Hade Lieberika M, Wiratno Argo Asmoro,

  Abstrak

  array adalah untuk memisahkan sumber suara yang

  Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

  P Hade Lieberika M, Wiratno Argo Asmoro, Dhany Arifianto Dept. of Engineering Physics, Fac. of Industrial Technology, Institut Teknologi Sepupuh Nopember

  

Power Indonesia (The Linde Group) Dengan

Beamforming

  

Penentuan Posisi Sumber Bising Pada Area

Turbine Geared Compressor Set Di PT. Gresik

  Alur penelitian digunakan sebagai prosedur untuk menyelesaikan permasalahan penelitian. Alur penelitian

  Penentuan Objek Penelitian

  II. METODE PENELITIAN A.

  PT. Gresik Power Indonesia (The Linde Group) mengenai hubungan antara sinyal akustik dengan bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin di area tersebut.

  riil plant pada area steam turbin geared compressor set di

  pembicaranya, dengan hasil penyimpangan sudut (error) yang kecil. Dari fakta diatas, tema penelitian ini diambil dengan harapan mampu menentukan posisi sumber bising di

  beamforming delay and sum dalam menentukan lokasi

  Rena (2012) mengembangkan penelitian untuk menentukan lokasi pembicara dengan cara beamforming dengan menggunakan mikrofon array di dalam ruang laboratorium multimedia MB-304 (Teknik Elektro). Dari hasil penelitian rena, dapat diketahui performa dari

  diinginkan dari noise, gema dan sumber lainnya. Tipe dari metode ini adalah untuk membentuk ,mempersempit dan mengerucutkan bentuk beam serta mengarahkannya ke satu titik sumber yang diinginkan. Sehingga, nantinya akan terlihat sinyal dari arah yang diinginkan tersebut diperkuat sedangkan sinyal dari arah lainnya dilemahkan. Misalkan kita memiliki array yang terdiri dari N mikrofon dan keluaran dari mikrofon tersebut dinotasikan sebagai sinyal, maka beamforming dicapai dengan memanipulasi sinyal tersebut.

  Salah satu fungsi yang paling penting dari mikrofon

  —Pada dunia industri kebisingan merupakan hal

  bidang teknologi dan matematika, dari sinilah dikembangkan teknik alternatif untuk menentukan sumber bising pada suatu area dengan beamforming menggunakan sensor mikrofon array [1].

  Level Meter. Seiring dengan pesatnya perkembangan di

  Dalam menentukan sumber bising di suatu area umunya mengggunakan teknik noise mapping dengan Sound

  titik utama yang dianggap menghasilkan nilai bising terbesar. Dari keenam titik tersebut diketahui nilai bising yang paling tinggi adalah di pipa aliran suction menuju compressor stage 2. Oleh karena itu penelitian selanjutnya akan dipusatkan di area tersebut sampai diketahui dimana tepatnya posisi sumber bisingnya.

  noise mapping adalah dengan melakukan pengukuran pada 6

  Linde Group) adalah 122 dBA pada frekuensi 2 KHz. Proses

  geared compressor set di PT. Gresik Power Indonesia (The

  Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi ‘hotspots’, yaitu area dimana radiasi suara lokal secara signifikan menjadi lebih kuat dibandingkan dengan area sekelilingnya. Pada penelitian ini, untuk menentukan ‘hotspots’, dilakukanlah noise mapping menggunakan Sound Level Meter (SLM), sehingga didapatkan nilai kebisingan tertinggi pada steam turbine

  I. PENDAHULUAN engendalian kebisingan merupakan suatu hal yang wajib diterapkan dalam sebuah pabrik yang secara rutin menghasilkan kebisingan pada level tertentu. Kebisingan pada industri dapat disebabkan oleh mesin yang sedang beroperasi ataupun kendaraan yang sedang melintasi area tersebut.

  Minimum Variance Distortionless Response Beamforming, MSE, FFT.

