TUGAS EKONOMI pokok penyuluh PERTANIAN

TUGAS EKONOMI PERTANIAN
MASALAH ORGANISASI PETANI

KELAS H
KELOMPOK V
MUHAMMAD HARUN
WAHYU NUGROHO
PENDI ALAMSYAH
SANDI NIANGRA BUTAR BUTAR

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2015

2

KATA PENGHANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas izin-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah ini sebagaimana mestinya. Penyusunan makalah tugas ini
“Masalah Organisasi Petani”. Bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata

kuliah.
Tidak sedikit hambatan yang diperoleh penulis temui dalam menyelesaikan tugas
makalah ini akan tetapi berkat kesabaran, keuletan, dan kesungguhan penulis semua
hambatan dan kesulitan tersebut dapat teratasi dengan baik. Ucapan terima kasih penulis
tujukan pula kepada dosen mata kuliah Ekonomi Pertanian, serta semua pihak yang tidak
sempat penulis sebutkan satu persatu dalam lembaran ini. Semoga segala bantuan yang
telah diberikan bernilai ibadah disisi Allah swt.
Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang tak
luput dari kesalahan dan ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi penyempurnaan tugas
selanjutnya. Mudah-mudahan tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
khususnya bagi diri penulis.

Pekanbaru, 19 April 2015

Kelompok V

3

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL

i

KATA PENGHANTAR

ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1

I.1 Latar Belakang

1

I.2 Permasalahan 1

I.3 Tujuan 4
I.4 Manfaat

4

BAB II LANDASAN TEORI
BAB III ISI

14

BAB IV PENUTUP 14
4.1 Kesimpulan

4

4.2 Saran 4
DAFTAR PUSTAKA 21

5


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Pembentukan organisasi petani telah menjadi program pemerintah semenjak awal
pembangunan pertanian, yakni mulai dari Era Bimas tahun 1970-an. Sampai tahun 2014,
organisasi petani terutama berupa kelompok tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
menjadi alat utama untuk mendistribusikan bantuan dan sekaligus sebagai wadah untuk
berinteraksi secara vertikal antara pemerintah dengan petani dan secara horizontal antar
sesama petani (Badan SDMP, 2007; Balitbangtan, 2006).
Ada dua pandangan utama yang agak berseberangan tentang untuk apa petani harus
berorganisasi. Bagi pemerintah, organisasi petani semata adalah strategi untuk melancarkan
pembangunan, yakni untuk fungsi komunikasi dan memuluskan administrasi proyek.
Sebaliknya, bagi kalangan pemberdayaan, organisasi petani lebih untuk menjalankan fungsi
ekonomi dan representatif politik.

Namun, dalam perjalanannya, berbagai organisasi-organisasi petani tersebut tidak
berkembang sesuai harapan. Secara umum, hanya sedikit petani yang berada dalam
organisasi formal (Bourgeois et al., 2003) dan kapasitas keorganisasiannya pun lemah.
Kondisi ini relatif serupa di banyak belahan dunia lain (Grootaert, 2001). Saat ini,
pemerintah dalam kondisi iklim politik yang lebih terbuka, dan telah memberi kondisi dan
kesempatan baru kepada berkembangnya organisasi petani secara lebih demokratis,
terutama setelah keluarnya UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani (P3) serta revisinya oleh Mahkamah Konstitusi tahun 2014.
Dapat dikatakan, persoalan mendasarnya adalah karena berbagai kebijakan tentang
petani masih bersifat umum dan kurang sensitif kepada perbedaan karakteristik petani yang
beragam. Namun, kebijakan tentang petani dan pengorganisasian petani akhir-akhir ini
telah banyak berkembang terutama dengan keluarnya UU P3, UU No 16 tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; UU No 1 tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro; serta Permentan No. 82/2013 tentang Pedoman

