haji Makassar. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif. Tehnik pengambilan sampel adalah total sampling yaitu 40 orang perawat yang bertugas di bangsal penyakit dalam RSU Haji Makassar. Instrument yang digunakan adalah Kuesioner. Analisa data secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui cuci tangan sebanyak 72,5 persen perawat yang memiliki pengetahuan baik dan kurang sebanyak 27,5 persen, penggunaan Alat pelindung diri sebanyak 77,5 persen perawat yang memiliki pengetahuan baik dan kurang sebanyak 22,5 persen, pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui pengelolaan alat kesehatan sebanyak 67,5 persen perawat yang memilikim pengetahuan baik dan kurang sebanyak 32,5 persen, pada pengelolaan jarum dan alat tajam perawat yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 62,5 persen dan kurang sebanyak 37,5 persen, sedangkan pada pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan perawat yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 42,5 persen dan kurang sebanyak 57,5 persen. Dapat disimpulkan bahwa gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial sebagaian besar baik, namun untuk pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan belum sepenuhnya diketahui, hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.

  Kata Kunci: Pengetahuan, Infeksi Nosokomial

KATA PENGANTAR

  Assalamu Alaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Berkah, dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Gambaran Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi

  

Nosokomial Di Bangsal Penyakit Dalam RSU Haji Makassar “ dengan baik.

  Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat selesainya rangkaian perkuliahan program studi keperawatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar untuk menjadi sarjana keperawatan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan waktu yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penyusunan skripsi ini. Permasalahan dan hambatan yang penulis hadapi dalam persiapan, pelaksanaan, pengolahan data penelitian, hingga perampungan tulisan ini, namun berkat dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak terutama kepada bapak Alfi Syahar, S.Kp.,M.Kes. selaku pembimbing I dan ibu Hasnah, S.SiT.,M.Kes.selaku pembimbing II. Pada kesempatan ini, pula mengucapkan rasa terma kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang terkait:

  1. Bapak Prof. DR. H. Azhar Arsyad, M.A., selaku rektor UIN Alauddin Makassar.

  2. Bapak dr. H. M. Furqaan Naiem, M.Sc., Ph.D., selaku dekan FIK UIN Alauddin Makassar atas bimbingan dan kesempatan sehingga penelitian ini dapat berjalan adanya dan sesuai dengan penulis harapkan.

  3. Nurhidayah, S.Kep., Ns., M.Kes., selaku Ketua Prodi Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan serta sebagai ibu yang selalu memberikan motivasi dan pengetahuan yang luas kepada anak didiknya.

  4. Alfi Syahar, S.Kp., M.Kes., dan Hasnah, S.SiT., M.Kes., masing-masing sebagai pembimbing I dan II yang sangat teliti memberikan bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini.

  5. Prof. Dr. H. Abustani Ilyas, M.Ag dan Muh. Anwar Hafid, S.Kep., Ns., M.Kes., selaku penguji I dan II yang telah memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

  6. Direktur RSU Haji Makassar, beserta staf yang telah memberikan izin serta menyiapkan data-data dan informasi kepada penulis selama melakukan penelitian di tempat tersebut.

  7. Yang tercinta, terkasih, dan tersayang, sumber inspirasi terbesar, semangat hidup menggapai cita-cita, kedua orang tuaku Kamaruddin dan Megawati AS, yang tidak hbis-habisnya dengan penuh cinta dan kasih sayang memberikan dukungan, motivasinya dalam berbagai bentuk serta doa restu yang terus mengiringi perjalanan kehidupan peneliti. Adik-adikku Dirmanto, Rismawan,

  Pratama, dan Rurul Wahyudi Cassanovhal serta keluarga besarku terutama Pamanda Muh. Said, S.PdI., S.Pd dan Ibu Sarsina. P, S.Pd., yang juga tak henti-hentinya memberi dukungan dan semangat serta doa restu.

