Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi

UJI EFEKTIVITAS PROSEDUR DISINFEKSI TINGKAT TINGGI ENDOSKOPI SALURAN CERNA RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran AVIADDINA RAMADHANI G.0009035

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

Aviaddina Ramadhani, G0009035, 2012. Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Risiko infeksi yang berhubungan dengan endoskopi masih menjadi topik yang menarik. Permasalahan ini kemungkinan berhubungan dengan teknik disinfeksi atau kepatuhan terhadap prosedur disinfeksi tingkat tinggi. Teknik disinfeksi endoskopi saluran cerna dapat bervariasi di setiap unit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi.

Metode: Sebuah studi observasional dengan rancangan cross sectional dilakukan di RSUD Dr. Moewardi. Tiga puluh sampel dari usap endoskopi saluran cerna setelah proses disinfeksi tingkat tinggi dengan penyimpanan selama 24 jam dan tanpa penyimpan diambil dengan teknik convenience sampling. Data dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan diuji menggunakan uji Chi Square.

Hasil: Mikroorganisme terdeteksi di 11/14 sampel endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan 24 jam dan 3/16 dari endoskopi saluran cerna tanpa proses penyimpanan. Mikroorganisme tersebut adalah Bacillus sp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus non-aureus , dan Clostridium sp. Terdapat hubungan yang signifikan antara proses penyimpanan setelah disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dengan kontaminasi mikroorganisme.

Simpulan: Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi belum efektif. Ada hubungan yang signifikan antara penyimpanan endoskopi saluran cerna selama 24 jam dengan efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna.

Kata kunci : disinfeksi tingkat tinggi, endoskopi saluran cerna, penyimpanan 24 jam, tanpa penyimpanan 24 jam

Aviaddina Ramadhani, G0009035, 2012. The Effectiveness Test of Gastrointestinal Endoscope High-Level Disinfection at RSUD Dr. Moewardi. Mini Thesis. Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: The risk of infection associated with gastrointestinal endoscope remains a topic of interest. This vexation may be related to reliability of the disinfecting techniques or the compliances with the guideline laid down for high- level disinfection. Gastrointestinal endoscope disinfecting techniques may vary from site to site. This study was to examine the effectiveness of gastrointestinal endoscope high-level disinfection at Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi.

Methods: An observational study using cross sectional design was conducted at RSUD Dr. Moewardi. Thirty samples from gastrointestinal endoscope swab after high-level disinfection process with 24 hours storage and without storage was sampled with convenience sampling technique. Data from this research were analyzed descriptively and tested using Chi square test.

Results: Microorganism were detected in 11/14 samples of gastrointestinal endoscope after 24 hours storage and 3/16 samples of gastrointestinal endoscope without storage process. The microorganisms were Bacillus sp, Staphylococcus aureus, Staphylococcus non-aureus, and Clostridium sp. Significant relationship was detected between storage processes after gastrointestinal endoscope high- level disinfection with microorganism contamination.

Conclusions: High-level disinfection of gastrointestinal endoscopes RSUD Dr. Moewardi is not yet effective. There was a significant relationship between gastrointestinal endoscopy storage for 24 hours with the effectiveness of high- level disinfection of gastrointestinal endoscopes.

Keywords: high-level disinfection, gastrointestinal endoscope, 24 hours storage, without 24 hours storage

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efektivitas Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT dan melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

3. Marwoto, dr., M.Sc., Sp.MK, selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

4. Leli Saptawati, dr., Sp.MK, selaku Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, koreksi, dan motivasi mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

5. Afiono Agung Prasetyo, dr., PhD, selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

6. T. Yuli Pramana, dr., Sp.PD-KGEH, selaku Anggota Penguji yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Sri Enny Narbrietty, S.H., M.H., dan Sunardi selaku tim skripsi FK UNS, dokter dan staf bagian endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi, serta staf Lab. Mikrobiologi FK UNS yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.

8. Bapak, Ibu, Nafis, TW, Dahniar, Fian, Sabila, Tya, Anin, dan Devina yang telah memberikan doa, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga besar Kastrat de Geneeskunde, Asisten Mikrobiologi, Redaksi Embun, dan Aktivis Bakti Nusa atas dukungan dan pengertian yang luar biasa.

10. Saudara, sahabat, rekan seperjuangan Pendidikan Dokter 2009 dan semua pihak atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 11 Juli 2012

Aviaddina Ramadhani

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................

27

A. Jenis Penelitian ...........................................................................

27

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................

27

C. Subjek Penelitian .......................................................................

27

D. Teknik Sampling ........................................................................

27

E. Rancangan Penelitian.................................................................

28

F. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................

28

G. Definisi Operasional Variabel ...................................................

29

H. Alat dan Bahan Penelitian .........................................................

30

I. Cara Kerja...................................................................................

30 J. Teknik Analisis Data .................................................................

31

BAB IV HASIL PENELITIAN .....................................................................

32

BAB V PEMBAHASAN ..............................................................................

37

BAB VI PENUTUP ........................................................................................

46

A. Simpulan .....................................................................................

46

B. Saran ...........................................................................................

46

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

48 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daya Hambat Disinfeksi terhadap Mikroorganisme .....................

Tabel 2.2 Variasi Endoskopi ............................................................................

13

Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Disinfektan .............

22

Tabel 4.1 Sebaran Sampel Menurut Sumber Pengambilan Sampel ..............

32

Tabel 4.2 Sebaran Sampel Menurut Pertumbuhan Bakteri ............................

33

Tabel 4.3 Sebaran Sampel Positif Menurut Jumlah Jenis Bakteri .................

34

Tabel 4.4 Sebaran Sampel Positif Menurut Pengecatan Gram ......................

35

Tabel 4.5 Sebaran Sampel Positif Menurut Spesies Kuman..........................

35

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir..............................................................

25

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian...................................................

28

Gambar 5.1 Penyimpanan Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr.

Moewardi ..................................................................................

