PEMBUATAN MIE KERING GEMBILI DAN BEKATUL (KAJIAN PROPORSI TERIGU : GEMBILI DAN PENAMBAHAN BEKATUL) Making of Gembili and Rice Bran Noodles (Study of Proportion Wheat Flour : Gembili and additioning of Rice Bran)
PEMBUATAN MIE KERING GEMBILI DAN BEKATUL
(KAJIAN PROPORSI TERIGU : GEMBILI DAN PENAMBAHAN BEKATUL)
Making of Gembili and Rice Bran Noodles
(Study of Proportion Wheat Flour : Gembili and additioning of Rice Bran)
1*
1 Cefi Azmil Halwan , Fithri Choirun Nisa
1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145
- Penulis Korespondensi, Email : cefiazmil@ymail.com
ABSTRAK
Gembili dan bekatul merupakan salah satu hasil pertanian yang pemanfaatannya masih kurang, padahal kandungan gizi di dalamnya sangat tinggi. Gembili dan bekatul memiliki kandungan serat yang dapat menurunkan insiden penyakit kronis. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui proporsi terbaik dari tepung terigu : tepung gembili dengan penambahan bekatul dalam pembuatan mie kering serta pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik mie kering. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor. Faktor 1 proporsi tepung terigu : tepung gembili yang terdiri dari 3 level (80:20; 70:30; 60:40), faktor 2 penambahan bekatul yang terdiri dari 3 level (10%, 20%, 30%). Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan ANOVA dengan uji DMRT (
Duncan’s Multiple Range Test) dan BNT (Beda Nyata Terkecil)
dengan selang kepercayaan 5%. Penentuan perlakuan terbaik digunakan metode Indeks Efektifitas. Perlakuan terbaik diperoleh pada mie kering dengan proporsi tepung terigu : tepung gembili 80:20 dengan penambahan bekatul 20%.
Kata kunci: Bekatul, Gembili, Mie Kering, Serat
ABSTRACT
The usage of gembili and rice bran is limited, whereas the nutrition content in gembiliand rice bran is very high. Gembili and rice bran has contain fiber which can lowering the
incidence of chronic disease. The aim of this research was to know the best proportion of
wheat flour : gembili flour with the addition of rice bran in making a dry noodle and the
influence on physical, chemical and organoleptic properties of dry noodles.The experimental
design used randomized block design (RBD) with two factor. Factor I was a proportion of
wheat flour : gembili flour that consists of 3 levels (80:20 ; 70:30 ; 60:40) and factor II was
the concentration of rice bran addition that consists of 3 levels (10%, 20%, 30). The resulted
data of observation is analyzed by using ANOVA with test by DMRT ( Duncan’c MultipleRange Test) and Less Significant Difference (LSD) with trust value 5%. The determination of
the best treatment by Effectiveness Index method. The best treatment was obtained on
proportion of wheat flour : gembili flour 80:20 with the addition of 20% rice bran flour. Keywords: Rice Bran, Gembili, Dry Noodle, Fiber
PENDAHULUAN
Indonesia termasuk salah satu negara yang jumlah konsumsi tepung terigunya sangat tinggi. Bulan Januari hingga September tahun 2011 jumlah konsumsi tepung terigu nasional mencapai 3 juta ton, namun dari jumlah tersebut sebagian besar diperoleh dari impor [1]. Melihat kondisi tersebut, maka perlu adanya langkah yang diambil untuk mengurangi jumlah impor tepung terigu di Indonesia. Gembili dan bekatul merupakan salah satu hasil pertanian yang pemanfaatannya masih kurang, padahal kandungan gizi yang terkandung dalam gembili dan bekatul sangat tinggi terutama serat, sehingga berpotensi untuk dijadikan sumber pangan alternatif maupun sebagai bahan pensubstitusi. Gembili memiliki kandungan serat yang dapat memberikan efek fisiologis menurunkan insiden penyakit kronis seperti komplikasi diabetes, kanker kolon dan penyakit jantung [2]. Kandungan serat bekatul memberikan efek fisiologis mengurangi resiko konstipasi dan resiko tubuh terhadap beberapa penyakit [3]. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi pada gembili dan bekatul. Penggunaan gembili dan bekatul pada pembuatan mie kering ini dimungkinkan berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia, dan organoleptik dari mie kering, sehingga perlu dilakukan pengujian agar diperoleh mie kering dengan karakteristik yang terbaik.
