Hubungan kebudayaan dan kearifan lokal

May
9

Hubungan kebudayaan dan kearifan lokal
Pengertian Kebudayaan
Kata "kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan
bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "halhal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Pengertian Kebudayaan secara umum adalah
hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan
kebiasaan. Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa pengertian
kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya
dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Senada dengan
Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, pada bukunya
Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta :Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1964), hal 113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa
masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau
kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Pengertian Kebudayaan dalam bahasa inggris disebut culture. merupakan suatu istilah yang
relatif baru karena istilah culture sendiri dalam bahasa inggris baru muncul pada pertengahan
abad ke-19. Sebelumnya pada tahun 1843 para ahli antropologi memberi arti kebudayaan sebagai

cara mengolah tanah, usaha bercocok tanam, sebagaimana tercermin dalam istilah agriculture
dan holticulture. Hal ini bisa kita mengerti karena istilah culture berasal dari bahasa Latin colere
yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah pertanian. Pada arti kiasan kata itu juga berarti
"pembentukan dan pemurnian jiwa". Seorang antropolog lain, E.B. Tylor (1871), dalam
bukunya yang berjudul Primitive Culture (New York ; Brentano's, 1924), hal 1, yang
mendefinisikan pengertian kebudayaan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Unsur-unsur kebudayaan digolongkan kepada unsur besar dan unsur kecil yang lazimnya
disebut dengan istilah culture universal karena di setiap penjuru dunia manapun kebudayaan
tersebut dapat ditemukan, seperti pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya
PENGARTIAN KEARIFAN LOKAL
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan.
Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai,
pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal
istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh

Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini

(Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga
cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut
mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri
(Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41)
mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji
kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.
Ciri-cirinya adalah:
1. mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. memunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli,
4. memunyai kemampuan mengendalikan,
5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www. balipos.co.id,
didownload 17/9/2003, mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang
telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilainilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai
keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan
lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan
hidup. Meski pun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat
universal.
S. Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam Iun,

http://www.balipos.co.id mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan
lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara
dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik
dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga.
Dalam penjelasan tentang ‘urf, Pikiran Rakyat terbitan 6 Maret 2003 menjelaskan bahwa tentang
kearifan berarti ada yang memiliki kearifan (al- ‘addah al-ma’rifah), yang dilawankan dengan
al-‘addah al-jahiliyyah. Kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari
pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada
dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan
tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu
tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara
terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau
mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh
penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan.
Secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat
lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat
empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di
sekeliling kehidupan mereka. Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun
sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan itu bertujuan untuk pemecahan masalah
sehari-hari (daily problem solving).

Kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya
lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (masyarakat lokal). Dengan kata
lain, kearifan lokal bersemayam pada budaya lokal (local culture).
Budaya lokal (juga sering disebut budaya daerah) merupakan istilah yang biasanya digunakan

untuk membedakan suatu budaya dari budaya nasional (Indonesia) dan budaya global. Budaya
lokal adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah
tertentu yang berbeda dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang
lain. Permendagri Nomor 39 Tahun 2007 pasal 1 mendefinisikan budaya daerah sebagai “suatu
sistem nilai yang dianut oleh komunitas atau kelompok masyarakat tertentu di daerah, yang
diyakini akan dapat memenuhi harapan-harapan warga masyarakatnya dan di dalamnya terdapat
nilai-nilai, sikap tatacara masyarakat yang diyakini dapat memenuhi kehidupan warga
masyarakatnya”.
Di Indonesia istilah budaya lokal juga sering disepadankan dengan budaya etnik/ subetnik.
Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan yang mencakup tujuh unsur, yaitu:
bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian, sistem religi, dan kesenian.
Secara umum, kearifan lokal (dalam situs Departemen Sosial RI) dianggap pandangan hidup dan
ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.

