PENGARUH IN-STORE STIMULI TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN HYPERMARKET DI JAKARTA

PENGARUH IN-STORE STIMULI

TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR KONSUMEN

HYPERMARKET DI JAKARTA

Soeseno Bong,PhD

Fakultas Ekonomi Manajemen, Universitas Multimedia Nusantara, Gading Serpong, Tangerang-Banten Jawa barat.

Abstraksi

Perkembangan pesat usaha Hypermarket adalah konsekuensi logis dari pertumbuhan ekonomi dan pergera- kan globalisasi dunia, yang merupakan salah satu bentuk usaha jasa distribusi yang ramai dibicarakan dan berkembang pesat di Indonesia dan Negara-negara berkembang lainnya. Dalam upaya menerapkan strategi pemasaran mutahir dengan didukung oleh kemajuan teknologi informasi untuk mempertahankan loyalitas konsumennya maka hypermarket secara konsisten mempelajari perilaku konsumennya. Salah satu perilaku konsumen yang sangat penting adalah perilaku Belanja Impulsif (Impulse Buying Behavior). Tujuan pene- litian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel In-store Stimuli terhadap Impulse Buying Behavior konsumen. Penulis menguji hipotesis pengaruh variable stimulus toko terhadap perilaku belanja impulsif un- tuk membuktikan apakah betul terdapat pengaruh signifikan langsung kedua variable tersebut. Hasil temuan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh bisnis ritel di Inodoneisa. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa memang terdapat pengaruh signifikan langsung dari upaya stimulus oleh manajemen took terhadap prilaku impulsifitas konsumen.

Kata Kunci: Hypermarket, Perilaku Belanja Impulsif, Personal Antecedents, In-store Stimuli, In-store Browsing, and Shopping Enjoyment.

Pendahuluan

memiliki 19 gerai, Giant memiliki 27 gerai, dan

Keberhasilan globalisasi ekonomi dunia yang Carrefour, ritel dari Perancis, yang berkembang diiringi dengan kemajuan teknologi informasi pesat satu dekade terakhir memiliki 45 gerai di telah memacu pertumbuhan industri ritel selu- Indonesia (Majalah SWA, 16 Oktober 2009). Dari ruh dunia (Lamba, 2007). Toko-toko ritel besar sisi pangsa pasar, tahun 2005 saja hypermarket te- (hypermarket) telah merambah ke seluruh dunia lah menguasai 38,5% dari total pasar ritel Indo- melalui jaringan distribusinya yang berperan nesia Rp.87,5 triliun (Business Intelligence Report

sebagai wholesaler sekaligus sebagai retailer di - BIRO , 2005). Kondisi pertumbuhan hypermar-

semua negara berkembang termasuk Indonesia. ket ini tidak dapat dihindarkan karena revolusi Sejak tahun 2000 sampai sekarang pertumbuhan perubahan strategi bisnis ritel modern didu- hypermarket mencapai 30% per tahun, sedan- kung oleh organisasi mutahir yang menyedia- gkan supermarket menurun dari 15% menjadi kan jasa pelayanan mutahir dan ekstra lengkap 10% pertahun (Kontan, Oktober 2009). Pada ta- sehingga hypermarket menciptakan nilai tambah hun 2009 hypermart memiliki 44 gerai, Makro maksimal sebagai sarana distribusi bagi industri semua negara berkembang termasuk Indonesia. ket ini tidak dapat dihindarkan karena revolusi Sejak tahun 2000 sampai sekarang pertumbuhan perubahan strategi bisnis ritel modern didu- hypermarket mencapai 30% per tahun, sedan- kung oleh organisasi mutahir yang menyedia- gkan supermarket menurun dari 15% menjadi kan jasa pelayanan mutahir dan ekstra lengkap 10% pertahun (Kontan, Oktober 2009). Pada ta- sehingga hypermarket menciptakan nilai tambah hun 2009 hypermart memiliki 44 gerai, Makro maksimal sebagai sarana distribusi bagi industri

Pada saat ini peranan belanja impulsif kon-

terlengkap dan paling efisien dari sisi harga sumen, yang memberikan kontribusi bagi kinerja dan waktu belanja bagi konsumen. Hypermar- pendapatan toko-toko ritel dewasa ini, menjadi ket juga memiliki keunggulan teknologi jejaring topik bahasan penting pada banyak penelitian komputer canggih yang disebut dengan E fficient selama beberapa dekade terakhir, sebagai con- Consumer Response (ECR) untuk mengendalikan toh pada penelitian-penelitian berikut: Virvilaite, stok dan dipadukan dengan Electronic Data Inter- Saladiene, dan Bagdonaite (2009); Sharma, Siva- change (Henky, 2008).

kumaran, dan Marshall (2006); Hausman (2000); Dilihat dari sisi konsumen, perkembangan Shoham dan Brencic (2000); Bea y dan Ferrell

teknologi informasi masyarakat modern telah (1998); Rook dan Fisher (1995); Rook (1987); Bel- memacu perilaku konsumen semakin konsumtif

lenger, Robertson dan Hirschman (1978); Cobb ditambah dengan kemajuan sistem perbankan dan Hoyer (1986); Stern (1962). Perilaku be- yang mengeluarkan kartu kredit, kartu debit lanja impulsif adalah suatu perilaku konsumen dan lain-lain, sehingga konsumen terutama yang mengambil keputusan pembelian tanpa kaum muda usia berubah menjadi semakin he- direncanakan sebelumnya (Stern, 1962). Sewak- donistic dan impulsif (Brusdal dan Lavik, 2005). tu masuk ke dalam toko konsumen biasanya Konsumen yang impulsif merupakan suatu seg- mengambil keputusan bersifat mendadak dan men pasar tersendiri bagi hypermarket sehingga spontan karena tertarik melihat barang-barang dapat menangani secara khusus dalam upaya dagangan yang terpajang menarik, sehingga meningkatkan kinerja penjualan toko. Tingkat impulsifitas konsumen dapat dipengaruhi oleh tanpa memikirkan konsekuensi selanjutnya. Ha-

tingkat kemapanan dan gaya hidup keluarga sil penelitian POPAI (Point Of Purchase Advertis-

(Silvera, Lavack, dan Kropp, 2008), juga dapat dipen- ing Institute, 2007) dan GMA (Grocery Marketing

garuhi oleh faktor demografis konsumen yang Association , 2007) mengindikasikan 75% keputu- variatif, seperti faktor usia, jender, latar belakang san pembelian dilakukan di dalam toko adalah pendidikan, tingkat pendapatan keluarga, dan keputusan impulsif. Sedangkan penelitian di

komposisi keluarga (Piron III dan Robert, 2004). Amerika dan Eropa menemukan kontribusi be-

Menurut Jin dan Kim (2003), yang melakukan lanja impulsif ini mencapai 60 sampai 70 pers- penelitian konsumen hypermarket di Korea, me- en dari total penjualan toko ritel (Bell, Corsten, nyatakan ada tiga shopping motives konsumen, dan Knox, 2007). Nilai belanja impulsif semakin yaitu berbelanja bermoti an socialization, diver- meningkat searah dengan kemajuan ekonomi sion dan utilitarian. Selanjutnya penulis menemu- dan gaya hidup masyarakat setempat. Sejalan kan empat kelompok klaster konsumen, yaitu: dengan itu, maka banyak penelitian mengamati leisurely-motivated shoppers 34,1 persen, socially- faktor-faktor pendorong timbulnya perilaku be- motivated shoppers 11,0 persen, utilitarian shoppers lanja impulsif konsumen.