  —Beamforming, Delay and Sum Beamforming,

  Kata kunci

  yang wajib untuk dikendalikan. Identifikasi sumber bising adalah satu metode penting untuk mengoptimalkan emisi bising yang berasal dari area tersebut. Obyek penelitian ini adalah pada area steam turbine geared compressor set di LINDE GROUP. Dalam menentukan posisi sumber bising di suatu area, umumnya mengggunakan metode noise mapping dengan Sound Level Meter. Seiring dengan pesatnya perkembangan di bidang teknologi dan matematika, dari sinilah dikembangkan teknik alternatif untuk menentukan sumber bising pada suatu area dengan beamforming menggunakan sensor mikrofon array. Ada dua jenis metode beamforming yang digunakan yaitu Delay and Sum beamforming dan Minimum Variance Distortionless Response (MVDR) beamforming. Perekaman sinyal suara di Laboratorium dilakukan dengan menggunakan 1 mikrofon pada jarak 15 cm untuk mendapatkan sinyal baseline dan kombinasi 4 mikrofon pada jarak 90 cm terhadap sumber bunyi dengan kombinasi sudut 0°, +45° dan -45°. Sedangkan pada perekaman sinyal suara di Linde Group dilakukan dengan menggunakan 1 mikrofon pada jarak 15 cm untuk mendapatkan sinyal baseline dan kombinasi 4 mikrofon pada jarak 30 cm. Untuk mengetahui unjuk kerja dari kedua metode maka dilakukan perhitungan mean square error (MSE). Hasil penelitian yang didapatkan adalah nilai MSE MVDR beamforming di Linde Group terkecil bernilai 0.0899 yang terdapat pada titik 1 yang terletak pada belokan pipa masukan menuju kompresor stage 2. Sedangkan dengan analisa frekuensi sesaat menggunakan perhitungan Fast Fourier Transform (FFT) didapatkan adalah pola sinyal akustik dari area steam turbine geared compressor set dengan frekuensi yang selalu muncul dengan nilai amplitudo tertinggi yaitu pada 1358 Hz dengan nilai 0.0491. Sedangkan untuk validasi dengan Sound Level Meter (SLM) amplitudo tertinggi juga muncul pada frekuensi sekitar 1000Hz sampai dengan 1500 Hz dengan nilai power nya sebesar 122 dB.

  email: pada bab ini mengacu pada flow chart penelitian sebagai berikut: Mulai Penentuan Obyek Penelitian

  Penentuan Titik Pengukuran Pengambilan Data Penentuan Sumber Bising Dengan Metode Beamformer Sumber Suara Diketahui Analisa Data dengan SNR Validasi dengan SLM Selesai Tidak Tidak Gambar 2.1Flowchart Penelitian B.

  (a) (b)

Gambar 2.8 Skema pengambilan sinyal suara tercampur dengan 4 mikrofon arraydengan sudut +45°.

  Berikutnya adalah skema perekaman sinyal suara dengan sudut 45°.

  Hasil sinyal estimasi yang diinginkan setelah pengolahan dengan metode delay and sum beamforming, dapat dilihat dari plot time domain. Dan untuk melihat plot dalam frequency domain maka diolah lagi dengan metode FFT. Pada penelitian ini sinyal estimasi yang diinginkan adalah nilai TTB sinyal estimasi akan lebih rendah dari sebelum diolah dengan beamforming.

Gambar 2.7 Skema pengambilan suara sinyal tercampur dengan 4 mikrofonarraydengan sudut 0°.

  sumber bunyi terhadap mikrofon array, yaitu 0°, 45° dan - 45°.

  unbalanced. Ada tiga variasi sudut pengambilan sinyal dari

  Selanjutnya perekaman sinyal kombinasi 4 mikrofon dengan 2 jenis sumber suara yang berbeda, yaitu pompa dengan kondisi normal dan pompa dengan kondisi

  pompa unbalanced dengan 1 mikrofon (single stage); (b) Skema pengambilan suara baseline pompa normal dengan 1 mikrofon (single stage)

Gambar 2.6 (a) Skema pengambilan suara baseline

  baseline dari masing- masing pompa yang digunakan.

