Karakteristik dan Jenis Strategi Bertutu

KARAKTERISTIK DAN JENIS STRATEGI BERTUTUR

LAPORAN BACAAN
diajukan untuk memenuhi tugas perkuliahan Kajian Tindak Tutur
yang dibina oleh Dr. Novia Juita, M.Hum.

DELSY ARMA PUTRI
NIM 16174007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2016

A. Pendahuluan
Bertutur merupakan satu aktivitas mengujarkan kalimat yang memiliki
makna untuk mencapai tindak sosial tertentu seperti berjanji, memberi nasehat,
meminta sesuatu, dan lain-lain. Tindakan tersebut dinamakan tindak tutur, atau
tindak ilokusioner. Bertutur berarti berkomunikasi antara pelaku tutur, yaitu
penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur dan petutur adalah orang
yang diajak bertutur dan sering juga disebut dengan mitra tutur/lawan tutur.

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak pernah lepas dari aktivitas bertutur.
Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, bertutur memiliki makna
mencapai tindak sosial tertentu seperti memberi nasehat, meminta sesuatu, dan
lain-lain adakalanya lawan tutur merasa tersinggung atau merasa tak enak hati.
Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan,
tetapi ia juga membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur
perlu memilih strategi bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan
tuturan itu dapat membangun hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak
‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus memikirkan terlebih dahulu tuturan
yang akan dituturkannya. Anjuran bahwa sebelum orang bertutur, orang perlu
memikirkan apa yang akan dituturkannya, seperti yang dianjurkan di dalam
ungkapkan bahasa Minang Kabau, yaitu “mangok dahulu sabalun mangecek”.
Untuk mencapai tujuan bertutur yang kedua, yaitu membangun hubungan sosial,
penutur kadang-kadang bertutur dengan mengabaikan makna referensial ujaran
yang dituturkan atau penutur sekadar melakukan komunikasi fatis (bertutur
sekadar untuk basa-basi).
Oleh sebab itu, dalam bertutur diperlukan suatu strategi bertutur untuk
menjaga kesopanan bertutur atau kesantunan dalam bertutur. Selain itu, strategi
bertutur sangat diperlukan dalam suatu tindak tutur, karena dalam suatu ujaran
yang penyampaiannya baik, akan menggunakan strategi bertutur yang tepat,

sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan dengan
baik.

1

2

B. Pembahasan
Dalam pembahasan kajian teori strategi bertutur ini, akan dibahasa empat
hal berikut. 1) karakteristik strategi bertutur, 2) strategi bertutur menurut brown
dan levinson, 3) strategi bertutur menurut yule, 4) strategi bertutur menurut blum
kulka
1. Karakteristik Strategi Bertutur
Strategi bertutur adalah cara atau teknik penyampaian tuturan secara spesifik
yang dipilih oleh penutur dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan
mempertimbangkan situasi atau peristiwa tutur. Strategi penggunaan tindak tutur juga
merupakan cara atau siasat partisipan tutur dalam memilih tuturan sesuai dengan
fungsi dan konteks. Setiap cara atau teknik yang digunakan untuk menyampaikan
tuturan tersebut mengandung unsur kesantunan yang bertujuan untuk menjaga citra
diri seseorang bertutur. Kesantunan inilah yang menjadi ciri khas tersendiri atau

karakteristik dari trategi bertutur.
Strategi bertutur adalah cara-cara yang digunakan partisipan tutur dalam
mengekspresikan tindak atau fungsi tindak tutur menggunakan tuturan tertentu.
Keterbatasan mitra tutur dalam bertindak akan semakin jelas bila bentuk tuturan
yang dipilih tidak tepat, apalagi bila ditujukan terhadap mitra tutur yang berlatar
belakang budaya berbeda. Hal ini dapat menimbulkan tejadinya konflik karena
bisa jadi dalam suatu budaya sebuah permintaan dianggap lazim, sementara
budaya lain menilainya sangat tidak diperbolehkan. Misalnya, pada saat mail
menyerahkan ketupat kepada Upin dan Ipin ketika kita menilainya terdapat
ketidakikhlasan dalam diri Mail saat memberikan ketupatnya. Padahal
karakteristik Mail memang menampakkan muka cemberut. Kemudian pada saat
nenek meminta Kak Ros mengambilkan uang di laci, anak-anak langsung berjejer
di hadapan oppa menanti kedatangan uang raya.
Untuk meminimalisir kehilangan muka mitra tutur dalam tindak tutur
permintaan, diperlukan strategi yang tepat (Felix-Brasdefer, 2005:66). Strategi itu
dapat dilihat dari cara yang digunakan atau pun langkah-langkah yang dipilih
sehingga maksud permintaan ditangkap oleh mitra tutur.