  8. Yang spesial teman setiaku Eldi Pramudya Setya, S.Pd., yang selalu mendampingiku dalam penyelesaian skripsi ini memberikan semangat dan motivasi baik suka maupun duka.

9. Sahabat-sahabatku Megawati Supardi, A.Md.,rad., Ahmad Yani, S.Si, Fis.,

  Muh. Adam Rahman, S.ThI., dan sahabat Keperawatan Sri Adriana Irma, S.Kep.,Irma Dwianty, S.Kep., Resky Gustina, S.Kep., serta seluruh keperawatan 06, kalian yang terbaik.

  Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini masih sangat banyak kekurangan dan sangat jauh dari kesempurnaan, maka dengan jiwa besar penulis sangat mengharapkan kontribusi dari semua pihak berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.

  Melalui kesempatan ini juga memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan yang tidak berkenan di hati. Akhir kat penulis sangat berharap semoga dapat bermanfaat baik bagi penulis pribadi, dunia keperawatan, dunia pendidikan maupun masyarakat pada umumnya.

  Wassalam Makassar, Agustus 2010 Penulis

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

  ……………………………………………………………… i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  …………………………………………. ii

  PENGESAHAN SKRIPSI

  ………………………………………………………. iii

  MOTTO

  ………………………………………………………………………….. iv

  ABSTRAK

  ……………………………………………………………………….. v

KATA PENGANTAR

  …………………………………………………………... vi

DAFTAR ISI

  …………………………………………………………………….. ix

  DAFTAR TABEL

  ……………………………………………………………….. xi

DAFTAR LAMPIRAN

  …………………………………………………………. xii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………… 3 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 3 D. Manfaat Penelitian……………………………………………………... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pengetahuan………………………………………... 6 B. Tinjauan Tentang Infeksi Nosokomial………………………………… 11 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL A. Kerangka Konsep Penelitian………………………………………….. 29 B. Kerangka Kerja ……………………………………………………….. 30

  C.

  Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif …………………………... 31

  BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian …………………………………………………....... 33 B. Populasi dan Sampel …………………………………………………... 33 C. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………………. 34 D. Instrument Penelitian ………………………………………………….. 34 E. Prosedur Pengumpulan Data …………………………………………... 35 F. Tehnik Pengolahan Dan Analisa Data ………………………………… 35 G. Penyajian Data ………………………………………………………… 36 H. Etika Penelitian ……………………………………………………….. 36 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……………………………………………………….. 38 B. Pembahasan …………………………………………………………… 43 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……………………………………………………………. B. Saran ………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 : Gambaran pengetahuan pearawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui cuci tangan di bangsal penyakit dalam RSU Haji

  Makassar.

Tabel 5.2 : Gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di

  bangsal penyakit dalam RSU Haji Makassar.

Tabel 5.3 : Gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui pengelolaan alat kesehatan di bangsal penyakit

  dalam RSU Haji Makassar.

Tabel 5.4 : Gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui pengelolaan jarum suntik dan alat tajam untuk

  mencegah perlukaan di bangsal penyakit dalam RSU Haji Makassar.

Tabel 5.5 : Gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial di bangsal penyakit dalam melalui pengelolaan limbah

  dan sanitasi ruangan di bangsal penyakit dalam RSU Haji Makassar.

Tabel 5.6 : Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan.

DAFTAR LAMPIRAN

  LAMPIRAN I : Master Tabel LAMPIRAN II : Instrumen Penelitian LAMPIRAN III : Permohonan Izin Penelitian LAMPIRAN IV : Dekumentasi Surat izin Penelitian LAMPIRAN V : Surat Selesai Meneliti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi Nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau di

  tempat pelayanan kesehatan lain, atau infeksi yang disebabkan oleh mikroba yang berasal dari rumah sakit. Infeksi bisa menular dari penderita ke penderita, dari penderita ke petugas kesehatan, dari penderita ke pengunjung, atau sebaliknya dari petugas ke penderita.