Kerangka Teoritis dan Konseptual tuk meningkatkan belanja konsumen yang tak

terencana terhadap kelompok produk tertentu.

Stimulus Dalam Toko (In-store Stimuli) Teknik-teknik ini termasuk floor display, tra ffic de-

Menurut Katel ijn (2008) bahwa suasana dan lighting , wewangian, program potongan harga, persepsi lingkungan (atmospheric perception) baik

sign, pajangan produk-produk dalam rak, teknik

program pengadaan sampling, pemajangan point di luar toko, maupun di dalam toko dapat mem-

of purchase , program pemberian kupon belanja, berikan pengalaman belanja yang sulit dilupa- aktivitas arousal dan demonstrasi-demonstrasi kan konsumen, dan bahkan suasana toko bisa dalam toko (Mehribian dan Russell, 1974; Dono- memengaruhi mood, perilaku konsumen untuk van dan Rossiter, 1982). Pengetahuan tentang melakukan belanja impulsif dan menyebabkan harga dari konsumen juga memacu aktivitas konsumen lebih betah tinggal lebih lama di toko. browsing dari konsumen (Dickson dan Sawyer, Menurut Ma ila dan Wirtz (2007) upaya pro- 1990). Rangkaian pemajangan produk ternyata gram In-store Stimuli menjadi lebih efektif apa- juga berfungsi untuk menstimulasi minat kon- bila dilakukan melebihi ekspektasi konsumen sumen agar membeli (Jones, 2003), oleh karena (self-reported impulse buying was maximized when menarik perhatian konsumen pada pandangan the store environment was perceived as over-stimu- pertama dan diharapkan pada akhirnya akan lating i.e., higher than desired in terms of excitement mengambil keputusan membeli walaupun tidak and stimulation) . Selanjutnya Matilla dan Wirtz direncanakan sebelumnya. Faktor penting lain- (2007) juga membuktikan bahwa Belanja Im- pulsif (Impulse Buying) dipengaruhi signifikan nya adalah produk-produk terpajang secara fi

oleh store environment, perceived crowding, dan sik yang menonjol dan mudah dicapai serta

employee friendliness . Sedangkan dimensi ling- disentuh tangan konsumen akan menimbulkan

kungannya bisa berupa suasana yang tercipta rangsangan bagi konsumen agar lebih mudah

oleh faktor penciuman (scent), penglihatan (vi- untuk melayani diri sendiri (Bellenger, 1978; sual) dan pendengaran dan aktivitas (arousal). Di mar dan Bea ie, 1998). Hypermarket menye- Semuel (2007), di Surabaya juga meneliti media diakan pemajangan produk yang menarik per- periklanan melalui teknik audio-visual animasi hatian agar konsumen potensial tertarik dan adalah merupakan stimulus yang efektif me- terstimulasi dari keadaan tersebut (Anderson, mengaruhi Belanja Impulsif pada industri super- 1979). Kegiatan In-store Stimuli sengaja diper- market . Singh (2006) menganalisis model yang siapkan memengaruhi aktivitas belanja tak ter- dibangunnya mengenai pengaruh store environ- encana dengan tujuan meningkatkan penjualan ment cues terhadap responsi konsumen dengan toko. Konsumen cenderung melihat penawaran- mediasi customer internal evaluation. Singh (2006) penawaran tersebut sebagai tawaran khusus se- menjelaskan adanya social cues, design cues dan hingga tertarik secara spontan untuk membeli, ambient cues adalah merupakan dimensi-dimensi yang sebelumnya sama sekali tidak merencana- dari store environment cues. Anic dan Radas kan (Chevalier, 1975). (2006) melakukan penelitian perilaku konsumen

Ukuran toko yang memadai agar dapat me-

hypermarket di Kroasia, membuktikan In-store nyiapkan program Point Of Purchase, program

Stimuli yang menarik memengaruhi secara potongan harga (price discount), dan rangkaian

positif terhadap In-store Browsing konsumen un- produk tertentu sehingga menciptakan atraksi tuk tinggal lebih lama di dalam toko, sehingga terhadap konsumen potensialnya (Jones, 2003; pada akhirnya meningkatkan nilai belanja im- Di mar dan Beatie, 1998; Bellenger, 1978). Da- pulsif konsumen secara signifikan. Abra dan lam konteks bisnis ritel, sejumlah merchandise Goodey (1990) menambahkan In-store Stimuli dan peralatan-peralatan pajang (fixtures and fur- adalah teknik promosional yang dilakukan un- nitures), demikian juga konfigurasi alur pajang

dalam toko dapat menyebabkan persepsi kese- merawutan (crawding) yang berpengaruh negatif terhadap stimuli secara fisik (Machleit, Eroglu, dan Mantel, 2000). Jumlah, variasi, dan kein- dahan produk-produk pajangan adalah bagian dari stimuli untuk menciptakan rasa ingin tahu para pengunjung toko agar dapat menyentuh, menyelidiki, melakukan observasi lebih lanjut, dan akhirnya memutuskan membeli yang mana tidak diperkirakan sebelumnya (Di mar, 1995). Stimulus tinggi dan lingkungan toko yang nya- man dapat menggiring konsumen meningkat- kan keputusan Belanja Impulsif (Chen, 2008). Menurut Ma ila dan Wirzt (2007) persepsi stim- ulasi berlebihan memberikan dampak positif terhadap Belanja Impulsif yang dipengaruhi secara interaktif dari dua faktor, yaitu faktor sosial berupa bantuan karyawan, dan faktor persepsi keramaian (employee cue and perceived crowding). Mengetahui adanya dampak gabun- gan menciptakan stimulus dalam toko sangat-

lah penting, karena persepsi program stimulasi

melibatkan perasaan dan emosi para pengun- jung toko sebagai responsi terhadap program yang disajikan (Turley dan Milliam, 2000; Spies, Hesse dan Loesch, 1997; Dawson dan Ridgway, 1990). Keramaian pengunjung memperhatikan produk-produk impulsif dan program-program demonstrasi melalui aktifitas-aktifitas atau ger- akan-gerakan pembangkit selera (arousal) dapat berfungsi sebagai faktor pembangkit selera pen- gunjung (Mehrabian dan Russell, 1974; Dono- van dan Rossiter, 1982). Dengan bantuan dan pelayanan karyawan toko melalui upaya service encounter berkualitas (Shanker, 2000) akan mem- permudah pengunjung mengetahui dan mem- buru produk-produk yang ditawarkan, khusus- nya produk yang menurut persepsi pengunjung adalah berkualitas dan dengan harga bersaing. Para pemasok besar juga tertarik untuk menge- tahui efektivitas sebuah toko dalam hal kemam- puan menjual melalui stimulus yang diciptakan toko sehingga mempengaruhi perilaku belanja konsumen terhadap merek produk-produk pe- masok (Abra dan Goodey, 1990).

