Hubungan Anemia Pada Kehamilan Dengan Berat Badan Bayi Lahir Di Rsud Dr. Moewardi

BERAT BADAN BAYI LAHIR DI RSUD DR. MOEWARDI SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Novia Damara G0009153

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

2012

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 29 November 2012

Novia Damara

NIM G0009153

Alhamdulillah hirobbil’aalamin, segala puji kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmatNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul Hubungan Anemia pada Kehamilan dengan Berat Badan Bayi Lahir di RSUD Dr. Moewardi. Penelitian tugas karya akhir ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa penelitian tugas karya akhir ini tidak akan berhasil tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu rasa hormat dan ucapan terima kasih yang dalam penulis berikan kepada :

1. Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Ganung Harsono, dr. Sp. A (K) selaku Pembimbing Utama yang telah

menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini

3. Arif Suryawan, dr. selaku Pembimbing Pendamping yang telah menyediakan waktu untuk membimbing hingga terselesainya skripsi ini

4. Pudjiastuti, dr. Sp. A (K) selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini

5. Prasetyadi Mawardi, dr. Sp. KK selaku Penguji Pendamping yang telah

memberikan banyak kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini

6. Nur Hafidha Hikmayani, dr., MclinEpid, Mutmainah, dr.,M.Kes, Bu Enny, SH., MH dan Mas Sunardi selaku TIM Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini

7. Yang tercinta kedua orang tua penulis, Ibu Endang Karsi Eko dan Bapak Marimin yang senantiasa mendoakan dengan tiada henti serta memberikan dukungan dalam segala hal sehingga terselesaikannya penelitian ini

8. Kakek, Nenek, Gusthy Salam Firdaus, Salsabila Shelma Karamy dan Debbie

Ratna Sari atas doa, semangat dan bantuan yang selalu diberikan

9. Sandie Farina, dr. Sp. OG yang telah sabar dan memberikan saran yang sangat membantu

10. Eka, Namira, Nadhira, Pratiwi, Annisa R. F, Isowedha dan teman-teman lainnya atas segala bantuan dan waktu yang selalu tersedia

11. Mba Daryanti yang selalu membantu dan mengantarkan kemanapun

12. Seluruh perawat ruang PONEK RSUD Dr. Moewardi atas segala waktu dan bantuan selama proses pengambilan data

13. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian tugas karya akhir ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

Surakarta, 29 November 2012 Novia Damara

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Ibu ................................................... 51 Tabel 4.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Kehamilan ...................................... 52 Tabel 4.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Hemoglobin pada Kehamilan ................ 52 Tabel 4.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Berat Badan Bayi yang Dilahirkan ........ 53 Tabel 4.5. Distribusi Anemia pada Kehamilan dengan Berat Badan Bayi Lahir ...... 53 Tabel 4.6. Tabel Chi-Square ......................................................................................... 55

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran .................................................................. 42

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian ................................................................. 48

Gambar 4.1 Histogram Distribusi Anemia pada Kehamilan dengan Berat badan

Bayi Lahir ............................................................................................... 54

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dan Pengambilan Data di IGD RSUD Dr. Moewardi Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dan Peminjaman Data Rekam Medik Pasien Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari RSUD Dr. Moewardi Lampiran 4. Data Primer Hasil Penelitian Lampiran 5. Hasil Uji Chi-Square

Novia Damara, G0009153, 2012. Hubungan Anemia pada Kehamilan dengan Berat Badan Bayi Lahir di RSUD Dr. Moewardi. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Anemia adalah masalah kesehatan dunia yang menyerang seperempat dari populasi dunia. Anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk bagi ibu atau janin yang dikandungnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan anemia pada kehamilan dengan tinggi rendahnya berat badan

bayi lahir di RSUD Dr.Moewardi.

Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan September -

Oktober 2012 di RSUD Dr. Moewardi. Pengambilan sampel dilakukan secara criterion sampling . Alat ukur yang digunakan adalah hasil pemeriksaan laboratorium di RSUD Dr. Moewardi dengan metode cyanmethemoglobin untuk mengetahui apakah hemoglobin ibu hamil termasuk ke dalam kriteria anemia dan timbangan bayi untuk mengukur berat badan bayi lahir. Diperoleh data sebanyak

33 dan analisis data menggunakan uji Chi Square melalui program SPSS 17.00 for Windows .

Hasil Penelitian : Penelitian ini menunjukkan nilai Chi Square hitung sebesar 33,000, sedangkan nilai Chi Square

derajat bebas (df) =

2 didapatkan nilai sebesar 5,99. Hal ini berarti bahwa nilai Chi Square hitung > nilai Chi Square nilai p = 0,000 yang berarti bahwa p < 0,05. Dengan demikian kedua analisis tersebut memiliki simpulan yang sama yaitu menolak H0.

