Hubungan Tingkat Religiusitas Terhadap Kecemasan Pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta

HUBUNGAN TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP KECEMASAN PADA MAHASISWA MUSLIM ANGKATAN 2011 UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Sekar Ayu Larasati G.0009199

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2013

HALAMAN PERSETUJUAN VALIDASI

Skripsi dengan judul: Hubungan Tingkat Religiusitas Terhadap Kecemasan Pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta

Sekar Ayu Larasati, G 0009199, Tahun 2013

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari ............, Tanggal ................... 2013

Tim Skripsi

Vicky Eko Nurcahyo H., dr, Sp. THT-KL

NIP. 19770914 200501 1 001

Pembimbing Utama

Prof. Dr. dr. Much.Syamsulhadi, Sp.Kj(K)

NIP. 19461102 197609 1 001

Penguji Utama

Prof. Dr. dr. Moh.Fanani, Sp.Kj(K)

NIP. 19510711 198003 1 001 Pembimbing Pendamping

Novi Primadewi, dr., Sp. THT-KL, M.Kes

NIP. 19751129 200812 2 002

Anggota Penguji

Adji Suwandono, dr., SH

NIP. 19801213 200912 1 004

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Januari 2013

Sekar Ayu Larasati

NIM. G.0009199

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Religiusitas terhadap

Kecemasan pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret

Surakarta”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir penulis di tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. dr. Much.Syamsulhadi, Sp.Kj(K) , selaku Pembimbing Utama dalam penelitian ini atas segala bimbingan, arahan, dan petunjuk dalam pembuatan skripsi ini.

3. Novi Primadewi, dr., Sp. THT-KL, M.Kes , selaku Pembimbing Pendamping dalam penelitian ini yang memberikan pelajaran dan masukan dalam penyelesaian karya tulis ini.

4. Prof. Dr. dr. Moh.Fanani, Sp.Kj(K) , selaku Penguji Utama atas segala kritik, saran dan koreksi yang membangun.

5. Adji Suwandono, dr., SH , selaku Anggota Penguji atas segala kerendahan hati dan kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh Staf beserta Jajaran SMF JIWA RSUD Dr. Moewardi Surakarta atas segala waktu dan bantuannya.

7. Seluruh Staf Bagian Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Seluruh Ketua tim skripsi Muthmainah, dr., M.Kes beserta Staf Bagian Skripsi mbak eni dan pak nardi.

9. Kedua orang tua Bapak Ir. Bassa Suseno dan Ibu Ir. Anna M.H, saudara Mas Yudha, dan Ajeng, dan seluruh keluarga yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan baik moral maupun material.

10. Keluarga besar pendidikan dokter 2009 Fakultas Kedokteran UNS .

11. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Surakarta, Januari 2013

Sekar Ayu Larasati

iv

Sekar Ayu larasati, G0009199, 2013, Hubungan Tingkat Religiusitas terhadap Kecemasan pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Latar Belakang: Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan dan merupakan gejala yang normal apabila tidak mengganggu kegiatan pada manusia. Gangguan kecemasan pada mahasiswa biasanya merupakan kecemasan karena frustasi yaitu segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan berbagai tanggungan. Sedangkan Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengalaman ritual agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama dan sikap sosial keagamaan. Dengan adanya religiusitas yang tinggi, hidup akan terasa lebih tenang karena adanya penghayatan dan perilaku yang berserah diri kepada Allah SWT. Orang yang memiliki religiusitas tinggi kemungkinan tidak memiliki gangguan kecemasan.

Metode Penelitian: Jenis studi ini observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek dalam studi ini adalah mahasiswa muslim angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta sebanyak 150 mahasiswa. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner L-MMPI, Skala Religiusitas, dan Skala T-MAS kemudian dilakukan analisis data dengan uji korelasi Spearman.

Hasil: Pada studi ini menunjukkan terdapat korelasi (hubungan) negatif (terbalik) dengan kekuatan yang lemah (r = -0,29) dan secara statistik signifikan (p = 0,040) antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan.

Simpulan: Berdasarkan studi ini, didapatkan adanya Korelasi (hubungan) negatif (terbalik) tingkat religiusitas terhadap kecemasan pada mahasiswa muslim angkatan 2011 Universitas

Sebelas Maret Surakarta dengan kekuatan lemah dan signifikan.

Kata kunci: Tingkat Religiusitas, Kecemasan, Mahasiswa Muslim Universitas Sebelas Maret Surakarta

Sekar Ayu larasati, G0009199, 2013, The Relationship between The Religiosity Level towards Anxiety of Sebelas Maret University of Surakarta’s Moslem Students Class of 2011. Thesis .Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: Anxiety is a part of life; it is a normal phenomenon as long as not disturbing the human activity. The anxiety disorder of the students usually is an anxiety due to a frustration, i.e. everything which is disturbing individual’s ability to achieve their target with a lot of dependants. Religiosity consist of knowledge of religion, religious believes, religious ritual experience, religious experience, religious behavior (morality) and a religiosity social attitudes. With a high religiosity, the life will become more relaxed and peaceful; this is due to the appreciation and behavior that surrender to Allah SWT.