Penelitian di Amerika (Advertising Age, 2008) menunjukkan bahwa nilai dolar rata-rata belanja ritel konsumen pada supermarket mod- ern melalui belanja impulsif adalah mencapai 63% dari total nilai belanja industri ritel, dan 70% keputusan pembelian konsumen terhadap merek produk-produk baru oleh karena pen- garuh upaya promosional In-store Stimuli. Para peneliti mengidentifikasikan bahwa Belanja Im- pulsif terjadi sebagai hasil stimuli dalam toko (Kollat dan Rolland 1969; Stern 1962; Ma ila dan Wirtz, 2007). In-store Stimuli adalah faktor yang sengaja diciptakan oleh manajemen toko untuk memengaruhi semangat pengunjung agar berbe- lanja melalui berbagai upaya, seperti penciptaan suasana nyaman, teknik pemajangan, rangkai produk lengkap, layanan pelanggan dan aktivi- tas promosi lainnya (Bellenger dan Korganonkar, 1980; Kollat dan Roland, 1969). Belanja Impulsif terpacu oleh stimulus dalam toko, dan selanjut- nya stimulus toko menghasilkan Reminder Im-

pulse Buying (Abra dan Goodey, 1990). Stimuli mendorong terjadinya pengambilan keputusan membeli dengan menawarkan cara baru dalam

memenuhi kepuasan selera (Kollat dan Willet, 1969). Suasana toko itu sendiri merupakan salah satu stimulus dalam toko (Greenland dan Mc-

Goldrick, 1994). Suasana adalah suatu kondisi kenyamanan yang diciptakan oleh manajemen toko yang ditujukan untuk pelanggan sebagai bagian kualitas layanan. Suasana toko adalah satu elemen lingkungan yang dibentuk dengan tujuan agar dapat menciptakan perasaan nya- man bagi konsumen selama berada di toko. Sua- sana toko yang baik dapat dicapai antara lain dengan mengatur musik yang indah dan enak didengar, dekorasi interior yang indah dilihat, penampilan pelayan toko yang ramah dan pro- fessional dan sebagainya. Desain cues adalah bersifat visual, sedangkan ambient lebih bersifat

kecenderungan pengaruh perasaan di bawah sadar (Baker, 1987), dan kedua-duanya memer- lukan penciptaan suasana nyaman. Cues dan ambient tercipta oleh adanya kondisi visual dan audio merupakan faktor penting memengaruhi penciptaan suasana baik (Kim, 2000). Bahkan kecenderungan pengaruh perasaan di bawah sadar (Baker, 1987), dan kedua-duanya memer- lukan penciptaan suasana nyaman. Cues dan ambient tercipta oleh adanya kondisi visual dan audio merupakan faktor penting memengaruhi penciptaan suasana baik (Kim, 2000). Bahkan

meningkatkan mood untuk berbelanja dengan Perilaku Belanja Impulsif (Impulse Buy- tenang dan puas. Stimulus lainnya dapat berupa ing)

pajangan produk (product display). Signifikansi wilayah produk pajangan dalam toko swalayan Menurut Sterns (1962) belanja impulsif adalah ditimbulkan dari penampilan produk-produk suatu pembelian yang dilakukan konsumen tan- tersebut secara fisik, merupakan faktor stimulus pa direncanakan sebelumnya (impulsive buying is

penjualan (Anderson, 1979). Penampilan produk- a purchase that made by consumers without being in-

produk secara fisik melalui pola pemajangan tentionally planned before) . Perilaku konsumen ini menarik membuat konsumen mengetahui ke- dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat beradaan produk untuk memenuhi kebutuhan pendapatan, personalitas seseorang, ketersedi- konsumen. Sejumlah besar produk-produk dia- aan waktu, lokasi, dan faktor budaya belanja set- komodasikan di dalam toko ritel, khususnya hy- empat. Perilaku ini tidak hanya ditunjukkan oleh permarket, sehingga produk-produk ini dipajang orang-orang yang berbeda terhadap produk- dan diatur dengan penempatan terkelompok, produk yang sama, tetapi juga oleh orang-orang tertata menurut alur penjelajahan dalam toko, yang sama pada situasi dan kondisi lingkungan penampilan produk-produk tertentu, terjangkau yang berbeda. Suatu pembelian yang direncana- oleh tangan pengunjung dan sebagainya. Terda- kan secara teliti, b ijaksana dan melalui evaluasi pat cara-cara tertentu atau Standard Operating matang pada umumnya menghasilkan hasil ra- Procedure pemajangan produk yang seharusnya sional, akurat dan merupakan keputusan baik. dilakukan (Di mar dan Bea ie, 1998; Di mar, Kebalikannya dari berbelanja terencana, maka 1995). Yang terpenting dari pemajangan produk belanja impulsif adalah spontanitas dan kepu- haruslah mendukung suasana dan eye catch- tusan mendadak dimana konsumen tidak secara

ing untuk para pengunjung dengan permainan aktif melihat lebih rinci produk-produk yang

warna, posisi, cahaya lampu, layout tepat dan se- dibeli dan tanpa rencana awal (Kollat dan Wil- bagainya (Turley dan Millian, 2000). Pemajangan let, 1967; Rook 1987; Rook dan Fisher 1995; Ver- floor display) dan gondola akhir (end gondola) bi- planken dan Herabadi, 2001). Lebih jauh men- asanya adalah program kerja sama harga khusus genai spontanitas, Rook (1987) mendeskripsikan antara toko dengan pemasok manufaktur besar. belanja impulsif sebagai suatu kondisi ketegan- Konsumen selalu melihat pajangan khusus se- gan, melakukan aksi pembelian dalam keadaan bagai penawaran khusus dan sering melaku- tergesa-gesa, seolah-olah terdesak waktu, tanpa

kan pembelian impulsif yang sebelumnya tidak mempertimbangkan konsekuensi selanjutnya

memiliki rencana untuk berbelanja (Chevalier, setelah keputusan pembelian. Rook (1987) lebih 1975). Menurut Dickerson dan Albaum (1977); menekankan bahwa konsumen mungkin berada Hansen dan Deutscher (1977/1978); Lindquist dalam kondisi yang tidak rasional dalam berbe- (1974/1975) yang mengadakan sintesis terhadap lanja. atribut toko yang menarik untuk menjadi stim-

Hansen dan Olsen (2008) menekankan ori-

ulus dari sembilan dimensi, yaitu: merchandis- entasi kenyamanan (Convenience Orientation) dan ing, store services, clientele, physical facilities, con- persepsi desakan waktu (Perceived Time Pressure) vinience, promotion, store atmosphere, institutional adalah sebagai anteseden dari tendensi belanja ulus dari sembilan dimensi, yaitu: merchandis- entasi kenyamanan (Convenience Orientation) dan ing, store services, clientele, physical facilities, con- persepsi desakan waktu (Perceived Time Pressure) vinience, promotion, store atmosphere, institutional adalah sebagai anteseden dari tendensi belanja

nya memengaruhi loyalitas konsumen terhadap dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. toko (Consumer Store Loyalty). Situasi dan kondisi

