Revitalisasi BUMN Perkebunan Menghadapi masa

Revitalisasi BUMN Perkebunan
Menghadapi Era Globalisasi dan
Pasar Bebas

Oleh :

Hendri Arief Susanto

Jl. Megamanik No : 1, Desa Sindanglaya, Kec. Cimenyan
Kabupaten Bandung Jawa Barat

I. PENDAHULUAN
A. STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL

pembangunan
sektor agro
melalui
pendekatan
"resource based
economy" dan
"knowledge

based
economy"..

Bidang Pertanian dan Perkebunan merupakan bidang yang menghasilkan
komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat produk
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh
pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama. Seperti diamanatkan
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang
menegaskan landasan folisofi yang terkait dengan segala aktivitas
berbangsa dan bernegara Indonesia. Bahwa bumi, air dan segala yang
berada didalamnya merupalan pemberian Tuhan Yang Maha Esa bagi
rakyat Indonesia sebagai anugerah sekaligus amanah untuk dimanfaatkan
bagi sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat, saat ini dan dimasa
yang akan datang (fungsi kelestarian sumberdaya).
Dalam kerangka amanah dan pemanfataan sumberdaya pembangunan
bangsa Indonesia, pemerintah menerapkan agenda pembangunannya
dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang
berazaz pro-growth, pro-employment, pro-poor. 1 Pelaksanaan ketiga
konsep tersebut dirancang melalui :
1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi diatas 6,5 % per tahun melalui

percepatan investasi dan eksport;
2. Pembenahan sektor riil agar mampu menyerap tambahan angkatan
kerja dan menciptakan lapangan kerja baru;
3. Revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan agar mampu
berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Arah pembangunan sektor pertanian dan perkebunan secara umum
adalah upayapemulihan kembali perekonomian nasional melalui upaya
terobosan dengan merevitasliasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi
yang ada saat ini, serta menciptakan sumber-sumber pertumbuhan
ekonomi baru. Pertumbuhan ekonomi baru tersebut diharapkan berbasis
pada keunggulan komparatif bangsa Indonesia yang diolah menjadi
keunggulan kompetitif dalam percaturan dunia. Aras perubahan
paradigma pembangunan sektor agro melalui pendekatan "resource
based economy" dan "knowledge based economy" merupakan landasan
penting dalam pembangunan yang perlu didukung dan diterjemahkan
dalam
bentuk
yang
aplikatif
dilapangan.

Terutama
untuk
mengoptimalkan sumber daya ekonomi yang sudah ada dan
mengintergrasikan dengan inovasi perkembangan ilmu pengetahuan baru
untuk mendapatkan sumber daya ekonomi baru.
Revitalisasi terhadap sumberdaya ekonomi sektor agro yang sudah ada,
merupakan salah satu langkah penting yang feasible dan harus didukung
1

Departemen Pertanian, Rencana Pembangunan Pertanian 2006, Jakarta-Juli 2005.

1

semua pihak, karena upaya revitalisasi semua sektor akan mampu
mempercepat pemulihan ekonomi mayarakat yang saat ini sedang
mengalami penurunan.
Revitalisasi pertanian mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan
kembali dan membangun komitmen tentang arti penting sektor pertanian secara
proporsional dan kontekstual; dalam arti menyegarkan kembali vitalitas;
memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan

nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. (Rencana Pembangunan Pertanian
Tahun 2006, Departemen Pertanian 2005)
Pertanian
merupakan way of
life dan sumber
kehidupan
sebagian besar
masyarakat
Indonesia ..

B. KONDISI AKTUAL DAN PERMASALAHAN
Sektor Pertanian merupakan sektor yang sangat mendasar bagi
kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertanian merupakan way of
life dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia, maka
Indonesia adalah Negara agraris bukan sebutan yang tanpa dasar. Sebagai
Negara agraris, tentu membuktikan bahwa sektor pengaman ekonomi riil
bangsa Indonesia terletak di sektor ini. Sekilas dapat digambarkan
kontribusi sektor pertanian adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Kontribusi Sektor Pertanian
Sektor

Pertanian
Kelautan dan
Perikanan
Kehutanan

PDB (%)

Ekspor Non Migas (%)

Th 2000 Th 2003 Th 2000 Th 2003 Th 2004
15.6
15
5.67
5.33
5.73

Penyerapan Tenaga
Kerja (juta Naker)
Th 2004
34.97


2.3

2.5

3.51

3.47

-

3.37

1.6

1.5

-

-


-

2.3

Sumber : Peran Pertanian, Kelautan-Perikanan dan Kehutanan dalam Perekonomian Nasional,
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR-RI, Juni 2005.