2

Pembinaan Kelompok Tani dan Gapoktan. Kebijakan ini memberi batasan sekaligus
peluang untuk pengorganisasian petani ke depan.
Organisasi petani masih diharapkan sebagai komponen pokok dalam pembangunan

pertanian, namun kondisinya saat ini belum memuaskan. Ke depan, peran organisasi petani
untuk komunikasi, partisipasi, serta ekonomi dan representatif politik; harus dapat
dihidupkan sehingga keberadaaannya bisa optimal. Kegiatan pengorganisasian petani yang
telah dijalankan lebih dari enam dasawarsa belum banyak memberikan hasil. Pemahaman
kalangan pemerintah atau birokrasi cenderung lemah. Dukungan kebijakan dan peran
pemerintah sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Pemerintah belum mampu
menciptakan kondisi yang sesuai untuk berkembangnya organisasi petani.
Pengaturan tentang organisasi petani dalam UU No 19 tahun 2013 tercantum pada
pasal 69, 70 dan 71. Semenjak rancangan UU ini disusun sesungguhnya sudah muncul
banyak ketidaksepahaman tentang isi dalam pasal tersebut. Karena itulah, pada Desember
tahun 2014, khusus untuk Pasal 70 dan 71 tersebut telah dibatalkan dan dirubah isinya oleh
Mahkamah Konstitusi. Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari kondisi organisasi petani
saat ini, lalu dihubungkan dengan berbagai kesempatan dan dukungan dari berbagai
kebijakan akhir-akhir ini, serta bagaimana mengimplementasikan kebijakan ini ke depan.
1.2.

Permasalahan
Latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam tulisan ini adalah:

a. Lemahnya menjalankan roda organisasi petani.

b. Kurang berfungsinya sebagian organisasi petani yang ada.
c. Organisasi tani kurang mandiri.

1.3.

Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk :

a. Untuk mengetahui lemahnya menjalankan roda organisasi petani.

3

b. Untuk mengtahui kurang berfungsinya sebagian organisasi petani yang ada.
c. Untuk mengtahui organisasi tani kurang mandiri.

1.4.

Manfaat
Adapun manfaat tulisan ini antara lain :
a. Dapat menambah wawasan penulis dan khalayak tentang hal-hal yang berhubungan

dengan masalah organisasi petani.
b. Sebagai bahan referensi untuk pembaca.
c. Dapat melatih mahasiswa pada umumnya dan penulis khususnya dalam
mengembangkan wawasan diri untuk menyusun buah pikiran secara sistematis
dalam bentuk karya ilmiah.

4

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Organisasi
Pengertian organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang disusun
dalam kelompok-kelompok, yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama,
Organisasi adalah system kerjasama antara dua orang atau lebih, atau organisasi
adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama, organisasi adalah
struktur pembagian kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang
pemegang posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai
tujuan tertentu.
1.


Organisasi Menurut Stoner. Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan orang-

2.

orang di bawah pengarahan manajer (pimpinan) untuk mengejar tujuan bersama.
Organisasi Menurut Chester I. Bernard. Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas
kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Pengertian / Definisi Organisasi Informal dan Organisasi
1. Organisasi Formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri
dengan suatu tujuan bersama secara sadar, serta dengan hubungan kerja yang rasional.
Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya.
2. Organisasi Informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu
aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh : Arisan ibu-ibu sekampung,
belajar bersama anak-anak SD dan lain-lain.
2.2 Ciri – Ciri Organisasi
Kalau kita memperhatikan penjelasan di atas tentang pengertian organisasi
maka dapatlah di katakan bahwa setiap bentuk organisasi akan mempunyai unsurunsur tertentu, yang antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai Wadah Atau Tempat Untuk Bekerja Sama

Organisasi adalah merupakan merupakan suatu wadah atau tempat dimana
orang-orang dapat bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan tanpa

5

adanya organisasi menjadi saat bagi orang-orang unutk melaksanakan suatu kerja
sama, sebab setiap orang tidak mengetahui bagaiman cara bekerja sama tersebut
akan dilaksankan. Pengertian tempat di sini dalam ari yang konkrit, tetapi dalam arti
yang abstrak, sehingga dengan demikian tempat sini adalah dalam arti fungsi yaitu
menampung atau mewadai keinginan kerja sama beberapa orang untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam pengertian umum, maka organisasi dapat berubah wadah
sekumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu misalnya organisasi
buruh, organisasi wanita, organisasi mahasiswa dan sebagainya.
2. Proses kerja sama sedikitnya antar dua orang
Suatu organisasi, selain merupakan tempat kerja sama juga merupaka proses
kerja sama sedikitnya antar dua orang. Dalam praktek, jika kerja sam atersebut di
lakukan dengan banyak orang, maka organisasi itu di susun harus lebih sempurna
dengan kata lain proses kerja sama di lakukan dalam suatu organisasi,mempunayi
kemungkinan untuk di laksanakan dengan lebih baik hal ini berarti tanpa suatu
organisasi maka proses sama itu hanya bersifat sementara, di mana hubungan antar