Para peneliti terdahulu berhasil merumus-

dalam toko memegang peranan sangat penting kan belanja impulsif ke dalam lima kategori, dalam upaya meningkatkan ketertarikan calon yaitu: Pertama, karakteristik belanja impulsif konsumen untuk berbelanja, yang akhirnya calon oleh Virvilaite, Saladiene, Bagdonaite (2009); konsumen mengambil keputusan melakukan Rick, Cryder, Loewenstein (2008); Ridgway, Ku- belanja impulsif spontan di tempat (Verplanken kar-Kinney, Monroe (2008); Saraneva dan Saak- dan Herabadi 2001; Rook dan Fisher, 1995; Rook sjarvi (2008); Sharma, Sivakumaran, Marshall

1987; Kollat dan Willet, 1967). Penelitian ini di- (2006); Verplanken, Herabadi, Perry, Silvera

tujukan pada hal-hal yang berhubungan dengan (2005); Kwak, Zhinkan, Roushanzamir (2005). perilaku belanja impulsif konsumen, sedangkan Karakteristik belanja impulsif kadangkala di- karakteristik belanja impulsif banyak diteliti dan lihat sebagai perilaku menyimpang yang sering ditulis dalam semenjak awal tahun 1962an sam- mengambil keputusan spontan dan tanpa ren- pai dengan tahun 2009 ini.

cana sebelumnya serta keputusan tergesa-gesa Menurut Querback dan Bonverte (1983), di tempat yang disebut dengan Compulsive Buy-

dari hasil observasi yang dilihat dari sisi peri- ing, dikatakan sebagai pembawaan psikologis, laku konsumen, maka diperoleh adanya kepu- penyakit kronis, tindakan yang tidak memper- tusan pembelian yang direncanakan dan tidak timbangkan konsekuensi selanjutnya. Kategori direncanakan oleh konsumen pada titik kepu- kedua, adalah prediktor belanja impulsif, yang tusan pembelian (point of purchase). Titik kepu- para penelitinya adalah Herabadi, Verplanken, tusan pembelian merepresentasikan faktor

dan Knippenberg (2009); Zhang dan Shrum

waktu dan tempat pada saat di mana terdapat (2009); Hansen dan Olsen (2008); Silvera, La- unsur penawaran toko. Sedangkan faktor kon-

vack, dan Kropp (2008); Arocas (2008); Lee dan Yi sumen, adanya kesiapan keuangan dan tawaran (2008); Chen (2008); Piron III dan Robert (2007); produk menarik pada saat bersamaan. Dengan Park (2006); Lin dan Lin (2005) . Prediktor belanja mempergunakan berbagai alat dan teknis komu- impulsif diambil dari faktor-faktor yang melekat nikasi toko, seperti: pola pemajangan, kemasan pada seseorang, misalnya usia, jender, budaya produk, promosi penjualan, periklanan, dan pe- etnik (ethnicity), kesenangan berbelanja, emosi, layanan toko yang professional pada titik lokasi pertimbangan-pertimbangan subyektif, a ffective, penjualan (Point Of Sales), maka pemasar (mar- keter) berusaha memengaruhi keputusan pem- cognitive, social esteem, self esteem, self discrepancy

belian calon konsumen (Querback dan Bonverte, dan sebagainya. Ketiga, kategori determinan Be- 1983). Penelitian ini lebih jauh lagi menekankan lanja Impulsif dipengaruhi berbagai faktor luar,

pengelolaan titik penjualan Point Of Sales dalam seperti stimulus lingkungan, faktor sosial, tu- toko menjadi faktor sangat penting bagi market- juan ekstrinsik, media massa, program-program er , karena itu terdapat tiga alasan sebagai beri- promosi dalam toko, keramaian yang diadakan

kut: Pertama, Point Of Sales telah membuktikan (arousal), serta pengaruh-pengaruh normatif

sebagai cara yang lebih efisien dari pengeluaran lainnya. Keempat, kategori tipe-tipe belanja im- periklanan dan promosi lainnya. Kedua, Point Of pulsif diklasifikasikan sebagai Pure Impulse Buy-

Sales juga menurunkan jumlah tenaga layanan ing, Reminder Impulse Buying, Suggestion Impulse di dalam toko, dan memacu jalinan kerja sama Buying, dan Planned Impulse Buying, oleh Liau, antara toko dengan pemasok manufaktur. Keti- Shen, dan Chu (2009) dan Stern (1962). Kelima,

ga, dengan perubahan pola belanja dan harapan kategori manfaat dan dampak belanja impulsif konsumen sehubungan dengan meningkatnya yang diasumsikan yang memberikan manfaat perilaku belanja impulsif, maka program Point bagi keputusan pemasaran dan memberikan ga, dengan perubahan pola belanja dan harapan kategori manfaat dan dampak belanja impulsif konsumen sehubungan dengan meningkatnya yang diasumsikan yang memberikan manfaat perilaku belanja impulsif, maka program Point bagi keputusan pemasaran dan memberikan

mua ini membantu menciptakan stimulasi minat Penelitian belanja impulsif ini secara konsis- penjelajahan, menciptakan kenyamanan untuk ten didefinisikan sebagai pembelian atau belanja berlama-lama dalam toko, dan tentunya ling- yang tanpa direncanakan sebelumnya, sebagai kungan toko keseluruhan memengaruhi calon keputusan mendadak dalam pembelian dilaku- konsumen mengambil keputusan berbelanja se- kan di dalam toko, bahwa keputusan diambil cara impulsif sebanyak mungkin. yang sebelumnya tidak ada maksud untuk mem-

Compulsive buying adalah sinomimous den-

beli produk-produk tersebut sebelum konsumen gan belanja impulsif. Hanya saja belanja kom- memasuki toko, dan ini dilakukan berdasarkan pulsif dilihat dari sisi perspektif ilmu psikologi, latar belakang untuk memberikan responsi terh- sedangkan belanja impulsif dilihat dari sisi ilmu adap stimulus lingkungan yang diciptakan oleh pemasaran, yaitu perilaku konsumen. Perilaku manajemen toko (Kollat dan Willet, 1967; Rook kompulsif dihubungkan dengan bakat pem-

1987; Rook dan Fisher 1995; Verplanken dan bawaan psikologis dalam aksi berbelanja dilaku- Herabadi, 2001).