  Dalam pencegahan infeksi nosokomial, perawat harus mempunyai kemampuan sebagai seorang perawat profesional yang telah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan klinis yang memadai sehingga mampu memahami akan infeksi nosokomial di rumah sakit. Peningkatan kemampuan dan pengetahuan perawat dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal maupun informal.

  Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan tenaga perawat kepada pasien merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan berkesinambungan. Oleh karena itu para tenaga perawat sebaiknya menggunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan/ keperawatan sebagai upaya untuk

  2 mewujudkan praktik keperawatan yang berdasarkan pengetahuan dan fakta (knowledge/ evidence based nursing Practice) (Nurcman, 2000).

  Peran perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial tentu saja paling penting, dimana rata-rata setiap harinya tujuh sampai dengan delapan jam perawat melakukan kontak pershift perhari dengan pasien.

  Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO meliputi 55 rumah sakit di 14 negara berkembang pada empat wilayah ( Eropa, Mediterania timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat) menemukan rata-rata 8,7 persen dari seluruh pasien rumah sakit menderita infeksi nosokomial, jadi pada saat setiap saat, terdapat 1,4 juta pasien di seluruh dunia terkena komplikasi infeksi yang didapat di rumah sakit.(Tikhomirov, 1987).

  Penelitian WHO dan lain-lain yang menemukan prevalensi nosokomial yang tertinggi terjadi di Intensive Care Unit (ICU), perawatan bedah dan bangsal penyakit dalam. (Tietjen, 2004).

  Penelitian di Brazil dengan 11 juta perujukan ke Rumah sakit pertahun dan laju infeksi nosokomial sekitar lima persen sampai sepuluh persen kami memproyeksikan 550.000 sampai 1.100.000 kasus. (Emori dan Geynes, 2006).

  Di Indonesia yaitu di sepuluh RSU Pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu enam sampai dengan 16 persen dengan rata-rata 9,8 persen dan hasil penelitian di RSU. Sleman kejadian infeksi nosokomial luka operasi sebesar 13,04 persen dan infeksi nosokomial di ruang interna sebesar 15,74 persen (Suparno, 2003).

  3 Data infeksi nosokomial yang didapatkan di RSU Haji Makassar khususnya ruang perawatan penyakit dalam di tahun 2009 adalah 11,38 persen kejadian plebitis yang disebabkan karena infeksi jarum infus . Sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 13,07 persen (bulan Januari sampai dengan Februari).

  Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka perlu diketahui bagaimana tingkat pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Haji Makassar.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana Gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi Nosokomial di bangsal penyakit dalam RSU Haji Makassar ?

  C. Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Menggambarkan pengetahuan perawat Tentang pencegahan infeksi nosokomial di Bangsal Penyakit Dalam RSU Haji Makassar.

2. Tujuan Khusus a.

  Menggambarkan pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui kebersihan tangan b.

  Menggambarkan pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui penggunaan alat pelindung diri

  4 c.

  Menggambarkan pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui pengelolaan alat kesehatan lokal d.

  Menggambarkan pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan e. Menggambarkan pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial melalui pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi instansi Rumah Sakit Sebagai informasi dan bahan masukan dalam melakukan evaluasi mutu pelayanan keperawatan khususnya dalam penerapan pencegahan infeksi nosokomial di bangsal penyakit dalam RSU. Haji Makassar.

  2. Bagi profesi Keperawatan Sebagai informasi dan bahan masukan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalm memberikan pelayanan kepada klien khusunya dalam pencegahan infeksi nosokomial di bangsal penyakit dalam.

  3. Bagi instansi pendidikan Sebagai bahan informasi dan bahan masukan pada program penelitian dan pengembangan khususnya tentang pencegahan infeksi nosokomial di bangsal penyakit dalam.