Methods: The method that used for the study is an Observational Analytic method with a cross sectional approach. The subject of the study is a Sebelas Maret University of Surakarta’s Moslem student, class of 2011, which involved 150 students as participants. The instruments that used for measurement were L-MMPI Questionnaire, Religiosity Scale and T-MAS Scale which are finally analyzed using Spearman Correlation Test.

Result: This study found that there is a negative correlation (inverse relationship), between religiosity level and anxiety, with a weak strengthness (r=-0.29) and statistically significant (p=0.040).

Conclusion: Based on the study, there is a negative correlation (inverse relationship), between The Religiosity Level towards Anxiety of Sebelas Maret University of Surakarta’s Moslem Students Class of 2011.

Kata kunci: Religiosity level, Anxiety, Sebelas Maret University of Surakarta’s Muslim

Students

iv

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecemasan merupakan bagian dari kehidupan dan merupakan gejala yang normal apabila tidak mengganggu kegiatan pada manusia. Kecemasan dibagi dua, kecemasan fisiologis seperti perasaan takut dan berdebar saat akan menghadapi ujian, dan lain-lain. Keadaan seperti ini termasuk gejala kecemasan yang normal. Sedangkan kecemasan psikologis biasanya sudah termasuk suatu gangguan kecemasan. Orang yang menderita gangguan kecemasan diperkirakan mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 1:2 (Hawari, 2008).

Gangguan kecemasan pada mahasiswa biasanya merupakan kecemasan karena frustasi yaitu segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan berbagai tanggungan, selain itu kecemasan juga mempengaruhi hasil belajar mahasiswa, karena kecemasan cenderung menghasilkan distorsi persepsi dan kebingungan. Distorsi tersebut dapat menggangu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat, menggangu kemampuan menghubungkan satu hal dengan yang lain.

yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang beragama (being religious ) dan bukan sekedar mengaku mempunyai agama (having religion ). Religiusitas meliputi pengetahuan agama, keyakinan agama, pengalaman ritual agama, pengalaman agama, perilaku (moralitas) agama dan sikap sosial keagamaan. Dalam Islam, religiusitas pada garis besarnya tercermin dalam pengalaman akidah, syariah dan akhlak, atau dengan ungkapan lain : iman, Islam dan ihsan (Djarir, 2004).

Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan taat dan berlepas diri dari perbuatan syirik dari pelakunya (Tuwaijry, 2007). Iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan hati dan lisan, dan amal hati, lisan dan anggota tubuh, iman itu bertambah dengan taat dan berkurang dengan maksiat. Ihsan adalah ajaran tentang penghayatan pekat akan hadirnya Tuhan dalam hidup melalui penghayatan diri sebagai sedang menghadap dan berada di depan hadirat-Nya ketika beribadat. Makna ihsan lebih meliputi daripada iman, dan karena itu, pelakunya adalah lebih khusus daripada pelaku iman, sebagaimana iman lebih meliputi daripada Islam, sehingga pelaku iman lebih khusus dibanding Islam. Sebab dalam ihsan sudah ada Islam dan iman, sebagaimana dalam iman sudah terkandung Islam (Madjid, 2009).

Bila semua unsur itu telah dimiliki oleh seseorang, maka orang itulah insan beragama yang sesungguhnya. Dalam kenyataannya umat Bila semua unsur itu telah dimiliki oleh seseorang, maka orang itulah insan beragama yang sesungguhnya. Dalam kenyataannya umat

Ditinjau dari sudut perkembangan manusia, kebutuhan untuk berinteraksi sosial yang paling menonjol adalah pada masa remaja, di mana remaja berusaha untuk mencari teman yang sebanyak-banyaknya, menarik perhatian orang lain dan kasih sayang dari orang lain. Hirarki kebutuhan dasar Maslow terdiri dari 5 tingkatan, yaitu kebutuhan biologis dan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk memiliki dan dicintai (biasanya pada remaja), kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri (McLeod, 2007). Salah satu faktor yang berpengaruh pada interaksi sosial adalah religiusitas, karena dengan adanya pemahaman agama maka remaja dapat berinteraksi dengan baik yang sesuai dengan norma-norma agama yang diyakininya dengan orang lain maupun lingkungan sekitar (Hasanuddin, 2007).

Dengan adanya religiusitas, hidup akan terasa lebih tenang karena adanya penghayatan dan perilaku yang berserah diri kepada Allah SWT. Orang yang memiliki religiusitas tinggi kemungkinan tidak memiliki gangguan kecemasan. Dengan asumsi yang tertulis di atas menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat keterkaitan antara religiusitas dengan kecemasan. Penulis ingin membuktikan adanya keterkaitan antara kecemasan Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan religiusitas melalui penelitian ini.