  Penentuan Titik Pengukuran di PT. Gresik Power Indonesia

  Perekaman sinyal pertama adalah sinyal baseline, dengan menggunakan 1 mikrofon array untuk merekam sinyal

  Sebelum melakukan pengukuran dan pengambilan data di area steam turbine geared compressor set di PT. Gresik Power Indonesia (The Linde Group), tahapan yang harus dilakukan adalah pengukuran, pengambilan dan pengolahan data dilakukan di dalam Ruang Kedap Laboratorium Akustik dan Fisika Bangunan. Hal ini dilakukan agar dapat diverifikasi dahulu untuk tahap Laboratorium sebelum nantinya diaplikasikan di real plant.

  C. Pada Ruang Kedap Laboratorium Akustik dan Fisika Bangunan

  menggunakan SLM Pada Gambar 2.4 adalah detail titik-titik yang akan diambil data untuk sinyal campuran dengan menggunakan empat mikrofonarray dengan jarak 30 cm dari mesin. Sedangkan gambar 2.5 adalah titik pengukuran dengan menggunakan SLM

Gambar 2.5 Titik pengukuran di sekeliling lantai 3

  mikrofon array

  menuju kompresor stage 2 di lantai 4 menggunakan empat

Gambar 2.4 Titik pengukuran pada pipa masukan

  Penentuan titik pengukuran dilakukan untuk meletakkan sensor terhadap mesin. Pada tahap ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengambilan sinyal baseline menggunakan satu mikrofon array (single stage) dan dilanjutkan dengan pengambilan sinyal suara tercampur menggunakan empat mikrofon array (multi stage) [2].

  Berikutnya adalah skema perekaman sinyal suara dengan sudut -45°.

Gambar 2.9 Skema pengambilan sinyal suara tercampur dengan 4 mikrofon arraydengan sudut -45°.Gambar 3.3 Plot sinyal DAS beamforming pada sudut 0°

  noisy in (sinyal tercampur dengan noise), sedangkan untuk

  sinyal yang berwarna hitam adalah sinyal desired in (sinyal yang diinginkan) dan sinyal yang berwarna merah adalah sinyal beamformed (sinyal hasil rekonstruksi metode

  beamforming). Dari gambar 3.1dapat dilihat jelas bahwa

  bentuk sinyal beamformed dapat menyerupai sinyal desired in yang dalam hal ini adalah sinyal dari pompa normal.

  Untuk lebih detail lagi lihat gambar 3.2 yang merupakan hasil FFT dari sinyal beamformed untuk sudut 0°. Terlihat bahwa amplitudo yang muncul pada frekuensi 50 Hz dengan nilai 0.01317 yang mengidikasikan bahwa pompa normal dan terjadi perulangan pada frekuensi 100 Hz dengan nilai 0.04184.

  B. Pengolahan dengan Delay and Sum beamforming Sinyal Kombinasi 4 Mikrofon di Laboratorium

  Berikut ini adalah hasil pengolahan sinyal suara terekam dengan 4 mikrofon yang diolah dengan metode DAS

  beamforming.

Gambar 3.4 Plot FFT dari sinyal DAS beamforming padaGambar 3.2 Plot FFT dari sinyal MVDR beamforming

  sudut 0° Dari gambar 3.3 dapat dilihat jelas bahwa bentuk sinyal

  beamformed lebih menyerupai sinyal baseline pompa unbalanced, padahal sinyal yang dinginkan adalah dari

  pompa normal. Dari hasil tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa metode DAS beamformingbelum mampu untuk mengarahkan beamke sumber suara yang diinginkan.

  Untuk lebih detail lagi lihat gambar 3.4 yang merupakan hasil FFT dari sinyal beamformed untuk sudut 0°, terlihat bahwa amplitudo yang muncul pada frekuensi 50 Hz dengan nilai 0.009691 dan muncul nilai amplitudo tertinggi pada frekuensi 250 Hz dengan nilai amplitude 0.03167.