3


2. Strategi Bertutur Menurut Brown dan Levinson
Brown dan Levinson (dalam Syahrul 2008:18) menjelaskan bahwa
pertimbangan yang dijadikan dasar pemilihan strategi bertutur adalah faktorfaktor sebagai berikut: (1) Jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social
distance = D). (2) Perbedaan kekuasaan antara penutur dan mitra tutur (power =
P). (3) Ancaman suatu tindak tutur berdasarkan pandangan budaya tertentu (the
absolute rangking of inposisition in the particular culture = Rx).
Menurut Manaf (2011) dalam kebudayaan tertentu ada bentuk tuturan
tertentu yang dianggap santun dan ada pula bentuk tuturan tertentu yang dianggap
tidak santun. Strategi kesopanan yang dipilih oleh penutur didasarkan atas bobot
keterancaman muka penutur dan petutur (weightiness of the FTAx= Rx).
Pertimbangan pemilihan strategi kesopanan itu diformulasikan oleh Brown dan
Levinson menjadi sebagai berikut: Wx = D (S, H) + P (H, S) + Rx.
Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson (dalam Shahrul 2008:18)
ada lima macam, yaitu: (1) bertutur terus terang tanpa basa-basi, (2) bertutur terus
terang dengan basa-basi kesantunan positif, (3) bertutur dengan basa-basi
kesantunan negatif, (4) bertutur secara samar-samar, dan (5) bertutur di dalam hati
atau diam.
a. Bertutur Terus Terang Tanpa Basa-Basi (bald on record)
Strategi bertutur tanpa basa basi mencakup bentuk-bentuk tuturan yang
dilakukan untuk melarang suatu tindakan secara langsung tanpa basa-basi.

Strategi ini biasanya sedikit dilunakkan.

Alasannya karena bertutur dengan

strategi ini tidak ada basa-basi untuk membuat tuturan tersebut lembut dan manis.
Jadi untuk menjaga kesopanan bertuturnya dilakukan dengan melunakkannya.
Contoh: ”Dik, tolong piringnya jangan dibiarkan kotor begitu, ya!”
Kalimat di atas merupakan kalimat larangan yang dilunakkan dengan
menggunakan kata ‘tolong’ dan kata sapaan ‘Dik’.
Contoh lainnya: “Pakaianmu terlalu mencolok.”
Konteks: dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya saat akan
pergi ke pesta.

4

Kalimat tersebut merupakan kalimat larangan yang disampaikan oleh
seorang wanita kepada temannya, kalimat tersebut dituturkan tanpa basa-basi agar
teman wanita mengetahui bahwa pakaian yang dipakainya tidak cocok atau terlalu
berlebihan.
b. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Posistif (BBKP)