41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Standar Operasional Prosedur Sterilisasi dan Disinfeksi Endoskopi Saluran Cerna RSUD Dr. Moewardi Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian untuk Direktur RSUD Dr. Moewardi Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian untuk Kepala Tim Inos Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian untuk Kepala Sub. Bag Gastroenterologi

RSUD Dr. Moewardi Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian untuk Laboratorium Mikrobiologi FK UNS Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan dan Hasil Penelitian Lampiran 7. Analisis Bivariat

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini terjadi perkembangan dan peningkatan penggunaan endoskopi sebagai alat diagnostik dan terapi yang handal. Endoskopi merupakan alat berupa pipa pipih panjang dengan kamera di ujungnya yang digunakan untuk melihat keadaan organ tubuh bagian dalam. Dengan kemampuan melihat organ tubuh bagian dalam tersebut, endoskopi dapat menyederhanakan tindakan terapi operatif dan dapat mendiagnosis penyakit saluran cerna dengan lebih akurat (Cotton dan Williams, 2008; Schwab dan Singh, 2010).

Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan endoskopi, semakin meningkat pula risiko terjadinya infeksi. Peningkatan risiko infeksi dapat terjadi karena adanya kontaminasi. Endoskopi dapat mengalami kontaminasi akibat kontak dengan membran mukosa atau lapisan kulit yang tidak utuh. Kontak tersebut dapat mengakibatkan menempelnya berbagai mikroorganisme baik patogen maupun apatogen di permukaan endoskopi (Ribeiro et al., 2004).

Endoskopi saluran cerna merupakan penyebab tersering terjadinya infeksi yang berkaitan dengan pemakaian peralatan medis di bidang gastroenterologi. Beberapa penelitian menunjukkan adanya infeksi akibat transmisi mikroorganisme di endoskopi seperti Salmonella sp, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus alfa-hemoliticus, Eschericia coli, Staphylococcus

Pseudomonas aeruginosa, dan Helicobacter pylori (Ribeiro et al., 2004; Heudorf dan Exner, 2006). Infeksi tersebut berkaitan erat dengan kualitas prosedur disinfeksi tingkat tinggi endoskopi (Rutala dan Weber, 2004; Alfa et al., 2011).

Proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin otomatis (Martiny et al., 2004). Disinfeksi tingkat tinggi secara manual maupun dengan mesin memiliki tahapan yang sama, meskipun dilakukan dengan metode berbeda. Tahap tersebut meliputi pencucian manual dengan menyikat untuk menghilangkan kotoran dan material organik, perendaman dalam disinfektan untuk proses disinfeksi tingkat tinggi, pembilasan dengan air steril, pembilasan dengan alkohol 70%, pengeringan dengan udara bertekanan, dan penyimpanan (Willis, 2006; Muscarella, 2006; Cotton dan Williams, 2008).

Beberapa faktor dapat mempengaruhi proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna. Pemilihan prosedur disinfeksi tingkat tinggi yang berbeda serta prosedur disinfeksi tingkat tinggi yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab meningkatnya potensi transmisi patogen di endoskopi saluran cerna. Faktor tersebut seperti pemilihan disinfektan yang tidak tepat, kegagalan disinfeksi tingkat tinggi, pengeringan yang tidak maksimal, maupun penyimpanan yang tidak sesuai prosedur (Rutala dan Weber, 2004; Alfa et al., 2011).

cerna dapat ditekan dengan penerapan kebijakan pengendalian infeksi dan peningkatan keterampilan petugas kesehatan di masing-masing unit (Barbosa et al., 2010). Pedoman pelaksanaan disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna berbeda-beda untuk setiap negara dan disesuaikan untuk masing-masing unit berdasarkan petunjuk dari tim pengendalian infeksi (Cotton dan Williams, 2008; Alfa et al., 2011). Hal ini berlaku pula di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi. Rumah sakit tersebut memiliki standar operasional prosedur tersendiri mengenai disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna. Namun, standar operasional tersebut belum pernah diuji efektivitas disinfeksinya. Oleh karena itu, dibutuhkan uji efektivitas dan program surveilans jangka panjang. Dengan adanya uji efektivitas ini diharapkan dapat menjadi acuan penetapan kebijakan yang tepat untuk mencegah transmisi mikroorganisme penyebab infeksi.

B. Perumusan Masalah

Bagaimanakah efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr.Moewardi?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan bukti empiris mengenai efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna.

2. Manfaat aplikatif Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat aplikatif antara lain:

a. Menyajikan data ilmiah sebagai masukan prosedur disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi.

b. Mendorong penelitian selanjutnya mengenai efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Sterilisasi dan Disinfeksi

a. Pengertian Sterilisasi dan Disinfeksi

Sterilisasi adalah proses membunuh segala bentuk kehidupan mikroorganisme yang ada dalam suatu sampel, alat, atau lingkungan tertentu (Rahardjo, 2010). Sterilisasi dapat membunuh semua bentuk mikroorganisme meliputi virus, jamur, parasit, kista, bakteri, dan bagian bakteri seperti spora (Spicer, 2008). Sterilisasi berbeda dengan disinfeksi. Disinfeksi merupakan tindakan/upaya untuk mendestruksi atau membunuh mikroba patogen dalam bentuk vegetatif dan bukan spora bakteri. Metode disinfeksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan kimia atau secara fisik (Tortora et al., 2007; Bauman et al., 2011).

Berdasarkan daya hambat terhadap mikroorganisme, disinfeksi dibedakan menjadi tiga yaitu disinfeksi tingkat tinggi, menengah, dan rendah (Spicer, 2008). Tabel 2.1 Daya Hambat Disinfeksi terhadap Mikroorganisme

Tingkat disinfeksi

Bakteri vegetatif

Virus (sedang,

lemak)

Jamur

Myco- bacteria

Virus (kecil, nonlemak)

Spora bakteri

Tinggi Menengah

Rendah

(Spicer, 2008)

Keterangan:

Membunuh 100%

Sterilisasi dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu secara fisika, mekanik, dan kimia. Sterilisasi secara fisika dilakukan dengan pemanasan dan radiasi, sterilisasi mekanik dilakukan dengan filtrasi, sedangkan sterilisasi kimia dilakukan dengan cairan disinfektan (Goering et al., 2008; Spicer, 2008; Levinson, 2010).