  C. Perhitungan nilai Signal To Noise Ratio di

  Laboratorium

  Setelah dilakukan pengolahan metode DAS dan MVDR

  beamforming, tahap selanjutnya adalah perhitungan Signal to NoiseRatio (SNR) yang dilakukan dengan cara,

  pada sudut 0° Pada gambar 3.1untuk sinyal berwarna biru adalah sinyal

  0°

  Pada proses pengambilan data selama penelitian ini dilakukan di mesin area steam turbine geared compressor

  bit (audio mix down), vol.15 dan frekuensi sampling 44100 Hz. Digunakannya Fs 44100 Hz sebab frekuensi sampling ini merupakan frekuensi sampling minimum dari USB DAC

  set. Proses pengambilan datanya dengan menggunakan

  seperangkat hardware seperti, mikrofon Behringer

  XM1800S sebagai sensor suara dengan karakteristik

  cardioid dan kabel sepanjang 10 m sedangkan interface

  yang digunakan sebagai konverter data analog ke data digital yaitu USB DAC Multi Channel (M-Audio Fast Track

  Ultra), yang memiliki 6 masukan dan 6 keluaran. Untuk

  perangkat lunak, digunakan software adobe audition 3.0 dimana semua data hasil perekaman suara disimpan dengan ekstensi .wav. Setting perekaman sinyal suara mesin pada

  software tersebut yaitu mono, 32 bit (recording depth), 32

  multi channel (M-audio Fast Track Ultra). Pengambilan

Gambar 3.1 Plot sinyal MVDR beamforming pada sudut

  data ini dilakukan dua tahap dengan cara mengambil sinyal

  baseline dengan menggunakan satu mikrofon (single stage)

  dan sinyal campuran dengan menggunakan kombinasi empat mikrofon (multi stage). Selama pengambilan data perlu diperhatikan peletakan dari hardware, khususnya kabel yang digunakan tidak boleh melipat karena dapat menyebabkan sinyal hasil perekaman rusak.

Gambar 2.10 Skema Wiring Mikrofon Array

  III HASIL PENELITIAN

  A. Pengolahan dengan MVDR beamforming Sinyal Kombinasi 4 Mikrofon di Laboratorium

  Berikut ini adalah hasil pengolahan sinyal suara terekam dengan 4 mikrofon yang diolah dengan metode DAS

  beamforming:

  membandingkan antara sinyal hasil rekontruksi metode DAS dan MVDR beamforming dengan sinyal background

  • 15.691
  • 16.5886
  • 15.0032
  • 22.44
  • 21.1422
  • 23.1765

  • 15.691 .

  (+) 45° 0.0465 0.0279 (-) 45° 0.0486 0.0237

  0° 0.0499 0.0249

  E. Validasi metode akustik dengan SLM di Ruang Kedap

  Laboratorium Akustik dan Fisika Bangunan

  Untuk membuktikan kesesuaian antara metode

  beamforming yang digunakan dengan sinyal suara yang

  timbul di ruang kedap laboratorium rekayasa akustik dan fisika bangunan, maka dilakukan validasi dengan sinyal suara dari perekaman dengan Sound Level Meter (SLM).

Gambar 3.5 Hasil spektrum SLM di titik 0°

  Dari gambar 3.5 dapat diketahui bahwa pada sudut 0°, amplitudo tertinggi muncul pada frekuensi antara 50-100Hz dengan nilai power nya sebesar 85 dB. Begitu juga pada sudut +45°, amplitudo muncul pada frekuensi 50-100Hz dengan nilai power nya sebesar 68 dB. Kemudian pada sudut -45°, amplitudo juga muncul pada frekuensi 50Hz dengan nilai power nya sebesar 71 dB. Nilai frekuensi yang terlihat di SLM sama dengan yang didapat dari perhitungan FFT dari metode MVDR beamforming yaitu dengan nilai amplitudo tertinggi muncul di frekuensi 100Hz. Sedangkan untuk hasil FFT metode DAS beamforming, terlihat bahwa amplitudo yang dominan muncul di 50, 100 dan 250 Hz. Hal ini membuktikan bahwa merode DAS beamforming masih sangat sensitif terhadap noise, dilihat dari hasil FFT frekuensi yang muncul bukan merupakan pola dari sinyal pompa normal. Dikarenakan hasil rekonstruksi metode DAS

  beamforming masih sensitif terhadap noise, maka

  pengolahan data di LINDE GROUP hanya menggunakan metode MVDR beamforming.