  5

4. Bagi peneliti

  Sebagai pengalaman berharga bagi peneliti dan salah satu persyaratan kelulusan dalam menyelesaikan studi di Fakultas ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pengetahuan Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia

  melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. (Mudyharjo R, 2002)

  Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan- tahapannya.(Dita T, 2003).

  7 Ada empat faktor yang berpengaruh dalam upaya peningkatan yaitu: 1.

  Faktor genetik 2. Faktor prilaku 3. Faktor pelayanan kesehatan dan 4. Faktor lingkungan dan faktor perilaku memegang peranan yang lebih penting dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain. (Hendrik L. Blum, 2000)

  Prilaku mengandung 3 komponen yaitu pengetahuan, sikap dan perbuatan atau keterampilan. Perbuatan adalah wujud dari apa yang telah diketahui tentang suatu hal dalam tindakan yang nyata. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaiatan dengan penyakit dan sakit, sistem pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit, pencarian pengobatan maupun pemulihan kesehatan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok yaitu respon dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif pengetahuan, persepsi dan sikap maupun bersifat aktif tindakan yang nyata atau practis. (Hendrik L. Blum, 2000)

  Defenisi pengetahuan telah banyak dikemukakan oleh para ahli seperti: Suriasumantri (1994) mendefenisikan pengetahuan sebagai segenap apa yang diketahui sebagai suatu objek tertentu. Suhartono (1994) menyatakan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang diperoleh sebagai secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran dan informasi.

  Pengetahuan mempunyai 3 rana yakni rana kognitif, rana afektif dan rana psikomotorik. Rana kognitif adalah ingatan dan kepercayaan, rana afektif yaitu perasaan, emosi, tingkat penerimaan atau penolakan dan rana psikomotorik yakni hal-hal yang menyangkut keterampilan fisik. (Bloom, 1996)

  Pengetahuan adalah “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatau objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu, indra penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak di dasari oleh pengetahuan. (Notoatmodjo, 2003)

  Selanjutnya Bloom membagi kemampuan berfikir itu dalam beberapa tahapan sebagai berikut:

  1. Pengetahauan (knowledge), jenjang ini merupakan jenjang pengetahuan yang sangat sederhana yaitu kemampuan mengenali atau mengingat kembali pengetahuan yang telah disampaikan di dalam skema struktur kognitifnya.

  2. Pemahaman (Comprensif), tahap pemahaman sifatnya lebih kompleks dari pada bahan pengetahuan karena dalam tahap ini diperlukan kemampuan untuk membedakan, mengubah, menginterprestasikan, menentukan menggenerelisasikan dan memberikan contoh.

  3. Aplikasi (Aplication), tahapan ini menunjukkan adanya kemampuan untuk memilih, memnggunakan dan menerapkan dengan tepat sesuai teori atau cara pada situasi baru. Tahap aplikasi ini melibatkan sejumlah respon yang di transfer ke dalam situasi baru yang yang konteksnya berlainan

  8

  4. Analisis (Analysis), tahap ini menunjukkan adanya kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu masaalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (komponen) serta mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian tersebut.

  5. Sintesis (synthesis ), suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur- unsur secara logik sehingga menjelma menjadi suatu pola struktur atau bentuk baru.

  6. Evaluasi (evaluation), sebagai jenjang kognitif yang paling tinggi merupakan kemampuan seseorang untuk memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi, ide, metode berdasarkan suatu patokan atau kriteria. Setelah perttimbangan dilaksanakan dengan matang maka kesimpulan di ambil sebagai suatu kesimpulan.(Natoatmodjo, 2003) Pengetahuan seseorang adalah pengetahuan yang diorganisasikan secara selektif dari sejumlah fakta, informasi serta prinsip-prinsip yang dimilikinya yang diperoleh dari proses belajar dan pengalaman. (Krect et, al, 1982). Berdasarkan ciri pengetahuan, maka pengetahuan dapat bersumber dari kepercayaan berdasarkan tradisi, adat, dan agama, kesaksian orang lain. Indrawi, instuisi dan akal fikiran. (Suriasumantri, 1994).

  Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah segenap apa yang diketahui terhadap suatu objek yang diperoleh dari suatu hasil proses belajar dan pengalaman.

  9

  10 Dalam pencegahan infeksi nosokomial, perawat harus mempunyai kemampuan sebagai seorang perawat profesional yang telah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan klinis yang memadai sehingga mampu memahami akan infeksi nosokomial di rumah sakit. dan sebagai upaya untuk mewujudkan praktik keperawatan yang berdasarkan pengetahuan dan fakta (knowledge/ evidence based nursing Practice ) (Nurcman, 2000).

  Peningkatan kemampuan dan pengetahuan perawat dapat ditempuh melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Peningkatan kemampuan perawat melalui jalur formal dapat ditempuh melalui berbagai tindakan yaitu Diploma, SI maupun Ners. Selain itu, dapat ditempuh melalui jalur informal.

  Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Qashas ayat 14 dan surah Al- Mujadilah ayat 11 yang menjelaskan pentingnya pengetahuan dan keterampilan seorang perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan (berbuat baik) kepada pasien : Firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Qashash/28: 14

             

  Terjemahannya :

  “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke- padanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang- orang yang berbuat baik.”(Q.S Al-Qashash/ 28: 14)

  11 Q.S. Al-Mujadilah/58: 11

                                  

  Terjemahannya:

  Hai orang- orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-

lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

  Dan Allah Maha Men getahui apa yang kamu kerjakan”(Q.S.Al-Mujadilah 58:11) B.

   Tinjauan tentang infeksi nosokomial

  1. Defenisi

   Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit pada

  seseorang baik ia sakit atau sedang berobat karena sesuatu penyakit sedangkan pada saat ke rumah sakit tersebut penderita tidak dalam masa inkubasi penyakit itu. Gejala yang sering dijumpai adalah demam yang disebut demam rumah sakit (hospital fever) padahal sebelumnya tidak menderita demam.

  Pada bangsal interna selain demam sering pula dijumpai gejala batuk. Menurut Abdul Rasyid dari bagian Ilmu Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Infeksi terjadi setelah 72 jam perawatan.

  12

2. Sumber Infeksi

  Sumber infeksi dapat dibagi menjadi benda mati dan benda hidup terutama manusia.

  1. Benda mati a.

  Ditularkan melalui kontak dengan alat- alat kedokteran seperti spoit, jarum suntik, thermometer, alat- alat kebersihan, kateter, dsb.

  b.

  Ditularkan melalui makanan, minuman, dan air yang sudah terkontaminasi dengan kuman.

  2. Benda hidup terutama manusia a.

  Manusia sehat, seperti pengunjung rumah sakit yang sehat, tenaga kesehatan, seperti dokter, mahasiswa kedokteran, paramedis, analisis, teknisi, fisioterapis, dan pegawai dapur merupakan sumber infeksi yang sudah tidak asing.

  b.

  Manusia sakit, seperti pengunjung rumah sakit dan tenaga kesehatan yang sedang sakit dan terutama penderita sendiri merupakan sumber infeksi yang sangat potensial. (Baedah. M, 2002). Bila saja ini merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung terhadap kematian pasien. Mungkin dibeberapa kejadian, infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien. Akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Di sisi lain juga dapat menyampingkan akibat dari suatu penyakit sehingga pasien

  13 dapat dirawat lebih lama tanpa berusaha dan susah payah dan berdoa kepada Allah SWT, oleh karena dalam Firman-Nya dalam Q.S. Yunus/10: 107

                             

  Terjemahannya:

  

Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, Maka tidak ada

yang dapat menghilangkan kecuali Dia, dan jika Allah menghendaki

kebaikan kamu, Maka tak akan dapat orang menolak karunia-Nya. Dia

memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendakia-Nya diantara

hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang”(Q.S.Yunus/10: 107)

  Infeksi nosokomial atau infeksi yang di dapat di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya adalah infeksi yang tampak secara klinis yang disebabkan oleh mikroba yang berasal dari rumah sakit atau tempat pelayanan rumah sakit dan bukan berasal dari diagnosis penyakit dasar penderita. Infeksi umumnya yang tampak secara klinis setelah 48 jam dirawat di Rumah sakit dirawat dianggap sebagai infeksi nosokomial.