1) Sterilisasi Fisika

a) Pemanasan

Sterilisasi panas bekerja dengan prinsip mendenaturasi protein sel dan asam nukleat serta merusak membran sel. Sterilisasi panas dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu panas basah (merebus dan autoklaf), panas kering, dan pasteurisasi (Madigan dan Martinko, 2006; Bauman et al., 2011).

Sterilisasi panas basah dengan merebus pada suhu 100 o C selama 2-3 menit dapat membunuh semua bakteri kecuali bentuk spora. Agar dapat membunuh spora, diperlukan suhu yang lebih tinggi. Untuk itu digunakan teknik sterilisasi panas basah bertekanan dengan autoklaf. Penguapan dengan autoklaf dapat lebih cepat membunuh bakteri karena uap dapat menyebarkan panas ke semua bagian tabung sterilisasi. Uap dipertahankan selama 15 menit pada tekanan 15 lb/sq di atas tekanan atmosfer untuk mencapai suhu

121 o

C sehingga dapat membunuh spora (Tortora et al., 2007; Bauman et al., 2011).

tetap kering dengan oven listrik untuk mengedarkan panas. Karena panas kurang efektif untuk bahan kering, dibutuhkan suhu 160-

170 o

C dengan waktu 1 jam atau lebih untuk proses sterilisasi (Brooks et al., 2008; Goering et al., 2008).

Pasteurisasi digunakan untuk sterilisasi larutan seperti susu

pada suhu 62,8-65,6 o

C selama 30 menit atau pada suhu 71,7 o C selama 15 detik dengan segera diikuti pendinginan pada suhu di

bawah 10 o

C. Tindakan ini ditujukan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Sterilisasi larutan digunakan untuk membunuh sel vegetatif dalam susu tetapi tidak untuk mencapai keadaan steril (Madigan dan Martinko, 2006; Levinson, 2010).

b) Radiasi

Radiasi dapat menggunakan sinar ultraviolet (UV) dan sinar-

X. Aktivitas antimikroba untuk membunuh mikroorganisme yang ditransmisikan melalui udara membutuhkan sinar-UV dengan panjang gelombang 250 sampai 260 nm. Sinar-X memiliki kekuatan penetrasi lebih kuat dibandingankan sinar-UV dan dapat menyebabkan perubahan DNA sehingga terjadi mutasi dan kematian sel (Bauman et al., 2011).

2) Sterilisasi Mekanik Sterilisasi secara mekanik dilakukan dengan cara filtrasi. Filtrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan atau gas melalui suatu bahan 2) Sterilisasi Mekanik Sterilisasi secara mekanik dilakukan dengan cara filtrasi. Filtrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan atau gas melalui suatu bahan

3) Sterilisasi Kimia Sterilisasi kimia dengan disinfektan bekerja dengan tiga macam mekanisme yaitu merusak membran atau dinding sel, memodifikasi protein, atau memodifikasi asam nukleat (Brooks et al., 2004; Levinson, 2010).

a) Merusak membran atau dinding sel

Membran sel bekerja sebagai sawar yang selektif yaitu memungkinkan beberapa zat terlarut untuk melewatinya dan menahan zat lainnya. Senyawa yang ditranspor secara aktif melalui membran akan terkonsentrasi dalam sel. Membran juga merupakan tempat enzim yang terlibat dalam biosintesis komponen selubung sel. Zat yang terkumpul di permukaan sel dapat mengubah sifat fisika dan kimia membran. Hal ini menyebabkan membran tidak dapat berfungsi dengan normal sehingga akan membunuh atau menghambat sel (Bauman et al., 2011).

melindungi sel terhadap lisis osmosis. Oleh karena itu, berbagai agen yang menghancurkan dinding atau mencegah sintesis normalnya dapat menimbulkan lisis sel (Brooks et al., 2008).

Beberapa disinfektan yang bekerja dengan prinsip merusak membran dan dinding sel antara lain: (1) Alkohol

Etanol digunakan untuk membersihkan kulit sebelum imunisasi dan pungsi vena. Etanol akan lebih optimal apabila dicampur air dan paling baik dalam konsentrasi 70% (Goering et al., 2008, Levinson, 2010).

(2) Deterjen

Deterjen merupakan senyawa organik yang dapat berikatan dengan air dan molekul organik non-polar. Molekul deterjen memiliki satu ujung hidrofilik yang dapat bercampur dengan air dan satu ujung hidrofobik yang dapat menempel pada lemak di membran sel organisme. Ikatan tersebut akan menyebabkan membran sel menjadi rusak (Levinson, 2010).

(3) Fenol

Fenol merupakan disinfektan tingkat menengah dan rendah yang dapat mendenaturasi protein dan merusak membran sel (Bauman et al., 2011).

Protein memiliki bentuk tiga dimensi dan berlipat-lipat yang ditentukan ikatan disulfida kovalen intramolekul dan sejumlah ikatan nonkovalen seperti ikatan ion, hidrofobik, dan hidrogen. Ikatan tersebut mudah terganggu oleh sejumlah agen kimia dan fisik yang menyebabkan terjadi perubahan bentuk protein dan protein menjadi tidak berfungsi. Adanya perubahan bentuk dan hilangnya fungsi protein disebut sebagai denaturasi (Brooks et al., 2008).