  F. Pengolahan Data dengan metode MVDR beamforming di LINDE GROUP.

  Hasil rekonstruksi sinyal dari metode MVDR beamforming, untuk selanjutnya diolah dengan FFT (Fast

  Fourier Transform) untuk analisa nilai amplitudo tertinggi

  yang akan muncul tepat pada frekuensi berapa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.6 sampai dengan gambar 3.7:

Gambar 3.6 Plot sinyal MVDR beamforming di titik 1

  pada area Linde Group

Gambar 3.7 Plot FFT dari sinyal MVDR beamforming di

  titik 1 pada area Linde Group Pada gambar 3.6 merupakan plot sinyal dari pengolahan

  Mean Square Error (MSE) baseline pompa normal baseline pompa unbalanced

  baselinepompa normal dan unbalanced Sinyal Rekonstruksi DAS :

  rekonstruksi DAS beamforming dengan sinyal

  D. Perhitungan nilai Mean Square Error (MSE) di

  noise. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah noise sudah

  berhasil di reduksi dengan metode beamforming. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Tabel perbandingan hasil SNR di Laboratorium

  Akustik dan Fisika Bangunan

  SNR sinyal rekonstruksi DAS Beamforming (dB) SNR sinyal rekonstruksi MVDR Beamforming (dB) Sudut Sudut + 45 Sudut - 45 Sudut Sudut + 45 Sudut - 45

  Dari table 3.1 terlihat bahwa hasil perhitungan baik untuk metode DAS dan MVDR beamforming bernilai negatif. Sebagai contoh untuk nilai SNR sinyal rekonstruksi DAS beamforming sudut 0° yang bernilai -15.691. Nilai negatif ini berarti bahwa sinyal hasil rekonstruksi

  beamforming memiliki rasio terhadap noise sebesar 10

  Sehingga background noise yang terdapat dalam sinyal inputan sudah dapat direduksi dengan menggunakan metode baik itu DAS maupun MVDR beamforming.

  Laboratorium

  Tabel 3.3Perhitungan MSE di Laboratorium antara sinyal

  Untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara sinyal hasil rekonstruksi metode DAS dan MVDR beamforming dengan sinyal baseline (desired in) maka digunakanlah perhitungan MSE (Mean Square Error) . Hasil perhitungannya pada

tabel 3.2 dan 3.3 berikut ini :Tabel 3.2 Perhitungan MSE di Laboratorium antara sinyal

  rekonstruksi MVDR beamforming dengan sinyal

  baselinepompa normal dan unbalanced Sinyal Rekonstruksi MVDR sudut:

  Mean Square Error (MSE) baseline pompa normal baseline pompa unbalanced

  (+) 45° 0.0104 0.0442 (-) 45° 0.0054 0.0506

  0° 0.0048 0.0673

  MVDR beamforming. Dari gambar tersebut, sinyal

  noise nya. Dari kelima sinyal tersebut sinyal desired in

  beamforming apabila dibandingkan dengan sinyal baselinedari masing-masing titik, dititik 1 lah yang

  H. Perhitungan nilai Mean Square Error (MSE) di LINDE GROUP

  Untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara sinyal rekonstruksi dengan sinyal baseline maka digunakanlah MSE (Mean Square Error) . Dalam menentukan MSE adalah dengan cara membandingkan antara sinyal baseline dengan sinyal hasil estimasi beamforming . Berikut ini didapatkan hasil MSE dari dari metode MVDR beamformingpada tabel 3.5:

  Tabel 3.5Perhitungan MSE di Linde Group antara sinyal

  rekonstruksi beamformingdengan sinyal baseline pada semua titik Dari Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa nilai MSE dari sinyal

  baseline dan sinyal hasil rekonstruksi beamforming

  memiliki sinyal yang identik dan masih dalam range 0-0.5 yang mana masih termasuk hasil MSE yang baik. Hasil tersebut didapat dari resample sinyal menjadi 16000 Hz dari 44100 Hz. Serta penyamaan panjang data.

  Dari keseluruhan hasil sinyal rekonstruksi MVDR

  menghasilkan nilai yang terkecil. Hal ini dikarenakan keseluruhan sinyal yang terekam parameternya identik dengan sinyal baselinedi titik 1. Sehingga memperkuat dugaan bahwa titik 1 merupakan posisi sumber bising di

  6.2509

  area turbine geared compressor set di Linde Group. Titik 1 berada di pipa masukan menuju ke kompresorstage 2.