  Infeksi yang terjadi setelah penderita keluar dari rumah sakit juga sebut infeksi nosokomial apabila organisme penyebabnya didapat selama dirawat di rumah sakit. Oleh kaerena itu, dalam ajaran islam manusia diwajibkan memperhatikan kebersihan lingkungan sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi seseorang karena penyakit yang ditimbulkannya.

  14 Infeksi nosokomial lebih dapat dikenali bila dibandingkan dengan penyakit yang didapat di tempat rawat jalan, karena untuk dikatagorikan sebagai infeksi nosokomial pada penderita harus dipenuhi kriteria berikut.

  1. Adanya infeksi yang jelas pada penderita selama dirawat di rumah sakit atas dasar tanda-tanda fisik dan laboratorim.

  2. Pada saat penderita mulai dirawat,tidak ditemukan tanda-tanda infeksi atau tanda-tanda masa inkubasi dari penyakit yang bersangkutan.

  Rantai infeksi nosokomial yang dipengaruhi dengan 3 faktor penting, yaitu mikroba atau agen penyebab (agent), penularan (transmission), tuan rumah(host atau hospest)

  1. Mikroba. Bakteri dan virus adalah yang terbanyak, sedangkan fungi dan parasit jarang menyebabkan infeksi nosokomial. Faktor-faktor dari pihak mikroba yaitu patogenosotas kemampuan mikroba untuk menyebabkan penyakit pada host), dosis infeksi (jumlah mikroba yang menyebabkan infeksi) sifat infeksi (mikroba hanya dapat menyebabkan makhluk tertentu), hasil metabolisme mikroba (zat-zat yang menyebabkan melemahakan daya tahan host), reservoir (tempat mikroba bermukim, bermetabolisme dan berkembang biak) dan sumber infeksi, tempat mikroba pindah ke host, dengan kontak langsung atau tidak langsung.

2. Penularan. Mikroorganisme ditularkan melalui beberapa rute,

  mikroorganismedapatditularkan oleh lebih satu rute. Ada 5 rute utama yaitu

  15 melalui kontak, droplet, udara (airbone) common vehicle, dan vector (vectorbone).

  3. Host. Faktor-faktor dari host antara yaitu tempat masuknya mikroba pathogen ke dalam tubuh host yaitu kulit, mukosa, traktus respiratorius, traktus gastro- intestinal, dan traktus genitor-urinarius, serta pertahanan tubuh (kekebalan) host yang sangat bervariasi terhadap tiap-tiap orang

4. Model Transmisi

  Berdasarkan kajian terhadap cara transmisi mikroba, maka mayoritas infeksi nosokomial ini adalah tipe infeksi endogenous (autoinfeksi) yang merupakan translokasi mikroka mukokutan ke tempat predileksi infeksi, dengan frekuensi 80 persen dari kejadian infeksi nosokomial. Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap model transmisi ini diantaranya faktor umur (neonates,

  geriatric ), penyakit dasar yang berat atau kegagalan organ (diabetes, gagal

  ginjal, sirosis), status imun yang tidak adekuat (malnutrisi, terapi imunosupresi, AIDS) defek barier mukokutan (trauma, endoskopi), serta mendapatkan terapi invasive (operasi, ventilasi mekanik, protese)

  Model transmisi kedua adalah infeksi eksogenous (20 persen) yang berarti berasal dari luar tubuh pasien. Reservoar dapat dari tenaga kesehatan yang melayani pasien (health care worker), pasien lain, lingkungan rumah sakit, atau alat kesehatan yang terkontaminasi. Dari tenaga kesehatan ke pasien atau sebaliknya (infeksi silang) paling terjadi (10 sampai dengan 20 persen) yang disebabkan karena budaya kerja yang tidak memenuhi syarat aseptik dan sterilitas. (Darmadi, 2008).