Adakah hubungan tingkat religiusitas terhadap kecemasan pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk ;

Mengetahui hubungan tingkat religiusitas terhadap kecemasan Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Memberikan tambahan informasi intensitas hubungan antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Manfaat aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pada dunia medis di Indonesia utamanya untuk religiusitas sebagai salah satu manajemen pada kecemasan.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecemasan

a. Pengertian kecemasan Kata anxietas berasal dari bahasa latin angere, yang berarti tercekik atau tercekat. Respon anxietas sering kali tidak berkaitan dengan ancaman yang nyata, namun tetap dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak atau bahkan menarik diri (Maramis, 2009).

Kecemasan adalah suatu keadaan patologis yang ditandai oleh perasaan ketakutan disertai tanda somatik pertanda sistem saraf otonom yang hiperaktif (Kaplan dan Saddock, 2010).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Stuart & Sundeen (dalam Pamungkas, 2011) menyatakan ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, yaitu :

1) Faktor predisposisi

a) Teori Psikoanalitik

Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif (nafsu) seseorang, sedangkan Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif (nafsu) seseorang, sedangkan

b) Teori Interpersonal

Cemas timbul dari perasaan takut terhadap tidak ada penerimaan dan penolakan interpersonal. Cemas, juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri yang rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.

c) Teori Perilaku

Cemas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang menganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.

2) Faktor Presipitasi

Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakkan pada kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman kecemasan seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal.

c. Tingkat kecemasan Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu: c. Tingkat kecemasan Menurut Bucklew (1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu:

2) Tingkat fisiologis. Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem saraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.

Menurut Stuart & Sundeen (1998), ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu, ringan, sedang, berat dan panik.

1) Kecemasan ringan

Berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya luas, menajamkan indra.

2) Kecemasan sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.

3) Kecemasan berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain.

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang.

d. Gejala kecemasan

Menurut Freud (dalam Ibrahim, 2003), kecemasan memiliki 4 gejala yang terdiri dari :

1) Gangguan Somatik Tremor, panas – dingin, kejang, berkeringat, palpitasi, nausea, diare, mulut kering, libido yang menurun, sesak nafas dan kesukaran untuk menelan.

2) Gangguan Kognitif Kesukaran untuk berkonsentrasi, kebingungan, kekuatan akan lepas kendali atau akan menjadi gila dan kewaspadaan yang berlebihan serta pikiran akan malapetaka yang besar.

3) Gangguan Perilaku Ekspresi ketakutan, iritabilitas, imobilisasi, hipertensi dan penarikan diri dari masyarakat.

4) Gangguan Persepsi Depersonalisasi dan derealisasi.

Gejala-gejala somatis yang dapat menunjukkan ciri-ciri kecemasan menurut Mcloone (dalam Atmaja, 2012) adalah keluar keringat dingin, sulit bernafas, gangguan lambung, takikardi, dan terjadinya peningkatan tekanan darah.

Kartono (1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan excited atau gempar gelisah.

1) Respon fisiologis

a) Kardio vaskuler

Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syok, dan lain-lain.

b) Respirasi

Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

c) Kulit

Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

d) Gastro intestinal :

Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.

Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

2) Respon Psikologis

a) Perilaku :

Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

b) Kognitif :

Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

c) Afektif :

Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor yang bisa menurunkan imun tubuh, hal ini terjadi melalui serangkaian aksi yang diperantarai oleh Hipotalamus-Pituatry- Adrenal (HPA-Axis), kecemasan juga akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi Corticotropin Releasing Factor (CRF) Berdasarkan konsep psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor yang bisa menurunkan imun tubuh, hal ini terjadi melalui serangkaian aksi yang diperantarai oleh Hipotalamus-Pituatry- Adrenal (HPA-Axis), kecemasan juga akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi Corticotropin Releasing Factor (CRF)

2. Religiusitas

a. Pengertian Religiusitas Religiusitas berasal dari kata religion (bahasa Inggris) dan religie (bahasa belanda) adalah berasal dari bahasa induk kedua bahasa tersebut, yaitu bahasa latin religio yang akar katanya adalah religure yang berarti mengikat (Kahmad, 2002). Ini mengandung makna bahwa dalam religi atau agama pada umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemeluknya dan semua itu berfungsi untuk mengikat seseorang atau sekelompok orang dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya (Driyarkara, 1978). Mangunwijaya (1982) membedakan antara istilah religi dengan religiusitas. Jika religi menunjuk pada aspek-aspek formal yang berkaitan dengan aturan dan kewajiban, maka religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati seseorang dalam hati.

Religiusitas adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan agama. Dalam perspektif Islam, religiusitas dapat diketahui melalui

(akidah), aspek ketaatan terhadap ajaran agama (syari’ah atau ibadah), aspek penghayatan terhadap ajaran agama (ihsan), aspek pengetahuan terhadap ajaran agama (ilmu) dan aspek pelaksanaan ajaran agama

(amal atau akhlak) (Rosyidah, 2006).

b. Tujuan Religiusitas Tujuan dari religiusitas adalah kesalehan, dan dampak temporal dari kesalehan adalah peningkatan dari diri seseorang maupun kelompok dalam mencapai nilai-nilai dan etika-etika universal (Khan, 2006). Kesalehan itu sendiri berarti perilaku seseorang yang berperilaku islami dan menyeimbangkan kepentingan hablum minallah dan hablun minan naas (Bisri, 2006).