  I. Validasi Metode Akustik dengan SLM di PT. Gresik Power Indonesia (The Linde Group)

  Untuk membuktikan kesesuaian antara metode akustik yang digunakan dengan sinyal suara yang timbul di industri maka dilakukan validasi dengan sinyal suara dari perekaman dengan Sound Level Meter (SLM). Nilai TTB hasil perekaman dengan SLM di LINDE GROUP, sinyalnya berupa spektrum suara antara frekuensi dengan power suara (dB).

Gambar 3.8 Hasil spektrum SLM di titik 1 di Linde Group

  Pada gambar 3.8 dapat diketahui bahwa pada titik 1, amplitudo tertinggi juga muncul pada frekuensi sekitar 1000Hz sampai dengan 1500 Hz dengan nilai power nya sebesar 122 dB. Sedangkan untuk titik-titik yang lainnya nilai amplitudonya tidak sebesar pada titik 1.

  Dari hasil validasi dengan menggunakan SLM, dapat diketahui bahwa nilai yang dihasilkan dengan pengolahan MVDR beamforming sama dengan nilai yang dihasilkan SLM. Sehingga dengan metode MVDR beamforming dapat digunakan untuk menemukan posisi sumber bising yaitu pada titik 1.

  J. Hasil Pengukuran Noise Mapping dengan SLM di PT.

  . Sehingga background noise yang terdapat dalam sinyal inputan sudah dapat direduksi dengan menggunakan metode MVDR beamforming.

  sinyal hasil rekonstruksi beamforming memiliki rasio terhadap noise sebesar 10

  memilki nilai amplitudo yang lebih besar daripada sinyal

  beamforming di LINDE GROUP, tahap selanjutnya adalah

  noisy in. Hal disebabkan dari pengambilan sinyal desired in

  yang adalah sinyal baseline, diambil dengan jarak 5 cm dari sumber yang otomatis lebih besar amplitudo nya apabila dibandingkan dengan sinyal noisy in. Walaupun sinyal noisy

  in tidak memiliki nilai amplitudo yang besar, tetapi

  didalamnya terkandung background noise yang harus direduksi.

  Dari hasil FFT untuk sinyal pengolahan MVDR beamforming yang mewakili masing-masing titik yang diduga menjadi sumber bising, dapat diketahui bahwa yang memiliki nilai amplitudo tertinggi pada frekuensi 1358 Hz adalah pada titik 1 dengan nilai 0.0491, seperti tercantum pada gambar 3.7.

  G. Perhitungan nilai Signal to Noise Ratio (SNR) di LINDE GROUP

  Setelah dilakukan pengolahan dengan metode MVDR

  perhitungan Signal to NoiseRatio (SNR) yang dilakukan dengan cara, membandingkan antara sinyal hasil rekontruksi metode MVDR beamforming dengan sinyal background

  beamforming lebih kuat dibandingkan dengan background noise. Apabila dikaitkan dengan perhitungan rasionya,

  noise. Dengan tujuan untuk mengetahui apakah noise sudah

  berhasil di reduksi dengan metodebeamforming. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 3.4 berikut ini :

Tabel 3.4 Tabel perbandingan hasil SNR di Linde Group SNR sinyal rekonstruksi MVDR Beamforming (dB)

  Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5

  6.2509 5.2378 5.5503 2.4029 6.3429 Dari table 3.4 terlihat bahwa hasil perhitungan metode MVDR beamforming bernilai positif. Sebagai contoh untuk nilai SNR sinyal rekonstruksi MVDR

  beamforming di titik 1 yang bernilai 6.2509. Nilai positif ini

  berarti bahwa power dari sinyal hasil rekonstruksi MVDR

  Gresik Power Indonesia (The Linde Group) Gambar 3.9Contur mapping dengan SLM pada area steam turbine geared compressor set

  (b)

Gambar 3.10 (a) Area sebelum di contur mapping; (b) Area setelah dilakukan Contur MappingNear Field Accoustical Holography

  Hasil pengukuran yang dilakukan di area steam turbine geared compressor set dengan menggunakan SLM, menghasilkan contur mapping seperti gambar 3.9. Dari

  IV KESIMPULAN gambar tersebut dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan

   Kesimpulan A.

  terbesar terjadi pada area stage 2 berdasarkan hasil Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat pengukuran dengan SLM didapat nilai TTB terbesar adalah diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 122 dBA.