Simpulan Penelitian : Terdapat hubungan antara anemia pada kehamilan dengan berat badan bayi lahir di RSUD Dr. Moewardi dimana sampel ibu hamil yang menderita anemia ringan cenderung melahirkan bayi dengan berat badan lahir normal, sedangkan ibu hamil yang menderita anemia berat cenderung melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Kata Kunci : Anemia, Kehamilan, Berat Badan Bay i Lahir

Novia Damara, G0009153, 2012. The Relationship between Pregnancy Anemia and Birth Weight in RSUD Dr. Moewardi. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta

Background: Anemia is a problem in world health which attack a quarter of world population. Pregnancy anemia can caused bad effects to the mother or the festus. This research aims to reveal the relationship between pregnancy anemia and birth weight (high, normal, or low) in RSUD Dr. Moewardi.

Methods: This study was observational analytic with cross-sectional approach that was conducted in September-October 2012 at the Hospital Dr. Moewardi. The sampling was carried out sampling criterion. The measuring instruments that used

were the result of laboratory tests in RSUD Dr. Moewardi with cyanmethemoglobin method to determine whether the hemoglobin of pregnant women included in the criteria for anemia and baby scales to measure birth weight. The obtained data were 33 and the data analysis used Chi Square test with SPSS 17.00 for Windows.

Results : Results: This study demonstrates the value of Chi Square count equal to 33.000, while the value of Chi Square table with = 0.05 and degrees of freedom (df) = 2 obtained a value of 5.99. It means that the value of Chi Square count > value of Chi Square table. Meanwhile, with = 0.05 shows p = 0.000, which means that p < 0.05. Thus, the two analyzes are the same conclusions that reject

H0.

Conclusion : There is a relationship between pregnancy anemia and birth weight in Hospital Dr. Moewardi. The samples were pregnant women who suffer from mild anemia more likely to deliver babies with normal birth weight. Moreover, women who suffer from severe anemia more likely to deliver babies with low birth weight.

Keywords: Anemia, Pregnancy, Weight Birth

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anemia adalah masalah kesehatan dunia yang menyerang seperempat dari populasi dunia. Pada umumnya anemia sering terjadi pada negara berkembang, yaitu Afrika dan Asia Tenggara. Anemia dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih sering terjadi pada anak- anak dan ibu hamil (Shaw, 2011; Mahoney, 2008).

Indonesia termasuk dalam negara berkembang di Asia Tenggara dan anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia serta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Prevalensi anemia di Indonesia terutama pada laki-laki dewasa, anak sekolah, dan ibu hamil serta ibu melahirkan cukup memprihatinkan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan sekitar 13,8% laki-laki dewasa, 9,7% anak-anak, 19,7% ibu-ibu dan 24,3% ibu hamil menderita anemia. Hasil survei anemia ibu hamil juga dilakukan di 15 kabupaten pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa prevalensi anemia di Jawa Tengah adalah 57,7%, angka ini masih lebih tinggi dari angka nasional yakn i 50,9% (Dinkes, 2007) . Sementara itu untuk di Surakarta, angka kejadian anemia hamil pada tahun 2009 adalah 9,39%. Tercatat bahwa dari 11.441 ibu hamil terdapat 1.074 yang mengalami anemia kehamilan (Dinkes, 2010). Masih tingginya Indonesia termasuk dalam negara berkembang di Asia Tenggara dan anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia serta masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Prevalensi anemia di Indonesia terutama pada laki-laki dewasa, anak sekolah, dan ibu hamil serta ibu melahirkan cukup memprihatinkan. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan sekitar 13,8% laki-laki dewasa, 9,7% anak-anak, 19,7% ibu-ibu dan 24,3% ibu hamil menderita anemia. Hasil survei anemia ibu hamil juga dilakukan di 15 kabupaten pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa prevalensi anemia di Jawa Tengah adalah 57,7%, angka ini masih lebih tinggi dari angka nasional yakn i 50,9% (Dinkes, 2007) . Sementara itu untuk di Surakarta, angka kejadian anemia hamil pada tahun 2009 adalah 9,39%. Tercatat bahwa dari 11.441 ibu hamil terdapat 1.074 yang mengalami anemia kehamilan (Dinkes, 2010). Masih tingginya

Anemia pada ibu hamil di samping disebabkan karena kemiskinan dimana asupan gizi sangat kurang juga dapat disebabkan karena ketidaktahuan tentang pola makan yang benar. Ibu hamil memerlukan banyak zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada diri ibu dan janinnya (Tarwoto dan Wasnidar, 2007). Pada wanita hamil, status zat besi yang cukup dan baik adalah sebuah prasyarat apabila ingin mempunyai kehamilan yang baik. Ada bukti yang menunjukkan bahwa kekurangan zat besi, walaupun tanpa adanya anemia defisiensi besi, dapat mempunyai dampak negatif pada wanita yang tidak hamil, misalnya dalam hal penurunan kemampuan kognitif dan kinerja fisik (Milman, 2008). Sedangkan pada wanita hamil, hal tersebut dapat mengganggu perkembangan janin dan bayi, peningkatan angka kematian ibu (AKI), dan kematian perinatal (Barón et al., 2005; Allen, 2000). Rendahnya kadar hemoglobin pada ibu hamil juga berhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur dan BBLR (Katz et al., 2006; Lee et al., 2006).