Menurut Syamsulhadi (dalam Pasiak, 2012), religiusitas dan spiritualitas adalah suatu konsep yang saling tumpang tindih. Religiusitas dan spiritualitas adalah faktor kultural yang sangat penting yang memberi struktur dan arti pada nilai manusia, perilaku dan pengalaman-pengalamannya. Perhatian dokter meningkat pada religiusitas dan spiritualitas pasien, oleh karena banyak studi yang menunjukkan suatu hubungan di antara peningkatan keterlibatan religiusitas dengan outcome kesehatan yang lebih baik.

Glock dan Stark (dalam Rakhmaditya, 2002) mengatakan bahwa terdapat lima dimensi dalam religiusitas, yaitu:

1) Religious Belief (the ideological dimension)

Religious belief (the idiological dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang fundamental dan dogmatik dalam agamanya, misalnya kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, surga dan neraka, dan lain-lain yang bersifat dogmatik.

Dimensi keyakinan dalam agama Islam diwujudkan dalam pengakuan (syahadat) yang diwujudkan dengan membaca dua kalimat syahadat, Bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan nabi Muhammad itu utusan Allah. Dengan sendirinya dimensi keyakinan ini menuntut dilakukannya praktek-praktek peribadatan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Keyakinan atau akidah yang merupakan berbagai masalah yang harus disampaikan secara rasional dan berdasarkan pondasi logika yang kuat sehingga tidak lemah di saat berhadapan dengan Positivisme dan Post Modernisme (Rahimpour, 2011).

2) Religious Practice (the ritual dimension)

Religious practice (the ritual dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual Religious practice (the ritual dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual

Scobie (dalam Mesra, 2007) mengatakan bahwa kadar ketaatan seseorang dapat diukur dengan frekuensinya dalam melakukan ritual keagamaan. Komitmen tinggi seseorang dapat terlihat bila orang tersebut memiliki frekuensi yang tinggi dalam melakukan ibadah yng merupakan ritual agamanya. Demikian pula sebaliknya, apabila seseorang memiliki frekuensi yang jarang dalam melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, maka orang tersebut dapat digolongkan sebagai seseorang yang berkomitmen rendah.

3) Religious Feeling (the experiental dimension)

Religious feeling (the experiental dimension) atau bisa disebut dimensi pengalaman, adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya. Ancok (2001) mengatakan kalau dalam Islam dimensi ini dapat terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal yang positif) kepada Allah. Perasaan khusyuk ketika Religious feeling (the experiental dimension) atau bisa disebut dimensi pengalaman, adalah perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan, merasa takut berbuat dosa, merasa doanya dikabulkan, diselamatkan oleh Tuhan, dan sebagainya. Ancok (2001) mengatakan kalau dalam Islam dimensi ini dapat terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah, perasaan bertawakal (pasrah diri dalam hal yang positif) kepada Allah. Perasaan khusyuk ketika

4) Religious Knowledge (the intellectual dimension)

Religious knowledge (the intellectual dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab sucinya atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada di dalam kitab suci manapun yang lainnya. paling tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi. Dimensi ini dalam Islam menunjuk kepada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman muslim terhadap ajaran-ajaran agamanya terutama mengenai ajaran pokok agamanya, sebagaimana yang termuat di dalam kitab sucinya.

Menurut Robertson (dalam Kurniati, 2010) dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaannya.

Religious effect (the consequential dimension) yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran- ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, misalnya apakah orang tersebut mengunjungi tetangganya sakit, menolong orang yang

kesulitan, mendermakan hartanya, dan sebagainya.

d. Faktor Religiusitas Thouless (2000), membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan menjadi empat macam, yaitu :

1) Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial Faktor ini mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan keagamaan itu, termasuk pendidikan dari orang tua, tradisi-tradisi sosial, tekanan dari lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan itu.

2) Faktor pengalaman

Berkaitan dengan berbagai jenis pengalaman yang membentuk sikap keagamaan. Terutama pengalaman mengenai keindahan, konflik moral dan pengalaman emosional keagamaan. Faktor ini umumnya berupa pengalaman spiritual yang secara cepat dapat mempengaruhi perilaku individu.

Kebutuhan-kebutuhan ini secara garis besar dapat menjadi empat, yaitu : (a). kebutuhan akan keamanan atau keselamatan, (b). kebutuhan akan cinta kasih, (c). kebutuhan untuk memperoleh harga diri, dan (d). kebutuhan yang timbul karena adanya ancaman kematian.