BAHAN DAN METODE
BahanBahan yang digunakan untuk pembuatan mie kering yaitu tepung terigu, bekatul yang diperoleh dari Bangil Pasuruan kemudian distabilisasi, gembili yang diperoleh dari Padangan Bojonegoro kemudian ditepungkan, telur, CMC, garam dapur, garam alkali diperoleh dari toko AVIA, aquades diperoleh dari toko Makmur Sejati. Bahan yang digunakan untuk analisis kimia yaitu alkohol 95%, HCl 0,1N, NaOH 40%, H SO , tablet Kjehdal, indikator PP,
2
4 Arsenomolybdat, K
2 SO 4 10%, Pethrolium Ether, Nelson A, Nelson B yang diperoleh dari toko Makmur Sejati.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, ayakan 40 mesh dan 60 mesh, autoclave, cabinet dryer, mixer, mesin sheeter, noodles maker machine, timbangan digital analitik (Denver Instrumen M-310), kompor. Alat yang digunakan untuk analisis kimia antara lain labu ukur (Pyrex), labu kjeldahl (Buchi), beaker glass (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), labu Erlenmeyer (Pyrex), timbang digital analitik (Denver Instrumen M-310), oven (Memmert), lemari asam (ChemFast), buret (Schott Duran), statif, colour reader (Minolta),
tensile strength (Imada), bola hisap (Merienfiel), destilator (Buchi), kertas saring (Whatman),
desikator, pipet ukur 1 ml (HBG), pendingin balik.Desain Penelitian
Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor. Faktor 1 proporsi tepung terigu : tepung gembili terdiri dari 3 level (80:20 ; 70:30 ; 60:40),faktor 2 penambahan bekatul yang terdiri dari 3 level (10%, 20%, 30%). Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan metode Analysis of Variance (ANOVA). Untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau pengaruh pada tiap perlakuan, dilakukan uji DMRT (
Duncan’s Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5%. Penentuan perlakuan
terbaik digunakan metode Indeks Efektifitas De Garmo.Tahapan Penelitian
Prosedur pembuatan mie kering adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Bahan
Bahan-bahan dalam pembuatan mie kering meliputi gembili yang sudah
o
ditepungkan, bekatul yang telah distabilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121 C selama ± 3 menit (penambahan sebanyak 10%, 20%, 30%), proporsi tepung terigu : tepung gembili (80:20 ; 70:30 ; 60:40), kuning telur, air, garam dapur, air abu, dan CMC.
2. Pencampuran
Pencampuran merupakan proses mencampur semua bahan yang dilakukan selama 7-8 menit yang bertujuan untuk mencampur bahan menjadi homogen, mendapatkan hidrasi yang sempurna, serta membentuk gluten [4].
3. Pembentukan Lembaran (Pelempengan)
Proses pelempengan bertujuan untuk mempermudah proses gelatinisasi pati yang terjadi pada proses pengukusan, selain itu juga bertujuan untuk membuat adonan menjadi bentuk lembaran yang siap dipotong menjadi bentuk khas mie [5].
4. Pencetakan
Pencetakan bertujuan untuk mempermudah transfer panas sehingga dapat mempercepat gelatinisasi adonan saat proses pengukusan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan noodles maker [6].
5. Pengukusan
Pengukusan dilakukan selama ±10 menit agar terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten sehingga ikatan menjadi kuat, mie menjadi kenya dan lembut [6].
6. Pendinginan
Proses pendinginan dilakukan ±10-15 menit yang bertujuan menghilangkan uap panas yang menempel pada mie yang dapat memacu tumbuhnya jamur [6].
7. Pengeringan o
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering kabinet suhu ±60 C selama 8-10 jam. Proses pengeringan bertujuan menghilangkan kandungan air sampai batas tertentu dimana mikroba tidak dapat tumbuh dalam bahan pangan [7].
Metode
Analisis yang dilakukan pada bahan baku meliputi analisis kadar air [8], kadar protein [8], kadar pati [8], dan kadar serat kasar [8]. Analisis yang dilakukan pada mie kering meliputi kadar air [8], kadar protein [8], kadar pati [8], kadar serat kasar [8], kadar lemak [9], kadar abu [9], warna [10], daya patah [10], hidrasi [10], cooking time [11], cooking loss [12], dan daya putus [10].
