Prediksi Intensitas Curah Hujan Menggunakan Metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

  

Prediksi Intensitas Curah Hujan Menggunakan Metode Jaringan Saraf

Tiruan Backpropagation

1 2 3 Defanto Hanif Yoranda , Muhammad Tanzil Furqon , Mahendra Data

  Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: hanifyoranda@gmail.com, m.tanzil.furqon@ub.ac.id, mahendra.data@ub.ac.id

  

Abstrak

  Intensitas curah hujan merupakan hal yang cukup sulit untuk diprediksi. Banyak hal yang dapat menjadi faktor penentu curah hujan, diantaranya adalah suhu, kecepatan angin, kelembapan udara, tekanan udara, dan lain-lain. Faktor cuaca ini tentu menjadi komponen utama yang sulit untuk diprediksi dan diperhitungkan, oleh karena itu peramalan cuaca merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas, karena akan sangat berguna untuk berbagai macam hal. Banyak metode peramalan yang dapat digunakan untuk melakukan peramalan, seperti Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini akan menggunakan data time-series, yaitu data intensitas curah hujan bulanan dari Kabupaten Ponorogo. Hasil terbaik dari penelitian ini yaitu MAPE pengujian sebesar 20,28% yang didapatkan dari stasiun penakar hujan Balong. Proses pelatihan tersebut menggunakan 10 neuron pada input layer, data latih dari tahun 1997 hingga 2015, data uji pada tahun 2016, 40 neuron pada hidden layer, batas MAPE sebesar 20%, dan maksimum iterasi 200000. MAPE pengujian yang dihasilkan tergolong belum maksimal dan terlalu tinggi ini dikarenakan kondisi data yang terdapat banyak nilai 0 didalamnya.

  Kata kunci: Backpropagation, Jaringan Saraf Tiruan, Curah Hujan Bulanan

Abstract

The intensity of rainfall is quite difficult to predict. Many things can be the factor of rainfall, such as

temperature, wind speed, humidity, air pressure, and others. This rainfall factor is a major component

that is difficult to predict and calculated, therefore rainfall forecasting is a very interesting thing to

discuss, because it will be very useful for various things. Many forecasting methods can be used for

forecasting, such as the Backpropagation Neural Network used in this study. This research will use

time-series data, monthly rainfall data obtained from Kab. Ponorogo. The best result of this research

is test MAPE of 20.28% obtained from training using data from Balong rain gauge station. The

training process uses 10 neurons on the input layer, training data from 1997 to 2015, test data in

2016, 40 neurons on the hidden layer, a MAPE limit of 20%, and a maximum of 200000 iterations.

Test MAPE is classified as not very well and too high due to there are many 0 values in the data.

  Keywords: Backpropagation, Artificial Neural Network, Monthly Rainfall

  titik-titik air ini menjadi besar dan cukup berat 1.

   PENDAHULUAN maka titik-titik air ini akan jatuh ke permukaan

  Bumi. Proses ini yang disebut dengan Hujan merupakan peristiwa yang terjadi presipitasi atau hujan (Anjayani & Haryanto, karena adanya penguapan air dari laut, danau,

  2009). Sedangkan curah hujan adalah sungai, tanah, tanaman, dan lain-lain. Pada suhu pendekatan untuk mencari banyaknya air hujan udara tertentu, uap air tersebut mengalami yang turun ke permukaan tanah dalam satuan pendinginan yang disebut kondensasi. Selama waktu tertentu. Curah hujan itu sendiri dapat proses kondensasi, uap air yang berbentuk gas diukur dalam satuan mm (milimeter) per satuan akan dirubah menjadi titik-titik air kecil. waktu tertentu. Kemudian, titik-titik air tersebut saling

  Dalam kesehariannya, banyak hal yang bergabung membentuk awan. Ketika gabungan dapat menjadi faktor penentu curah hujan,

  Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya

3793

  Terdapat 3 elemen dasar pada jaringan saraf tiruan, yaitu bobot (weight), nilai ambang (threshold) , dan fungsi aktivasi. Setiap input yang datang selalu memiliki bobot masing- masing. Bobot yang masuk tersebut dapat berubah sesuai nilai ambang dan mendapat aktivasi dari sel saraf yang kemudian dari aktivasi tersebut dapat menjadi fungsi aktivasi yang menghasilkan output pada sel saraf.

  diantaranya adalah suhu, kecepatan angin, kelembapan udara, tekanan udara, dan lain-lain. Faktor cuaca ini tentu menjadi komponen utama yang sulit untuk diprediksi dan diperhitungkan, oleh karena itu peramalan cuaca merupakan hal yang sangat menarik untuk dibahas, karena akan sangat berguna untuk berbagai macam hal, seperti memperhitungkan debit air yang mengalir untuk mencegah terjadinya banjir, dan untuk menentukan debit air yang diperlukan untuk lahan pertanian.

  Penulis akan menggunakan metode Jaringan Saraf Tiruan (JST) Backpropagation dengan memanfaatkan data intensitas curah hujan perbulan pada setiap pos penakar hujan yang ada di Kabupaten Ponorogo. Metode JST

  Backpropagation digunakan untuk

  mengidentifikasi pola yang terdapat pada data numerik. Metode ini memanfaatkan propagasi balik untuk memperbaiki bobot yang kurang sesuai dengan target yang diterima. Metode ini sangat populer dan sering digunakan sebagai metode prediksi pada data time series dan kasus

  non-linear pada banyak permasalahan.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode ini lebih general dan fleksibel untuk melakukan prediksi pada data time series seperti data intensitas curah hujan.

  1. Propagasi Maju Pada fase ini, setiap sinyal input diteruskan ke lapisan tersembunyi sampai lapisan luaran dengan menggunakan fungsi aktivasi yang telah ditentukan sebelumnya. Fase ini menghasilkan output aktivasi propagasi.

  menemukan bobot pada setiap neuron yang yang sesuai dengan target melalui data pembelajaran (pelatihan data) (Siang, 2009). Algoritme ini merupakan salah satu metode yang cukup populer untuk digunakan dalam bidang forcasting. Algoritme ini memiliki 3 fase pelatihan, yaitu:

  learning pada jaringan saraf tiruan untuk

  Algoritme Backpropagation atau bisa disebut dengan Algoritme Perambatan Mundur merupakan algoritme yang menerapkan proses pembelajaran secara terarah atau supervised

  2.3. Backpropagation

2. KAJIAN PUSTAKA

  Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah metode pemrosesan informasi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang rumit dengan mempelajari pola pola tertentu dalam kumpulan data. Jaringan Saraf Tiruan memproses data statistik non-linier dengan cara mengadopsi cara kerja jaringan saraf pada otak manusia untuk memproses informasi yang didapat (Siang, 2009).

  2.2. Jaringan Saraf Tiruan

  Intensitas curah hujan adalah jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi selama periode waktu tertentu. Intensitas curah hujan dinyatakan dengan satuan mm (milimeter) per satuan waktu tertentu. Berikut adalah derajat dan intensitas curah hujan bulanan (Anjayani & Haryanto, 2009).

  Hujan adalah fenomena turunnya air dari langit ke permukaan bumi karena proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir- butir air yang cukup berat untuk jatuh ke permukaan bumi.Dua proses yang terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara (Anjayani & Haryanto, 2009).

  2.1. Intensitas Curah Hujan

  2. Propagasi Mundur Pada fase ini, selisih antara keluaran dengan target yang diinginkan (kesalahan) yang terjadi di propagasi mundur dan dilakukan perubahan bobot guna menghasilkan keluaran yang mendekati dengan target.