Beberapa disinfektan yang bekerja dengan prinsip memodifikasi protein antara lain: (1) Klorin

Klorin dikenal sebagai deodoran dan disinfektan yang sangat baik untuk pemurnian air minum dan kolam renang. Senyawa hipoklorit paling banyak dipakai untuk tujuan disinfeksi dan menghilangkan bau di rumah dan rumah sakit. Di rumah sakit klorin dipakai untuk disinfeksi ruangan, permukaan, serta alat non-bedah. Klorin berikatan dengan gugus sulfhidril pada protein sehingga menyebabkan denaturasi protein (Levinson, 2010).

(2) Iodin

Iodin dalam air maupun dalam alkohol merupakan antiseptik kulit paling efektif digunakan dalam tindakan kesehatan termasuk sebelum proses pembedahan. Iodin

(Tortora et al., 2007). (3) Derivat logam berat

Logam berat berperan sebagai antimikroba karena dapat mempresipitasi enzim atau protein esensial lain dalam sel dengan cara berikatan dengan gugus sulfhidril. Logam berat yang umum digunakan adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu. Logam berat yang paling sering digunakan dalam bidang kesehatan dan memiliki aktivitas antibakteri paling besar adalah merkuri dan silver (Tortora et al., 2007).

(4) Hidrogen peroksida

Hidrogen peroksida akan terurai menjadi air dan oksigen apabila dipanaskan. Selama pembentukan oksigen, dibentuk pula radikal superoksida (O 2 - ) yang akan bereaksi dengan kompleks bermuatan negatif di dalam protein yang selanjutnya akan menginaktivasi enzim. Hidrogen peroksida mempunyai aktivitas spektrum luas melawan virus, bakteri, ragi, dan spora

bakteri. Aktivitas sporisidal memerlukan konsentrasi H 2 O 2 yang lebih tinggi (10-30%) dan waktu kontak yang lebih lama (Brooks et al., 2008).

(5) Formaldehid dan glutaraldehid

Glutaraldehid digunakan untuk disinfeksi endoskopi dan peralatan bedah pada suhu rendah. Biasanya digunakan larutan

Formaldehid bersifat bakterisidal, sporisidal, dan virusidal (Brooks et al., 2008; Goering et al., 2008).

(6) Etilen oksida

Gas etilen oksida digunakan untuk sterilisasi alat kedokteran yang peka terhadap panas seperti plastik, karet, dan alat-alat bedah (Goering et al., 2008, Spicer, 2008).

(7) Asam dan basa

Asam dan basa kuat bekerja dengan cara mendenaturasi protein. Asam lemah seperti asam benzoat, asam propionat, dan asam sitrat digunakan pada makanan karena bersifat bakteriostatik (Levinson, 2010).

c) Memodifikasi asam nukleat

Sejumlah agen antimikroba bekerja dengan cara merusak DNA. Berbagai agen pengalkil dan senyawa lain bereaksi secara kovalen dengan basa pirin dan pirimidin sehingga bergabung dengan DNA atau membentuk ikatan silang antaruntai. Lesi DNA yang diinduksi secara kimia akan membunuh sel terutama dengan cara menganggu replikasi DNA (Brooks et al., 2008). Salah satu disinfektan yang bekerja dengan cara memodifikasi DNA adalah kristal violet (gentian violet) yang digunakan untuk antiseptik kulit (Bauman et al., 2011).

a. Pengertian Endoskopi

Endoskopi merupakan gabungan dua kata dari bahasa Yunani yaitu endon yang berarti di dalam dan skopeo yang berarti melihat pada sesuatu. Maka, endoskopi dapat diartikan sebagai peralatan untuk melihat rongga tubuh dan organ dalam. Endoskopi adalah sebuah pipa panjang, pipih, dan fleksibel yang dilengkapi dengan lampu dan sebuah kamera di ujungnya. Kamera tersebut mengambil gambar dari organ dalam tubuh dan akan ditampilkan di layar televisi (Cotton dan Williams, 2008; Schwab dan Singh, 2010). Beberapa macam variasi endoskopi dapat dilihat dalam tabel 2.2. Tabel 2.2 Variasi Endoskopi

Sistem

tubuh

Nama endoskopi

Organ tubuh yang dilihat

Gastro- intestinal

Oesophagogastro- duodenoskopi (OGD)

Oesophagus, gaster, duodenum

Enteroskopi

Duodenum, jejunum, ileum

Kolonoskopi

Colon, ileum bagian distal

Sigmoidoskopi

Sigmoid colon, rectum

Endoskopik ultrasound (EUS)

Sistem pencernaan atas dan saluran empedu

Sistem biliaris Endoscopic retrograde

cholangiopancreato-graphy (ERCP)

Pancreas, ductus biliaris, ductus hepaticus

Koledokoskopi

Ductus biliaris Respirasi

Bronkoskopi

Trachea, bronchus THT

Urethra, vesica urinaria

Tuba fallopii

Secara umum semua endoskopi memiliki bagian yang sama. Perbedaan pada masing-masing endoskopi disebabkan oleh panjang, diameter, kekakuan dari tabung insersi, nomor dan ukuran instrumen tambahan, serta konfigurasi dari ujung distal tabung insersi yang berbeda. Perbedaan ini mempengaruhi ergonomi, kedalaman endoskopi dapat dimasukkan, ukuran, serta tipe aksesoris yang dapat digunakan di endoskopi (Bosco et al., 2003; Varadarajulu et al., 2011).

1) Bagian Kontrol Bagian kontrol dipegang dengan tangan kiri. Bagian ini memiliki dua tombol untuk menentukan arah yaitu ke atas atau bawah dan ke kiri atau kanan. Tombol ini dapat dikunci pada posisi tertentu. Bagian kontrol juga dilengkapi katup untuk biopsi serta menghisap udara atau air di bagian depan atas. Terdapat tombol untuk menangkap gambar di bagian atas. Bagian ini juga dihubungkan dengan instrumen di bagian depan bawah (Bosco et al., 2003; Schwab dan Singh, 2010; Varadarajulu et al., 2011)

2) Tabung Insersi Tabung insersi merupakan bagian yang masuk ke dalam tubuh pasien dan terpasang dengan bagian kontrol. Panjang, diameter, dan kekakuan dari tabung insersi berbeda-beda di setiap model. Tabung insersi terdiri dari satu/dua saluran instrumen, satu/dua serat optik sebagai sumber cahaya, saluran air, saluran udara, dan kabel angulasi.

hingga defleksi maksimum antara 180-230 o (Bosco et al., 2003; Varadarajulu et al., 2011).