Dengan pengertian-pengertian tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri
lokalitas semata melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk untuk mewujudkan
harapan atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh
manusia.
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang
dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari
generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita,
legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi
sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan
mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.
Jenis-jenis kearifan local, antara lain;
1. Tata kelola,berkaitan dengan kemasyarakatan yang mengatur kelompok sosial (kades).
2. Nilai-nilai adat, tata nilai yang dikembangkan masyarakat tradisional yang mengatur etika.
3. Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk melestarikan alam.
4. Pemilihan tempat dan ruang.
Kearifan lokal yang berwujud nyata, antara lain;
1. Tekstual, contohnya yang ada tertuang dalam kitab kono (primbon), kalinder.
2. Tangible, contohnya bangunan yang mencerminkan kearifan lokal.

3. Candi borobodur, batik.
Kearifan lokal yang tidak berwujud;
• Petuah yang secara verbal, berbentuk nyanyian seperti balamut.
Fungsi kearifan lokal, yaitu;
1. Pelestarian alam,seperti bercocok tanam.
2. Pengembangan pengetahuan.
3. Mengembangkan SDM.
Contuh kearifan lokal yang ada di daerah banjar adalah seperti Baayun Maulid.
Contohnya pada cerpen ”Anak Ibu yang Kembali” karya Benny Arnas, di sana pandangan punya
anak lelaki lebih baik daripada punya anak perempuan itu tidak dapat digolongkan dalam
kearifan lokal karena toh memang tidak mampu menjawab pertanyaan zaman. Kini, di kota-kota

besar, para orang tua lebih suka menginvestasikan hartanya untuk di masa tuanya nanti hidup
leha-leha di rumah jompo elit tanpa memikirkan kehidupan anak-anaknya. Demikian pula
dengan cerpen Hari Pasar karya Nenden Lilis yang bercerita tentang kehidupan seorang
pedagang di sebuah pasar yang punya banyak anak dan harus berhutang sana-sini untuk
kehidupannya sehari-hari termasuk untuk modal usahanya. Kehidupan semacam ini adalah
gambaran yang nyata yang ada di sekitar kita, dan kearifan yang ada di sana adalah kearifan
universal di mana meskipun miskin, tetapi pasangan orang tua di dalam cerpen itu mati-matian
menyuruh anak-anaknya tetap sekolah.

Pertanyaan-pertanyaan;
1. Apa hubungan kearifan lokal dengan budaya lokal?
2. Jelaskan kembali apa yang dimaksud dengan kearifan lokal dan berikan contohnya?
Jawaban;
1. Hubungannya adalah kearifan lokal itu merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik
dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan menecerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu
(masyarakat lokal). Dan kalau budaya lokal itu merupakan suatu budaya yang dimiliki suatu
masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari budaya yang
dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain.
2. Yang dimaksud dengan kearifan lokal adalah sesuatu yang berkaitan khusus dengan budaya
tertentu dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu, serta memiliki nilai-nilai tradisi
atau ciri lokalitas yang mempunyai daya-guna untuk mewujudkan harapan atau nilai-nilai
kemapanan yang juga secara universal yang didamba-damba oleh manusia yaitu kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup.
Contohnya dalam lingkungan, penebangan pohon yang ada di daerah Marabahan,mereka
menebangnya tidak sembarang tebang saja tetapi dipilih pohon galam yang mana yang pantas
untuk ditebang dan setelah ditebang pohon galam tersebut tidak dibiarkan lahan tersebut menjadi
gundul, namun pohon-pohon tersebut ditanam kembali sehingga pohon-pohon galam tersebut
tidak musnah dan alam menjadi rusak.
Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang

dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari
generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita,
legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi
sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan
mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.
Peranan Kearifan Lokal
Menghadapi Arus Globalisasi
Bekembang pesatnya teknologi, informasi dan ilmu pengetahuan yang disebabkan karena
kemampuan yang dianugerahi kepada manusia dalam melakukan sebuah inovasi, sehingga
dengan perkembangan tersebut akan membuat gaya hidup orang berubah. Dikarenakan
berkembangnya dengan pesatnya suatu ilmu pengetahuan, maupun teknologi dan informasi,
menjadikan batas antar Negara di seluruh dunia tidaklah llagi menjadi suatu hambatan ataupun
kendala untuk suatu Negara melakukan suatu hubungan, dan hubungan antar negarapun semakin
mudah dilakukan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi dan
informasi.
Dengan derasnya arus globalisasi seperti itu, akan menyebabkan banyak sekali hal-hal yang

mencoba masuk ke dalam suatu budaya, baik hal-hal yang bersifat positif maupun hal negative,

tergantung bagaimana cara masyarakat tersebut menyaring hal-hal yang masuk tersebut. Agar
hal-hal yang masuk ke dalam suatu kebudayaan lokal, masyarakat nya harus mampu menyaring
hal-hal termasuk budaya , norma, nilai-nilai kehidupan yang masuk ke negara tersebut tersebut
agar tidak tercampur dengan budaya-budaya lokal dan tidak hilang karena budaya luar.
Oleh sebab itu dibutuhkan peranan dari kearifan dari masyarakat lokal, agar mampu untuk
membantu dan mendukung budaya-budaya mereka sendiri,sehingga apa yang telah mereka
saring tidak lah hal-hal yang negative melainkan hal-hal yang bersifat positif. Contohnya
kebudayaan negara-negara timur yang dimana nilai-nilai sosial dan toleransi masing sangat
dijunjung tinggi disini, berbeda dengan budaya barat dimana nilai-nilai kebebasanlah yang
diterapkan, sehingga hal tersebut patut untuk dicontoh kebudayaan lokal itu sendiri.
Menjaga Suatu Lingkungan
Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat adat, lokal, tradisional yang pada umumnya tinggal dan
berada di dalam maupun disekitar hutan. Masyarakat tersebut telah melakukan pengelolaan hutan
sejak ratusan tahun yang lalu hingga saat ini secara turun temurun. Pengelolaan hutan tersebut
dilakukan berdasarkan kearifan, aturan dan mekanisme kelembagaan yang ada dan mampu serta
teruji menciptakan tertib hukum pengelolaan, pengelolaan yang berbasis masyarakat dan
pemanfaatannya berdimensi jangka panjang. Dapat dikatakan bahwa tingkat kerusakan hutan
yang ditimbulkan sangatlah kecil. Berbeda jika hutan di kelola tanpa didasari kearifan, aturan
dan mekanisme-mekanisme tertentu, mereka tidak akan bertanggung jawab akan apa yang telah
mereka lakukan. Dan hutan tersebut mungkin akan jadi hutan yang tandusdan tidak dapat di

gunakan unuk generasi-generasi berikutnya. Karena Kearifan lokal merupakan salah satu
menifestasi kebudayaan sebagai system yang cenderung memegang erat tradisi, sebagai sarana
untuk memecahkan persoalan yang sering dihadapi oleh masyarakat lokal.
Proses Pembangunan Daerah
Menurut Oding,S (2002) kearifan lokal dicirikan dengan dasar kemandirian dan keswadayaan,
Memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan, Menjamin daya hidup dan
keberlanjutan, Mendorong teknologi tepat guna, Menjamin tepat guna yang efektifdari segi biaya
dan meberikan kesempatan untuk memahamidan memfasilitasi perancangan pendekatan program
yang sesuai.
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat) yang
berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi
masa depan” (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987). Salah satu faktor yang harus
dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki
kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan
sosial.
Perekonomian berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi
sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya.
Sehingga kearifan lokal memiliki arti penting dalam suatu proses pembangunan di suatu daerah
agar terjadi suatu kebijaksanaan dalam menggunakan lahan yang ada, menggunakan suatu
pembangunan tersebut tanpa merusak lingkungan dan menggunakan perekonomian yang bersifat