  3. Perubahan bobot Pada fase ini, dilakukan modifikasi bobot untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.

  Berikut merupakan langkah

  • – langkah metode jaringan saraf tiruan Backpropagation Langkah 0 : Inisialisasi bobot dengan bilangan acak Menentukan maksimum epoh, target error, dan

  learning rate

  Inisialisasi epoh = 0 Langkah 1: Jika epoh < maksimum_epoh dan MSE < Langkah 6: target_error , maka kerjakan langkah 2-9 Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan di setiap unit keluaran (

  = Langkah 2:

  1,2, … , ) Untuk setiap data pelatihan lakukan

  ′

  langkah 3-8 = ( − ) ( )

  Fase Propagasi Maju: = ( − ) (1 − )

  merupakan unit kesalahan yang akan Langkah 3: dipakai dalam perubahan bobot layer

  Tiap unit masukan menerima sinyal input dan dibawahnya (langkah 7). meneruskannya ke jaringan tersembunyi diatasnya.

  Hitung suku perubahan bobot (yang Langkah 4: akan dipakai nanti untuk merubah bobot

  Hitung semua keluaran di hidden layer ) dengan laju percepatan j (z =1,2,3,…,p)

  ∆ = _ = + ∑

  Hitung korelasi bias yang nantinya ∆

  =1 digunakan untuk memperbarui nilai .

  1 = ( _ ) =

  − _ ∆ =

  1 + Keterangan:

  Keterangan: =faktor koreksi error bobot

  _ =sinyal masukan pada hidden layer j =target output ke- k

  =Bias hidden layer ke

  • –j =bobot antara untuk input layer ke i

  =laju percepatan (learning rate) dan hidden layer ke j =nilai koreksi error bobot

  ∆ =unit input layer ke-i =unit input ke layer-j

  =nilai koreksi error bias ∆

  =urutan unit input layer =aktivasi hidden layer ke-j

  =urutan unit hidden layer =jumlah maksimum unit pada hidden Langkah 7:

  layer

  Hitung faktor δ unit tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap unit Langkah 5: tersembunyi

  ( = 1,2, … , ) Hitung semua keluaran jaringan unit yk (k=1,2,3,…)

  _ = ∑ _ = + ∑

  =1

  Faktor koreksi error ( ) unit tersembunyi

  =1

  1

  ′

  = ( ) = = ( )

  − _

  1 +

  Keterangan :

  = _ (1 − ) Hitung suku perubahan bobot (yang

  = sinyal masukan output ke -k _

  =bias hidden layer ke

  • – k (untuk bobot dipakai nanti untuk merubah bobot ) awalnya, nilainya random antara -0.5

  ∆ = ; dan 0.5) Dihitung juga koreksi bias (yang

  ∆ =bobot antara hidden layer ke

  • – j dan nantinya akan dipakai untuk merubah bobot

  output ke

  • – k (untuk bobot awal,

  ) ∆ nilainya random antara -0.5 dan 0.5)

  =aktivasi nilai output layer ke – k ∆ =

  =jumlah unit maksimum

  pada output Fase Perubahan Bobot layer

  Langkah 8:

  Fase Propagasi Mundur:

  Hitung semua perubahan bobot

  • – 3 sampai dengan langkah ke – 8 untuk keseluruhan data pelatihan.

2.4. Algoritme Nguyen-Widrow

  2

  =faktor skala =bobot input layer ke hidden

  || || Keterangan:

  = ( )

  2

  Hitung bobot yang dipakai sebagai inisialisasi

   METODOLOGI

  3.1. Pengumpulan Data

  Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data sekunder ini didapatkan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perencanaan Kota Kabupaten Ponorogo berupa data intensitas curah hujan harian yang direkap pertahun dari tahun 1997 hingga 2016 dari 14 stasiun penakar hujan yang berbeda. Data intensitas curah hujan tersebut yang akan dijadikan sebagai data latih dan data uji.

  4. PERANCANGAN

  2

  2

  || || =vektor bobot ke hidden layer =jumlah unit tersembunyi = jumlah unit masukan 3.