kan karena penguasaan perasaan memenuhi Banyak peneliti mendekatkan isu ini dari selera-selera yang menyimpang dari konsumen, berbagai perspektif, sebagai contoh, ada yang kurangnya pengendalian diri dan sebagainya melihat dari penyebab belanja impulsif yang tanpa mempertimbangkan konsekuensi lanjutan ditunjukkan oleh konsumen yang memutuskan dan dipengaruhi subyektivitas yang menyim- membeli sesuatu tanpa perencanaan sebelum- pang (Edward dan Desarbo, 1996). Terminologi nya yang disebut Belanja Impulsif (Wood, 1998, belanja kompulsif (compulsive buying) memiliki Piron, 1991; Rook, 1997; dan Hausman, 2000). sedikit perbedaan dibandingkan dengan belanja Perilaku ini dipelajari peneliti sebelumnya sejak impulsive, kompulsif dikategorikan sebagai pe- lama, yaitu semenjak tahun 1950an. Adanya isti- rilaku dan kebiasaan tidak sehat atau perilaku

lah belanja impulsif pertama disadari oleh hasil ketagihan berbelanja (Thomas dan Ronald, 2001; evaluasi produk-produk Du pont (1960) yang Shoham dan Maja, 2003). Perilaku belanja kom-

terjual pada toko-toko eceran secara impulsif pulsif sebagai penyakit kronis, kebiasaan ber- semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sejak belanja abnormal, pengeluaran uang abnormal, itu disadari dan disimpulkan bahwa terdapat lebih ekstrim dikatakan sebagai overpowering adanya pembelian-pembelian konsumen di luar tidak dapat mengendalikan diri, berulang-ulang

rencana konsumen itu sendiri. Belanja impulsif merasa terdesak untuk berbelanja, dengan tanpa

didefinisikan sebagai suatu keputusan pembe- mempertimbangkan konsekuensinya, bahkan lian di dalam toko tanpa secara eksplisit men- sampai berhutang (Edward dan Desarbo, 1996). genali suatu kebutuhan untuk produk tertentu Perilaku belanja kompulsif dihubungkan den-

sebelum masuk ke toko (Kollat dan Willet, 1967; gan pembawaan sifat psikologis seperti peras-

Kollat, 1966; dan Bellenger, 1978). Teori ini me- aan tidak mandiri, merasa diabaikan, depresi, nekankan pada keputusan pembelian konsumen kekurangmampuan pengendalian impulsif, low di saat melihat penampilan produk-produk dan self-esteem , pencari pengakuan diri, pencari per- secara spontan konsumen membuat keputusan lindungan sesaat, melarikan diri dari tendensi membeli produk tersebut. Oleh sebab itu toko- umum, kompulsif umum, materialisme (envy), toko ritel harus mempersiapkan kondisi toko se- merasa terisolasi, pecari kenikmatan sesaat, dan cara hati-hati dan menarik, dari segi pemajangan sifat perfeksionis (Briney, 1989; Christy, 1993; produk, pengelompokan produk, jalur-jalur pola Edwards, 1992, 1994a; Faber, 1992; Faber dan rak pajangan, alur pajangan untuk kenikmatan O’Guinn, 1988a, 1988b, 1989; Hanley dan Wil- penjelajahan dalam toko, musik, wewangian, helm, 1992; O’Guinn dan Faber, 1987a, 1987b, cahaya lampu, dan lain-lain pembangkit selera 1989; Scherhom, 1990; Valence, 1988). Perilaku Kollat, 1966; dan Bellenger, 1978). Teori ini me- aan tidak mandiri, merasa diabaikan, depresi, nekankan pada keputusan pembelian konsumen kekurangmampuan pengendalian impulsif, low di saat melihat penampilan produk-produk dan self-esteem , pencari pengakuan diri, pencari per- secara spontan konsumen membuat keputusan lindungan sesaat, melarikan diri dari tendensi membeli produk tersebut. Oleh sebab itu toko- umum, kompulsif umum, materialisme (envy), toko ritel harus mempersiapkan kondisi toko se- merasa terisolasi, pecari kenikmatan sesaat, dan cara hati-hati dan menarik, dari segi pemajangan sifat perfeksionis (Briney, 1989; Christy, 1993; produk, pengelompokan produk, jalur-jalur pola Edwards, 1992, 1994a; Faber, 1992; Faber dan rak pajangan, alur pajangan untuk kenikmatan O’Guinn, 1988a, 1988b, 1989; Hanley dan Wil- penjelajahan dalam toko, musik, wewangian, helm, 1992; O’Guinn dan Faber, 1987a, 1987b, cahaya lampu, dan lain-lain pembangkit selera 1989; Scherhom, 1990; Valence, 1988). Perilaku

Krych, 1987; Rook, 1985; Rook dan Hoch, 1987). aksi membeli, dan konsumen didorong oleh

Hirschmann (1992) mengarakteristikkan sebagai nafsu pribadi memiliki produk tertentu tanpa sifat adiktif seseorang, dan konsumsi kompulsif mempertimbangkan konsekuensi lanjutan, mis- sebagai akar di dalam perasaan ketidakmam- alnya ketersediaan dana dan sebagainya. Lebih puan diri sebagai perilaku yang dipergunakan jauh lagi bahwa Belanja Impulsif dilakukan kon- untuk memenuhi kebutuhan emosional, yang sumen karena aksi spontanitas, baik dilihat dari menyebabkan seseorang individu melakukan

segi tanpa rencana maupun dari sebab dipacu

pelarian dari substansi satu kepada substansi dari penawaran menarik atau karena aksi yang lainnya, dan ini merupakan kebiasaan dan ket-

disebabkan oleh faktor pengingat lainnya, sep- agihan yang berulang-ulang. erti bakat bawaan atau pun karena kebiasaan Sedangkan Belanja Impulsif dikelompok-

ketagihan berbelanja impulsif.

kan ke dalam empat tipe (Stern, 1962). Pertama, Sesungguhnya sebelum keputusan belanja Pure Impulse Buying, yaitu perilaku belanja im- impulsif terdapat beberapa faktor yang mem- pulsif murni yang tidak membuat perencanaan bawa para konsumen menuju perasaan terde- sebelum keputusan pembelian diambil, dan ini sak untuk berbelanja dan seterusnya melakukan diasumsikan sebagai perilaku belanja menyim- pang dari perilaku belanja normatif. Kedua, Re- pembelian (Bea y dan Ferrell, 1998). Calon kon-

minder Impulse Buying, adalah perilaku belanja sumen menikmati aktivitas berbelanja sebagai yang dipacu oleh faktor pengingat seperti mis- rekreasi biasanya tidak memiliki hambatan dari alnya calon konsumen teringat bahwa cadangan sisi waktu dan keuangan untuk kebutuhan kon- di rumah sudah menipis pada waktu kebetu- sumsi. Waktu dan uang merupakan anteseden

lan konsumen melihat tawaran produk-produk bagi konsumen secara pribadi pergi berbelanja

tersebut di toko. Ketiga, Suggestion Impulse Buy- ke toko retail untuk browsing (Bea y dan Fer- ing, adalah perilaku belanja terpacu oleh adanya rell, 1998). Stimulus diciptakan oleh manajemen program promosi di dalam toko atau konsumen toko memengaruhi niat membeli konsumen dan menemukan visualisasi promosi menarik di memburu produk-produk yang dibutuhkan, na- toko walau pun belum terlalu mengenal produk mun seringkali terjadi pembelian produk lain yang dipromosikan tersebut, namun terpen- yang tidak dibutuhkan karena terpengaruh oleh garuh membeli karena usulan program promosi karena faktor stimulus toko (Zhang dan Shrum, tersebut. Keempat, Planned Impulse Buying, ada- 2009; Tirmizi, Rehman, dan Saif, 2009); Je ffrey

lah perilaku belanja bahwa keputusan pembe- dan Hodge, 2007; Vohs dan Faber, 2007; Ma ila lah perilaku belanja bahwa keputusan pembe- dan Hodge, 2007; Vohs dan Faber, 2007; Ma ila