  Menegangkan diagnosis infeksi nosokomial tidaklah mudah. Diagnostik pada umumnya hanya terdasar pada gejala klinik, sedangkan diagnosis etiologi lebih sukar ditetapkan karena terbatasnya sarana dalam dana untuk menegakkan diagnosis infeksi nosokomial tersebut. Diagnosis klinik pada umumnya diduga ditegakkan bila : a.

  Sebelumnya penderita tidak sedang dalam masa inkubasi penyakit tersebut.

  b.

  Sebelumnya tidak pernah kontak dengan penyakit tersebut c.

  Masa inkubasi penyakit tersebut lebih pendek dari masa rawat penderita di rumah sakit umum Haji Makassar Kriteria diagnosis infeksi nosokomial a.

  Infeksi saluran nafas: manifestasinya berupa batuk, nyeri dada, dan sputum menjadi purulen, fotho toraks berubah b.

  Infeksi saluran kemih: manifestasinya bila jumlah kuman > 10 juta / ml c. Infeksi saluran cerna: Manifestasinya berupa diare > 2 hari, dan kultur kuman positif d.

  Infeksi luka bakar: manifestasinya bila jumlah kuman > 10 Juta / Gram e. Infeksi bekas luka operasi: manifestasinya berupa pus pada luka insisi f. Infeksi kulit: Manifestasinya berupa dekubitus.

  16

5. Diagnosis infeksi nosokomial

  17

6. Pencegahan dan Pengobatan

  Untuk meniadakan perkembangan infeksi pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit perlu diperhatikan beberapa hal yang pokok. Pokok-pokok dari penanganan imfeksi nosokomial dapat di kelompokkan dalam Sembilan butir sebagai berikut: a.

  Kewaspadaam universal b.

  Pembasmian fokus infeksi c. Pemutusan cara penularan d.

  Peningkatan keterampilan dokter dan tenaga para medis e. Penetapan kebijakan dan prosedur untuk pencegahan f. Pelaksanaan suatu program edukatif terpadu g.

  Pengumpulan data kejadian infeksi secara lebih sistematik h. Pengawasan kesehatan seluruh pegawai i. Peningkatan peranan laboratorium klinik j. Pembentukan panitia pengendalian infeksi

  Semakin banyak dibuktikan bahwa penggunaan profilaksis antibiotik pada tindakan bedah spesifik dapat mengurangi prevalansi infeksi pasca bedah.

  Pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit merupakan tanggung jawab dokter dan rumah sakit untuk mengadakan prosedur dan program yang di rancang-bangun untuk menurunkan penyebab utama morbiditas ini. Salah satu usaha penanggulangan yang perlu diperhatikan adalah peranan antiseptik dan disinfektan pada tenaga medis/ paramedik ketika melaksanakan tugas.

  18 Kewaspadaan universal seperti yang dikemukakan di atas adalah bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan. Penerapan kewaspadaan universal didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Prinsip utama kewaspadaan universal pelayanan kesehatan adalah menjaga sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi perlatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu flora residen dan menjadi 5 kelompok yaitu :

1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang

  Seperti yang telah kita ketahui bersama, mikroorganisme pada kulit flora transien. Flora residen adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis, yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora transien merupakan juga flora kontaminasi, jenisnya tergantung dari tempat kerja. Mikroorganisme jenis ini dengan mudah dapat dihilangkan dengan gesekan nekanis dan pencucian dengan sabun atau detergen. Oleh karena itu cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang sangat penting. Cuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah melakukan suatu tindakan dengan air mengalir.

  Terdapat tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, yaitu : a.