4) Faktor intelektual

Berkaitan dengan berbagai proses penalaran verbal atau rasionalisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap individu berbeda-beda tingkat religiusitasnya dan dipengaruhi oleh dua macam faktor secara garis besarnya yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi religiusitas seperti mampu menciptakan lingkungan yang bersih dan penuh kasih sayang. Sedangkan pengaruh ekstrinsiknya seperti menjadikan agama sebagai alat politis dan ekonomis, yang memunculkan sikap kemunafikan Najib (dalam Pasiak, 2012)

C. Hipotesis

Ada hubungan antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Mahasiswa Muslim Angkatan 2011

Universitas Sebelas Maret

Religiusitas

cemas

Tidak cemas

Tidak cemas

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan merupakan observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional yang sering juga disebut penelitian transversal, dikarenakan variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) diobservasi hanya sekali (Taufiqurrohman, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dilaksanakan pada bulan November 2012.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang dipakai adalah mahasiswa dengan kriteria sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a. Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret

b. Sehat jasmani maupun rohani

c. Masih aktif dalam perkuliahan

d. Menandatangani informed consent

2. Kriteria eksklusi

a. Tidak bersedia menjadi responden

b. Skor L-MMPI dengan jawaban “tidak” 10

Teknik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive random sampling . Purposive random sampling dipilih karena metode ini mencuplik subjek penelitian berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono,

E. Rancangan Penelitian

Subyek

Skor skala L-MMPI

“tidak” 10

Tidak memenuhi syarat

gugur

Memenuhi syarat

Skala religiusitas

Skala T-MAS

Cemas

Tidak cemas

Uji korelasi Spearman

Data hasil kuesioner

1. Variabel bebas

: tingkat religiusitas.

2. Variabel terikat

: kecemasan.

3. Variabel luar

a. Terkendali

: usia (Mahasiswa Muslim Angkatan 2011)

b. Tidak terkendali : lingkungan, sosial ekonomi, kepribadian,

pendidikan dan kondisi fisik.

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : tingkat religiusitas Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan tingkat religiusitas tinggi dan rendah. Alat pengukuran

: kuesioner

Skala pengukuran

: ordinal

2. Variabel Terikat : Kecemasan Kecemasan dalam penelitian ini adalah keadaan pada subjek penelitian yang diukur dengan skala T-MAS. Cemas atau tidak cemas diketahui dari tinggi rendahnya skor yang didapatkan. Makin besar skor maka kecemasan makin tinggi, dan makin kecil skor maka kecemasan makin rendah. Alat pengukuran

: kuesioner T-MAS

Skala pengukuran

: interval

1. Formulir biodata responden dan informed consent.

2. Angket Lie Scale - Minnesota Multiphasic Personality Inventory (L- MMPI). L-MMPI adalah skala validitas yang befungsi untuk mengidentifikasi hasil yang mungkin invalid karena kesalahan atau ketidakjujuran subjek penelitian. Skala L-MMPI berisi 15 butir pertanyaan untuk dijawab responden dengan “ya” bila butir pernyataan sesuai dengan perasaan dan keadaan responden; dan “tidak” bila tidak sesuai dengan perasaan dan keadaan responden. Nilai batas skala adalah 10, artinya apabila jawaban “tidak” responden responden dinyatakan invalid (Azwar, 2009).

3. Skala Religiusitas Penelitian ini menggunakan angket/skala religiusitas yang disusun oleh Jatiningsih (2007) berdasarkan teori religiusitas Glock dan Stark. Angket tersebut meliputi keterlibatan ideological, keterlibatan ritual, keterlibatan intelektual, keterlibatan konsekuensial serta keterlibatan eksperensial.

Validitas angket tersebut sudah diukur dengan uji coba kuesioner terhadap 10 siswa SMU. Validitas diuji dengan uji Pearson’s product moment

0,05. Butir pernyataan yang validasinya kurang dari 0,3 diganti, butir pertanyaan yang 0,05. Butir pernyataan yang validasinya kurang dari 0,3 diganti, butir pertanyaan yang

4. Skala Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) Kuesioner TMAS adalah instrumen pengukuran kecemasan. TMAS berisi 50 butir pertanyaan, dimana responden menjawab ya atau tidak sesuai keadaan dirinya dengan member tanda (V) pada kolom jawaban ya atau tidak. Pada kuesioner ini terdapat dua sifat pernyataan yang favourable dan unfavourable. Untuk pernyataan favourable, setiap jawaban “ya” diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” diberi nilai 0. Sedangkan untuk pernyataan unfavourable berlaku sebaliknya. Jika jumlah skor TMAS > 21 maka responden dinyatakan cemas dan jika skor TMAS dinyatakan tidak cemas (Ikhwanudin, 2012).

I. Alur Penelitian

1. Informed consent dan responden mengisi biodata.

2. Responden mengisi kuesioner L-MMPI untuk mengetahui angka ketidak jujuran subjek penelitian.

3. Bila didapatkan skor lebih besar atau sama dengan 10 maka responden

dinyatakan invalid dan dikeluarkan dari subjek penelitian penelitian.