Pertumbuhan sektor pertanian Indonesia turun 2,3%/tahun, sub-sektor
pangan merosot 0,5 %/tahun. Padahal sub-sektor ini memegang peran
sekitar 60% GDP pertanian atau sekitar 8% GDP sub-sektor tanaman
pangan. Sejak 1994, Indonesia beralih dari negara net food exporter
berubah menjadi net food importer. Pada periode 1998-2000, Indonesia
mengimpor pangan (net importer) sekitar US$ 863 juta/tahun, padahal
periode 1989-91, Indonesia mengekspor pangan (net exporter) sekitar
US$ 418 juta/tahun.2
Memang harus diakui sektor pertanian merupakkan tulang punggung
perekonomian bangsa yang mampu menyediakan bahan makanan atau
bahan baku bagi industri-industri pengelolaan. Kontribusi terhadap PDB

dan penyerapan tenaga kerja di bidang ini sangat signifikan. Selama
kurun waktu 1969 2004 dapat dikatakan kontribusi sektor agrobisnis
2

Sawit, H.Husein, 2003, dalam “Kegagalan Perundingan Pertanian WTO di Cancun : Peluang
atau Ancaman buat Ekonomi Rakyat”, Artikel Th.II.No. 8- November 2003.

2

mengalami penurunan cukup tajam. Penurunan tersebut dipengaruhi
oleh banyak faktor, diantaranya tentu faktor dari kinerja pelaku pelaku
bidang agribisnis yang semakin menurun seiring semakin tidak
berimbangnya faktor produksi lainnya seperti ; kondisi lahan dan
lingkungan, kondisi social budaya, tingkat SDM yang masih rendah dan
tidak berimbangnya pemerataan sehingga kemampuan komparatif
sumberdaya rakyat dan bangsa Indonesia tidak mampu di tingkatkan
menjadi kemampuan kompetitif.
60
Dalam bidang
subsektor

perkebunan,
Indonesia
mempunyai
peluang yang
sangat besar
untuk menjadi
produsen dan
sekaligus eksportir
komuditas
perkebunan..

40
20
0

1969

1974

1979


1984

1989

1994

1999

2004

Tahun

Keterangan : Hanya sampai pada triwulan I tahun 2004
Sumber : BPS, 2004 (dalam Sa id, E.Gumbira et al.2005)

Gambar 1 : Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDB Indonesia Tahun
1969-2004

Dalam bidang subsektor perkebunan, Indonesia mempunyai peluang yang

sangat besar untuk menjadi produsen dan sekaligus eksportir komuditas
perkebunan. Namun potensi tersebut masih belum dimanfaatkan secara
optimal.
Tabel 2 : Pertumbuhan Ekspor Produk-Produk Perkebunan Indonesia
Aspek
Pertumbuhan eksport
Pertumbuhan dunia (standar)
Pengaruh komposisi Produk
Pengaruh distribusi pasar
Pengaruh persaingan

Karet *
-0.417
0.050
-0.264
-0.113
-0.089

Minyak Sawit *
-0.202
-0.280
2.000
-2.076
0.154

Nilai
Kopi *
-0.449
-0.196
0.196
-0.243
-0.205

Kakao**
0.379
0.007
-0.016
0.045
0.277

Teh ***
-0.259
0.029
-0.032
-0.045
-0.211

Keterangan

*
Tahun 1996-2000
**
Tahun 1995-1999
***
Tahun 1997-2001
Sumber : Gumbira-Sa'id et al.,20004 dalam Agribisnis, Syariah Sa'id,.E.Gumbira dan Yayuk Eka
Prastiwi, 2005

Dibalik potensi yang sangat besar, sektor pertanian dan khususnya
subsektor perkebunan masih banyak menemui kendala, antara lain :