  Berikut merupakan arsitektur yang digunakan pada jaringan saraf tiruan yang ditunjukkan pada Gambar 1.

  x5 z5 x1 z1 y Layer Input Layer Hidden Layer Output 1 w01 w11 wj1 w51 v11 v1j v15 vi1 vij vi5 v51 v5j v55 v01 v0j v05 Gambar 1.

  Algoritme Nguyen-Widrow adalah sebuah algoritme yang digunakan untuk mengurangi waktu pelatihan pada jaringan saraf tiruan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mishra, Mittal, Mirja (2014), algoritme ini digunakan untuk melakukan mengkompresi data citra dan berhasil mengurangi waktu pelatihan, dan meningkatkan performa dari jaringan saraf tiruan. Terdapat beberapa langkah dalam melakukan Algoritme Nguyen-Widrow, yaitu sebagai berikut : Langkah 1: Inisialisasi bobot awal dengan bilangan acak antara -0.5 hingga 0.5 Langkah 2: Hitung nilai vektor

  2. Dengan membandingkan Mean Average Percentage Error (MAPE) dengan target error. Jika MAPE kurang dari target error maka lanjutkan.

  1. Dengan membatasi iterasi (epoh) yang dijalankan. Satu iterasi (epoh) adalah perulangan langkah ke

  Langkah 9: Memeriksa semua stopping condition Stop condition digunakan sebegai kondisi untuk menghentikan proses pada fase pelatihan. Ada dua stop condition yang dapat digunakan :

  ( ) = ( ) + ∆ ( ) = ( ) + ∆

  ( ) = ( ) + ∆ Perubahan bobot garis yang menuju unit tersembunyi :

  Perubahan bobot garis yang menuju unit keluaran : ( ) = ( ) + ∆

   layer

2 Langkah 3:

  • 2
  • 3

  1

  = 0.7( )

  Hitung nilai faktor skala yang dipakai untuk menghitung bobot

  1

  || || = √

  • ⋯ +

   Arsitektur JST Backpropagation

  Berikut ini merupakan diagram alir sistem yang ditunjukkan pada Gambar 2.

  = 0.7 √ Langkah 4:

5.1. Pengujian Learning Rate

  • 2

  150000 200000

  Batas MAPE Hasil Pengujian Batas MAPE terhadap Iterasi

  6 It e ra si

  4

  2

  10000 20000 30000 40000 50000 60000

  Learning rate Pengujian Learning Rate

  e ra si

  0.5

  Gambar 4. Grafik Pengujian Batas MAPE terhadap Iterasi 50000 100000

  Mulai Pre-processing Nguyen Wid row Peramalan Pelatih an Selesai Gambar 2.

  Pengujian batas MAPE dilakukan untuk melihat pengaruh batas MAPE terhadap iterasi dan MAPE pengujian. Pada pengujian ini akan menggunakan data dari stasiun penakar hujan Babadan dari tahun 1997 hingga 2015, learining rate sebesar 0.9, neuron pada hidden layer sebanyak 20, neuron pada input layer sebanyak 18, dan maksimum epoh sebanyak 100000. Data yang digunakan sebagai data uji adalah data intensitas curah hujan bulanan pada tahun 2016. Hasil pengujian ini ditunjukkan Gambar 4, dan Gambar 5.

  5.2. Pengujian Batas MAPE

  bobot pada proses backpropagation, hal ini menyebabkan proses pelatihan semakin lama dikarenakan selisih bobot yang semakin kecil dapat memperlambat perubahan bobot sehingga proses pelatihan semakin lama untuk mencapai konvergen.

  Learning rate digunakan untuk mencari selisih

  Pada grafik hasil pengujian learning late, nilai iterasi terendah untuk mencapai minimal error sebesar 1% terdapat pada percobaan dengan nilai learning late 0.9 yaitu dengan rata- rata iterasi sebanyak 17274.2 . Dari berbagai percobaan dengan nilai learning late yang berbeda-beda dapat disimpulkan bahwa semakin kecil learning rate maka semakin besar jumlah iterasi yang dilakukan dan semakin lama untuk mencapai konvergen.