dan Lennon, 2006; dan Gutierrez, 2004). (2005) menganalisis perbedaan usia dan jenis ke- Penelitian belanja impulsif dilihat dari per- lamin yang memberi kontribusi keputusan be- spektif pengendalian personal dalam hal daya lanja. Seiring dengan semakin tumbuh dewasan- responsif konsumen, ukuran-ukuran etika, ya anak-anak, maka tuntutannya dalam memilih sumber-sumber pendukung berbelanja dan se- produk dan jasa yang disukai dan dikonsumsi bagainya (Rook, 1987). Rook dan Fisher (1995) juga mengalami pertumbuhan. Anak-anak ka- menganalisis isu faktor-faktor perbedaan indi- dangkala merupakan pengambil keputusan uta- vidual yang memacu tendensi berbeda menuju ma dibandingkan orang tua (Kuhn dan Eischen, pengambilan keputusan belanja impulsif, kar- 1997). Disamping itu diketahui pula perilaku be- ena konsumen memiliki latar belakang berbeda, lanja impulsif adalah suatu perilaku konsumen seperti pengaruh kehidupan normatif di ling- sebagai proses dari prakondisi suasana hati kon- kungannya atau keputusan subyektif realistis sumen baik dilihat dari sisi pembawaan secara yang menjadi latar belakang perilaku belanja psikologis, perilaku belanja yang tidak disiplin impulsif. Teori sumber daya kendali diri (self- atau sifat ketagihan berbelanja. Sebagai manajer regulatory resources theory) memungkinkan kon- toko tentunya harus memanfaatkan keadaan ini

sumen mendukung sikap responsi lemah atas untuk menyediakan stimulus dalam toko agar aksi tertentu dengan responsi lebih kuat dilihat para calon konsumen menaruh perhatian pada sebagai kemampuan individual yang tidak fokus produk-produk tertentu (R.Sing, 2006). Menu- (Vohs dan Faber, 2007). Setiap orang mempu- rut R.Singh (2006) persepsi kuliatas merchandise, nyai kemampuan kendali diri mutlak terhadap persepsi harga yang menarik, persepsi pelayan- setiap sumber daya di dalam dirinya, walaupun an interpersonal yang ramah, persepsi efisien orang berbeda memiliki kemampuan berbeda dan persepsi penampilan visual toko berupa mempergunakan sumber daya tersebut guna bagian dari store design cues yang menentukan memenuhi kebutuhan kehidupannya. Semakin In-store Stimuli akan mendorong perasaan ter- sedikit sumber daya yang dimiliki seseorang desak untuk belanja impulsif dari konsumen. untuk mengonsumsi barang dan jasa-jasa, atau Perasaan berdasarkan emosional, ditambah den-

memiliki kemampuan lemah terhadap kendali gan eye catching konsumen terhadap produk-

sumber daya yang dimilikinya, maka mudah produk terpajang dalam toko adalah kondisi berfoya-foya tanpa rencana atau lebih impulsif. yang membantu terjadinya perasaan terdesak Faktor usia, jender, dan etnis memiliki pengaruh itu muncul (felt urge). Semua teori Impulse Buying terhadap sumber daya kendali diri yang berbe- dan Compulsive Buying sebelumnya menyatakan

da. prakondisi konsumen seperti Money Available Pengeluaran kebutuhan keluarga dan kebu- dan Time Available, serta kondisi lainnya seperti tuhan individual suatu keluarga pada umumnya kesiapan psikologis konsumen yang didukung lebih banyak diputuskan oleh ibu-ibu rumah oleh In-store Stimuli akan langsung mendorong tangga dan anak-anak, dan sekaligus juga mem- terjadinya Belanja Impulsif, namun Bea y dan buat desakan melakukan pembelian-pembelian Ferrell (1998) menyatakan bahwa mood positif di bawah kendali (Tinson, 2005). Anak-anak ber- dari konsumen yang berhubung erat dengan tumbuh menjadi semakin dewasa, kemampuan Felt Urge To Buy Impulsively adalah tahap awal dan keahliannya dalam hal pengambilan kepu- kesiapan mental konsumen yang merupakan tusan juga tumbuh berkembang semakin mu- momentum mutlak yang mendorong terjadinya takhir. Anak-anak memiliki pengalaman terkait Belanja Impulsif. Teori lain juga menjelaskannya belanja impulsif sederhana sejak kecil, demikian sebagai suatu proses emosional dengan peras- juga aktivitas berbelanja tujuan jangka panjang aan terdesak Felt Urge To Buy Impulsively yang dan terencana. Chen (2008); Piron III dan Robert timbul berulang-ulang pada konsumen sewaktu da. prakondisi konsumen seperti Money Available Pengeluaran kebutuhan keluarga dan kebu- dan Time Available, serta kondisi lainnya seperti tuhan individual suatu keluarga pada umumnya kesiapan psikologis konsumen yang didukung lebih banyak diputuskan oleh ibu-ibu rumah oleh In-store Stimuli akan langsung mendorong tangga dan anak-anak, dan sekaligus juga mem- terjadinya Belanja Impulsif, namun Bea y dan buat desakan melakukan pembelian-pembelian Ferrell (1998) menyatakan bahwa mood positif di bawah kendali (Tinson, 2005). Anak-anak ber- dari konsumen yang berhubung erat dengan tumbuh menjadi semakin dewasa, kemampuan Felt Urge To Buy Impulsively adalah tahap awal dan keahliannya dalam hal pengambilan kepu- kesiapan mental konsumen yang merupakan tusan juga tumbuh berkembang semakin mu- momentum mutlak yang mendorong terjadinya takhir. Anak-anak memiliki pengalaman terkait Belanja Impulsif. Teori lain juga menjelaskannya belanja impulsif sederhana sejak kecil, demikian sebagai suatu proses emosional dengan peras- juga aktivitas berbelanja tujuan jangka panjang aan terdesak Felt Urge To Buy Impulsively yang dan terencana. Chen (2008); Piron III dan Robert timbul berulang-ulang pada konsumen sewaktu

kausalitas di mana Belanja Impulsif disebabkan Urge To Buy Impulsively mungkin dicapai dari

Felt Urge To Buy Impulsively. Selanjutnya Felt Urge beberapa faktor, misalnya potongan harga yang To Buy Impulsively dipengaruhi faktor positif dan memungkinkan konsumen membeli sesuatu se- faktor negatif dalam diri konsumen, dan ak- suai kemampuan mereka pada saat yang tepat tivitas In-store Browsing dipengaruhi oleh Time waktu di toko, yang mana mungkin tidak mun- Availability , Money Availability, dan Shopping En- cul pada saat yang lain. Jadi konsumen merasa joyment. Kalau dibandingkan dengan penelitian- penting membeli pada saat tertentu sewaktu penelitian sebelumnya, maka Bea y dan Ferrell dia merasa terdesak. Pada umumnya manusia

(1998) lebih menekuni masalah proses daripada terangsang pada penawaran pertama, seperti Belanja Impulsif itu sendiri.