3

Rendahnya tingkat kesejahteraan pelaku (petani) sebagai pihak yang
paling dasar dan pelaku langsung kegiatan usaha pertanian/perkebunan.
Tingginya tingkat ketergantungan terhadap beras dan ketahanan pangan
di tingkat rumahtangga sebagian besar rakyat Indonesia, Rendahnya
produktivitas dari sektor ini serta masih rendahnya inovasi dan
pemahaman teknologi tepat guna yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan nilai barang dan jasa.
Setelah melihat potret / kondisi bidang pertanian tersebut, pemerintah
berusaha untuk mengambil langkah strategis jangka panjang dengan
menerapkan sendi-sendi kebijakan pembangunan berjangka dibidang
pertanian, kelautan dan perikanan serta kehutanan yang terangkum
dalam Peraturan Presiden republik Indonesa Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2005. Secara
umum kebijakan RPJM yang telah dirumuskan antara lain :
- Peningkatan kemampuan petani dan nelayan serta pelaku pertanian,
kelautan dan perikanan dan kehutanan serta penguatan lembaga
pendukungnya: (i) Revitalisasi penyuluhan dan pendampingan, (ii)
Menghidupkan dan memperkuat lembaga pertanian dan perdesaan,
dan (iii) Meningkatkan kemampuan SDM pertanian.
- Peningkatan ketahanan pangan yang mengarah pada (i) Swasembada
dengan peningkatan produktivitas penanaman dan pengendalian
konversi lahan dan Peningkatan jaringan jalan, irigasi dan
permodalan pertanian; (ii) Diversifikasi pangan; (iii) Peningkatan
ketersediaan dan konsumsi protein; (iv) Ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga dan pencegahan serta penanggulangan masalah
(gangguan ketahanan) pangan.
- Peningkatan produktivitas, produksi daya saing dan nilai tambah hasil
pertanian, perikanan dan kehutanan, dengan; (i) Memfokuskan pada
sub sektor/usaha yang memiliki 'sejarah' dan prospek pertumbuhan
tinggi sehingga meningkatkan pendapatan petani; (ii) Pengembangan
usaha pertanian dengan pendekatan kewilayahan terpadu dengan
konsep pengembangan agribinis sehingga terjadi Peningkatan skala
ekonomi, efisiensi dan mendukung perekonomian perdesaan dan
daerah; (iii) Meningkatkan dukungan dan insentif untuk meningkatkan
pasca panen dan pengolahan, standard mutu dan keamanan produk,
serta memberikan perlindungan terhadap petani dari persaingan yang
tidak sehat; (iv) Mengembangkan sistem pemasaran dan manajemen
usaha untuk mengelola resiko usaha.
Sudah saatnya keberpihakan kebijakan pemerintah melalui program
program revitalisasinya menjadi salah satu stimulan bagi pelaku
pertanian dan perkebunan Indonesia untuk kemudian dijadikan pedoman
dan ditindak lanjuti dalam usaha pembangunan di sektor agro berbagai
bidang, pelaku dan lokasi sesuai dengan kondisi setempat.

4

II. BUMN PERKEBUNAN
Diantara banyak pelaku yang bergerak di bidang pertanian khususnya
perkebunan, BUMN perkebunan adalah salah satu stake holder yang
relative dominant bila dibanding BUMS. Keberadaan BUMN perkebunan
sebenarnya merupakan wujud keberpihakan pemerintah dalam menata,
melindungi dan meningkatkan peran sektor ini dalam pembangunan
nasional. Keberadaan BUMN telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
19/2003 tentang BUMN dan dilengkapi dengan aturan pelaksananya
seperti ; Peraturan Pemerintah (PP) No.33 tentang tata cara privatisasi
perusahaan perseroan (persero); Peraturan Pemerintah (PP) No. 43
tentang penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan perubahan
bentuk badan hukum BUMN; Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 tentang
tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara pada BUMN dan
PT; Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 tentang pendirian, pengurusan,
pengawasan dan pembubaran BUMN. Berbagai aturan tersebut selain
untuk menempatkan eksistensi BUMN sebagai perangkat Negara juga
untuk dapat menyesuaikan dengan perubahan/perubahan kebijakanan
pemerintahan seperti adanya UU Otonomi Daerah.
Kontribusi BUMN ke daerah cukup signifikan karena BUMN adalah objek
dan subjek pajak pusat dan dikembalikan ke daerah dalam bentuk DAU.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, pajak-pajak dan Deviden dari
perolehan laba bersih BUMN di setor ke Kas Negara yang kemudian
dikembalikan ke Pemerintah Daerah dalam bentuk DAU. Selain itu, BUMN
diwajibkan membayar pajak di daerah yang meliputi PBB, kenderaan
bermotor dan retribusi lainnya yang diterima langsung Pemerintah
Daerah.
Selan itu kebijakan tentang BUMN adalah untuk mengoptimalkan efisiensi
BUMN di daerah agar pemerintah sebagai Regulator menciptakan
keamanan usaha yang kondusif. Upaya lainnya agar semua pihak
mengurangi pungutan-pungutan sehingga kinerja dan laba BUMN
meningkat yang pada gilirannya meningkatkan kontribusi BUMN ke
daerah dalam bentuk DAU, pajak dan retribusi daerah serta memperluas
lapangan kerja dan Multiplier Effect lainnya.
Berbagai payung kebijakan yang telah di keluarkan pemerintah
sebenarnya mengandung makna bahwa masih perlunya peningkatan
kinerja dan kontribusi dari BUMN khususnya perkebunan dalam
pembangunan nasional dalam ekskalasi yang lebih luas. Berbagai usaha
dan upaya sedang dilakukan saat ini, seperti adanya usaha penggabungan
beberapa BUMN yang dipandang tidak produktif atau kontra produktif
dalam pencapaian tujuannya. Padahal disatu sisi BUMN merupakan ujung
tombak dari pemulihan ekonomi nasional. Dengan adanya UndangUndang Nomor 19/2033 tentang BUMN masih mengatur BUMN sebagai
sebuah lembaga ekonomi negara dan tentunya masih belum cukup untuk