  Gambar 3. Grafik Pengujian Learning Rate

  Pengujian learning rate dilakukan untuk melihat pengaruh learning rate terhadap jumlah iterasi. Pada pengujian ini akan menggunakan data dari stasiun penakar hujan Babadan pada tahun 1997 hingga 2015, minimal error sebesar 1%, neuron pada input layer sebanyak 18, neuron pada hidden layer sebanyak 20, dan maksimum epoh sebanyak 200000. Grafik pengujian learning rate akan ditunjukkan pada Gambar 3.

  Pengujian akan dilakukan dengan beberapa skenario pengujian sesuai dengan perancangan pengujian. Berikut merupakan hasil pengujian.

   Diagram Alir Sistem 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

1 It

  30 MAPE P e n gu ji a n

  10

  Batas MAPE Hasil Pengujian Batas MAPE terhadap MAPE Pengujian

  20

  40

  60

  80

  5

  15

  • 10

  20

  20 MAPE Input Neuron Hasil Pengujian Neuron Input terhadap MAPE Pengujian

  50000 100000 150000 200000

  5

  10

  15

  20 MAPE Input Neuron Hasil Pengujian Neuron Input terhadap Iterasi

  10

  Gambar 5. Grafik Pengujian Batas MAPE terhadap MAPE Pengujian

  Sedangkan hasil MAPE pengujian terendah terdapat pada percobaan dengan batas MAPE sebesar 25% yaitu dengan rata-rata 43,31%. Dari pengujian ini, penggunaan batas MAPE yang terlalu kecil akan membuat MAPE pengujian yang semakin besar seperti pada percobaan dengan batas nilai MAPE sebesar 0,001% yang menghasilkan nilai MAPE pengujian sebesar 57,21%. Hal ini disebabkan karena kondisi overfitting, yaitu kondisi dimana bobot yang dihasilkan sangat sesuai (fit) dengan semua data latih namun data yang dihasilkan dari proses peramalan tidak sesuai dengan data uji

  60

  50

  40

  30

  20

  10

  Berdasarkan grafik hasil pengujian Batas MAPE, hasil iterasi terendah untuk mencapai konvergen terdapat pada percobaan dengan batas MAPE sebesar 25% yaitu dengan rata-rata 48,66 iterasi. Dari pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai batas MAPE maka iterasi akan semakin kecil karena konvergensi terlalu cepat dicapai oleh sistem.

  70

  Dari grafik hasil pengujian neuron Input, didapatkan nilai MAPE pengujian dengan nilai terendah yaitu dengan rata-rata 33,51% yang didapat dari percobaan dengan neuron pada input layer sebanyak 12. Sedangkan iterasi terendah yaitu dengan rata-rata 57,66 iterasi dengan neuron pada input layer sebanyak 18. Pada pengujian ini dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit neuron maka akan memperbesar jumlah iterasi yang dilakukan untuk mencapai konvergen. Hal ini disebabkan karena saat jumlah neuron semakin sedikit, maka sistem akan menggunakan data latih lebih banyak sesuai dengan rentang tahun yang digunakan sebagai data latih dan jumlah neuron input yang digunakan. Saat pengujian dilakukan menggunakan 18 neuron pada input layer maka program akan menggunakan 12 data latih dari tahun 1997 hingga 2015, sedangkan pada pengujian menggunakan 12 neuron pada input

  Gambar 6. Grafik Pengujian Neuron Input terhadap MAPE Pengujian Gambar 7. Grafik Pengujian Neuron Input terhadap Iterasi