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Kimia Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan mie kering pada penelitian ini adalah tepung terigu, tepung gembili dan bekatul. Parameter bahan baku yang diamati adalah kadar air, kadar protein, kadar pati dan kadar serat kasar. Data hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Analisis Bahan Baku
Parameter (%) Tepung Terigu Tepung Gembili Bekatul
Kadar Air
11.6
8.84
2.24 Kadar Protein
11.4
2.94
13.4 Kadar Pati
67.46
45.83
51.05 Kadar Serat Kasar 0.9
2.6
6.3
2. Karakteristik Kimia dan Fisik Mie Kering
Bahan baku pembuatan mie kering kemudian diolah sehingga dihasilkan mie kering yang sesuai dengan proporsi dan substitusi yang telah ditentukan. Mie kering yang dihasilkan kemudian dianalisis karakteristik kimianya meliputi kadar air, kadar protein, kadar pati, serta kadar serat kasar dan juga dilakukan analisis fisik meliputi daya patah, cooking
time, cooking loss, hidrasi, daya putus, serta warna.
Kadar Air
Hasil penelitian terhadap kadar air mie kering akibat proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 2.67
- – 8.8%. Gambar 1 menunjukkan semakin banyak proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul maka nilai kadar air mie kering semakin menurun. Penambahan tepung gembili yang semakin tinggi akan mengurangi proporsi tepung terigu dalam pembuatan mie kering. Tepung terigu memiliki kadar gluten yang tinggi yang mampu mengikat air dengan baik [13]. Sehingga semakin sedikit tepung terigu yang
Gambar 1. Rerata Kadar Air Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul
Kadar Protein
Hasil penelitian terhadap kadar protein mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 6.62
- – 12.54%. Gambar 2. Rerata Kadar Protein Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul Gambar 2 menunjukkan semakin banyak proporsi tepung gembili menyebabkan kadar protein mie kering semakin menurun. Kadar protein tepung gembili pada penelitian ini sangat rendah hanya sebesar 2.94%, sedangkan kadar protein tepung terigu pada penelitian ini lebih besar dari tepung gembili yaitu sebesar 11.40%. Sehingga semakin banyak tepung gembili yang ditambahkan akan menurunkan kadar protein mie kering. Sebaliknya semakin banyak penambahan bekatul menyebabkan kadar protein mie kering semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kandungan protein pada bekatul lebih tinggi daripada kedelai, jagung dan terigu [16]. Sehingga penambahan bekatul dapat meningkatkan kadar protein mie kering.
Kadar Pati
Hasil penelitian terhadap kadar pati mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 50.87
- – 65 %. Gambar 3 menunjukkan kadar pati mie kering cenderung menurun dengan semakin banyak tepung gembili yang ditambahkan semakin banyak tepung gembili yang ditambahkan, maka proporsi tepung terigu menjadi lebih sedikit. Pada penelitian ini kadar pati tepung terigu lebih besar yaitu 67.46% sedangkan kadar pati tepung gembili sebesar 45.83%, sehingga semakin banyak tepung gembili yang ditambahkan maka semakin rendah kadar pati mie kering yang dihasilkan. Sebaliknya semakin banyak penambahan bekatul, semakin tinggi kadar pati mie kering. Pada penelitian ini kadar pati bekatul sebesar 51.05%, sedangkan kadar pati tepung
Gambar 3. Rerata Kadar Pati Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul
Kadar Serat Kasar
Hasil penelitian terhadap kadar serat kasar mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 4.15
- – 8.74%. Gambar 4. Rerata Kadar Serat Kasar Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul Gambar 4 menunjukkan kadar serat kasar mie kering cenderung meningkat seiring dengan semakin tingginya penambahan proporsi tepung gembili dan bekatul. Hal ini disebabkan tepung gembili dan bekatul memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi dibanding tepung terigu. Pada penelitian ini, kandungan serat kasar dalam tepung gembili sebesar 2.6%, kandungan serat kasar pada bekatul 6.3%, dan kandungan serat kasar dalam tepung terigu 0.9%. Tepung gembili mengandung serat kasar sebesar 2.29% [18]. Sedangkan kandungan serat kasar dalam bekatul bisa mencapai 10.7% [19].
Daya Patah
Rerata nilai daya patah mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 4
- – 11 N. Gambar 5. Rerata Nilai Daya Patah Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul
Cooking Time
Rerata nilai cooking time mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 2.87
- – 5.13 menit. Gambar 6. Rerata Nilai Cooking Time Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai cooking time mie kering cenderung meningkat dengan banyaknya penambahan proporsi tepung gembili dan bekatul. Semakin banyak tepung gembili yang ditambahakan maka tepung terigu dalam adonan menjadi lebih sedikit. Terigu mengandung protein yang tinggi yang mampu menyerap air yang tinggi. Tingginya penyerapan air membuat waktu pemasakan semakin singkat [22]. Sedangkan bekatul memilki serat yang tinggi dimana pada saat proses perebusan air yang digunakan untuk merebus tidak dapat masuk ke dalam granula-granula mie karena serat bekatul telah menyerap air terlebih dahulu. Hal ini mengakibatkan proses gelatinisasi menjadi tidak maksimal [15].