5

dapat memayungi aktivitas dalam bidang khusus perkebunan mengingat
masalah dan tantangannya sangat berbeda dengan sektor lainnya.
Dalam BUMN Summit yang berlangsung di Jakarta 26-27 Januari tahun
2005, Menneg BUMN Sugiharto mengatakan, pemerintah akan
menggabung sejumlah BUMN Pupuk dan BUMN Perkebunan masing-masing
dalam bentuk induk perusahaan (holding) guna meningkatkan
produktivitas, dan pendapatan. Diskursus penggabungan masing-masing
BUMN tersebut merupakan suatu kebutuhan guna menciptakan sinergi
baru, dalam rangka program revitalisasi BUMN yang diterapkan
pemerintah pada masa 2005-2009. diperkirakan sebanyak 54 BUMN akan
digabung menjadi 21 perusahaan, dan sisanya akan dipertahankan
menjadi perusahaan sendiri dan akan disatukan dalam sepuluh
perusahaan induk.
Reformasi Struktural dan Kultural di BUMN perkebunan, merupakan
prasyarakat pokok dan penting untuk meningkatkan performanya dalam
mengemban tanggugjawab sebagai lembaga Negara yang mempunyai
keberpihakan dalam membangun sektor perkebunan yang siap dan
mampu eksis dan bersaing di era globalisasi dan pasar bebas.

6

III. VISI DAN MISI

Dalam rangka meningkatkan performa pembangunan sektor pertanian
(khususnya subsektor perkebunan) yang selaras dengan cita-cita bangsa
Indonesia yaitu Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat untuk
mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran, meningkatkan daya
saing, membangun ketahanan pangan, membangun perdesaan,
membangun daerah dan mengurangi ketimpangan antar wilayah dan
melestarikan mutu lingkungan hidup, diperlukan visi dan misi yang jelas
dan mampu memberi kontribusi kuat terhadap komitmen terhadap
langkah-langkah operasional para pihak (stake holder) dalam memaknai
arti penting sektor agro secara proporsional, kontekstual dan
komprehensif sebagai bagian dari Sistem Pembangunan dan
Pemberdayaan Nasional.
Pemahaman terhadap kondisi sektor agro nasional akan memberi
gambaran yang tepat terhadap keberadaan masing-masing sektor dalam
konteks pembangunan nasional. Harapannya adalah dapat memberikan
variasi pilihan metode yang dapat berbeda antara sektor yang satu
dengan yang lainnya sesuai dengan spesifikasi kontens lokasi,
sumberdaya, teknologi, sosial budaya dan kelembagaan. Adapun visi misi
yang dapat kami kemukakan adalah sebagai berikut :
Visi : Menjadikan BUMN sektor agro menjadi perusahaan yang produktif,
efisien dan kompetitif sehingga dapat menjalankan fungsi
Ekonomi, Sosial dan Ekologi secara optimal dan berimbang.

kehidupan
pertanian berbasis
lahan bagi petani
adalah produk
budaya sebagai
masyarakat
agraris..

Misi : Membawa BUMN sektor agro menjadi perusahaan kelas dunia yang
memberikan kontribusi signifikan terhadap penghasilan devisa
Negara dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar khususnya dan
Indonesia pada umumnya.
Penyampaian Visi dan Misi tersebut didasarkan kepada kondisi aktual
yang terjadi saat ini dan harapan yang akan dicapai melalui programprogram kerja BUMN yang selaras dengan program strategis jangka
panjang pemerintah. Revitalisasi fungsi dan peran BUMN perkebunan
menjadi pilar yang dijadikan pedoman utama untuk mencapai kinerja
BUMN yang efektif, efisien, produktif dan kompetitif di era globalisasi
dan pasar bebas. Secara garis besar arah revitalisasi pertanian yang
diharapkan mampu dipenuhi meliputi :
- Arah masa depan petani berkaitan dengan: (a) Akses petani
terhadap layanan dan sumberdaya produktif; (b) Perlindungan
petani dalam melakukan aktivitas usaha pertanian; (c)
Peningkatan kemampuan dan keberdayaan petani untuk
mengembangkan aktivitas usaha pertanian yang dilakukannya;
dan (d) Peningkatan pendidikan, status gizi dan ketahanan
pangan petani serta kesetaraan gender yang baik.

7

-

-

.. mengembalikan
ideology pertanian
sebagai basis
kesejahteraan
rakyat bukan asas
bisnis pertanian
rakyat..