kerja sama antara pihak-pihak bersangkutan kurang dapat diatur dengan sebaikbaiknya.
3. Jelas tugas kedudukannya masing-masing
Dengan adanya organisasi maka tugas dan kedudukan masing-masing orang
atau pihak hubngan satu dengan yang lain akan dapat lebih jelas, dengan demikian
kesimpulan dobel pekerjaan dan sebagainya akan dapat di hindarkan. Dengan kata
lain tanpa orang yang baik mereka akan bingung tentang apa tugas-tugasnya dan
bagaimana hubungan antara yang satu dengan yang lain.
4. Ada tujuan tertentu
Betapa pentingnya kemampuan mengorganisasi bagi seorang manajer. Suatu
perencana yang kurang baik tetapi organisasinya baik akan cendrung lebih baik
hasilnya dari pada perencanaan yang baik tetapi organisasi tidak baik.
Serikat Petani Indonesia(SPI) pada awalnya bernama Federasi Serikat Petani
Indonesia (FSPI). Organisasi ini dideklarasikan tanggal 8 juli 1998 di Kampung
Dolok Maraja, Desa Lobu Ropa, Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan,
Sumatera Utara oleh sejumlah pejuang petani Indonesia. Kelahiran organisasi petani
ini merupakan bagian dari perjalanan panjang perjuangan petani Indonesia untuk

6

memperoleh kebebasan dalam menyuarakan pendapat, berkumpul dan berorganisasi
guna memperjuangkan hak-haknya yang telah ditindas dan dihisap oleh rejim orde
baru selama 33 tahun.
2.3 Organisasi Petani
Pada saat deklarasi, dibentuk Badan Pelaksana Sementara yang bertugas
mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan perjuangan petani di Indonesia, untuk
menjadi anggota FSPI dan melaksanakan kongres pertama. Pada tanggal 22-25
Februari 1999 kongres pertama FSPI berhasil digelar di Medan, Sumatera Utara.
Kongres pertama menghasilkan kepengurusan FSPI yang berkantor pusat di Medan,
Sumatera Utara. Selain itu, FSPI juga membuka kantor perwakilan di ibukota
negara, Jakarta. Kemudian, pada tanggal 28 Februari tahun 2003 FSPI
melaksanakan kongres kedua di Malang, Jawa Timur. Dalam kongres tersebut
ditetapkan bahwa kedudukan sekretariat FSPI dipindahkan dari Medan ke Jakarta.
Seiring dengan perkembangan jaman, tantangan yang dihadapi organisasi
perjuangan kaum tani semakin besar. Kekuatan kapitalis neoliberal semakin
meminggirkan rakyat dan kaum tani, sehingga timbul kesadaran untuk
mengkonsolidasikan kembali gerakan petani. Dalam kondisi seperti itu, muncul
keinginan untuk mengubah bentuk dan struktur organisasi dari yang semula
berwatak federatif menjadi organisasi kesatuan.
Perubahan bentuk organisasi dari federatif menjadi kesatuan secara resmi
terwujud pada Kongres III FSPI yang diadakan pada tanggal 2-5 Desember di
Pondok Pesantren Al Mubarrak Manggisan, Wonosobo, Jawa Tengah. Pada saat itu,
10 serikat petani anggota FSPI mendeklarasikan diri untuk melebur kedalam
organisasi kesatuan yang bernama Serikat Petani Indonesia (SPI).
Tujuan Sosial-Ekonomi
1. Terjadinya perombakan, pembaruan, pemulihan dan penataan pembangunan
ekonomi nasional dan internasional, agar tercipta peri kehidupan ekonomi petani,