  1. Setelah dilakukan evaluasi antara beamforming metode

  

K. Near Field Accoustical Holography dengan Metode MVDR dan DAS, didapatkan hasil bahwa metode

MVDR Beamforming untuk Penentuan Posisi Sumber MVDR jauh lebih baik dibandingkan dengan DAS. Hal Bising di PT. Gresik Power Indonesia (The Linde ini diperoleh dari nilai MSE di laboratorium untuk Group)

  MVDR beamforming sebesar 0.0048, yang lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai MSE untuk DAS Hasil yang diperoleh dari pengolahan dengan metode beamfroming sebesar 0.0499. MVDR beamforming dengan noise mapping menggunakan

  2. Dari hasil rekonstruksi sinyal MVDR di Linde Group SLM didapatkan area dugaan yang sama, yaitu pada area diperoleh nilai amplitudo tertinggi adalah di titik 1 (pipa sebelum masukan menuju stage2. Apabila dilihat dari masukan menuju stage 2) dengan nilai 0.0491 dengan

gambar 3.9 hasil dari noise mapping direpresentasikan pada frekuensi yang dominan muncul di nilai 1358Hz. Nilai

  contur mapping dari nilai TTB tertinggi pada area turbin frekuensi tersebut mengindikasikan bahwa bising yang

  geared compressor set. Hasil contur mapping hanya muncul bukan berasal dari vibrasi mesin berputar.

  menampilkan area dengan nilai nilai TTB tertinggi (warna

  3. Dari perhitungan MSE untuk MVDR beamforming di merah) tanpa mengetahui detail posisi dari sumber bising Linde Group didapatkan nilai terkecil sebesar 0.0899, utama di area yang berwarna merah tersebut. yang merupakan hasil perbandingan sinyal rekonstruksi

  Sedangkan dari hasil pengolahan dengan metode MVDR beamforming dengan baseline titik 1 (pipa

  MVDR beamforming, dapat diketahui detail posisi dari masukan menuju stage 2). sumber bising utama di area turbine geared compressor set

  Saran B.

  yaitu di titik 1 yang terletak pada pipa masukan menuju Dari kesimpulan penelitian maka saran yang dapat kompresor stage2. Seperti diketahui bahwa hasil FFT dari diberikan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah : rekonstruksi sinyal MVDR beamforming dari kelima titik ukur yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa amplitudo

  1. Array yang digunakan ideal yang berbentuk spiral, sehingga posisi array menyebar. tertinggi sebesar 0.0491 yang muncul pada frekuensi 1358 Hz berada di titik 1. Dimana nilai frekuensi tersebut

  2. Dalam pengelolahan data perlu diperhatikan dalam penentuan panjang data apabila pengambilan data tidak bukanlah frekuensi yang ditimbulkan dari kerusakan mesin dilakukan pada hari yang sama. berputar, tetapi diakibatkan oleh hal lain. Dalam hal ini adalah aliran fluida yang mengalir pada pipa masukan menuju kompresor stage 2.

  DAFTAR PUSTAKA Dengan menggunakan metode MVDR

  [1] Aarts, Mark., Pries, Hendrik.,Doff, Arjan. 2012. Two Sensor Array beamforming dapat dihasilkan Contur Mapping untuk Near

  Beamforming Algorithm, Field Accoustical Holography, seperti gambar berikut :

  <URL:http://repository.tudelft.nl/assets/uuid:7b7b6fda-3446-49ee- 84b0-4b7540914b80/ Two Sensor Beamforming Algorithm. Pdf> [2] Brandstein, Michael, Ward, Darren.2001. Microphone Arrays:

  Signal Processing Techniques and Applications (Digital Signal Processing). Springer

  [3] Widyaningtyasidyaningtyas, Rena. 2011. Penentuan Lokasi Pembicara Dengan Pembentukan Berkas (Beamforming) Menggunakan Microphone Array. Surabaya: Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS.

  Pipa L

  (a)