Arah masa depan usaha pertanian berkaitan dengan: (a)
Perlindungan dan kepastian hukum terhadap kegiatan usaha
pertanian; (b) Lingkungan usaha yang mendukung usaha
pertanian terutama berbagai peraturan terkait yang dapat
meningkatkan daya saing dan produktivitas usaha; dan (c)
Akses terhadap dukungan pembiayaan, informasi dan teknologi
yang aktual dan sesuai dengan perkembangan usaha dan
dinamika bisnis.
Arah masa depan produk dan bisnis pertanian berkaitan
dengan perannya dalam: (a) Membangun ketahanan pangan
masyarakat yang terkait dengan aspek-aspek: pasokan
produksi, pendapatan, keterjangkauan dan kemandirian; (b)
Sumber pendapatan devisa yang terkait dengan keunggulan
komparatif dan kompetitif di pasar internasional; (c)
Penciptaan lapangan usaha dan pertumbuhan baru yang terkait
dengan peluang peningkatan usaha baru; dan (d)
Pengembangan produk baru yang terkait dengan isu global dan
pengembangan ke depan.

Bentuk revitaliasi tetap mengacu dan berkaitan dengan arah masa depan
petani/masyarakat disekitar kawasan dan Indonesia pada umumnya
dengan mengembalikan ideology pertanian sebagai basis kesejahteraan
rakyat bukan asas bisnis pertanian rakyat. Pemahamannya adalah
sebagai berikut, bahwa kehidupan pertanian berbasis lahan bagi
petani/pelaku mayarakat di Indonesia bukan merupakan produk system
bisnis, tapi adalah produk budaya sebagai mayarakat agraris yangtelah
dilakukan sejak turun temurun. Jadi pemahaman terhadap budaya
bertani bukan budaya bisnis seperti yang digambarkan oleh banyak pihak
dengan mengambil potret petani sebagai pelaku bisnis yang banyak
berkembang di Negara yang sudah maju.
Dalam konteks pemikiran ini peningkatan kesejahteraan masyarakat
petani menjadi sebuah proses jangka panjang dan merupakan proses
evolusi perubahan paradigma yang tidak semerta-merta di ukur melalui
indikator ekonomi. Peran BUMN Perkebunan tidak hanya mengelola
faktor produksi (SDM dan Lahan Pertanian) namun juga diharapkan
mampu memberikan fasilitasi dan perlindungan terhadap pertanian
sebagai budaya dari ancaman globalisasi berupa komersialisasi yang
hanya menekankan kepada pemanfataan faktor produksi yang murah
untuk mendapatkan nilai keuntungan yang besar. Hal ini lah yang selalu
menjadi keunggulan bangsa Indonesia, namun secepatnya harus dirubah
menjadi keunggulan kompetitif dengan meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia.
Aras masa depan pelaku usaha bidang pertanian (agrobisnis), hal ini yang
menjadi salah satu kunci keberhasilan sektor agro dalam peningkatan
persaingan produksi barang dan jasa. Aras ini mengandung makna

8

penguatan kelembagaan sebagai fungsi ekonomi produksi. Lembaga
pelaku bisnis di subsektor perkebunan hendaknya menjelma menjadi
lembaga ekonomi yang efisien dan produktif dengan meningkatkan nilai
produksi dan jasa melalui adopsi ilmu dan teknologi yang sudah
berkembang dan mampu menjadikan keunggulan budaya, lahan dan jenis
produk (keunggulan komparatif) yang sudah ada menjadi keunggulan
kompetitif dalam bidang teknologi.
BUMN sebagai aktor ekonomi
hendaknya menjelma menjadi lembaga ekonomi yang terbebas dari
segala bentuk interfensi (terutama politik kekuasaan), dengan adanya
aturan main yang jelas (peraturan perundangan) diharapkan akan
menghindari kinerja BUMN sebagai mesin pendukung politik kekuasaan.
Adanya keberpihakan Negara dan iklim usaha yang kondusif akan
membawa BUMN menjadi lebih professional dalam melakukan fungsi dan
tugasnya.
Aras masa depan produk dan bisnis pertanian khususnya subsektor
perkebunan, revitalisasi BUMN Perkebunan dalan koridor ini masih sangat
kompleks dan dalam proses perdebatan. Harapan utama segara
dibuatnya aturan khusus mengenai perkebunan, sehingga fungsi untuk
mendapatkan devisa dapat tercapai namun eksistensi masyarakat petani
yang berfungsi sebagai pilar pembangunan tidak termarginalkan.
Kepatian hukum dan legalitas masih menjadi pekerjaan rumah yang
harus secepatnya terselesaikan sehingga tidak menggaggu proses
pengembangan / inovasi pengembangan produk perkebunan sebagai buah
hasil akhir adanya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi guna
peningkatan daya kompetensi BUMN Perkebunan dalam menghadapi era
globalisasi dan pasar bebas.