Cooking Loss
Rerata nilai cooking loss mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 9.66
- – 15.62%. Gambar 7. Rerata Nilai Cooking Loss Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul
Gambar 8 menunjukkan hubungan antara cooking time dengan cooking loss yaitu
2
regresi linier dengan persamaan y = 2.584x + 2.088 dan R = 0.945. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif sebesar 94.5% yang mengartikan semakin lama cooking time mie kering maka cooking loss –nya akan semakin tinggi.
Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Cooking Time (Menit) dengan Cooking Loss (%)
Hidrasi
Rerata nilai hidrasi mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 173.9
- – 187.7%. Gambar 9. Rerata Hidrasi Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan
Penambahan Bekatul Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai hidrasi mie kering cenderung menurun seiring dengan meningkatnya proporsi tepung gembili. Semakin sedikit tepung gembili yang ditambahkan, proporsi tepung terigu menjadi lebih banyak, sehingga kandungan gluten pada mie juga lebih banyak. Tepung terigu memiliki kadar gluten yang tinggi yang mampu mengikat air dengan baik [13]. Sebaliknya penambahan bekatul menyebabkan nilai hidrasi mie meningkat, dikarenakan bekatul memiliki kadar serat tidak larut yang tinggi yang memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi karena banyaknya gugus hidroksil bebas [15].
Daya Putus
Rerata nilai daya putus mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 0.13
- – 0.5 N.
Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai daya putus mie kering cenderung menurun seiring dengan meningkatnya proporsi tepung gembili dan bekatul. Bertambahnya proporsi tepung gembili akan mengurangi proporsi tepung terigu, sehingga kemampuan gluten untuk mengikat bahan semakin menurun. Protein berperan sebagai bahan pengikat dalam adonan yang akan menentukan tekstur kekenyalan [24]. Sedangkan kandungan serat tidak larut pada bekatul menghalangi air berikatan dengan protein pada tepung terigu saat proses pengukusan. Serat tidak larut ini memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi [15].
Derajat Kecerahan (L*)
Rerata nilai derajat kecerahan mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 33.63
- – 41.87. Gambar 11. Rerata Nilai Derajat Kecerahan (L*) Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu :
Tepung Gembili dan Penambahan Bekatul Gambar 11 menunjukkan nilai derajat kecerahan mie kering cenderung menurun seiring dengan meningkatnya penambahan proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul. Warna yang dihasilkan kemungkinan disebabkan terjadinya reaksi maillard yaitu reaksi pencokelatan non enzimatis yang terjadi karena adanya reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari protein atau asam amino [25].
Nilai a*
Rerata nilai a* mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 9.37
- – 13.3. Gambar 12. Rerata Nilai (a*) Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan penambahan bekatul
Nilai b*
Rerata nilai b* mie kering akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berkisar antara 7.97
- – 15.27. Gambar 13. Rerata Nilai (b*) Mie Kering Akibat Proporsi Tepung Terigu : Tepung Gembili dan penambahan bekatul
Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai b* mie kering cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya penambahan proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul. Warna kuning yang dihasilkan karena penambahan kansui/larutan alkali. Warna tersebut muncul akibat adanya pigmen flavonoid yang berwarna kuning pada keadaan alkali [27].