7

rakyat, bangsa dan negara yang mandiri, adil dan makmur, secara lahir dan batin,
material dan spiritual; baik dalam kebijakan maupun dalam kenyataan hidup seharihari
2. Bahwa peri kehidupan ekonomi yang mandiri, adil dan makmur tersebut hanya
dapat dicapai jika terjadi tatanan agraria yang adil dan beradab
3. Tatanan agraria yang adil dan beradab tersebut hanya dapat terjadi jika dilaksanakan
Pembaruan Agraria Sejati oleh petani, rakyat, bangsa, dan negara
Tujuan Sosial-Politik
1. Terjadinya perombakan, pembaruan, pemulihan dan penataan model pembangunan
politik nasional dan internasional, agar tercipta peri kehidupan politik yang bebas,
mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
mampu memajukan kesejahteraan umum, sanggup mencerdaskan kehidupan bangsa
dan sanggup untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia
2. Peri kehidupan politik tersebut hanya dapat dicapai jika rakyat berdaulat secara
politik baik dalam kebijakan maupun dalam kenyataan hidup sehari-hari
3. Kedaulatan politik rakyat tersebut hanya dapat dicapai jika petani berdaulat secara
politik baik dalam kebijakan maupun dalam kenyataan hidup sehari-hari
Tujuan Sosial-Budaya
1. Terjadinya perombakan, pembaruan, pemulihan dan penataan model pembangunan
kebudayaan nasional dan internasional, agar tercipta peri kehidupan budaya yang
berkemanusiaan, adil dan beradab
2. Peri kehidupan kebudayaan tersebut hanya dapat dicapai jika petani, rakyat, bangsa,
dan negara mengembangkan kebudayaan yang berkepribadian, mempunyai harkat,
martabat dan harga diri baik dalam kebijakan maupun dalam kenyataan hidup
sehari-hari dalam pergaulan nasional dan internasional

8

BAB III
ISI
3.1 Lemahnya Menjalankan Roda Organisasi Petani
Petani jika berusahatani secara individu terus berada di pihak yang lemah karena
petani secara individu akan mengelola usaha tani dengan luas garapan kecil dan terpencar
serta kepemilikan modal yang rendah. Sehingga, pemerintah perlu memperhatikan
penguatan kelembagaan lewat kelompoktani karena dengan berkelompok maka petani
tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun permodalannya.
Kelembagaan petani di desa umumnya tidak berjalan dengan baik ini disebabkan (Zuraida
dan Rizal, 1993; Agustian, dkk, 2003; Syahyuti, 2003; Purwanto,dkk, 2007):
1. Kelompoktani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis untuk
memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah,
sehingga lebih bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian
kelompok dan keberlanjutan kelompok.
2. Partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif
rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok
rendah (hanya mencapai 50%)

3. Pengelolaan kegiatan produktif anggota kelompok bersifat individu. Kelompok sebagai
forum kegiatan bersama belum mampu menjadi wadah pemersatu kegiatan anggota
dan pengikat kebutuhan anggota secara bersama, sehingga kegiatan produktif individu
lebih menonjol. Kegiatan atau usaha produktif anggota kelompok dihadapkan pada
masalah kesulitan permodalan, ketidakstabilan harga dan jalur pemasaran yang
terbatas.

4. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis social capital
setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian
dan pemberdayaan.

9

5. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan konsep cetak biru (blue
print

approach)

yang

seragam.

Introduksi

kelembagaan

dari

luar

kurang

memperhatikan struktur dan jaringan kelembagaan lokal yang telah ada, serta kekhasan
ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan.

6. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan pendekatan yang top
down, menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi masyarakat.

7. Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan
horizontal, bukan ikatan vertikal. Anggota suatu kelembagaan terdiri atas orang-orang
dengan jenis aktivitas yang sama. Tujuannya agar terjalin kerjasama yang pada tahap
selanjutnya diharapkan daya tawar mereka meningkat. Untuk ikatan vertikal
diserahkan kepada mekanisme pasar, dimana otoritas pemerintah sulit menjangkaunya.

8. Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung
individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontaktani memang lebih
murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja
kelompok misalnya, karena tidak ada social learning approach.

9. Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari
pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun
tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh
pada diri pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia.
3.2 Kurang Berfungsinya Sebagian Organisasi Petani Yang Ada

3.3 Organisasi Tani Kurang Mandiri
.

10

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

11

DAFTAR PUSTAKA