Di RSUD Dr. Moewardi, menunjukkan angka persalinan yang cukup tinggi dan merupakan satu-satunya rumah sakit pemerintah di Surakarta, dimana biaya masih terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Atas dasar uraian di atas dan mengingat domisili peneliti maka peneliti tertarik untuk Di RSUD Dr. Moewardi, menunjukkan angka persalinan yang cukup tinggi dan merupakan satu-satunya rumah sakit pemerintah di Surakarta, dimana biaya masih terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Atas dasar uraian di atas dan mengingat domisili peneliti maka peneliti tertarik untuk

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan anemia pada kehamilan dengan berat badan lahir bayi di RS UD Dr. Moewardi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan anemia pada kehamilan dengan tinggi rendahnya berat badan bayi lahir.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat:

a. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan dan sumber pustaka bagi dunia kesehatan, masyarakat dan diri-sendiri.

b. Sebagai data tambahan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis Sebagai umpan balik dalam upaya peningkatan kualitas bayi, sehingga secara tidak langsung menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Anemia

a. Definisi Anemia

Anemia adalah sebuah istilah yang menunjukkan konsentrasi hemoglobin atau jumlah sel darah merah berada di bawah nilai normal, sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. dimana hal ini berhubungan dengan usia dan jenis kelamin (Chulilla et al., 2002; Veng-Pedersen et al., 2002). Secara laboratorik, anemia dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (Bakta, 2006).

b. Epidemiologi Anemia

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena berdampak pada perkembangan fisik dan psikis, perilaku dan produktivitas kerja. Berdasarkan prevalensi WHO dari tahun 1993- 2005, satu dari empat orang di dunia menderita anemia dan resiko terbesar terjadi pada wanita hamil dan anak usia prasekolah. Daerah WHO untuk di Afrika dan Asia Tenggara memiliki resiko paling tinggi, dimana dua pertiga anak-anak usia prasekolah dan seluruh wanita menderita anemia. Berdasarkan jumlah, Asia Tenggara menjadi negara Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena berdampak pada perkembangan fisik dan psikis, perilaku dan produktivitas kerja. Berdasarkan prevalensi WHO dari tahun 1993- 2005, satu dari empat orang di dunia menderita anemia dan resiko terbesar terjadi pada wanita hamil dan anak usia prasekolah. Daerah WHO untuk di Afrika dan Asia Tenggara memiliki resiko paling tinggi, dimana dua pertiga anak-anak usia prasekolah dan seluruh wanita menderita anemia. Berdasarkan jumlah, Asia Tenggara menjadi negara

Meskipun anemia dianggap kelainan yang sangat sering dijumpai di Indonesia, angka prevalensi yang resmi belum pernah diterbitkan. Angka-angka yang ada merupakan hasil dari penelitian- penelitian terpisah yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia. Perkiraan prevalensi anemia di Indonesia yaitu, anak prasekolah

(Balita) 30-40%, anak usia sekolah 25-35%, dewasa tidak hamil 30- 40%, hamil 50-70%, laki-laki dewasa 20-30%, dan pekerja berpenghasilan rendah 30-40% ( Bakta,2006).

c. Kriteria dan derajat anemia

Parameter yang paling umum untuk menunjukkan penurunan masa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul hematokrit dan hitung eritrosit. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin, usia dan kehamilan.

Nilai normal untuk hemoglobin dalam sirkulasi darah adalah 12,1-15,1 g/dl untuk wanita dan 13,8-17,2 g/dl untuk pria (Zuckerman, 2007). Sementara itu, World Health Organization (WHO, 2001) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin di bawah 13 g/dl pada pria di atas 15 tahun, di bawah 12 g/dl pada wanita tidak hamil dengan usia di atas 15 tahun dan di bawah 11 g/dl pada wanita hamil.

Anemia bukanlah sebuah penyakit, melainkan gejala dari Anemia bukanlah sebuah penyakit, melainkan gejala dari

Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan indek-indeksnya atau etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Tiga klasifikasi besar anemia berdasarkan morfologinya menurut Price dan Wilson (2005), yaitu:

1) Anemia normositik normokrom

Normositik berarti ukuran sel darah merah normal dan normokrom berarti jumlah hemoglobin normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah), tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang dan penyakit-penyakit infiltratif metatastik pada sumsum tulang.

2) Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV meningkat dan MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi vitamin B12 dan atau asam folat. Anemia ini juga dapat terjadi pada Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV meningkat dan MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi vitamin B12 dan atau asam folat. Anemia ini juga dapat terjadi pada

3) Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV, penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis heme atau kekurangan zat besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik atau gangguan sintesis globin, seperti pada thalasemia.

Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologi. Anemia berdasarkan klasifikasi ini dapat disebabkan oleh gangguan produksi sel darah merah, kehilangan darah dan peningkatan laju penghancuran sel darah merah dalam tubuh. Kehilangan darah dapat terjadi pada kondisi akut seperti trauma, penyakit kronis dan perdarahan saluran pencernaan. Sedangkan peningkatan laju penghancuran sel darah merah terjadi pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh kondisi di dalam dan di luar sel. Adanya kelainan di dalam sel dapat merupakan hasil dari penyakit bawaan atau yang didapat. Sperocytosis dan elliptocytosis adalah penyakit bawaan yang dapat menyebabkan anemia akibat adanya gangguan pada membran sel darah merah. Adanya gangguan enzim di dalam sel darah merah, seperti defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD) dan sintesis piruvat, juga dapat menyebabkan anemia.

thalasemia merupakan suatu penyakit genetik akibat adanya kelainan struktur pada sel darah merah. Gangguan yang disebut di atas bersifat herediter (Kumar et al., 2003).

Untuk kelainan di luar sel darah merah yang termasuk pada anemia akibat penghancuran sel darah merah (hemolisis) adalah anemia karena gangguan reaksi transfusi darah (sebagai akibat respon isoimun), anemia hemolitik, trombositopenia purpura atau koagulasi intravaskular secara luas. Sementara itu, produksi sel juga dapat terganggu apabila terdapat gangguan pada proses pematangan dan proliferasi sel darah merah. Kondisi pada kategori ini meliputi, penurunan eritropoetin, anemia aplastik, kelainan sumsum tulang, anemia akibat penyakit kronis yang mengenai ginjal dan gangguan endokrin. Gangguan produksi sel juga dapat terjadi apabila terdapat gangguan pada sintesis DNA, seperti pada anemia akibat kekurangan asam folat dan vitamin B12. Adanya gangguan pada sintesis DNA merupakan proses yang patologis untuk anemia defisiensi besi, thalasemia dan anemia karena infeksi kronis (Kumar et al., 2003; Brill dan Braumgardner, 2000).

e. Patofisiologi anemia

Patofisiologi anemia berbeda-beda tergantung pada etiologinya. Adanya infeksi virus dan reaksi autoimun yang terjadi pada prekursor eritrosit dapat menyebabkan anemia aplastik. Kemudian gagal ginjal Patofisiologi anemia berbeda-beda tergantung pada etiologinya. Adanya infeksi virus dan reaksi autoimun yang terjadi pada prekursor eritrosit dapat menyebabkan anemia aplastik. Kemudian gagal ginjal

Adanya kelainan gen, defisiensi asam folat dan B 12 (akibat adanya gangguan absorbsi) dapat menyebabkan gangguan sintesis DNA sehingga menimbulkan anemia megaloblastik. Gangguan sintesis heme dan globin, serta defisiensi besi pada eritroblast dapat menyebabkan sintesis hemoglobin menjadi terhambat. Pada keadaan ini sel darah merah biasanya berukuran lebih kecil dan kadar hemoglobinnya berkurang sehingga menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Selain itu, pada eritrosit juga bisa terjadi adanya kelainan baik pada membran atau metabolisme, kerusakan baik akibat dari mekanis, imunologis dan toksik, serta adanya parasit (malaria) yang menyebabkan timbulnya anemia hemolitik. Keseluruhan etiologi yang mendasari patofisiologi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas dari eritrosit di dalam darah, termasuk hemoglobin sebagai salah satu komponen eritrosit. Adanya penurunan kualitas dari hemoglobin menyebabkan:

1) Anoksia organ target, karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan.

2) Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

Kombinasi kedua penyebab inilah yang selanjutnya akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom anemia (Silbernagl dan Kombinasi kedua penyebab inilah yang selanjutnya akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom anemia (Silbernagl dan

1) Tanda dan gejala

Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia atau anemic syndrome . Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Menurut Bakta (2006), price dan Wilson (2005) gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:

a) Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu bekerja, angina pektoris dan gagal jantung.

b) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.

c) Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.

d) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus.

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan

vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O 2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O 2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman

Takikardi dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orang tua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan oleh iskemia miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Dispneau (kesulitan bernapas), napas pendek dan cepat lelah waktu melakukan kegiatan jasmani

merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O 2. Sakit kepala, pusing, pingsan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat mencerminkan berkurangnya oksigenasi pada sistem saraf pusat. Pada anemia yang berat juga dapat timbul gejala-gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare dan stomatitis (nyeri pada lidah dan membran mukosa mulut).

Selain itu terdapat juga gejala yang menjadi ciri dari masing- masing jenis anemia seperti: (1) Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis

angularis. (2) Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue).

(4) Anemia aplastik : perdarahan kulit dan mukosa dan tanda-tanda

infeksi.