Strategi ini menyatakan bentuk-bentuk tuturan yang melarang suatu
tindakan, dilakukan dengan kesantunan positif. Kesantunan positif ini maksudnya
si penutur memasukkan dirinya sebagai kelompok yang sama dengan mitra tutur,
misalnya dengan menggunakan kata saudara, bagi saya, atau saya juga. Artinya,
strategi ini mengarahkan penutur sebagai pemohon untuk menarik tujuannya
dengan basa-basi.
Dalam strategi bertutur dengan basa-basi dengan kesantunan positif ada 15
substrategi yang dapat dipakai, yaitu: (1) tuturan melipatgandakan persetujuan
kepada petutur, (2) tuturan mengintensifkan atau membesar-besarkan perhatian,
persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur, (3) tuturan mempererat minat,
memperhatikan kesukaan,keinginan,dan kebutuhan lawan tutur, (4) tuturan
menggunakan pemarkahan identitas kesamaan kelompok, (5) tuturan mencari
persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian atau seluruh
ujaran penutur (lawan tutur), (6) tuturan menghindari ketidaksetujuan dengan
pura-pura setuju,persetujuan yang semu (psedo agreement), menipu untuk
kebaikan (white lies), atau pemagaran opini (hedging opinion), (7) tuturan
menyatakan syarat umum, (8) tuturan bergurau dengan lelucon, kelakar atau
humor, (9) tuturan menyatakan paham atau mengerti dengan keinginan lawan
tutur dengan menyatukan pengetahuan dan keinginan penutur dengan mitra tutur,
(10) tuturan memberikan tawaran atau menjanjikan, (11) tuturan menunjukan

keoptimisan, (12) tuturan melibatkan penutur dan mitra tutur dalam suatu
kegiatan, (13) tuturan memberikan pertanyaan atau memberi alasan. (14) tuturan
menyatakan hubungan secara timbal balik (resiprokal), (15) tuturan menyatakan
saling membantu. memberikan hadiah (barang,simpati,perhatian,kerjasama)
kepada lawan tutur.

5

Pertama, melipatgandakan persetujuan kepada petutur. Contohnya “Saya
setuju dengan usul Anda, dan akan lebih setuju lagi apabila kita menambah
peserta.”. Kalimat ini dituturkan oleh seorang panitia lomba kepada temannya
yang mengusulkan untuk mengubah konsep acara.
Kedua, mengintensifkan atau membesar-besarkan perhatian, persetujuan,
dan simpati kepada lawan tutur. Contohnya, ”Saya akan memperhatikan
pekerjaan Anda.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang menejer kepada karyawan
bawahannya yang pemalas.
Ketiga,

mempererat


minat,

memperhatikan

kesukaan,keinginan,dan

kebutuhan lawan tutur. Contohnya ”Ibu suka baju yang ini, Bu?” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang penjaga toko pakaian kepada seorang wanita yang sedang
melihat-lihat baju yang ia jual.
Keempat, menggunakan pemarkahan identitas kesamaan kelompok,
contohnya ”Aku dan kamu sama-sama dari kampung yang sama, jadi tidak
seharusnya kita bertengkar seperti ini, Wahyu.” Kalimat ini dituturkan oleh
seorang mahasiswa kepada temannya yang mengajak bertengkar.
Kelima, mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang
sebagian atau seluruh ujaran penutur (lawan tutur). contohnya ”Saya setuju
dengan usulmu, dan lebih setuju lagi jika kita menambah peserta talk show.”
Kalimat ini dituturkan oleh panitia talk show saat rapat kepada temannya yang
mengusulkan untuk mengubah konsep acara.
Keenam,


menghindari

ketidaksetujuan

dengan

pura-pura

setuju,persetujuan yang semu (psedo agreement), menipu untuk kebaikan (white
lies), atau pemagaran opini (hedging opinion). Contohnya ”Bagaimana jika kita
satukan pendapat untuk mengambil tawaran dari perusahaan itu?” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang karyawan kepada karyawan lainnya ketika terjadi
perbedaan ide.
Ketujuh, menyatakan syarat umum, ”Kita tidak boleh melanggar perintah
yang ada di AD/ART organisasi ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang
mahasiswa kepada temannya yang akan melakukan sebuah pelanggaran dengan
maksud melarangnya.