berkelanjutan.
Pengelolaan Sumber Daya
Ketergantungan dan tidak-terpisahan antara pengelolaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati
ini dengan sistem-sistem sosial lokal yang hidup di tengah masyarakat bisa secara gamblang
dilihat dalam kehidupan sehari-hari di daerah pedesaan, baik dalam komunitas-komunitas

masyarakat adat yang saat ini populasinya diperkirakan antara 50 – 70 juta orang, maupun dalam
komunitas-komunitas lokal lainnya yang masih menerapkan sebagian dari sistem sosial
berlandaskan pengetahuan dan cara-cara kehidupan tradisional. Yang dimaksudkan dengan
masyarakat adat di sini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan
sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya. Batasan ini mengacu pada
“Pandangan Dasar dari Kongres I Masyarakat Adat Nusantara” tahun 1999 yang menyatakan
bahwa masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara
turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan
alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola
keberlangsungan kehidupan masyarakat.
Dari keberagaman sistem-sistem lokal ini bisa ditarik beberapa prinsip-prinsip kearifan
tradisional yang dihormati dan dipraktekkan oleh komunitas-komunitas masyarakat adat, yaitu
antara lain:
1. Ketergantungan manusia dengan alam yang mensyaratkan keselarasan hubungan dimana
manusia merupakan bagian dari alam itu sendiri yang harus dijaga keseimbangannya.
2. Penguasaan atas wilayah adat tertentu bersifat eksklusif sebagai hak penguasaan dan/atau
kepemilikan bersama komunitas (comunal property resources) atau kolektif yang dikenal
sebagai wilayah adat (di Maluku dikenal sebagai petuanan, di sebagian besar Sumatera
dikenal dengan ulayat dan tanah marga) sehingga mengikat semua warga untuk menjaga
dan mengelolanya untuk keadilan dan kesejahteraan bersama serta mengamankannya dari
eksploitasi pihak luar. Banyak contoh kasus menunjukkan bahwa keutuhan sistem
kepemilikan komunal atau kolektif ini bisa mencegah munculnya eksploitasi berlebihan
atas lingkungan lokal.
3. Sistem pengetahuan dan struktur pengaturan (‘pemerintahan’) adat memberikan
kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam
pemanfaatan sumberdaya hutan.
4. Sistem alokasi dan penegakan hukum adat untuk mengamankan sumberdaya milik
bersama dari penggunaan berlebihan, baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh orang
luar komunitas.
5. Mekanisme pemerataan distribusi hasil “panen” sumberdaya alam milik bersama yang
bisa meredam kecemburuan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Prinsip-prinsip ini berkembang secara evolusioner sebagai akumulasi dari temuan-temuan
pengalaman masyarakat adat selama ratusan tahun. Karenanya, prinsip-prinsip ini pun bersifat
multi-dimensional dan terintegrasi dalam sistem religi, struktur sosial, hukum dan pranata atau
institusi masyarakat adat yang bersangkutan. Masyarakat lokal di pedesaan yang tidak lagi
mendefenisikan dan menyebut dirinya sebagai masyarakat adat, juga secara berkelanjutan
menerapkan kearifan (pengetahuan dan tata cara) tradisional ini dalam kehidupannya, termasuk
dalam memanfaatkan sumberdaya dan keanekaragaman hayati untuk memenuhi kebutuhannya
seperti pengobatan, penyediaan pangan, dan sebagainya. Masa depan keberlanjutan kehidupan
kita sebagai bangsa, termasuk kekayaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang
dimilikinya, berada di tangan masyarakat adat yang berdaulat memelihara kearifan adat dan
praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang sudah terbukti mampu menyangga
kehidupan dan keselamatan mereka sebagai komunitas dan sekaligus menyangga fungsi layanan
ekologis alam untuk kebutuhan mahluk lainnya secara lebih luas.

sumber : http://jejakjejakhijau.blogspot.com/2012/01/kearifan-lokal-di-lingkunganmasyarakat.html
Diposkan 9th May 2015 oleh evan zalukhu
0

Tambahkan komentar