3. Karakteristik Organoleptik Mie Kering
Rerata nilai kesukaan panelis terhadap organoleptik mie kering dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Parameter Warna, Rasa, Aroma, Dan Tekstur
Mie Kering
Parameter Proporsi Bekatul Warna Rasa Aroma Tekstur
10% 3 (Netral) 3.4 (Netral) 3.2 (Netral) 3.25 (Netral) 80:20 20% 3.55 (Agak Suka) 3.6 (Agak Suka) 3.5 (Agak Suka) 3.5 (Agak Suka)
30% 3.15 (Netral) 3.5 (Agak Suka) 3.25 (Netral) 3.6 (Agak Suka) 10% 3.15 (Netral) 3.05 (Netral) 3.25 (Netral) 2.7 (Netral)
70:30 20% 3.5 (Agak Suka) 2.9 (Netral) 3.3 (Netral) 2.75 (Netral) 30% 3.15 (Netral) 3.35 (Netral) 3.55 (Agak Suka) 3.2 (Netral) 10% 3 (Netral) 2.8 (Netral) 3.35 (Netral) 3 (Netral)
60:40 20% 3.15 (Netral) 2.9 (Netral) 3.25 (Netral) 2.8 (Netral) 30% 2.75 (Netral) 3.35 (Netral) 3.45 (Netral) 2.95 (Netral)
Warna
Nilai kesukaan panelis terhadap warna mie kering matang akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul berbeda tipis satu sama lain yaitu berkisar antara 3.55
- – 2.75 (Tabel 2). Hal ini disebabkan warna mie kering yang dihasilkan hampir sama satu sama lain yakni putih kecoklatan.
Rasa
Nilai kesukaan panelis terhadap rasa mie kering matang akibat proporsi tepung terigu : tepung gembili dan penambahan bekatul yaitu berkisar anatar 3.6
- – 2.8 (Tabel 2). Tingkat kesukaan panelis cenderung menurun seiring dengan semakin banyaknya proporsi tepung gembili dan penambahan bekatul. Hal ini dikarenakan rasa bekatul yang cenderung agak pahit.
Aroma
Nilai kesukaan panelis terhadap aroma mie kering matang hampir sama yaitu berkisar antara 3.2
- – 3.55 (Tabel 2). Hal ini dikarenakan aroma mie kering matang cenderung hampir sama sehingga menyebabkan panelis tidak terlalu menentukan perbedaan aroma mie kering. Aroma yang ditimbulkan mie kering disebabkan karena tepung gembili dan bekatul memiliki aroma yang khas.
Tekstur
Nilai kesukaan panelis terhadap tekstur mie kering matang berkisar antara 3.6
- – 2.7 (Tabel 2). Tingkat kesukaan panelis cenderung menurun dengan semakin banyak proporsi tepung gembili dan bekatul yang ditambahkan. Hal ini dikarenakan dengan proporsi tepung gembili dan bekatul yang banyak maka proporsi tepung terigu semakin sedikit. Tepung terigu mampu membentuk gluten saat dibasahi dengan air dan diberi perlakuan mekanis sehingga akan terbentuk suatu adonan yang elastik [28].
4. Mie Kering Perlakuan Terbaik
Penentuan pemilihan perlakuan terbaik mie kering dilakukan dengan metode Indeks Efektifitas [29]. Penentuan pemilihan perlakuan terbaik menggunakan parameter kimia, fisik dan organoleptik. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh mie kering dengan proporsi tepung terigu : tepung gembili 80:20 dan penambahan bekatul 20%. Mie kering perlakuan terbaik kemudian dibandingkan dengan kontrol mie kering komersial dan dilakukan uji t. Nilai parameter kimia mie kering perlakuan terbaik dan kontrol disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Parameter Kimia Mie Kering Perlakuan Terbaik dan Kontrol
Uji t Kontrol (Mie Parameter Perlakuan Terbaik Komersial Notasi
7.76
11.13 Kadar Air tn
12.34
8.9
- Kadar Protein
64.65
64.84 Kadar Pati tn
KIMIA
4.7
2.23 Kadar Serat Kasar
- 8.4
2.45 Kadar Lemak tn
2.73
1.25
- Kadar Abu Nilai parameter fisik dan organoleptik mie kering perlakuan terbaik dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Parameter Fisik Dan Organoleptik Mie Kering Perlakuan Terbaik Dan Kontrol
Perlakuan Kontrol (Mie Uji t Parameter Terbaik Komersial) Notasi
Daya patah (N)
5.1 2.9 * Hidrasi (%)
- 185.53 189.10
Cooking Time (Menit)
3.13 3.05 tn
9.94
3.21 * Cooking Loss (%) FISIK
Daya Putus (N)
0.43 1.80 *
40.27
68.82 * Nilai L*
9.67
4.17 * Nilai a* Nilai b*
9.7
48.86 * Warna
3.55 4.25 tn Rasa
3.6 4 tn ORGANOLEPTIK
Aroma
3.5 3.95 tn Tekstur
3.5 4.2 tn
SIMPULAN
Mie kering perlakuan terbaik dengan parameter fisik, kimia dan organoleptik terdapat pada perlakuan faktor proporsi tepung terigu : tepung gembili 80 : 20 serta penambahan bekatul 20%. Perlakuan ini memiliki kadar air 7.76%, kadar protein 12.34%, kadar pati 64.65%, kadar serat kasar 4.63%, kadar lemak 8.4%, kadar abu 2.73%, daya patah 5.1N,
cooking time 3.13 menit, cooking loss 9.94%, hidrasi 185.53%, daya putus 0.43N, tingkat
kecerahan (L*) 40.27, nilai a* 9.67, dan nilai b* 9.7. Perlakuan ini memiliki rerata nilai kesukaan panelis warna 3.55 (agak suka), rasa 3.6 (agak suka), aroma 3.5 (agak suka) dan tekstur 3.5 (agak suka).