2) Etiologi

Menurut Silbernagl dan Lang (2006), etiologi anemia berbeda- beda sesuai dengan jenis anemia itu sendiri yang dapat dijelaskan seperti di bawah ini:

a) Anemia aplastik : infeksi virus dan reaksi autoimun.

b) Anemia renal : gagal ginjal.

c) Anemia megaloblastik : kelainan gen, defisiensi asam folat,

defisiensi B 12.

d) Anemia mikrositik hipokrom : defisiensi besi, gangguan sintesis heme, gangguan sintesis globin.

e) Anemia hemolitik : kelainan eritrosit (membran, metabolisme), kerusakan (mekanis, imunologis, toksik), parasit (malaria, dll).

2. Kehamilan

a. Sirkulasi darah janin

Pearce (2010) menyebutkan bahwa pada janin, rute aliran darah tidak sama dengan rute setelah lahir. Perbedaan utama antara sirkulasi janin dan sirkulasi setelah lahir adalah ketika di dalam rahim janin tidak bernafas, sehingga paru tidak berfungsi dan perlu adanya penyesuaian

setelah lahir. Janin memperoleh O 2 dan mengeluarkan CO 2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak setelah lahir. Janin memperoleh O 2 dan mengeluarkan CO 2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Karena darah tidak

1) foramen ovale, suatu lubang di septum antara atrium kanan dan kiri

2) duktus arteriosus, suatu pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari jantung. Darah yang kembali dari plasenta (kaya akan oksigen) akan melalui vena umbilikalis yang langsung berhubungan dengan vena kava inferior melalui sebuah pembuluh darah besar, yang disebut duktus venosus, sebuah struktur yang hanya ada pada masa fetus. Setelah di dalam vena kava inferior, darah berjalan ke atas dan mencapai atrium kanan. Sebagian besar darah bukan masuk ke dalam ventrikel kanan (sebagaimana pada sirkulasi orang dewasa), tetapi masuk ke atrium kiri melalui foramen ovale. Setelah mencapai atrium kiri, darah masuk ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitral. Kontraksi ventrikel kiri mendorong masuk ke dalam aorta asendens, dari sini sebagian besar darah didistribusikan ke jantung, otak, dan anggota tubuh bagian atas dari fetus.

Setelah beredar dalam otak dan anggota tubuh bagian atas fetus, darah ini terutama adalah darah deoksigenasi akan kembali ke jantung melalui vena kava superior dan mencapai atrium kanan. Setelah darah berada di atrium kanan, darah akan masuk ke dalam ventrikel kanan melalui lubang trikuspid. Dari sini darah akan di pompa masuk ke dalam arteri pulmonalis. Akan tetapi karena tekanan di arteri Setelah beredar dalam otak dan anggota tubuh bagian atas fetus, darah ini terutama adalah darah deoksigenasi akan kembali ke jantung melalui vena kava superior dan mencapai atrium kanan. Setelah darah berada di atrium kanan, darah akan masuk ke dalam ventrikel kanan melalui lubang trikuspid. Dari sini darah akan di pompa masuk ke dalam arteri pulmonalis. Akan tetapi karena tekanan di arteri

Dari penjelasan di atas, adanya perolehan O 2 dan pengeluaran CO 2 melalui pertukaran dengan darah ibu melalui plasenta, menunjukkan bahwa terjadi percampuran antara darah ibu dan janin. Apabila terdapat kelainan pada sirkulasi darah ibu maka akan berpengaruh pula pada janin terutama pada pertumbuhan dan perkembangan janin.

b. Plasenta

Plasenta adalah organ yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan kehamilan, karena plasenta berperan untuk pertukaran O 2

dan transfer nutrisi dalam pertumbuhan janin. Struktur dan fungsi plasenta akan sangat menentukan pertumbuhan janin. Untuk pertumbuhan janin dibutuhkan penyaluran zat asam, asam amino,

vitamin dan mineral dari ibu ke janin dan pembuangan CO 2 serta sisa motabolisme janin ke peredaran darah ibu (Saifudin, 2006; Cross, 2005). Adapun fungsi plasenta adalah sebagai berikut:

1) Nutrisi, plasenta adalah organ yang berfungsi memberi makanan pada janin. Darah maternal akan memberikan nutrien kepada janin dalam bentuk yang paling sederhana seperti, karbohidrat dalam 1) Nutrisi, plasenta adalah organ yang berfungsi memberi makanan pada janin. Darah maternal akan memberikan nutrien kepada janin dalam bentuk yang paling sederhana seperti, karbohidrat dalam

2) Respirasi, plasenta adalah organ untuk pertukaran O 2 dan pembuangan CO 2. Oksigen dari darah ibu berdifusi melalui barier

plasenta (Jansson dan Powell, 2007).

3) Ekskresi, plasenta adalah organ yang berfungsi untuk pengeluaran sampah metabolisme. Plasenta mengekskresikan setiap produk limbah, seperti hormone dan sitokin (Jansson dan Powell, 2007).