6


Kedelapan, bergurau dengan lelucon, kelakar atau humor. Contohnya ”
Motormu yang sudah butut itu sebaiknya untukku saja,ya!” Kalimat ini dituturkan
oleh seorang mahasiswa dengan cara bergurau kepada temannya yang memakai
motor butut dengan tujuan untuk mengganti motornya.
Kesembilan, menyatakan paham atau mengerti dengan keinginan lawan
tutur dengan menyatukan pengetahuan dan keinginan penutur dengan mitra tutur.
Contohnya ”Apa yang kamu katakan sama dengan pendapatku.” Kalimat ini
dituturkan

oleh

seorang

mahasiswa

kepada

temannya

yang


sedang

mengemukakan pendapat dalam suatu diskusi.
Kesepuluh,

memberikan

tawaran

atau

menjanjikan,

contohnya

”Bagaimana kalau kita lanjutkan pembahasan masalah ini besok saja?” Kalimat
ini dituturkan oleh seorang forum diskusi kepada anggota diskusi lainnya.
Kesebelas, menunjukan keoptimisan. Contohnya ”Saya yakin, kamu pasti
akan menang.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang teman kepada temannya yang
akan ikut berlomba.
Keduabelas, melibatkan penutur dalan suatu kegiatan. Contohnya
“Maukah kamu ikut memancing bersamaku Minggu besok?”. Kalimat ini
dituturkan oleh seorang pria kepada temannya untuk mengajaknya memancing.
Ketigabelas, memberikan pertanyaan atau memberi alasan. Contohnya
“Bukannya saya menolak, akan tetapi anak saya sakit. Sehingga saya harus
membawanya ke dokter.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada
temannya yang mengajaknya main golf.
Keempatbelas, menyatakan hubungan secara timbal balik (resiprokal).
Contohnya “Apabila kamu mau membantuku menyelesaikan tugas ini, aku akan
membantumu menyelesaikan proposal .” Kalimat ini dituturkan oleh Fikri kepada
temannya untuk membantunya menyelesaikan tugas.
Kelimabelas, memberikan hadiah (barang,simpati,perhatian,kerjasama)
kepada lawan tutur. Contohnya, “Ini ada sedikit bingkisan kecil untukmu.”
Kalimat ini dituturkan oleh pria yang baru saja pulang dari luar negeri kepada
temannya.

7

c. Bertutur dengan Basa-Basi Kesantunan Negatif (BBKN)
Kesantunan negatif khusus diungkapkan dengan pertanyaan-pertanyaan
yang kelihatan seperti meminta izin untuk menyatakan suatu pertanyaan. Strategi
ini direalisasikan dalam bentuk sepuluh substrategi sebagai berikut. Pertama,
tuturan berpagar,

contohnya ”Saya sebenarnya ingin meminta bantuanmu

mengerjakan tugas ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada
temannya untuk membantunya mengerjakan tugasnya. Kedua, tuturan tidak
langsung secara konvensional, contohnya ”Kata Naya, Ibu mencari saya?”
Kalimat ini dituturkan oleh ketua kelas kepada gurunya. Ketiga, tuturan meminta
maaf, contohnya ”Maafkan saya terlambat, Bu.” Kalimat ini dituturkan oleh
seorang mahasiswa yang terlambat kepada dosennya.
Keempat, tuturan meminimalkan beban atau paksaan kepada penutur,
contohnya ”Boleh saya mengganggu bapak barang sebentar?.” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang mahasiswa kepada dosennya. Kelima, tuturan permintaan
dalam bentuk pertanyaan, ”Bisakah saya melihat korannya?” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang pria di dalam bus kepada orang yang duduk di bangku
sebelahnya. Keenam, tuturan impersonal (hindari kata saya atau kamu), contohnya
”Anda yakin ingin melakukannya?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria
kepada temannya ketika temannya ingin bolos kerja. Ketujuh, tuturan yang
menyatakan kepesimisan usaha (keseganan) kepada mitra tutur, contohnya ”Saya
tidak yakin program acara kita bakal berjalan sesuai rencana.” Kalimat ni
dituturkan oleh seorang pria kepada temannya sesama anggota organisasi.
Kedelapan, tuturan yang mengungkapkan pernyataan sebagai aturan umum
atau yang berlaku secara umum, contohnya “Biasanya semua orang saling
bergotong royong menyukseskan acara ini.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang
panitia acara kepada temannya sesama panitia. Kesembilan, tuturan yang
menyatakan rasa hormat, contohnya ”Silakan Ibu yang berjalan di depan.”
Kalimat ini dituturkan oleh mahasiswa kepada dosennya saat berjalan keluar dari
kelas. Kesembilan, tuturan menyatakan penutur berhutang budi kepada mitra
tutur, contohnya “Bingkisan ini belum seberapa dibandingkan dengan
pertolongan Bapak kepada saya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pengusaha