9

IV. TANTANGAN DAN PELUANG
A. TANTANGAN
- Dunia perkebunan menghadapi tantangan sangat berat, yaitu tren
harga riil produk-produk primer seperti perkebunan yang terus
menurun. Sebagai ilustrasi indeks harga riil produk primer pada tahun
1870 adalah 120, tahun 1990 menjadi 60. Apabila diasumsikan tren ini
berlanjut, pada 2090 nilainya menjadi nol. Hal sebaliknya terjadi
pada produk olahannya.
- Permasalahan lainnya adalah meningkatnya kelangkaan sumber daya
lahan akibat peningkatan penduduk yang sangat cepat. Pada tahun
2020 diperkirakan penduduk Indonesia lebih dari ± 270 juta jiwa,
meningkat lebih dari 60 juta jiwa dari sekarang.
- Permasalahan kemiskinan, keterbelakangan, kesenjangan, dan
menanggung jumlah pengangguran yang sangat besar, serta kerusakan
lingkungan hidup yang parah.
- Dalam upaya mempercepat dan mempertajam visi pengembangan dan
aplikasi teknologi, perlu ditingkatkan lagi penelitian dan
pengembangan. Berdasarkan hasil penelitian LIPI tahun 1996,
kontribusi penelitian dan pengembangan kita terhadap PDB paling
kecil dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Seperti Jepang
kontribusi Litbangnya adalah 2,8 % terhadap PDB. Kemudian Korea
Selatan 2,2 %, Taiwan 1,7 %, Singapura 1,3 %, Cina 0,7 %, sedangkan
Indonesia hanya 0,16 %.
- Diversifikasi produk perkebunan masih sangat terbatas, sampai saat
ini masih didominasi oleh produk-produk minyak sawit, karet, kakao,
kopi dan tembakau.
- Pangsa Ekspor Agroindustri rata-rata masih dibawah ± 10 %, walaupun
ada peningkatan nilaieksport komuditas hanya didominasi jenis
tertentu.
B. PELUANG
Sebagai negara agraris yang besar dengan potensi sumber daya alam
yang beragam, Indonesia mempunyai berbagai peluang untuk mencapai
tujuan pengembangan sektor perkebunan secara berkelanjutan sebagai
berikut :
- Keragaman sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang besar
yang dapat dimanfaatkan melalui pemanfaatan dan pengembangan
produk .
- Perkembangan teknologi yang pesat dalam berbagai aspek ; produksi,
pasca panen dan pengolahan, distribusi, pemasaran
untuk
meningkatkan kapasitas produksi, produktivitas dan efisiensi.
- Perubahan manajemen pembangunan dan pemerintah kearah
desentralisasi dan partisipasi masyarakat yang memudahkan
pencapaian kemandirian produksi dengan memperhatikan sumber
daya, kelembagaan dan budaya lokal.

10

V. Tinjauan Strategi BUMN
Perkebunan

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh BUMN Perkebunan
dalam menapak era-globalisasi dan pasar bebas dapat di tinjau dari
beberapa aspek, yaitu : 1) Sejarah Perkebunan di Indonesia, 2)
Pemberdayaan Masyarakat, 3) Kelembagaan dan Manajemen, 4) Kualitas
Sumberdaya Manusia, 5) Sistem Pengawasan.
A. SEJARAH PERKEBUNAN INDONESIA
Dengan melihat sejarah perkebunan, mungkin kita akan mendapatkan
gambaran potensi dan perjalanan panjang pengelolaan perkebunan di
Indonesia. Tinjauan kesejarahan diharapkan mampu memberi batasanbatasan substansial terhadap budaya dan potret kehidupan masyarakat
yang terlibat didalamnya. Sejarah mencatat bahwa adanya penjajahan di
Indonesia dikarenakan hasil bumi yang melimpah dan berkualitas
sehingga melalui transaksi perdagangan antara pedagang asing dengan
kaum pribumi memunculkan jaringan perdagangan yang kita kenal
dengan sebutan VOC (Verenidge Oostindische Compagnie). Hegemoni
penjajahan mulai terbentuk dengan munculnya tanam paksa oleh
pemerintah Hindia Belanda.

Peran pemerintah
dalam mendorong
perkebunan besar
ini, baik BUMN
maupun swasta
sangat besar ..