4) Produksi, plasenta adalah organ untuk menghasilkan hormon. Hormon-hormon yang dihasilkan oleh plasenta antara lain Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan Human Placental Lactogen (HPL) yang dapat mengubah produksi insulin dan meningkatkan resistensi insulin pada jaringan ibu, sehingga ketersediaan glukosa meningkat pada janin. Plasenta juga menghasilkan leptin dan ghrelin, hormon yang menekan nafsu makan dan merangsang masing-masing (Cross, 2006).

5) Imunitas, plasenta adalah organ yang dapat memberikan kekebalan aktif dimana memberikan perlindungan terhadap antivirus dan patogen (Hutardo et al., 2010).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, struktur dan fungsi Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, struktur dan fungsi

c. Kondisi gizi ibu

Nutrisi pada ibu hamil sangat menentukan status kesehatan ibu dan janinnya. Umumnya, kehamilan mempunyai efek pada metabolisme, karena itu wanita hamil perlu mendapat makanan yang bergizi dan dalam kondisi yang sehat. Menurut Mochtar (1998) perubahan-perubahan metabolisme yang terjadi pada wanita hamil dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Tingkat metabolik basal (basal metabolic rate, BMR) pada wanita hamil meninggi hingga 15-20% terutama pada trimester terakhir.

2) Keseimbangan asam-alkali (acic-base balance) sedikit mengalami perubahan konsentrasi alkali:

a) Wanita tidak hamil : 155 mEq/liter

b) Wanita hamil

: 145 mEq/liter

c) Natrium serum

: turun dari 142 menjadi 135 mEq/liter

d) Bikarbonat plasma : turun dari 25 menjadi 22 mEq/liter

3) Dibutuhkan protein yang banyak untuk perkembangan fetus, alat kandungan, payudara dan badan ibu serta sebagai persiapan laktasi.

memiliki nafsu makan yang kuat, sering berkemih dan kadang dijumpai glukosuria yang mengingatkan orang pada diabetes melitus. Dalam kehamilan, pengaruh kelenjar endokrin agak terasa, seperti somatotropin, plasma insulin dan hormon-hormon adrenal- 17-ketosteroid. Sebagai rekomendasi, harus diperhatikan sungguh- sungguh hasil GTT oral dan GTT intravena.

5) Metabolisme lemak juga terjadi. Kadar kolesterol meningkat sampai 350 mg atau lebih per 100 cc. Hormon somatotropin mempunyai peranan dalam pembentukan lemak pada payudara. Deposit lemak lainnya terdapat di badan, perut, paha dan lengan.

6) Metabolisme mineral :

a) Kalsium :

dibutuhkan rata-rata 1,5 gram sehari sedangkan untuk pembentukan tulang-tulang terutama dalam trimester terakhir dibutuhkan 30-40 gram.

b) Fosfor

dibutuhkan rata-rata 2 g/hari

c) Zat besi

dibutuhkan tambahan zat besi ± 800 mg atau 30-

50 mg sehari.

d) Air

wanita hamil cenderung mengalami retensi air.

7) Berat badan wanita hamil akan naik sekitar 6,5-16,5 kg. Kenaikan berat badan yang terlalu banyak ditemukan keracunan pada kehamilan (pre-eklamsi dan eklamsi). Kenaikan berat badan wanita hamil disebabkan oleh: 7) Berat badan wanita hamil akan naik sekitar 6,5-16,5 kg. Kenaikan berat badan yang terlalu banyak ditemukan keracunan pada kehamilan (pre-eklamsi dan eklamsi). Kenaikan berat badan wanita hamil disebabkan oleh:

8) Kebutuhan kalori meningkat selama kehamilan dan laktasi. Kalori yang dibutuhkan untuk kondisi ini terutama diperoleh dari pembakaran zat arang, khususnya sesudah kehamilan 5 bulan ke atas. Namun bila dibutuhkan, lemak dipakai untuk mendapatkan tambahan kalori.

9) Wanita hamil memerlukan makanan yang bergizi dan harus mengandung banyak protein. Di Indonesia masih banyak dijumpai

penderita defisiensi zat besi dan vitamin B 12. Oleh karena itu wanita hamil diberikan Fe dan roboransia yang berisi mineral dan vitamin. Berdasarkan penjelasan di atas telah diketahui bahwa selama hamil, kebutuhan gizi meningkat dibandingkan dengan kebutuhan sebelum hamil. Misalnya kebutuhan protein meningkat 68%, asam folat 100%, kalsium 50% dan besi 200-300%. Kecukupan akan zat gizi pada ibu hamil dapat dipantau melalui keadaan kesehatannya dan berat badan janin saat lahir. Salah satu indikator kecukupan gizi ibu hamil adalah adanya penambahan berat badan yang sesuai standar. Pada trimester pertama sebaiknya kenaikan berat badan 1-2 kg, trimester kedua dan ketiga sekitar 0,34-0,50 kg tiap minggu (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