8

kepada temannya yang telah menolongnya saat perusahaanya akan bangkrut.
Kesepuluh, tuturan penominaan tindakan, contohnya “Kelakuanmu harus di meja
hijaukan.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bos kepada karyawannya yang
berbuat kesalahan.
d. Bertutur Secara Samar-samar (BSs)
Strategi ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu tuturan yang mengandung
isyarat kuat dan tuturan yang mengandung isyarat lunak. Tuturan yang
mengandung isyarat kuat mengacu pada tuturan yang mempunyai daya ilokusi
kuat. Sebaliknya, tuturan yang mengandung isyarat lunak mengacu pada tuturan
yang daya ilokusinya lemah.
Dalam strategi ini, ada 15 substrategi yang dipakai, yaitu sebagai berikut.
Pertama, menggunakan isyarat, contohnya ”Kamu harus ke sana!” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang wanita kepada temannya dengan menunjuk arah
tempatnya. Kedua, menggunakan petunjuk-petunjuk asosiasi, contoh ”Jangan
samakan aku dengan tikus berdasi!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria
kepada temannya yang menuduhnya korupsi. Ketiga, menggunakan praanggapan,
contohnya “Menurut saya, dialah pelaku sebenarnya.” Kalimat ini dituturkan oleh
seorang karyawan yang dituduh mencuri kepada temannya. Keempat, menjadikan
tuturan tidak lengkap atau ellipsis, contohnya “Apabila kamu memang
menginginkanku, maka buktikan … padaku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang
wanita kepada kekasihnya untuk meminta keseriusannya. Kelima, menyatakan
diri kurang dari kenyataan yang sebenarnya atau merendahkan diri, contohnya
“Anda terlalu berlebihan, saya tidak seperti yang mereka katakan.” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang pria kepada kenalannya yang memuji kinerjanya di
kantor.
Keenam, menyatakan keadaan mitra tutur lebih dari kenyataan yang
sebenarnya, contohnya “Orang bilang, anda pintar. Menurut saya, anda bukan
saja pintar, tetapi juga cakap dalam bekerja.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang
karyawan kepada rekan kerjanya yang baru. Ketujuh, menggunakan tautology,
contohnya “Saya melihat apa yang anda lakukan dengan mata kepala saya

9

sendiri.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang karyawan kepada temannya yang
kedapatan mencuri alat-alat kantor. Kedelapan, menggunakan kontradiksi, contoh
“Abang saya adalah anak tunggal.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang bocah
kepada temannya. Kesembilan, menjadikan ironi, contoh “Tugasmu rapi sekali,
sampai-sampai saya tidak bisa membacanya.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang
dosen kepada mahasiswanya yang tulisannya

jelek sekali.