Ujung tabung insersi berisi perangkat untuk pembangkit warna gambar, cahaya, saluran terbuka untuk udara dan air, air untuk membersihkan lensa, dan lensa objektif. Lensa ini dapat mengambil gambar di depan, samping, dan bersilangan tergantung dengan tipe endoskopi (Varadarajulu et al., 2011).

3) Bagian Konektor Bagian konektor dari endoskopi terdiri dari penunjuk cahaya, saluran udara, dan kontak listrik dengan sumber cahaya atau prosesor. Bagian ini menghubungkan endoskopi dengan monitor, sumber listrik

dan cahaya, sumber udara atau CO 2 , dan kontainer air (Bosco et al., 2003; Varadarajulu et al., 2011).

c. Penggunaan Endoskopi Saluran Cerna

Endoskopi saluran cerna dapat digunakan sebagai alat untuk diagnosis, surveilans, biopsi, skrining, dan terapi. Endoskopi saluran cerna digunakan dalam diagnosis gejala seperti dispepsia, disfagia, anoreksia, dan lain-lain. Sebagai fungsi surveilans, endoskopi saluran cerna digunakan untuk mengklarifikasi status dari penyakit yang telah diketahui seperti varises, Barett’s esophagus, atau setelah polipektomi dan operasi kanker. Endoskopi saluran cerna juga dapat digunakan untuk mengambil spesimen target seperti biopsi duodenum pada kasus Endoskopi saluran cerna dapat digunakan sebagai alat untuk diagnosis, surveilans, biopsi, skrining, dan terapi. Endoskopi saluran cerna digunakan dalam diagnosis gejala seperti dispepsia, disfagia, anoreksia, dan lain-lain. Sebagai fungsi surveilans, endoskopi saluran cerna digunakan untuk mengklarifikasi status dari penyakit yang telah diketahui seperti varises, Barett’s esophagus, atau setelah polipektomi dan operasi kanker. Endoskopi saluran cerna juga dapat digunakan untuk mengambil spesimen target seperti biopsi duodenum pada kasus

d. Efek Samping Prosedur Endoskopi Saluran Cerna

Beberapa komplikasi utama penggunaan endoskopi saluran cerna bagian atas meliputi masalah cardiopulmonary (aspirasi, depresi respirasi, hipotensi, aritmia), perforasi, perdarahan, dan injuri pada gigi. Penggunaan endoskopi pada sistem pencernaan bagian bawah memiliki risiko komplikasi berupa perdarahan (0,2-2,1%), perforasi ( ≤0,1%), rasa tidak nyaman pada abdomen (5,4%), dan infeksi (0,2%) (Schwab dan Singh, 2010; Varadarajulu et al., 2011).

3. Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

a. Prosedur Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

Proses sterilisasi dan disinfeksi pada peralatan medis berbeda-beda sesuai dengan tingkat risikonya. Peralatan medis dikategorikan dalam tiga klasifikasi yaitu berisiko tinggi (critical), menengah (semi-critical), dan rendah (non-critical). Peralatan medis yang berisiko tinggi merupakan peralatan yang kontak langsung dengan jaringan atau darah sehingga membutuhkan keadaan steril melalui proses sterilisasi. Peralatan medis yang berisiko menengah merupakan peralatan yang kontak dengan Proses sterilisasi dan disinfeksi pada peralatan medis berbeda-beda sesuai dengan tingkat risikonya. Peralatan medis dikategorikan dalam tiga klasifikasi yaitu berisiko tinggi (critical), menengah (semi-critical), dan rendah (non-critical). Peralatan medis yang berisiko tinggi merupakan peralatan yang kontak langsung dengan jaringan atau darah sehingga membutuhkan keadaan steril melalui proses sterilisasi. Peralatan medis yang berisiko menengah merupakan peralatan yang kontak dengan

Proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dibedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap tersebut yaitu: 1) sebelum proses, meliputi pencucian manual; 2) proses, berupa teknik disinfeksi tingkat tinggi dan pembilasan; 3) setelah proses, berupa pengeringan dan penyimpanan (Spaun et al., 2010).

1) Pencucian Pencucian secara manual dilakukan pada permukaan bagian dalam dan bagian luar. Mula-mula endoskopi saluran cerna direndam dan dibilas untuk menghilangkan kotoran, darah, maupun jaringan yang menempel. Proses pencucian meliputi menyikat bagian dalam dan membilas dengan air dan deterjen atau pembersih yang mengandung enzim. Pencucian merupakan langkah utama sebelum disinfeksi secara manual maupun otomatis. Penyikatan endoskopi saluran cerna dilakukan menggunakan kain lembut, spon, atau sikat sampai tidak terdapat sisa kotoran pada sikat (Rutala dan Weber, 2004; Greenwald, 2007).

Endoskopi saluran cerna direndam dalam cairan disinfektan untuk proses disinfeksi tingkat tinggi dalam waktu tertentu. Semua bagian endoskopi dipastikan harus terpapar dengan cairan disinfektan. Menurut Food and Drug Administration (FDA), disinfektan yang bisa digunakan untuk endoskopi saluran cerna antara lain glutaraldehid, glutaraldehid dengan fenol, orto-phthalaldehid, hidrogen peroksida, asam parasetik, dan penggunaan hidrogen peroksida dan asam parasetik sekaligus (Food and Drug Administration, 2003).

Glutaraldehid dengan konsentrasi lebih dari 2,4% merupakan disinfektan yang paling banyak digunakan. Glutaraldehid digunakan pada suhu 25 o

C dengan waktu perendaman 45 menit. Beberapa prosedur menyebutkan penggunaan glutaraldehid dapat dilakukan selama 20 menit pada suhu 20 o C (Greenwald, 2007).