3. Anemia pada Kehamilan

a. Pengertian

Anemia pada kehamilan adalah kondisi di mana sel darah merah

oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 11 g/dl (WHO, 2006) . Sementara itu, berdasarkan kriteria Center for Disease Control and Prevention (CDC) anemia didefinisikan sebagai hemoglobin yang kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga dan kurang dari 10,5 g/dl di trimester kedua (CDC, 1989). Kadar hemoglobin pada wanita hamil menurut WHO (2005) dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu :

1) Normal

: bila kadar Hb 11 g/dl atau lebih

2) Anemia ringan : bila kadar Hb antara 8 g/dl sampai < 11 g/dl

3) Anemia berat : bila kadar Hb kurang dari 8 g/dl

Rendahnya kapasitas darah untuk membawa oksigen memicu kompensasi tubuh dengan memacu jantung meningkatkan curah jantung. Jantung yang terus-menerus dipacu, dapat mengakibatkan gagal jantung dan komplikasi lain seperti preeklamsia (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).

b. Epidemiologi

Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah kesehatan publik yang penting, begitu juga di sebagian besar negara Asia Tenggara. Sekitar 4% - 16% kematian ibu hamil disebabkan oleh anemia. Hal ini juga menyebabkan terjadinya peningkatan angka mortalitas dan morbiditas pada ibu hamil. Menurut WHO, prevalensi Anemia pada kehamilan merupakan salah satu masalah kesehatan publik yang penting, begitu juga di sebagian besar negara Asia Tenggara. Sekitar 4% - 16% kematian ibu hamil disebabkan oleh anemia. Hal ini juga menyebabkan terjadinya peningkatan angka mortalitas dan morbiditas pada ibu hamil. Menurut WHO, prevalensi

c. Penyebab anemia pada ibu hamil

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Ojofeitimi, 2008).

Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia (Soekirman, 2000). World Health Organization (WHO, 2005) melaporkan bahwa terdapat 52% ibu hamil mengalami anemia di negara berkembang. Di Indonesia (Susenas dan Survei Depkes-Unicef) dilaporkan bahwa dari sekitar 4 juta ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya mengalami kekurangan energi kronis (Samhadi, 2008).

Laporan USAID’s, A2Z, Micronutrient and Child Blindness Project, ACCESS Program, dan Food and Nutrition Technical Assistance (2006) menunjukkan bahwa sekitar 50% dari seluruh jenis anemia diperkirakan akibat dari defisiensi besi. Selain itu, defisiensi mikronutrien (vitamin A, B6, B12, riboflavin dan asam folat) dan faktor Laporan USAID’s, A2Z, Micronutrient and Child Blindness Project, ACCESS Program, dan Food and Nutrition Technical Assistance (2006) menunjukkan bahwa sekitar 50% dari seluruh jenis anemia diperkirakan akibat dari defisiensi besi. Selain itu, defisiensi mikronutrien (vitamin A, B6, B12, riboflavin dan asam folat) dan faktor

Anemia sering terjadi akibat defisiensi zat besi karena pada ibu hamil terjadi peningkatan kebutuhan zat besi dua kali lipat akibat peningkatan volume darah tanpa ekspansi volume plasma, untuk memenuhi kebutuhan ibu (mencegah kehilangan darah pada saat melahirkan) dan pertumbuhan janin (Cunningham et al., 2005). Selama hamil volume darah meningkat 50% dari 4 ke 6 L, dan volume plasma pun meningkat yang menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua (Smith, 2010).

Ironisnya, diestimasi di bawah 50% ibu tidak mempunyai cadangan zat besi yang cukup selama kehamilannya, sehingga risiko defisiensi zat besi dan anemia meningkat bersama dengan kehamilan. Hal itu telah dibuktikan di Thailand bahwa penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah karena defisiensi besi (43,1%) (Sukrat dan Sirichotiyakul, 2006). Di samping itu, studi di Malawi ditemukan dari 150 ibu hamil terdapat 32% mengalami defisiensi zat besi dan satu atau lebih mikronutrien (Broek dan Letsky, 2000). Demikian pula dengan studi di Tanzania memperlihatkan bahwa anemia ibu hamil berhubungan dengan defisiensi zat besi (p = 0,03), vitamin A (p =

Ibu hamil cenderung mengkonsumsi makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan zat besi seperti teh, kopi, kalsium (Kusumah, 2009). Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya-sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir (Sin sin, 2008).

Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat– alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan di usia < 20 tahun dan di atas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan di usia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung belum stabil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa di usia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2004).

Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara

sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes RI, 2009). Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan (Simanjuntak, 2004).