Kesepuluh,

menggunakan metaphora, contohnya “Kasihku, engkau bagaikan rembulan yang
menerangi malamku.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria yang merayu
kekasihnya.
Kesebelas, menggunakan pertanyaan retoris, contohnya “Zaman sekarang
ini, semuanya harus dengan uang. Lagipula, siapa di dunia ini yang tidak butuh
uang?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pria kepada pria lain yang meminta
pertolongannya. Keduabelas, menjadikan pesan ambigu, contohnya “Jangan
lewat situ, orang malas lewat Gang Senggol!” Kalimat ini dituturkan oleh seorang
anak kepada temannya yang baru pertama kali mengunjungi rumahnya.
Ketigabelas, menjadikan pesan kabur, contohnya “Anda ingin apa?” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang pramusaji kepada tamu tempatnya bekerja. Keempatbelas,
menggeneralisasikan secara berlebihan, contohnya “Apa yang Anda lakukan
seharusnya dilakukan berpuluh-puluh orang!” Kalimat ini dituturkan oleh
seorang bos kepada karyawannya yang marah karena karyawannya mengerjakan
tugasnya sendirian. Kelimabelas, alihkan posisi petutur, contohnya “Andai saya
rajin bekerja, pasti saya yang menjadi bos Anda.” Kalimat ini dituturkan oleh
seorang karyawan kepada temannya yang naik pangkat.
e. Bertutur di dalam Hati atau Diam
Strategi bertutur di dalam hati (diam saja) tidak melakukan tindak ujaran
merupakan tindak penutur menahan diri untuk tidak mengatakan secara verbal
perkataan kepada mitra tutur. Strategi bertutur dalam hati adalah strategi yang
paling tidak langsung jika dibandingkan dengan strategi bertutur lainnya karena
tidak ada satu katapun yang menandai pesan penutur kepada mitra tutur melalui
tuturan.

10

Contoh: “Andai saja aku menyatakan cintaku kepadanya sdari dulu,”
bisiknya dalam hati.
Kalimat diatas dituturkan oleh seorang wanita dalam hati yang merasa
kecewa pria yang ia cinta memilih wanita lain.
Pada intinya teori yang disampaikan Brown dan Levinson, lebih menitik
beratkan pada kesenangan lawan tutur.Bagaimana lawan tutur kita merasa dirinya
sedang tidak dibawah paksaan atau perintah.Terkadang demi kebaikan, kita
berbohong senantiasa mendukungnya juga diperbolehkan, selama itu tidak
berlebihan. Karena dengan begitu, kebaikan juga akan berbalik pada kita, kita
akan dengan mudah mendapat bantuan dari lawan tutur kita. Oleh Karena itu,
menjaga perasaan lawan tutur angatlah penting menurut Brown dan Levinson ini.
3. Strategi Bertutur Menurut Yule
Yule (1996:111) menjelaskan bahawa strategi bertutur terbagi atas dua
bagian yaitu strategi kesopanan pesitif dan strategi kesopanan negatif. Strategi
kesopanan positif mengarahkan pemohon untuk menarik tujuan umum dan
bahakan

persahabatan

dengan

menggunakan

ungkapan-ungkapan

yang

menggambarkan suatu resiko yang lebih besar bagi penutur dari penderitaan
terhdap penolakan dan mungkin didahului dengan sedikit basa-basi. Sedangkan
strategi kesopanan negatif adalah sebagian besar konteks pembicaraan lebih
umum kepada penyelamatan wajah. Bentuk yang paling khusus digunakan ialah
pertanyaan yang mengandung kata kerja bantu yang berhubungan dengan
perasaan.
4. Strategi Bertutur Menurut Blum-Kulka
Blum-Kulka (dalam Syahrul 2008:24) mengemukakan bahwa sistem
kesantunan mewujudkan penafsiran budaya tentang interaksi di antara empat
parameter penting, yaitu motivasi sosial, cara pengungkapan, perbedaan sosial,
dan makna sosial. Blum-Kulka menguji kesantunan dalam konteks bahasa Yahudi
Israel dengan menginterpretasikan kembali teori-teori kesantunan dengan cara
kultur-relativistik. Istilah 'norma-norma budaya' atau 'skrip budaya' merupakan

11

istilah terpenting pada pendekatan teori yang diterapkannya. Ia memperkenalkan
perbedaan antara pilihan-pilihan linguistik strategi dan obligatori, tetapi
berargumen bahwa ruang lingkup dan kedalaman kesantunan tersebut berbeda
antara satu budaya dengan budaya yang lain. Posisi teoritisnya adalah bahwa
kesantunan memanifestasi interpretasi yang secara kultur tersaring terhadap
interaksi antara empat paremeter penting tersebut. Menurutnya, konsep-konsep
budaya saling terkait dalam menentukan sifat masing-masing parameter tersebut,
sehingga memengaruhi pemahaman sosial tentang kesantunan pada berbagai
masyarakat di dunia.
Motivasi sosial merujuk kepada alasan-alasan mengapa orang santun,
yakni alasan-alasan keberfungsian kesantunan; mode-mode ekspresif (cara
pengungkapan) merujuk kepada bentuk-bentuk linguistik