  Cuci tangan higienik atau rutin : mengurangi kotoran dan flora yang ada di tangan dengan menggunkan sabun atau detergen.

  19 b.

  Cuci tangan aseptik : sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan antiseptik c.

  Cuci tangan bedah : sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril.

  Indikasi cuci tangan Cuci tangan harus dilakukan pada saat diperkirakan akan terjadi perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan suatu tindakan yang seharusnya dilakukan secara bersih dan setelah melakukan tindakan yang memungkinkan terjadi pencemaran.

  Jadi secara garis besarnya cuci tangan dilakukan sebelum memeriksa pasien dan memakai sarung tangan bedah steril atau pemakaian sarung tangan untuk pemeriksaan rutin, dan tindakan cuci tangan dilakukan setelah situasi tertentu dimana tangan dapat terkontaminasi, seperti memegang instrument yang kotor dan alatnya yang lainnya, kontak lama dan intensif terhadap pasien, dan pada saat melepaskan sarung tangan

  Teknik dan cara cuci tangan yang dianjurkan untuk dilakukan minimal memenuhi kaidah cuci tangan rutin dan prinsip-prinsip yang telah disebutkan diatas. Untuk kegiatan cuci tangan diperlukan sarana berupa air mengalir, sabun atau larutan antiseptik. Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau bak penampungan yang memadai. Dengan guyuran mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan

  20 mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi di permukaan kulit.

  Sarana selajutnya adalah sabun atau detergen. Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air.

  Jumlah mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun dilain pihak dengan seringnya cuci tangan menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah- pecah.

  Larutan antiseptis dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Tujuan antiseptis tangan adalah menghilangkan kotoran atau debu serta mengurangi baik flora sementara maupun tetap. Teknis antiseptis tangan sama dengan teknik mencuci tangan biasa. Hal ini terdiri dari mencuci kedua tangan dengan air dan sabun atau detergen yang mengandung bahan antiseptik selain sabun biasa.

  Tindakan cuci tangan dengan antiseptis secara khusus dilakukan pada saat melakukan tindakan invasive dan pada pemeriksaan pasien yang rentan untuk penularan seperti bayi premature, pasien manula, atau pada penderita AIDS.

2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

  Alat pelindng diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret, dan selaput

  21 lendir pasien. Jenis tindakan yang berisiko seharusnya mengguakan alat pelindung diri. Alat pelindung diri yang digunakan diantaranya pemakaian sarung tangan, pelindug wajah, masker, kacamata, penutup kepala, gaun pelindung, dan sepatu pelindung guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.

  Dalam penerapan penggunaan APD, tidak semuanya harus dipakai. Jenis pelindung diri yang dipakai tergantung pada jenis tindakan atau kegiatan yag akan dikerjakan. Sebagai contoh, untuk tindakan bedah minor cukup memakai sarung tangan steril. Namun untuk kegiatan operatif di kamar bedah, atau melakukan pertolongan persalinan, sebaiknya semua pelindung tubuh dipakai oleh petugas untuk mengurangi kemungkinan terpajan darah atau cairan tubuh lainnya. Adapun APD yang secara umum digunakan adalah penggunaan sarung tangan dan masker.

  Penggunaan sarung tangan pada awalnya bertujuan untuk mengurangi resiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien, mencegah penularan flora kulit petugas pada pasien lainnya. Selanjutnya sarung tangan terutama dipakai hanya oleh petugas yang merawat pasien yang menderita infeksi pathogen tertentu atau terpapar dengan pasien yang beresiko tinggi terhadap hepatitis B.

  Walaupun telah berulang kali terbukti bahwa penggunaan sarung tangan sangat efektif mencegah kontaminasi pada tangan petugas kesehatan, sarung tangan tidak dapat menggantikan peran cuci tangan. Sarung tangan dengan bahan terbaik juga tidak menjamin terjadinya kontaminasi. Penggunaan sarung tangan