halnya dengan program potongan harga (price Sebagai sebuah toko yang baik, maka sehar- discount) untuk pembelian-pembelian pertama usnya mempersiapkan sebaik mungkin suatu (Weekes, 2004). Program potongan harga bagi situasi optimal tertentu bagi para pelanggannya konsumen merupakan insentif ekonomi yang untuk menelusuri toko, menyentuh dan membeli efektif sehingga dapat memperolah barang dan produk-produk setelah tuntutan perasaan ter- jasa lebih banyak dan murah, sehingga faktor ini penuhi. Perasaan terdesak untuk belanja harus memegang peranan penting (Biyalogorsky, Ger- secara sengaja diciptakan oleh manajemen toko, stner, And Libai, 2001). sebagaimana teori Belanja Impulsif itu terjadi

Dalam kebudayaan Indonesia dan budaya

pada titik Point Of Purchase (POP) atau Point Of negara-negara Asia lainnya, wanita atau ibu ru- Sales (POS) hasil analisis dari Queback dan Bon- mah tangga pada umumnya merupakan orang verte (1983). Ini adalah salah satu titik tolak pent- yang bertanggungjawab atas kebutuhan kelu- ing dalam mendorong agar konsumen berminat arga, sekaligus bertugas berbelanja kebutuhan dan mengambil keputusan membeli, sehingga keluarga sehari-hari. Selanjutnya, wanita diang- manajemen toko perlu menyentuh perasaan hati gap memiliki waktu luang lebih banyak aktivi- konsumen dengan menyediakan pelayanan yang tas belanja dibanding laki-laki. Pada umumnya berkualitas tinggi dan suasana toko yang opti- di dalam toko ritel konsumen dapat menemu- mal (store environment cues). Dengan cues dan am- kan wilayah produk laki-laki, wilayah produk bient yang mempesona, maka berbelanja menjadi perempuan, dan wilayah produk anak-anak,

mudah dengan melihat rangkaian pilihan leng- baik kebutuhan pribadi konsumen mau pun

kap yang memungkinkan pelanggan mengmbil pakaian dan mainan yang telah disegmentasi keputusan pada saat konsumen berada dalam oleh pembagian pada lantai belanja di toko ritel. toko (Zhang dan Shrum, 2009; Tirmizi, Rehman, Wilayah produk bagi anak-anak biasanya memi- dan Saif, 2009; Je ffrey dan Hodge 2007; Vohs dan liki banyak varietas mainan bersifat impulsif, se- Faber 2007; Ma ila dan Wirtz 2007; Peck dan bab salah satu potensi belanja impulsif berasal

Childers 2006; Park dan Lennon 2006; Gutierrez dari faktor usia (Lin dan Lin, 2005). Perbedaan

2004; Bowlbey, 1997). Sesungguhnya, situasi dan usia dan jenis kelamin membuat pengaruh ber- kondisi toko yang baik memberikan kontribusi beda terhadap belanja impulsif. Namun demiki- pasti dalam membentuk selera yang memung- an, faktor budaya memberikan kontribusi terh-

kinkan bangkitnya mood konsumen terhadap adap perilaku belanja impulsif (Kacen dan Lee,

produk-produk tertentu. Sedangkan perasaan 2002), dan faktor-faktor tingkat regional bahwa produk-produk tertentu. Sedangkan perasaan 2002), dan faktor-faktor tingkat regional bahwa

tis memengaruhi perilaku berbelanja impulsif. Kerangka Konseptual dan Hipotesis

Kelompok masyarakat, baik kolektivis maupun individualis membentuk sikap diri, atau nilai- Menurut Jung dan Lim (2006) dan Bea y dan nilai dari aktivitas sehari-hari dan seterusnya Ferrell (1998) faktor-faktor impulsif berasal dari berubah menjadi budaya kebiasaan. Ada budaya upaya peritel sendiri yang aktif menciptakan In- yang memperlakukan nilai uang begitu penting, store Stimuli untuk membangkitkan selera kon-

sehingga kebiasaan kelompok ini tidak akan ber- sumen, yang akhirnya menciptakan tendensi

belanja tanpa melalui proses rasional, sementara berbelanja impulsif. Kombinasi faktor-faktor pe- itu ada budaya kelompok tertentu yang sangat rilaku belanja impulsif ini membutuhkan anali- lemah dalam pengendalikan diri, sehingga ber- sis lebih lanjut atas pengaruh belanja impulsif belanja itu begitu mudah, sehingga lebih mudah yang dimulai Felt Urge To Buy Impulsively. Menu-

rut Jung dan Lim (2006) dan Bea y dan Ferrell terpengaruh untuk berbelanja tanpa rencana atau

kebutuhan mendadak. Triandis (1995) mendefi- (1998) Felt Urge To Buy Impulsively merupakan

momentum dasar yang menyebabkan terjadinya nisikan kolektivisme sebagai suatu pola sosial

belanja impulsif dan dipacu faktor-faktor impul- terdiri dari para individual yang memandang sif oleh manajemen toko, kombinasi antara an- diri sebagai bagian integrasi dari satu atau lebih teseden personal maupun oleh aktivitas proses kolektif atau kelompok in-group, sebagai contoh perbelanjaan dalam toko. Felt Urge To Buy Im- sebagai keluarga atau sejawat. Kelompok yang pulsively dapat dipengaruhi oleh beberapa fak- lebih bersifat kolektivis seringkali dimotivasi tor lainnya, misalnya program potongan harga oleh norma-norma dan kebiasaan dalam kelom- dan suasana lingkungan toko yang mendukung.

poknya, dan memberikan prioritas kepada kel- Konsumen terdesak karena merasa waktu dan

ompok dan mencoba menekankan keterkaitan harga cocok dan tepat untuk mengambil kepu- kelompok dalam setiap keputusan atau kegia- tusan membeli. Belanja impulsif memberikan tan. Kelompok individualis sebagai pola sosial dampak terhadap kinerja toko dilihat dari segi yang terdiri dari individual yang memandang peningkatan penjualan maupun penciptaan diri sendiri sebagai kelompok mandiri dan lebih loyalitas konsumen terhadap toko. Namun de- bersifat individualis, serta dimotivasi oleh prefe- mikian, bisa juga sebaliknya apabila konsumen rensi diri sendiri, kebutuhan, hak dan kewajiban, kecewa karena merasa tertipu oleh proses be- prioritas diberikan untuk tujuan-tujuan person- lanja impulsif terus-menerus, maka konsumen al dan menekankan analisis rasional terhadap mungkin saja berubah haluan menjadi tidak loy- yang lain (Triandis, 1994). Calder dan Burnk- al lagi terhadap toko tempat biasanya konsumen ant (1977) menuliskan pengaruh interpersonal berbelanja (Bea y dan Ferrell, 1998). Sedangkan dikenal secara luas sebagai suatu determinan model analisis Hansen dan Olsen (2008) berupa utama perilaku konsumen. Ini khususnya diper- pengujian model yang dibangunnya, yaitu Con- timbangkan dalam level sosiologi pada anggota vinient Orientation dan Perceived Time Pressure kelompok sosial (social class, subcultures). Lebih memengaruhi Consumer Store Loyalty melalui lanjut dikembangkan suatu teori atribut seba- mediasi Impulse Buying Tendency. Konsumen, gaimana dipergunakan untuk mengembangkan menurut Hansen dan Olsen (2008) yang memi- pendekatan baru kepada pengaruh interper- liki orientasi tinggi terhadap suasana kenyaman- sonal, bahwa atribut-atribut itu didefinisikan an akan memengaruhi positif terhadap Impulse sebagai suatu konstruk psikologis yang menun- Buying Tendency . Demikian juga konsumen yang

jukkan kepada proses kognitif bahwa seorang memiliki persepsi desakan waktu yang tinggi jukkan kepada proses kognitif bahwa seorang memiliki persepsi desakan waktu yang tinggi