5. Responden mengisi skala T-MAS untuk mengetahui kecemasan.

6. Data yang didapat dianalisis dengan statistik.

J. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji korelasi Spearman dengan angka signifikansi p < 0,05.

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Pada bulan November 2012 penyebaran kuesioner penelitian mulai dilakukan kepada populasi penelitian yaitu kepada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dari 150 kuesioner yang disebar, didapatkan sebanyak 130 responden yang mengembalikan kuesioner penelitian. Responden yang memenuhi kriteria sebanyak 115 mahasiswa, dan 15 responden lainnya tidak memenuhi kriteria penelitian (L-MMPI

. Dari 115 responden yang memenuhi kriteria penelitian kemudian diambil secara acak dan didapatkan sebanyak 96 mahasiswa yang akan digunakan sebagai subjek penelitian.

Tabel 4.1 Deskripsi Skor Religiusitas dan Subjek Penelitian

No

Skor Religiusitas

Kelompok tingkat

religiusitas

jumlah

persent ase

Cukup tinggi

20 20,8%

4 186 - 199

tinggi

26 27,1%

tersebut kemudian disusun dari skor religiusitas rendah sampai religiusitas tinggi (lampiran 1). Dari skor ini kemudian dikelompokkan menjadi kelompok dengan religiusitas tinggi dan religiusitas rendah, kelompok religiusitas cukup tinggi dan religiusitas sedang dihilangkan guna menghindari adanya risiko kesalahan yang cukup besar bagi skor – skor yang teretak di sekitar mean kelompok. Maka skor hanya dibagi menjadi 2 kelompok, dengan menggunakan kategori jenjang (ordinal) (Azwar, 2009). Dengan metode ini nilai skor religiusitas dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok dengan religiusitas tinggi (27,1%), cukup tinggi (20,8%), sedang (29,2%), dan rendah (22,9%). Dari 4 kelompok itu, kelompok dengan religiusitas “cukup tinggi” dan “sedang” gugur.

Dari 2 kelompok religiusitas tinggi dan rendah kemudian dihitung skor kecemasan (lampiran 2). Dari skor kecemasan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi kelompok cemas dan tidak cemas.

No

Kelompok tingkat

religiusitas

kelompok kecemasan

Jumlah subjek Total penelitian cemas

Jumlah subjek penelitian tidak cemas

Kelompok Religiusitas tinggi

Kelompok Religiusitas rendah

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 26 Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta yang termasuk dalam kategori kelompok religiusitas tinggi, diketahui 5 orang (19,23%) memiliki kecemasan dan 21 orang (80,76%) tidak memiliki kecemasan. Dari tabel

4.2 juga terlihat bahwa dari 22 Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta yang termasuk dalam kategori kelompok religiusitas rendah, diketahui 15 orang (68,18%) memiliki kecemasan dan 7 orang (31,81%) tidak memiliki kecemasan.

Tabel 4.3 Hasil Uji Korelasi Spearman antara Tingkat Religiusitas dan

Kecemasan

Varabel

Koefisien korelasi (r) Signifikansi (p)

Religiusitas dan kecemasan

-0,29

0,040

Data hasil penelitian diuji secara statistik dengan uji Spearman. Pada tabel 4.3 menunjukkan terdapat korelasi (hubungan) negatif (terbalik) dengan kekuatan yang lemah (r = -0,29) dan secara statistik signifikan (p = 0,040) antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan.

Gambar 4.1 Diagram Sebar tentang Hubungan antara Tingkat Religiusitas

dan Kecemasan

lemah antara tingkat religiusitas dan kecemasan Mahasiswa Muslim Angkatan 2011. R 2 = 0.059 = 5,9%, mengandung arti bahwa religiusitas

hanya dapat menjelaskan 5,9% dari variasi kecemasan.

PEMBAHASAN

Telah dilakukan penyebaran kuesioner pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta sebanyak 150 kuesioner. Dari hasil penyebaran kuesioner didapatkan responden yang memenuhi kriteria L-MMPI

10 dan yang memenuhi kriteria inklusi eksklusi sebanyak 96 mahasiswa. Dari 96 mahasiswa tersebut kemudian dikelompokkan menjadi kelompok religiusitas tinggi, kelompok religiusitas cukup tinggi, kelompok religiusitas sedang, dan kelompok religiusitas rendah. Kelompok religiusitas cukup tinggi dan kelompok religiusitas sedang dihilangkan guna menghindari adanya risiko kesalahan yang cukup besar bagi skor – skor yang teretak di sekitar mean kelompok untuk menghindari risiko kesalahan yang cukup besar bagi skor – skor yang terletak di sekitar mean kelompok, maka skor di atas hanya dibagi menjadi 2 kelompok, maka digunakan kategori jenjang (ordinal) (Azwar, 2009).

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji korelasi Spearman dari tabel

4.3 untuk menguji hipotesis dapat diketahui bahwa terdapat korelasi (hubungan) negatif (terbalik) antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan kekuatan korelasi yang lemah (r = -0,29) dan secara statistik signifikan (p = 0,040).