yang berbeda yang

digunakan untuk memperlihatkan kesantunan; perbedaan sosial merujuk kepada
parameter penilaian situasi yang berperan dalam kesantunan; dan makna sosial
merujuk kepada nilai kesantunan dari ungkapan linguistik khusus dalam konteks
situasi yang khusus.
Selanjutnya, strategi bertutur dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1)
bertutur secara langsung, (2) bertutur secara tidak langsung, dan (3) bertutur
dengan menggunakan isyarat.
1) Tuturan Langsung
Tuturan langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat yang
secara konvensional sesuai dengan fungsinya. Misalnya, meminta dilakukan
dengan modus kalimat imperatif, ”Pergi belikan obat Ayah di warung Siti!”
Kalimat ini dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya saat menyuruh anaknya
membelikan obat untuk ayahnya. Bertanya dilakukan dengan modus kalimat
interogatif, misalnya ”Kenapa kalian tidak mengumpulkan tugas?” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang guru kepada siswanya yang tidak mengumpulkan tugas.
2) Tuturan Tidak Langsung
Tuturan tidak langsung ialah tuturan yang menggunakan modus kalimat
yang telah mengalami peralihan fungsi konvensioanalnya. Misalnya, meminta

12

dilakukan dengan kalimat tanya atau deklaratif contohnya, ”Ibu masih lama di
Padang, kan? Saya mau berdiskusi dengan Ibu soal skripsi saya.” Kalimat ini
dituturkan oleh seorang mahasiswa yang meminta dosennya untuk berdiskusi
mengenai skripsinya. Maksud tuturan tersebut adalah permintaan yang dilakukan
dengan kalimat interogatif dan deklaratif yang membuat tuturan ini terdengar
sopan. Bertanya menggunakan kalimat deklaratif misalnya ”Lina, aku tidak dapat
menjawab soal nomor tujuh.” Kalimat ini dituturkan oleh seorang siswa kepada
temannya saat mengerjakan latihan dari guru mereka di kelas. Tuturan ini adalah
tuturan deklaratif dengan maksud bertanya jawaban soal nomor tujuh apa? dan
sebagainya.
3) Tuturan dengan Isyarat
Tuturan dengan isyarat ialah tuturan yang isinya tidak ada relevansi
dengan maksud tuturan tersebut. Contoh tuturan isyarat adalah, ”Aduh, cantiknya
bunga yang satu itu, Buk. Bagaimana kalau dipindahkan saja ke rumah saya,
Buk?” Kalimat ini dituturkan oleh seorang pemuda yang menginginkan sebatang
bunga yang tumbuh di pekarangan seorang ibu dan kini berbunga dengan cantik
milik orang tua teman perempuan pemuda itu. Secara literal, tuturan tersebut
bermakna pujian yang diiringi keinginan penutur untuk memiliki bunga milik
mitra tutur. Secara kontekstual, penutur seorang pemuda dan petutur seorang ibu
yang memiliki anak gadis terlibat dalam tuturan yang bermaksud permintaan dari
penutur. Permintaan tersebut adalah penutur meminta agar petutur memberikan
anak gadisnya sebagai calon istri dan menjadikannya menantu.
5. Implementasi dalam Pembelajaran di Kelas
Kegiatan bertutur di dalam kelas memerlukan strategi bertutur seperti yang
telah dijelaskan di atas. Strategi bertutur diperlukan untuk menjaga kesantunan
bertutur antara siswa sebagai penutur dan guru sebagai petutur, atau antara guru
sebagai penutur dan siswa sebagai petutur, dan antara siswa sebagai penutur dan
siswa lainnya sebagai petutur.