Sampel diambil dari konsumen aktif yang se- Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti dang berbelanja di hypermarket yang ditentukan mengembangkan model teoritik yang men- sebagai target survei pada saat survei dilaku- ghubungkan variabel-varibel dari beberapa teori kan, dengan menggunakan teknik wawancara perilaku belanja impulsif, yaitu model Hansen langsung, dan team wawancara membantu kon- dan Olsen (2008) dengan model Bea y dan Fer- sumen mengisi da ar pertanyaan yang disedia- rell (1998), setelah mengalami kondisi Felt Urge To kan ditempat. Buy Impulsively sesaat dan seterusnya melakukan

Hair et al . (1998) menyatakan ukuran sam-

Belanja Impulsif. Di dalam membangun model pel memainkan peran penting dalam mengesti- penelitian ini, penulis menghilangkan variabel masi dan menginterpretasikan hasil-hasil pene- Felt Urge to Buy Impulsively dari model Bea y litian. Sampel yang terlalu kecil, misalnya 50, dan Ferrel (1998), karena variabel ini memiliki tidak direkomendasikan. Namun, sampel yang indikator yang sangat mirip dan tumpang tindih terlalu besar, misalnya lebih dari 400 sampai dengan variabel Belanja Impulsif, dan menu- dengan 500 juga tidak direkomendasikan. Hair et rut Bea y dan Ferrell (1998) kondisi psikologis al. (1998: 604) memberikan rekomendasi rentang Felt Urge to Buy Impulsively hanya terjadi pada sampel antara 100-200 atau minimum 5 (lima) momentum sesaat sebelum konsumen melaku- sampel untuk setiap parameter (indikator) yang kan Belanja Impulsif. Selanjutnya, maka penulis diobservasi. mengembangkan hipotesis seperti berikut.

Penelitian ini dilakukan melalui studi kuan- titatif dengan menggunakan kuesioner yang

Hipotesis: Stimulus Dalam Toko (In-store Stimuli) diberikan kepada responden. Sesuai dengan memiliki hubungan positif terhadap Belanja Im- rekomendasi Hair et al. (1998) tersebut di atas, pulsif (Impulse Buying).

jumlah responden yang digunakan disesuaikan dengan jumlah parameter-parameter. Dalam pelaksanaan dilapangan, peneliti membentuk

Metode Penelitian kelompok kerja dari mahasiswa Universitas Peli-

ta Harapan jurusan pariwisata sebanyak 8 (dela-

Penelitian ini dilakukan dengan survey dari pan) orang, yang masing-masing mengunjungi sampel yang representatif dari pengunjung tiga maksimal dua hypermarket dari tiga merek hyper- hypermarket terbesar di Indonesia, yaitu Carre- market tujuan yang berbeda, yaitu Carrefour, hy-

four, Giant, dan hypermart yang berlokasi di Ja- permart, dan Giant yang berada di lima wilayah

karta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Jakarta, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Ja- Selatan, dan Jakarta Barat. Ketiga hypermarket karta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat. ini dipilih sebagai tempat pengumpulan data Para mahasiswa sebelum melaksanakan tugas, oleh karena beberapa alasan. Pertama: ketiga diberikan pengarahan atas maksud dan tujuan hypermarket ini merupakan hypermarket terbesar proyek penelitian ini dan dilengkapi dengan di Indonesia. Kedua, Carrefour mewakili hyper- surat pengantar dari Universitas Trisakti. Para market yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh mahasiswa menyebarkan 500 (lima ratus) kue- asing, sedangkan Giant merupakan hypermarket stioner kepada para konsumen hypermarket se- kepemilikan saham gabungan antara asing dan cara langsung dan membantu responden dalam lokal, dan hypermart adalah 100% kepemilikan mengisi setiap pertanyaan dalam kuesioner, dan sahamnya dari kelompok usaha lokal. Teknik 492 (empat ratus sembilan puluh dua) kuesioner pengambilan sampel dilakukan dengan cara non atau 98,5% yang kembali dan keseluruhannya probability purposive sampling , yang berarti bahwa dapat dipergunakan untuk dianalisis.

Profil Responden

berbelanja di satu wilayah saja mencapai 81,7% dan sisanya 18,3% berbelanja di lebih dari satu

Profil responden yang dikumpulkan dari lima wilayah atau hypermarket. Konsumen Giant men- wilayah DKI Jakarta, yaitu dari wilayah Jakarta capai 88,8% berbelanja di satu wilayah, dan si- Pusat 20,3%; Jakarta Utara 20,3%; Jakarta Sela- sanya 11,2% berbelanja di hypermarket lebih dari tan 19,3%; Jakarta Timur 19,7% dan Jakarta Barat satu wilayah. Konsumen hypermart mencapai 20,3% dapat dirinci sebagai berikut: 90% konsumen yang berbelanja di satu wilayah Jika dilihat dari profil jender maka diperoleh saja, dan sisanya 10% berbelanja di wilayah atau data responden pria adalah 36,2% dan wanita

hypermarket yang lain.

adalah 63,8%. Ternyata jumlah wanita yang ber- belanja di tiga hypermarket ini secara acak terpilih

menjadi reponden mayoritas dalam penelitian Variabel Stimulus Dalam Toko ( In-store

ini.

Stimuli)

Dilihat dari profil usia, ternyata responden Konstruk In-store Stimuli ini diukur dengan terpilih secara acak yang berbelanja di hyper- mempergunakan indikator-indikator yang di market adalah mayoritas ibu-ibu berusia muda rujuk dari penelitian Singh (2006); Ma ila dan antara 21 tahun sampai dengan 40 tahun, yang Wirzt (2007). Konstruk In-store Stimuli diukur mencapai 76,9%. Sedangkan responden yang dengan 12 (dua belas) indikator yang dirangkum berusia diatas 40 tahun dan dibawah 20 tahun di dalam satu da ar pertanyaan dan ditanyakan masing-masing hanya 15,9% dan 7,3% saja.

kepada para konsumen hypermarket di Jakarta Dilihat dari sisi pekerjaan dan tingkat sejauh mana konsumen menetujui atau tidak

pendapatan maka profil responden dapat diper- menyetujui dari 6 (enam) skala Likert terhadap oleh fakta bahwa yang berbelanja di hypermarket aspek-aspek yang berhubungan dengan In-store mayoritas terdiri dari karyawan dan swasta ada- Stimuli , yaitu: 1) Pramuniaga yang berpengala- lah 69,3%; Pelajar atau mahasiswa adalah 6,5%; man sangat membantu konsumen; 2) Pramuni- PNS/TNI/POLRI adalah 9,8%; sedangkan ibu ru- aga yang ramah sangat membantu konsumen; mah tangga hanya 14,4%. Dari sisi pendidikan

3) Letak lokasi yang strategis, sehingga mudah