3) Pembilasan Endoskopi saluran cerna dibilas dengan air steril atau air yang telah melalui proses filtrasi menggunakan filter dengan ukuran 0,2 µm. Kemudian dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan 70-90% etil atau isopropil alkohol. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan cairan disinfektan pada endoskopi saluran cerna dan mengurangi transmisi melalui air (Rutala dan Weber, 2004; Greenwald, 2007).

Endoskopi saluran cerna dikeringkan dengan udara bertekanan setelah disterilisasi dan sebelum disimpan. Pengeringan merupakan salah satu cara untuk mencegah transmisi penyakit melalui air akibat adanya air yang menggenang di endoskopi saluran cerna (Rutala dan Weber, 2004; Greenwald, 2007).

5) Penyimpanan Endoskopi saluran cerna disimpan dalam lemari yang terjaga dari kontaminasi. Endoskopi saluran cerna digantung dengan posisi vertikal untuk membantu proses pengeringan (Rutala dan Weber, 2004; Greenwald, 2007).

Endoskopi saluran cerna harus dalam keadaan steril apabila digunakan dalam proses operasi, meskipun secara umum endoskopi saluran cerna hanya membutuhkan teknik disinfeksi tingkat tinggi. Untuk mencapai keadaan steril diperlukan prosedur tambahan dalam proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna. Setelah dilakukan disinfeksi tingkat tinggi, endoskopi saluran cerna dikirim ke bagian sterilisasi alat operasi untuk dilakukan proses sterilisasi. Endoskopi saluran cerna yang telah disterilisasi kemudian diletakkan dalam kontainer steril tertutup dan dibawa ke ruang operasi. Peralatan aksesoris seperti botol air dan tabung harus melalui proses autoklaf terlebih dahulu sebelum dikirim ke ruang operasi (Spaun et al., 2010).

Dr. Moewardi

Prosedur disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi memiliki tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir, dan sisa bekuan protein yang melekat pada endoskopi saluran cerna baik yang di dalam lumen maupun di luar lumen sehingga bebas dari mikroorganisme. Proses ini tidak hanya bersih, tetapi mampu membunuh bakteri, virus/fungi, dan parasit serta mikroorganisme baik secara kimiawi maupun mekanik.

Skop endoskopi saluran cerna dapat didisinfeksi dengan cairan disinfektan tingkat tinggi, yaitu cairan yang mempunyai spektrum luas dalam aktivitasnya untuk membunuh bakteri serta virus dalam beberapa menit. Tahap disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi meliputi pembersihan secara manual, pembilasan, disinfeksi, pembilasan akhir, pengeringan, dan penyimpanan. Prosedur tersebut lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran 1.

c. Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

Menurut Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology (APIC), infeksi eksogen di endoskopi saluran cerna berkaitan dengan proses disinfeksi tingkat tinggi (Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology , 2011). Hal ini dipengaruhi juga oleh keterampilan petugas (Pineau et al., 2008).

tinggi endoskopi saluran cerna adalah sebagai berikut:

1) Pemilihan Metode Disinfeksi Tingkat Tinggi Pemilihan metode disinfeksi tingkat tinggi dengan mesin otomatis dapat mengurangi kemungkinan terjadinya transmisi hingga 11% keluhan dibandingkan dengan metode disinfeksi tingkat tinggi secara manual yaitu 67% atau semi-otomatis yaitu 60%. Hal ini dikarenakan mesin otomatis memiliki validasi untuk volume dan tekanan air, suhu, pH, waktu paparan dan, dosis disinfektan, sedangkan metode manual tidak memiliki standar yang pasti (Zuhlsdorf et al., 2002). Penggunaan mesin otomatis juga tetap dapat menjadi masalah apabila proses awal secara mekanik seperti predisinfeksi, pencucian, pembilasan, maupun pemasangan dan pelepasan alat tidak sesuai prosedur (Martiny et al., 2004).

2) Teknik Pencucian Manual Pencucian merupakan cara efektif untuk mengurangi mikroorganisme. Teknik pencucian yang tidak menyeluruh dapat menjadi penyebab transmisi penyakit, misalnya tidak membersihkan tabung bagian dalam, tanpa deterjen, tidak diulang hingga 2 atau 3 kali, tidak memastikan bahwa semua bagian endoskopi saluran cerna terendam dalam deterjen, atau tidak mengalirkan deterjen ke dalam lumen (Rutala dan Weber, 2004; Barbosa et al., 2010).

Pemilihan disinfektan yang digunakan untuk proses disinfeksi tingkat tinggi sangat mempengaruhi kondisi endoskopi saluran cerna. Setiap unit memiliki kebijakan untuk menentukan disinfektan yang akan digunakan. Setiap disinfektan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti yang dijelaskan dalam tabel 2.3. Tabel 2.3 Kelebihan dan Kekurangan Masing-Masing Disinfektan

Glutaraldehid Murah

Kompatibel dengan bahan alat endoskopi Telah terbukti digunakan dalam jangka waktu lama

Menyebabkan iritasi respirasi Membutuhkan ventilasi Dapat menjadi kotoran jika pencucian tidak adekuat

Hidrogen peroksida

Efektif pada suhu kamar Tidak membutuhkan aktivasi Tidak bau

Tidak kompatibel terhadap beberapa bahan Dapat menyebabkan iritasi mata jika terkena kontak langsung Membutuhkan waktu lama

Asam parasetik

Sekali pakai Untuk sterilisasi Cepat membunuh spora

Relatif mahal Mungkin tidak kompatibel terhadap beberapa bahan Tidak dibuat dengan tujuan untuk disinfeksi tingkat tinggi