Agrarisch Wet 1870 merupakan cikal bakal perusahaan perkebunan besar
yang roh dan jiwanya hingga sekarang masih hidup, sebagaimana dapat
dilihat dalam struktur ekonomi dualistik. Dalam struktur ini kehidupan
perusahaan besar yang dicirikan oleh manajemen dan organisasi modern
berdampingan dengan perkebunan rakyat yang dilaksanakan oleh para
pekebun kecil yang sederhana dan "tradisional". 3
Sekitar 100 tahun setelah Agrarisch Wet 1870, yaitu tahun 1970-an,
pemerintah mulai mengembangkan perkebunan besar badan usaha milik
negara (BUMN) dengan menggunakan pinjaman luar negeri. Pola
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) dikembangkan. Pada 19801990-an awal perusahaan besar swasta mulai masuk perkebunan,
didukung oleh Program Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN). 4
Peran pemerintah dalam mendorong perkebunan besar ini, baik BUMN
maupun swasta sangat besar, sebagaimana dapat dilihat dalam
perkembangan luas areal. Luas areal kelapa sawit milik BUMN dan swasta
pada 1968 masing-masing hanyalah 79 ribu dan 41 ribu hektar. Tahun
2002 luas areal perkebunan milik BUMN dan swasta masing-masing
menjadi 545 ribu dan 2,3 juta hektar.5 Dengan berakhirnya dukungan
3

Pakpahan, Agus.,2004
Ibid,
5
Ibid,
4

11

pembiayaan untuk investasi di bidang perkebunan, percepatan investasi
terlihat menurun.
Akibat dari stimulan yang telah dilakukan pemerintah terhadap
perkebunan besar ternyata berdampak pula pada berkembangnya
perkebunan rakyat secara mandiri. Perkembangan ini dipicu karena
pemerintah mampu memberikan iklim yang baik dan adanya prioritas
program pengembangan perkebunan di daerah-daerah.

.resolusi
terhadap konflik
sumberdaya dan
peran antara
pelaku bisnis
perkebunan

Kemajuan perkebunan yang sangat pesat, khususnya kelapa sawit, tidak
dapat dimungkiri berkat dorongan pemerintah dengan segala perangkat
kebijaksanaannya, mulai dari lahan perkebunan hingga pembiayaannya
yang disubsidi. Dengan jumlah pengangguran yang sangat besar,
prasarana dan sarana yang tertinggal di daerah pedesaan, kemiskinan
dan kesenjangan sosial, serta kerusakan lingkungan hidup, yang semua
itu tidak dapat diselesaikan oleh mekanisme pasar (persaingan),
pemerintah perlu mengambil inisiatif dalam mengatasi hal ini.
Diperlukan sikap yang lebih bijaksana bagi pemerintah dan pelaku
perkebunan melalui resolusi terhadap konflik sumberdaya dan peran
antara pelaku bisnis perkebunan yang sudah ada dengan masyarakat atau
lembaga rakyat yang ada disekitar kawasan. Benang merah yang harus
dipegang oleh para pengambil kebijakan adalah bahwa persoalan
perkebunan yang dalam sejarahnya selalu berakhir dengan marginalisasi
petani / masyarakat sekitar bukan semata-mata persoalan pasar (suplai
dan kebutuhan) namun lebih kepada persoalan budaya berkebun dan
keberpihakan terhadap petani/organsisasi lokal sebagai patner kerja
yang setara dan berimbang.
B. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Amanat terhadap pemberdayaan masyarakat mengandung makna bahwa
BUMN Perkebunan dalam menjalankan usaha harus mampu memberi
kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan terhadap petani/
masyarakat yang ada disekitarnya dengan cara pelibatan masyarakat
sebagai komponen produksi yang tidak terpisahkan dan sebagai sasaran
utama. Komponen produksi yang dimaksud bukan hanya melihat
masyarakat sebagai individu dalam penyerapan tenaga kerja, namun
memasukkan masyarakat sebagai satuan komunitas yang memiliki tata
nilai dan budaya dengan cara penguatan terhadap kelembagaan
masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial budaya.
Kunci sukes dari pembangunan dan pemberdayaan masyarakat bukan
hanya terletak pada keserasian
kerjasama antara seluruh unsure
stakeholder, melainkan pada paradigma baru pemberdayaan yang benarbenar mampu mengisi kepentingan era Indonesia menghadapi globalisasi
dan pasar bebas, yang rumusannya banyak menyikapi tuntutan
perkembangan ke depan yang lebih humanistik. Semua itu bertumpu