5.3. Pengujian Neuron Input

  input layer terhadap MAPE pengujian dan

  Pengujian neuron pada input layer dilakukan untuk melihat pengaruh neuron pada

  iterasi. Pada pengujian ini akan menggunakan data latih dari stasiun penakar hujan Babadan dari tahun 1997 hingga 2015, minimal error sebesar 20%, learning rate sebesar 0,9, neuron pada hidden layer sebanyak 20, dan maksimum epoh 500000. Pengujian ini akan menggunakan data uji pada tahun 2016. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 6, dan Gambar 7.

  didapatkan dari 12 data pada tahun 1997 hingga 2008, 12 data pada tahun 1998 hingga 2009, 12 data pada tahun 1999 hingga 2010, dan

  layer akan menggunakan 84 data latih yang

5.4. Pengujian Neuron Hidden

  1500 1600 1700 1800 1900 2000

  10

  15

  20

  25

  30

  35

  Hidden Neuron Hasil pengujian Neuron Hidden Layer terhadap Iterasi

  50 100 150 It e ra si

  40

  5

  45 Ba b ad an Ba lo n g Bo ll u

  Pengujian data latih dilakukan untuk melihat pengaruh data latih terhadap MAPE pengujian. Pada pengujian ini akan menggunakan data latih dari tahun 1997 hingga 2015 dari beberapa stasiun penakar hujan yang berbeda, learning rate sebesar 0.9, neuron pada hidden layer sebanyak 40, dan maksimum epoh sebanyak 200000. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 10.

  5.5. Pengujian Data Latih

  MAPE P e n gu ji a n

  Gambar 8. Grafik Pengujian Gambar 9. Grafik Pengujian

  pengujian. Pada pengujian ini akan menggunakan data latih dari stasiun penakar hujan Babadan dari tahun 1997 hingga 2015, minimal error sebesar 20%, learining rate sebesar 0,9, neuron pada input layer sebanyak 12, dan maksimum epoh sebanyak 30000. Pengujian ini akan menggunakan data uji pada tahun 2016. Hasil pengujian ini ditunjukkan pada Gambar 8, dan Gambar 9.

  hidden layer terhadap iterasi dan MAPE

  Pengujian neuron pada hidden layer dilakukan untuk melihat pengaruh neuron pada

  seterusnya. Semakin banyaknya data yang digunakan sebagai data latih, maka semakin lama proses pelatihan untuk mencapai konvergen karena bobot akan mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan semua data latih yang digunakan dalam proses pelatihan

  • i lo Pa h ijo Po n o ro g o Pud ak Pul u n g S

  36 50 100 150 MAPE P e n gu ji a n

  Gambar 10. Grafik Pengujian

  Stasiun Penakar Hujan Hasil Pengujian Data Latih

  Pada tabel dan grafik pengujian neuron pada hidden layer, didapatkan minimum iterasi dengan rata-rata yaitu sebanyak 1601,67 pada percobaan dengan menggunakan neuron pada hidden layer sebanyak 100 dan MAPE pengujian terbaik sebesar 32,69% pada percobaan dengan menggunakan 40 neuron pada hidden layer. Dari pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa jumlah neuron pada hidden layer tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap iterasi dan MAPE pengujian namun berpengaruh besar terhadap waktu pelatihan yang dilakukan. Perbedaan waktu pelatihan untuk mencapai konvergen disebabkan oleh bertambahnya jumlah operasi matematika dalam proses feedforward, backpropagation, dan update bobot seiring bertambahnya neuron pada hidden layer .

  T a lu n

  S u m o ro to

  S o o ko

  lah u n g

  Ke su g ih an N g e b e l N g il o

  Pada tabel dan grafik pengujian data latih yang dilakukan dengan 14 stasiun penakar hujan yang berbeda, didapatkan hasil terbaik yaitu dari stasiun penakar hujan Balong. Besarnya error pada proses pelatihan pada stasiun penakar hujan disebabkan karena banyaknya data angka 0 (Zero Inflated Data) yang berasal dari tidak terjadinya hujan pada bulan tersebut. Hal ini menyababkan pola yang

  Hidden Neuron Hasil pengujian Neuron Hidden Layer terhadap MAPE Pengujian

  32

  32.5

  33

  33.5

  34

  34.5

  35.5

  35 semakin tidak teratur yang menyebabkan pengenalan pola pada curah hujan bulanan semakin sulit untuk dilakukan.