Hidrogen peroksida & asam parasetik

Tidak membutuhkan aktivasi Tidak bau

Mungkin tidak kompatibel terhadap beberapa bahan Dibutuhkan pengalaman

Ortho- phthalaldehid

Cepat membunuh mycobacterium Tidak bau Tidak membutuhkan aktivasi Efektif pada suhu ruang

Mungkin membutuhkan ventilasasi apabila bau Dapat menyebabkan baju berwarna Dibutuhkan pengalaman

(Greenwald, 2007) (Greenwald, 2007)

4) Proses Pembilasan Hanya mencuci bagian luar dan tidak membilas bagian dalam menjadi salah satu penyebab proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna menjadi tidak efektif (Barbosa et al., 2010). Air yang digunakan untuk membilas dalam metode disinfeksi tingkat tinggi mesin otomatis juga dapat menjadi masalah tersendiri. Air yang digunakan seperti air kran merupakan air yang tidak bebas kuman. Air tersebut dapat menjadi media pertumbuhan bakteri sehingga menyebabkan kontaminasi ulang pada endoskopi saluran cerna (MacKay et al., 2002).

5) Prosedur Pengeringan Proses pengeringan dapat mempengaruhi efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna. Penggunaan bahan pengeringan maupun cara pengeringan hanya mengeringkan bagian luar dan tidak menggunakan udara bertekanan menjadi penyebab proses disinfeksi tingkat tinggi menjadi tidak efektif (Barbosa et al., 2010).

Menurut Czech Hygiene Authorities, endoskopi saluran cerna yang telah disimpan selama 12 jam harus dilakukan proses disinfeksi tingkat tinggi ulang (Czech Hygiene Authorities, 1999). Kondisi almari yang tidak kering, tidak bersih, dan tidak didesain dengan ventilasi khusus, maupun peletakan endoskopi saluran cerna tidak dalam keadaan vertikal dapat menjadi penyebab lain proses disinfeksi tingkat tinggi menjadi tidak efektif (Pineau et al., 2008).

7) Pengetahuan dan Keterampilan Petugas Endoskopi Saluran Cerna Petugas yang melakukan tindakan dengan endoskopi saluran cerna maupun melakukan proses disinfeksi tingkat tinggi harus memiliki kompetensi dan pengetahuan mengenai penggunaan bahan kimia terkait biologis, kimia, dan lingkungan. Setiap petugas yang melakukan tindakan dengan endoskopi saluran cerna hendaknya memakai peralatan sebagai proteksi seperti sarung tangan, jas lab, penutup mata, dan masker. Petugas yang tidak melakukan proteksi diri dapat menjadi salah satu jalur transmisi penyakit (Barbosa et al., 2010).

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

Teknik pencucian manual

Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Disinfeksi Tingkat

Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

Pemilihan metode disinfeksi tingkat tinggi

Pemilihan dan penggunaan disinfektan

Proses pembilasan Prosedur pengeringan Teknik penyimpanan Pengetahuan dan keterampilan

petugas endoskopi saluran cerna

Kualitas Disinfeksi Tingkat Tinggi Endoskopi Saluran Cerna

Baik

Kurang Baik

Transmisi mikroorganisme

Infeksi nosokomial

Proses Disinfeksi Tingkat Tinggi

Endoskopi Saluran Cerna

Pencucian manual

Disinfeksi tingkat

Keterangan: : terdiri dari

: dilanjutkan : berpengaruh pada : menyebabkan

Proses disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi efektif.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu pendekatan dimana observasi hanya dilakukan satu kali pada saat yang sama (Taufiqurrohman, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Populasi penelitian ini adalah endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi setelah dilakukan proses disinfeksi tingkat tinggi baik melalui proses penyimpanan 24 jam maupun tanpa melalui proses penyimpanan.

2. Besar Sampel Besar ukuran sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 30 subjek penelitian. Penentuan ini berdasarkan beberapa pertimbangan termasuk biaya, tenaga, dan waktu.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik convenience sampling, yaitu pengambilan sampel tanpa didasari sistematika tertentu.

hingga mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan (Taufiqurrohman, 2008).

E. Rancangan Penelitian

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna

2. Variabel Terikat : Jumlah dan pola bakteri

3. Variabel Luar :

a. Terkendali

: Suhu inkubasi

b. Tak terkendali : Kualitas udara, suhu ruangan, kelembaban udara

Inkubasi 37 o

C, 24 jam

Endoskopi saluran cerna

Usap endoskopi pada bagian flexible tip dengan cotton swab seluas 31,4cm 2

Pengecatan gram

Disinfeksi tingkat tinggi

Inkubasi 37 o

C, 24 jam

Media Identifikasi

Pola Bakteri

Nutrient agar plate

Hitung koloni

Disimpan

Langsung dipakai

1. Disinfeksi Tingkat Tinggi Disinfeksi tingkat tinggi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna di RSUD Dr. Moewardi. Disinfeksi tingkat tinggi tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu dengan melalui proses penyimpanan selama 24 jam maupun tanpa melalui proses penyimpanan. Skala : Nominal Kategori : a. Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna dengan proses

penyimpanan 24 jam.

b. Disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna tanpa

melalui proses penyimpanan.

2. Jumlah Bakteri Jumlah bakteri dihitung dari ada tidaknya koloni bakteri pada hasil usapan endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi. Skala : Nominal Kategori : a. Ada bakteri

b. Tidak ada bakteri

3. Pola Bakteri Pola bakteri dilihat apabila ditemukan koloni bakteri dari hasil usapan endoskopi saluran cerna untuk mengetahui jenis bakteri.

Dalam penelitian ini, alat dan bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) Tabung reaksi; 2) Cotton swab; 3) Sarung tangan steril; 4) Masker;

5) Inkubator; 6) Oshe jarum; 7) Oshe kolong; 8) Pipet; 9) Cawan petri; 10) Object glass,

11) Cat Gram; 12) Rak tabung; 13) Mikroskop; 14) Lampu

spiritus; 15) NaCl; 16) Nutrient agar plate; 17) Media identifikasi.