DAFTAR PUSTAKA
1) Aptindo. 2011. Konsumsi Tepung Terigu Melambat. diakses tanggal 20 April 2012 2) Piliang, W.G dan S. Djojosoebagio. 2002. Fisiologi Nutrisi Vol.1 Edisi ke-4. IPB Press.
Bogor 3) Tensiska. 2008. Serat Makanan. Jurusan Teknologi Idustri Pangan. Fakultas Teknologi
Indutri Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung 4) Mudjajanto, E.S dan L.N. Yulianti. 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar Swadaya. Jakarta
5) Kim, S.K. 1996. Instant Noodle Technology. Cereal Food World. 41(4):213-218 6) Astawan, M. 2003. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta 7) Muchtadi, T.R, Sugiyono, dan A. Fitriyono. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.
Penerbit Alfabeta. Bandung 8) Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 2007. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta 9) AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. Association of Official Analysis Chemistry. Washington
10) Yuwono, S.S. dan T. Susanto.1998. Pengujian Fisik Pangan .Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
11) Oh, N.H., D.A. Seib, C.W. Deyoe dan A.B.Ward.1985. The Surface Firmness of Cooked Noodles From Soft and Hard Wheat Flours. Cereal chemistry 62(6):431-436
12) Romlah. 1997. Sifat Fisik Adonan dan Mie Beberapa Jenis Tepung Gandum dengan Penambahan Kansui, Telur dan Tepung Ubi kayu. Thesis Master UGM. Yogyakarta
13) Lehninger, A.L. 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Terjemahan: Maggy T. Erlangga. Jakarta 14) Cho, S.S and L.D. Mark 2001. Hanbook of Dietary Fiber. Marcell Dekker, Inc. New York 15) Khomsan, A dan A. Faisal. 2008. Sehat itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat Dengan
Makanan Tepat. PT Mizan Publika. Jakarta 16) Isnawati, N. 2013. Bekatul Limbah Padi Yang Sehat Dikonsumsi. www.bbppbinuang.info/new21-bekatul-limbah-padi-yang-sehat-dikonsumsi.html. Diakses
28 Mei 2014 17) Nursalim, Y dan Z.Y. Razalni. 2007 Bekatul Makanan yang Menyehatkan. Agromedia
Pustaka. Jakarta 18) Richana, N dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan
Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubi kelapa dan Gembili. Skripsi. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian.
ITB. Bogor 19) Kulp, K and J.G. Ponte. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology Second
Edition. Marcell Dekker, Inc. New York 20) Estiasih, T. 2006. Teknologi Pengolahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
21) Akahasi, H, M. Takahasi, S. Endo. 1999. Evaluation of Starch Properties of Wheat Used for Chinese Yellow Alkaline Noodle in Japan. Cereal chemistry. 76 (1), 50-55.
22) Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta 23) Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahanan Pangan. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/inovasi/k109052.pdf. Diakses tanggal 28 Mei 2014
24) Astawan, M. 2008. Teknologi Pembuatan Mie Instan. Penerbit Gramedia. Jakarta 25) Ertanto, T. 2008. Reaksi Maillard Pada Produk Pangan. IPB. Bogor 26) Makfoeld, D, D. Marseno, D. Wiseso, Hastuti, P. Anggrahini, S. Raharjo, S.
Sasatrosuwignyo, S. Suhardi, S. Martoharsono, S. Hadiwiyoto, dan Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan Dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta
27) Hoseney, R.C. 1994. Principles of Ceral Science and Technology. American Assoc. of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp. Minnesota 28) De Man, J.M. 1997. Kimia Makanan. Edisi 2, terjemahan oleh Kosasih Padmawinata.
ITB. Bandung 29) De Garmo, E.D., W.G. Sulivan and J.R. Canada.1984. Engineering Economy. MacMilan
Publishing Company. New York