Rasionalisme dan Sosial Konstruktivisme. docx

SKOLASTIKA L.K./071411231051/WEEK 11
Rasionalisme dan Sosial Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional
Banyak perspektif yang muncul di dalam studi Hubungan Internasional. Perspektif-perspektif
yang muncul dalam Hubungan Internasional ini saling berdebat mengenai pandanganpandangan kaum mereka masing-masing tentang hal-hal yang terkait dengan dunia
internasional, kerjasama antar negara, serta aktor-aktor yang hadir dan berkontribusi dalam
studi Hubungan Internasional. Salah satu perspektif yang muncul dalam Hubungan
Internasional yaitu konstruktivisme. Konstruktivisme sendiri diperkenalkan ke dalam studi
Hubungan Internasional setelah berakhirnya Perang Dingin (Fierke, 2007: 182). Kaum
konstruktivis beranggapan bahwa tidak ada kenyataan yang objektif. Pemikiran inti dari
kaum konstruktivis sendiri yaitu, kaum konstruktivis berpendapat bahwa dunia sosial,
termasuk juga Hubungan Internasional merupakan sesuatu yang merupakan hasil konstruksi
manusia (Jackson dan Sorensen, 1999: 307). Konstruktivisme sosial mencoba untuk
menemukan sesuatu yang praktis sebagai jawaban dari tantangan postmodern dalam
pengetahuan

ilmiah

untuk

dapat


melakukan

penelitian

yang

bersifat

empiris.

'Konstruktivisme' di sini berarti bahwa penulis ini tidak menerima fitur sosial dalam
kehidupan sebagai sesuatu yang given atau diberikan (Steans et al., 2005: 181). Kaum
konstruktivisme menganggap bahwa dunia sosial bukanlah sesuatu di luar sana yang hukumhukumnya dapat ditemukan melalui penelitian ilmiah dan dijelaskan melalui teori ilmiah.
Kaum konstuktivis setuju dengan kaum posmodernis bahwa tidak ada kebenaran yang
mutlak. Kaum konstruktivis lebih menekankan peran pengetahuan bersama atas dunia sosial,
mereka beranggapan bahwa pengetahuan berkontribusi besar dalam dunia sosial yang ada
dalam masyarakat (Jackson dan Sorensen, 1999: 308).
Munculnya kaum konstruktivis membawa kembali ke bentuk yang lebih sosiologis, historisis
dan lebih berorientasi ke praktik dalam studi Hubungan Internasional. Rasionalis telah
mengurangi bentuk sosial untuk mencapai interaksi yang lebih strategis, mengingkari sejarah,

serta mengurangi seni praktis politik sebagai alat yang digunakan untuk memaksimalkan
perhitungan. Kemudian konstruktivis hadir untuk mengonsep ulang kondisi sosial sebagai
sesuatu yang bersifat konstitutif, dan memperkenalkan kembali sejarah sebagai ranah
penyelidikan yang bersifat empiris, serta kontruktivis lebih menekankan pada variabilitas
praktik politik (Reus-Smit, 2001: 227). Sama seperti perspektif-perspekti yang sebelumnya
telah muncul dalam Hubungan Internasional, perspektif konstruktivisme juga memiliki

SKOLASTIKA L.K./071411231051/WEEK 11
beberapa asumsi dasar. Setidaknya terdapat empat asumsi dasar kaum konstruktivis. Asumsi
dasar kaum konstruktivis yang pertama yaitu, kebanyakan konstruktivis sosial, tidak memilih
untuk menggambarkan tugas mereka sebagai sebuah 'pemahaman'. Lalu asumsi yang kedua
yaitu, konstruktivis sosial mencoba untuk menjembatani kesenjangan yang ada di antara
kaum strukturalis dan teori lembaga yang terpusat. Kaum konstruktivis berpendapat bahwa
struktur dan lembaga merupakan hal yang memiliki kergantungan antara satu dengan yang
lain. Kemudian yang ketiga yaitu, konstruktivis sosial sering disebut sebagai 'realisme kritis'
untuk menjelaskan struktur-struktur yang tidak mudah diamati. Kemudian, asumsi yang
keempat dari kaum konstruktivis yaitu, konstruktivis sosial menekankan peran norma dalam
perilaku masyarakat. Kebijakan luar negeri bagi kaum konstruktivis bukan hanya soal
kepentingan nasional saja, melainkan juga berkaitan dengan perilaku masyarakat yang dapat
diterima di dalam masyarakat internasional (Steans et al., 2005: 185).

Kaum konstruktivis terlibat dalam proyek yang bersifat ambisius yaitu, kaum konstruktivis
berusaha untuk mencapai keseimbangan antara positivisme dan pospositivisme. Di satu sisi,
kaum konstruktivis setuju dengan kaum positivis bahwa teori-teori empiris dapat dibangun
untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam Hubungan Internasional. Namun,
kaum konstruktivis juga menekankan pentingnya pemikiran dan pengetahuan bersama dalam
menganalisis aktor-aktor yang penting dalam studi Hubungan Internasional. Agenda kaum
konstruktivis yaitu, lebih memfokuskan pada interaksi antar negara. Kaum konstruktivis
berusaha membentuk landasan tengah antara kaum positivis dengan pospositivis (Jackson dan
Sorensen, 1999: 310). Konstruktivisme ditandai dengan penekanan pada pentingnya hal yang
bersifat normatif, serta struktur materi dan peran identitas dalam membentuk aksi-aksi politik
dalam dunia internasional, dan hubungan yang bersifat saling konstitutif antara agen dan
struktur (Reus-Smit, 2001: 209).
Dari semua tulisan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa di dalam studi Hubungan
Internasional, terdapat banyak perspektif yang muncul. Salah satu perspektif yang muncul
dalam studi Hubungan Internasional yaitu konstruktivisme. Konstruktivisme sendiri mulai
muncul di dalam studi Hubungan Internasional yaitu setelah berakhirnya Perang Dingin.
Kaum konstruktivis beranggapan bahwa dunia sosial yang ada, termasuk juga Hubungan
Internasional merupakan hasil konstruksi dari manusia. Kaum konstruktivis menganggap
bahwa pemikiran-pemikiran serta pengetahuan bersama berkontribusi besar dalam


SKOLASTIKA L.K./071411231051/WEEK 11
membentuk dunia sosial yang ada dalam masyarakat. Konstruktivisme hadir untuk
mengonsepsi ulang dunia sosial yang sebelumnya telah dikurangi oleh kaum rasionalis
menjadi sesuatu yang bersifat konstitutif. Konstruktivis berusaha menyeimbangkan
pandangan antara kaum positivis dengan kaum pospositivis. Konstruktivis lebih menekankan
pada interaksi yang antar negara. Dengan hubungan yang terbangun di antara negara satu
dengan negara yang lain, secara tidak langsung, negara juga menciptakan adanya anarki
internasional. Anarki internasional yang dimaksudkan disini yaitu sesuatu entah itu kebijakan
atau keputusan yang dibuat oleh masing-masing negara untuk menjelaskan hubungan antara
negara satu dengan negara yang lain.

Referensi :
Fierke, K. M., 2007. “Constructivism”, dalam: Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.).
International Relations Theories. Oxford University Press, pp. 166-184.
Jackson, Robert & Georg Sorensen. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Reus-Smit, Christian. 2001. “Constructivism”, dalam: Scott Burchill, et al., Theories of
International Relations. Palgrave, pp. 209-230.
Steans, Jill; Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas. 2005. Introduction to International Relations:
Perspectives & Themes, 2nd edition. Pearson & Longman. Chap. 7, pp. 181-202.