I. Cara Kerja

1. Pengambilan Sampel Sampel diambil dari usap endoskopi saluran cerna. Usap dilakukan terhadap endoskopi saluran cerna yang sudah disimpan selama 24 jam maupun endoskopi saluran cerna yang langsung dipakai ulang tanpa proses penyimpanan. Usapan dilakukan menggunakan kapas lidi steril pada bagian

flexible tip seluas 31,4cm 2 . Setelah itu sampel ditanam di Nutrient agar plate dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 o C.

2. Penghitungan Koloni Apabila terdapat pertumbuhan bakteri, koloni bakteri yang ditemukan di Nutrient agar plate dihitung secara manual.

3. Pengecatan Gram Bila terdapat pertumbuhan bakteri di media pertumbuhan, dilanjutkan proses pewarnaan Gram untuk mengetahui sifat bakteri apakah termasuk bakteri Gram positif atau negatif.

Bakteri yang telah diketahui sifat Gramnya dilakukan identifikasi. Bakteri Gram negatif dapat ditanam di media KIA, SIM, Urea agar, dan Simon Citrat. Bakteri Gram positif dapat dilakukan uji katalase dan koagulase, serta penanaman di media MSA khususnya untuk Staphylococcus sp , sedangkan bakteri batang Gram positif tidak dilakukan identifikasi. Setelah penanaman, media identifikasi diinkubasi selama 24 jam pada suhu

37 o C dan diidentifikasi berdasarkan sifat-sifat biokimianya (Brooks, 2008).

J. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan keseluruhan data yang diteliti. Analitik dilakukan menggunakan uji Chi Square yang diolah dengan program Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17 untuk mengetahui hubungan efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan 24 jam dan tanpa penyimpanan 24 jam.

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini sampel diambil dari usap endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi yang telah mengalami proses disinfeksi tingkat tinggi. Jumlah sampel yang diambil yaitu sebanyak 30 sampel. Sampel tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu 14 sampel usap endoskopi saluran cerna setelah disinfeksi tingkat tinggi serta mengalami proses penyimpanan 24 jam, dan 16 sampel usap endoskopi saluran cerna setelah disinfeksi tingkat tinggi tanpa melalui proses penyimpanan.

Tabel 4.1 Sebaran Sampel Menurut Sumber Pengambilan Sampel

Usap endoskopi saluran cerna

Tanpa penyimpanan

16 53,3 Setelah penyimpanan 24 jam

14 46,6 Total

Tabel 4.1 menunjukkan sebaran sampel menurut sumber pengambilan. Perbedaan sumber pengambilan memiliki hubungan dengan pertumbuhan bakteri. Hubungan antara sumber pengambilan sampel dengan pertumbuhan bakteri diuji menggunakan uji Chi Square seperti pada tabel 4.2.

Pertumbuhan bakteri

Total

Efektif

Tidak efektif

Penyimpanan Tanpa penyimpanan Count

Expected Count

Setelah Penyimpanan Count

Expected Count

Expected Count

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dari 16 sampel usap endoskopi saluran tanpa penyimpanan terdapat 13 sampel disinfeksi tingkat tinggi efektif dan 3 sampel tidak efektif. Pada usap endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan dari

14 sampel didapatkan 3 sampel efektif dan 11 sampel tidak efektif. Hasil dari tabel 4.2 memenuhi syarat untuk dilakukan uji Chi Square dengan rancangan tabel

2 x 2 karena tidak ada nilai expected yang kurang dari 5. Hasil analisis Chi Square menunjukkan nilai p value < 0,005. Nilai yang dipakai adalah nilai Pearson Chi Square yaitu 0,001. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara penyimpanan endoskopi saluran cerna selama 24 jam dengan efektivitas disinfeksi tingkat tinggi endoskopi saluran cerna RSUD Dr. Moewardi.

Hasil penghitungan OR menunjukkan nilai OR adalah 15,9 dengan IK 95% 2,7 – 95,2 yang berarti OR dapat terletak antara 2,7 – 95,2. Dengan demikian, Hasil penghitungan OR menunjukkan nilai OR adalah 15,9 dengan IK 95% 2,7 – 95,2 yang berarti OR dapat terletak antara 2,7 – 95,2. Dengan demikian,

Tabel 4.3 Sebaran Sampel Positif Menurut Jumlah Jenis Bakteri

Jumlah jenis bakteri

Usap endoskopi saluran cerna

Total

Tanpa penyimpanan

Setelah penyimpanan

Tabel 4.3 memperlihatkan pada 3 sampel positif usap endoskopi saluran cerna tanpa penyimpanan ditemukan jenis bakteri tunggal tanpa ada bakteri campuran. Jenis bakteri campuran ditemukan pada sampel usap endoskopi saluran cerna setelah penyimpanan yaitu sebanyak 3 sampel dan jenis bakteri tunggal sebanyak 8 sampel dari total 11 sampel positif. Dengan demikian dari 14 sampel positif ditemukan 11 sampel dengan jenis bakteri tunggal yaitu sebanyak 78,6% dan 3 sampel dengan jenis bakteri campuran yaitu sebanyak 21,4%.

Selanjutnya dilakukan proses pengecatan Gram dari koloni bakteri yang ditemukan untuk mengetahui sifat Gram positif atau negatif. Sebaran sifat bakteri berdasarkan pengecatan Gram dapat dilihat pada tabel 4.4.

Pengecatan Gram

Usap endoskopi saluran cerna

Total Tanpa penyimpanan Setelah penyimpanan ∑

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 3 sampel positif usap endoskopi saluran cerna tanpa penyimpanan didapatkan hasil pengecatan Gram berupa bakteri Gram positif. Pada usap endoskopi saluran cerna dengan penyimpananan didapatkan 11 sampel bakteri Gram positif dari seluruh sampel. Dengan demikian hasil pengecatan Gram untuk sampel positif didapatkan bakteri Gram positif sebanyak 100%.