Masoomeh et al. (2007) menyebutkan bahwa, meskipun kebanyakan penelitian mendukung adanya hubungan yang signifikan antara religiusitas dan tingkat kecemasan, terdapat pula penelitian yang menyebutkan bahwa hubungan Masoomeh et al. (2007) menyebutkan bahwa, meskipun kebanyakan penelitian mendukung adanya hubungan yang signifikan antara religiusitas dan tingkat kecemasan, terdapat pula penelitian yang menyebutkan bahwa hubungan

bisa prediksi perilaku manusia.

Faktor lain yang mempengaruhi religiusitas dan kecemasan adalah faktor lingkungan, sosial ekonomi, kepribadian, pendidikan, dan kondisi fisik. Untuk meningkatkan religiusitas jangan hanya mengamalkan faktor luar (ekstrinsik) nya saja, tetapi faktor dari dalam (intrinsik) juga sangat penting untuk diamalkan.

Perbedaan hipotesis awal dengan hasil penelitian ini kemungkinan juga disebabkan oleh beberapa hal yang memang kelemahan dari penelitian, antara lain:

1. Tipe kepribadian subjek penelitian. Pada saat pengambilan subjek penelitian penelitian, penulis tidak menilai tipe kepribadian masing-masing mahasiswa yang menjadi subjek penelitian. Padahal tipe-tipe kepribadian tertentu memiliki kecenderungan akan kecemasan yang lebih tinggi (Kaplan & Saddock, 2008).

2. Pengambilan subjek penelitian dalam waktu yang tidak bersamaan.

Pengambilan subjek penelitian untuk penelitian ini tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sama karena perbedaan fakultas dan jadwal kuliah yang Pengambilan subjek penelitian untuk penelitian ini tidak dapat dilakukan dalam waktu yang sama karena perbedaan fakultas dan jadwal kuliah yang

3. Faktor – faktor lain yang mempengaruhi penelitian. Pada penelitian ini, penulis tidak mengecek lingkungan, pendidikan, sosial ekonomi, dan kondisi fisik dari tiap-tiap subjek penelitian. Padahal faktor – faktor tersebut mempunyai pengaruh dalam menimbulkan gangguan kecemasan pada suatu individu (Kaplan & Saddock, 2008).

4. Jumlah subjek penelitian dan waktu yang terbatas. Pada penelitian ini jumlah subjek penelitian terbatas dikarenakan waktu yang tidak mencukupi untuk pengambilan subjek penelitian yang lebih banyak.

5. Sehat jasmani dan rohani subjek penelitian. Pada penelitian ini, dalam kriteria inklusi disebutkan bahwa subjek penelitian memiliki sehat jasmani dan rohani, akan tetapi penulis tidak meneliti kriteria tersebut yang sebenarnya berpengaruh dalam penelitian ini.

Selain hal tersebut, terdapat juga beberapa penelitian sebelumnya yang menguatkan hubungan antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan. Pada tahun 2010, Kirana Mustikasari melakukan penelitian “Hubungan Religiusitas Dengan Kecemasan pada Siswa Kelas XII SMU Negeri 5 Surakarta yang Akan Menghadapi Ujian Nasional”. Pada penelitian tersebut menggunakan 60 siswa

sebagai subjek penelitian. Peneliti menggunakan metode penelitian dengan

pendekatan cross sectional dan teknik pengambilan data menggunakan purposive random sampling . Sedangkan untuk analisis data peneliti menggunakan

menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang bermakna antara tingkat religiusitas dengan tingkat kecemasan siswa kelas XII SMU 5 Surakarta yang akan menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN) dengan kekuatan korelasi lemah. Perbedaan yang terdapat pada penelitian di atas dengan yang penulis lakukan adalah subjek penelitiannya. Pada penelitian ini penulis menggunakan subjek penelitian mahasiswa, sementara penelitian yang dilakukan sebelumnya menggunakan subjek penelitian siswa. Perbedaan sangat terlihat dari kepribadiannya, seorang siswa yang biasanya belum matang tingkah laku dan pola pikirnya, sementara mahasiswa sudah dianggap memiliki kematangan tingkah laku dan pola pikirnya. Perbedaan lainnya adalah penulis menggunakan analisis data Spearman dan penelitian sebelumnya menggunakan Pearson. Sedangkan kesamaan yang terdapat pada penelitian di atas adalah metodelogi penelitian dan teknik pengambilan subjek penelitian.

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa ada korelasi (hubungan) negatif (terbalik) antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan kekuatan yang lemah dan secara statistik signifikan.

B. Saran

1. Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa korelasi (hubungan) negatif (terbalik) antara tingkat religiusitas terhadap kecemasan pada Mahasiswa Muslim Angkatan 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta kekuatannya lemah, akan tetapi sebaiknya mahasiswa diharuskan memiliki religiusitas yang tinggi untuk mengurangi kecemasan.