Pemeriksaan Antenatal adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan antenatal kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya. Namun dalam penelitian Amirrudin dan Wahyuddin (2004) menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi

Terdapat korelasi yang erat antara anemia pada saat kehamilan dengan kematian janin, abortus, cacat bawaan, berat bayi lahir rendah, cadangan zat besi yang berkurang pada anak atau anak lahir dalam keadaan anemia gizi. Kondisi ini menyebabkan angka kematian perinatal masih tinggi, demikian pula dengan mortalitas dan morbiditas pada ibu. Selain itu, dapat mengakibatkan perdarahan pada saat persalinan yang merupakan penyebab utama (28%) kematian ibu hamil/bersalin di Indonesia (Ahmed et al., 2001; Depkes RI, 2001).

d. Pengaruh anemia terhadap kehamilan

Anemia dapat memberikan pengaruh yang kurang baik pada kehamilan. Ibu hamil dengan anemia ringan dapat mengakibatkan penurunan kapasitas kerja, namun ibu hamil dengan anemia ringan dapat melalui kehamilan dan persalinan yang baik karena adanya sistem kompensasi tubuh. Sedangkan ibu hamil dengan anemia sedang memiliki penurunan kerja yang lebih berat sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak, selain itu ibu hamil dengan anemia sedang juga rentan terhadap infeksi dan pemulihannya membutuhkan waktu yang lama. Keadaan ini membuat ibu hamil dengan anemia sedang lebih sering melahirkan bayi prematur. Sementara itu ibu hamil dengan

palpitasi dan sesak nafas (Kalaivani, 2009). Bahaya pada kehamilan trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus prematur, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer, 2008). Sementara itu, hasil penelitian Lone FW et al (2004) menyatakan bahwa pada penelitian dari 625 ibu hamil ditemukan risiko melahirkan prematur sebanyak 4 kali lebih besar, risiko berat badan lahir rendah sebanyak 1,9 kali lebih besar, APGAR score yang rendah sebanyak 1,8 kali lebih besar dan kematian janin 3,7 kali lebih besar pada ibu hamil dengan anemia yang dibandingkan dengan ibu hamil tidak anemia. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Levi A et al (2005), penelitian yang bersifat retrospektif ini mengevaluasi kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah pada wanita hamil yang mengalami anemia, didapatkan hasil bahwa anemia pada kehamilan merupakan faktor risiko utama pada kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.

e. Penentuan kadar hemoglobin

Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmethemoglobin , namun cara oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmethemoglobin. Sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua

2009; Kusumah, 2009). Metoda Cyanmethemoglobin ini cukup teliti dan dianjurkan oleh International Committee for Standaritation in Hemathology (ICSH). Akan tetapi cara penentuan Hb yang banyak dipakai di Indonesia adalah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup sederhana akan tetapi ketelitiannya perlu dibandingkan dengan cara standar yang dianjurkan WHO (Masrizal, 2007).

4. Berat Badan Bayi Lahir

a. Pengertian

Berat badan bayi lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir (WHO, 2004).

b. Epidemiologi

Jumlah kelahiran dapat ditunjukkan dengan pola geografis . Terdapat lebih dari 20 juta bayi di seluruh dunia dan 15,5 % dari seluruh jumlah bayi tersebut lahir dengan berat badan lahir rendah, dimana 95,6 % dari bayi lahir yang berada di negara berkembang. Tingkat kelahiran berat lahir rendah di negara berkembang adalah 16,5 %, yaitu 2 kali lipat di bandingkan di negara maju yang hanya 7%. Setengah dari kejadian BBLR terjadi di Asia Tenggara, dimana beratnya kurang dari 2500 gram. Prevalensi kejadian berat badan lahir rendah pada bayi meliputi 15% di Sub-Sahara Afrika, 10% di Amerika Selatan dan Tengah, serta 14 % di Karibia (WHO, 2004).

Berat bayi lahir berdasarkan berat badan dapat dikelompokkan menjadi :

1) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan dalam 2 kategori yaitu:

a) BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu)

b) BBLR karena Intra Uterine Growth Retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya kurang.

Di negara berkembang banyak BBLR karena IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria dan menderita penyakit menular seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil (Depkes RI, 2009).

2) Berat Badan Lahir Normal (BBLN)

Berat badan lahir normal adalah bayi yang lahir dari usia kehamilan sampai 40 minggu dan berat badan lahir 2500-4000 gram (Sulani, 2010).

3) Berat Badan Lahir Lebih (BBLL)

Berat badan lahir lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan Berat badan lahir lebih adalah bayi yang dilahirkan dengan

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi berat badan bayi lahir

Berat badan lahir merupakan suatu hasil interaksi dari berbagai macam faktor yang kompleks pada suatu proses yang berlangsung

selama berada di dalam kandungan. Berat badan lahir merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk menilai kesehatan bayi saat lahir (Bonellie et al., 2008). Terdapat berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi berat badan lahir yang dijabarkan sebagai berikut :

1) Usia ibu hamil

Usia ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir, kehamilan di bawah umur 20 tahun dan di atas umur 35 tahun merupakan salah satu faktor risiko tinggi untuk melahirkan bayi berat badan lahir rendah (Conley dan Bennet, 2001). Pada umur yang masih muda, yaitu di bawah 20 tahun, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna. Masalah fisik dan emosional tersebut dapat berkontribusi terhadap peningkatan kejadian berat badan lahir rendah. Sementara itu