13

Implementasi strategi bertutur di dalam kelas di antaranya adalah sebagai
berikut. Pertama, seorang guru melarang siswa mencoret-coret meja dengan
mengatakannya secara langsung tanpa basa-basi, ”Dodi, jangan mencoret-coret
meja, Nak! Nanti pena kamu habis dan mejanya jadi tidak enak dipandang.”
Kedua, seorang siswa malarang temannya yang sedang mematahkan kapur tulis,
”Den, kita nggak boleh matahin kapur kata Bu Guru.” Ketiga, seorang siswa
mengusulkan kepada gurunya agar tempat belajar mereka di sebuah sungai yang
asri dengan meminta persetujuan dan menghindari ketidaksetujuan, ”Ibu,
bagaimana kalau kita ke luar dari kelas dan mencari tempat yang lebih banyak
memberikan inspirasi untuk membuat puisi?”

Keempat, seorang guru

membangkitkan semangat siswanya yang akan mengikuti olimpiade dengan katakata yang optimis, ”Kamu pasti bisa menang dan mengharumkan nama sekolah
kita.”
Kelima, seorang guru melarang siswanya datang terlambat dengan
mengucapkan kalimat berpagar, ”Ibu sebenarnya ingin melihat kamu datang
tepat waktu.” Keenam, seorang siswa berkata kepada wali kelasnya saat gurunya
itu sedang sibuk mengoreksi tugas teman sekelasnya, ”Biar saya bantu pekerjaan
Ibu.” Ketujuh, seorang siswa mengadukan temannya yang kedapatan mencuri
uang teman sekelas mereka di jam istirahat dengan menggunakan tautologi ”Saya
melihatnya dengan mata kepala saya sendiri, Bu. Sungguh, saya tidak bohong.”
Kedelapan, seorang guru berkata kepada seorang muridnya ketika tugasnya
menggunakan ironi, ”Tugasmu rapi sekali, sampai-sampai Ibu tidak bisa
membacanya. Ayo kamu ulangi dengan lebih bagus!”
C. Penutup
Keterbatasan mitra tutur dalam bertindak akan semakin jelas bila bentuk
tuturan yang dipilih tidak tepat, apalagi bila ditujukan terhadap mitra tutur yang
berlatar belakang budaya berbeda. Hal ini dapat menimbulkan tejadinya konflik
karena bisa jadi dalam suatu budaya sebuah permintaan dianggap lazim,
sementara

budaya

lain

menilainya

sangat

tidak

diperbolehkan.

Untuk

meminimalisir kehilangan muka mitra tutur dalam tindak tutur permintaan,

14

diperlukan strategi yang tepat. Strategi itu dapat dilihat dari cara yang digunakan
atau pun langkah-langkah yang dipilih sehingga maksud permintaan ditangkap
oleh mitra tutur
Strategi bertutur menurut Brown dan Levinson ada lima, yaitu bertutur
secara terus terang tanpa basa-basi; (2) bertutur dengan menggunakan basa-basi
kesopanan posistif; (3) bertutur dengan menggunakan basa-basi kesopapanan
negatif; (4) bertutur secara samar-samar; dan (5) tidak menuturkan sesuatu atau
diam. Selanjutnya, strategi bertutur menurun Blum-Kulla ada tiga macam, yaitu
(1) bertutur secara langsung; (2) betutur secara tidak langsung; dan (3) bertutur
dengan isyarat.
Jadi, antara tuturan dengan maksud penutur saling berhubungan erat. Agar
mitra tutur dapat memahami pesan yang dimaksud oleh penutur, maka penutur
haruslah memilih strategi yang tepat sebelum menuturkan sesuatu agar tuturan
terkesan santun dan tidak membuat tersinggung atau melukai hati mitra tutur.
D. Kepustakaan
Manaf, Ngusman Abdul. 2011. ”Kesopanan Tindak Tutur Menyuruh dalam
Bahasa Indonesia”, Litera. Oktober Vol. 2 No. 2, hlm 213.
Syahrul. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa: Menyibak Fenomena
Berbahasa Indonesia Guru dan Siswa. Padang: UNP Press.
Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford. Oxford University Press.