2. Untuk menilai religiusitas, sebaiknya meneliti religiusitas jangan hanya sampai faktor luar (ekstrinsik) saja, tetapi faktor dalam (intrinsik) nya juga sangat penting untuk diteliti.

3. Untuk penelitian yang menggunakan pendekatan cross sectional, sebaiknya untuk pengambilan subjek penelitian dilakukan pada waktu yang bersamaan.

dan representatif untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan terpercaya.

5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini dengan mengendalikan faktor-faktor luar yang turut mempengaruhi, seperti lingkungan, sosial ekonomi, kepribadian, pendidikan dan kondisi fisik yang belum dapat dikendalikan dalam penelitian ini.

Ancok, D (2001). Pendidikan untuk Masyarakat Global dan Industrial . Bahan diskusi pada forum kajian yuniar PPSK. Yogyakarta.

Arywibowo, M.L (2008). Hubungan Religiusitas dengan Ketahanan Terhadap Stres pada Mahasiswa Muslim Tingkat Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret . Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Thesis

Atmaja, Dwi (2012). Kajian Psikologi.

http://kajianpsikologi.blogspot.com/2012/01/gejala-gejala- kecemasan.html - Diakses September 2012.

Azwar (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar Offset, p: 60.

Basri, S (2012). Uji Korelasi Spearman dengan SPSS dan Manual. http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/uji-korelasi- spearman-dengan-spss-dan.html - Diakses Desember 2012.

Bisri, M (2006). Menimbang Arti Kesalehan dalam Islam. http:// http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/4/7396/Kolom/M enimbang_Arti_Kesalehan_dalam_Islam.html - Diakses Januari 2012.

History Analysis. New York: J. B Lippen Cott Company.

Dadang, K (2002). Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya. p: 13.

Djarir, Ibnu (2004). Erosi Moral dan Pemahaman Kembali Agama. http://www.suaramerdeka.com/harian/0406/18/x_epi.html - Diakses Februari 2012.

Driyarkara N (1978). Percikan Filsafat. Jakarta: PT Pembangunan, p:

Guyton & Hall (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:

EGC.

Hawari, D (2008). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI.

Ibrahim, Ayub S (2003). Panik Neurosis dan Gangguan Cemas.

Jakarta : PT. Dua As, p:31.

Ikhwanudin, N (2012). Perbedaan Derajat Kecemasan dan Depresi antara Mahasiswa dengan Tingkat Religiusitas Tinggi dan Rendah . Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Dissertation.

Jatiningsih (2007). Hubungan Tingkat Religiusitas dan Kesehatan Reproduksi Remaja di SMUN I dan SMUN III Surakarta.

Dissertation.

Kaplan dan Sadock (2010). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku

Psikiatri klinis . Jakarta: Binarupa Aksara.

Kartono, K (1992). Psikologi Wanita Jilid 2: Mengenal Wanita Sebagai Ibu Dan Nenek . Bandung: Mandar Maju.

Khan, Faiz (2006). Agama Sebagai Denominator Umum . http://www.commongroundnews.org/article.php?id=20191 &lan=ba&sp=1 – Diakses Maret 2012

masyarakat. http://furikurniati.webs.com/tugasisd9.htm - Diakses Maret 2012.

Madjid, N (2009). Islam yes, Partai Islam no. Jakarta: Daring press,

pp: 17-19.

Mangunwijaya Y.B (1982). Sastra dan Religiusitas. Jakarta: Sinar

Harapan, p: 3.

Maramis, W, F (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya:

Airlangga.

http://www.simplypsychology.org/maslow.html - Diakses September 2012.

Mesra, M (2007). Disonansi Kognitif pada Dewasa Muda dalam

Komitmen Beragam

a. Jakarta, Universitas Indonesia.

Thesis.

Murti, Bhisma (2010). Desain dan Ukuran Subjek penelitian untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kecemasan . http://teorikecemasan.blogspot.com/2011/03/apa-itu- kecemasan.html - Diakses September 2012.

Pasiak, Taufiq (ed) (2012). Tuhan Empirik dan Kesehatan Spiritual. Yogyakarta: C-NET UIN Sunan Kalijaga, pp: 23;112-113

Dimensi Agama. http://www.iqna.ir/ma/news_detail.php?ProdID=859186 – Diakses Maret 2012.

Rakhmaditya, R (2006). Hubungan antara Emotional Quotient dengan Religiusitas Mahasiswa Muslim Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret . Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Dissertation.

Hidup pada Anak Yatim Panti Asuhan Mardhotilah . Surakarta, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Thesis.

Sholeh, M (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Stuart GW dan Sundeen SJ.(1998). Principle and Practice of Psychiatric Nursing . St. louis Missouri: Mosby Year Book Inc.

Taufiqurrohman, M.A (2008). Metode Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan. Klaten: CSGF, pp: 71-76.

Thouless, R.H (2000). Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, cet 3.

Tuwaijry, M (2007). Tauhid, Keutamaan dan Macam-macamnya. http://www.islamhouse.com/p/53819 - Diakses Februari 2012