  6. KESIMPULAN

  Jakarta Pusat: PT. Cempaka Putih. Cahyani, F. P., Furqon, M. T. & Rahayudi,

  Sari, N. E. & Dr. Edi Sukirman, S. M., 2011.

  W., 2017. Prediksi Jumlah Permintaan Koran Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation.

  Sakinah, N. P., Cholissodin, I. & Widodo, A.

  Mishra, K., Mittal, N. K. & Mirja, M. H., 2014. Image Compression Using Multilayer Feed Forward Artificial Neural Network with Nguyen Widrow Weight Initialization Method.

  Prediksi Distribusi Air PDAM Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation di PDAM Kota Malang.

  Indrabayu, et al., 2012. Prediksi Curah Hujan Dengan Jaringan Saraf Tiruan. Jauhari, D., Himawan, A. & Dewi, C., 2016.

  Prediksi Tingkat Keuntungan Usaha Peternakan Itik Alabio Petelur Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation.

  Time Series Menggunakan Adaptive Neuro Fuzzy Inference System (ANFIS). Diputra, M. I., Dewi, C. & Cahya, R., 2017.

  B., 2017. Identifikasi Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak Dengan Algoritme Backpropagation. Dewi, C., Kartikasari, D. P. & Mursityo, Y. T., 2014. Prediksi Cuaca Pada Data

  GEOGRAFI Kelas X.

  Dari penelitian prediksi intensitas curah hujan bulanan dengan metode Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation maka diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :

  Anjayani, E. & Haryanto, T., 2009.

  Andrian, Y. & Ningsih, E., 2014. Prediksi Curah Hujan di Kota Medan Menggunakan Metode Backpropagation Neural Network.

  Tiruan Backpropagation.

  7. DAFTAR PUSTAKA Amiroch, S., 2015. Prediksi Harga Saham Menggunakan Jaringan Syaraf

  3. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti menggunakan jumlah data lebih banyak, menambah jumlah layer pada Jaringan Saraf Tiruan untuk mengetahui perbedaan MAPE dengan jumlah layer berbeda, atau menggunakan metode peramalan serupa sehingga didapatkan perbandingan antara metode peramalan pada penelitian ini dengan metode lain yang digunakan.

  sebesar 0,9. Pada penelitian ini, batas MAPE yang terlalu kecil akan menyebabkan overfitting dan memperbesar nilai MAPE pengujian. MAPE pengujian yang dihasilkan tergolong belum maksimal dan terlalu tinggi ini dikarenakan kondisi data yang terdapat banyak nilai 0 didalamnya.

  hidden neuron, dan learning rate

  2. MAPE pengujian terbaik pada pengujian yang dilakukan adalah 20,28%. Pelatihan tersebut dilakukan dengan menggunakan data dari stasiun penakar hujan Balong pada tahun 1997 hingga 2015, 10 input neuron, 40

  1. Untuk mengimplementasikan jaringan saraf tiruan backpropagation kedalam prediksi intensitas curah hujan dengan cara melalui beberapa tahap diantaranya proses transformasi data, pelatihan, dan peramalan. Penelitian ini membutuhkan data latih yang didapatkan dari Dinas PUPR Kabupaten Ponorogo yang berasal dari 20 stasuin penakar hujan yang berbeda dan dengan rentang waktu selama 19 tahun.

  Prediksi Cuaca Berbasis Logika Fuzzy Untuk Rekomendasi Penerbangan di Bandar Udara Raja Haji Fisabilillah. Tyagi, N. & Kumar, A., 2015. Comparative analysis of Backpropagation and

  RBF Neural Network on Monthly Rainfall Prediction.