12

pada keyakinan bahwa masyarakat mempunyai modal sosial serta
berkemampuan untuk mendayagunakan seluruh potensinya.
Untuk mendukung upaya pemberdayaan tersebut diperlukan prinsipprinsip yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pemberdayaan dalam
pengembangan BUMN perkebunan yaitu : debirokratisasi, partisipasi,
privatisasi, transparansi, akuntabilitas, desentralisasi, pemberdayaan
yang bertumpu pada penguatan kapasitas local, meningkatkan aspirasi
hidup, program yang berskala besar (multi sektoral, multi fungsi dan
muti pelaku), program yang integralistik (menyeluruh), melibatkan
perempuan (bebas jender) dan pemanfaatan organisasi lokal. 6 Namun
dalam implementasinya perlu disikapi secara kritis, karena peran dan
fungsi BUMN Perkebunan sangatlah kompleks sebagai sumber devisa,
agen pembangunan pemerintah, katalisator pengembangan usaha
pertanian (agribisnis) sekaligus fungsi perlindungan dan keberpihakan
kepada masyarakat (Negara).
Komitmen diri bagi pelaku pemberdayaan danpembangunan sangat
penting dan menjadi syarat pokok dalam menjalankan prinsip-prinsip
pemberdayaan diatas. Sebaik apapun program revitalisasi BUMN dan
pemberdaya masyarakat, tanpa disertai dengan komitmen, etika dan
moral, maka semua akan sia-sia dan sepanjang itu pula permasalahan
akan selalu ada. Kegagalan yang selama ini ditemui dalam programprogram pemberdayaan adalah hilangnya Etika Pemberdayaan bagi
pelaku pemberdayaan dan pembangunan.
C. KELEMBAGAAN DAN MANAJEMEN
Keberhasilan dan kegagalan pembangunan perkebunan dipengaruhi oleh
efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang
meliputi aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian
serta koordinasi berbagai kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi
dalam aspek manajemen adalah:
1. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya
dan mudah diakses yang diperlukan untuk perencanaan
pengembangan perkebunan;
2. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan
masyarakat kecil di bidang perkebunan (BUMN bukan sekedar funsi
dan peran sebagai badan usaha Negara semata namun masih
diperlukan perangkat hukum yang melingkupi aktivitas perkebunan
yang kompleks dan mempunyai sejarah panjang di Indonesia);
3. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam
lingkup instansi dan antar instansi, subsektor, sektor, lembaga
pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar daerah.
Hal ini berpengaruh terhadap pola keterpaduan model pengusahaan

6

Jamasy, Owin., 2001. dalam Pembangunan Pertanian Melalui Pemberdayaan Masyarakat Desa,
hal 6-7.

13

dan pengelolaan perkebunan sebagai sebuah bangunan system
agribisnis yang multi pihak.

Komunitas Petani
Lembaga
Pengaturan
Lembaga
Pelayanan

Lembaga
Agribisnis
Swasta / LSM
Usaha Tani/
Kebun

Kelompok Tani

Lembaga
Penelitian

Lembaga
Penyuluhan

Sumber : Sumarjo,. et al, 2004

Gambar 2 : Keterkaitan antar lembaga pengembangan system
agribisnis

Salah satu model keterpaduan kelembagaan pendukung system agribisnis
seperti dalam gambar, dapat memberi penjelasan bahwa diperlukan
bentuk keterpaduan antar pihak yang sebelumnya telah dikondisikan
dengan baik dan disertai komitmen tentang peran masing-masing
lembaga.
Penguatan kapasitas kelembagaan sangat erat kaitannya dengan aspek
manajemen. Untuk menunjang visi dan misi yang telah ditetapkan,
kapasitas kelembagaan BUMN Perkebunan harus ditingkatkan. Dalam
rangka proses pemberdayaan petani dan lembaga lokal, kelembagaan
BUMN perlu melakukan kerjasama dengan lembaga/pihak lain, khususnya
lembaga-lembaga lokal dimana BUMN tersebut melakukan aktivitasnya.
Kelembagaan lokal yang dimaksud bukan kelembagaan instan yang
dibentuk pemenuhan proyek, namun lembaga yang sudah mempunyai
nilai-nilai atau norma-norma tertentu sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat.
Dengan demikian peningkatan kelembagaan
ditingkat lokal akan sinergis dengan aspek pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat petani setempat (sebagai individu petani
maupun sebagai bagian dari kelompok masyarakat).

14

Dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan BUMN, sebaiknya
menggunakan fasilitator publik yang secara langsung tidak mempunyai
nilai kepentingan terhadap aktivitas usaha perkebunan yang dilakukan
oleh BUMN. Sehingga diharapkan dapat menghindari adanya parkatikpraktik KKN yang selama ini selalu melekat dan menjadi icon BUMN.
Peningkatan kapasitas kelembagaan dilakukan melalui 2 aras, yaitu aras
horisontal dan aras vertikal. Aras horisontal yaitu pengembangan
jaringan kerjasama dengan lembaga yang levelnya sama dan mampu
mendukung usaha produksi yang diemban BUMN Perkebunan sebagai
lembaga ekonomi pemerintah. Sedangakan aras vertikal dilakukan
terhadap lembaga-lembaga yang cakupan kegiatannya lebih luas dan
atau posisinya lebih tinggi. Jaringan semacam ini sangat penting,
terutama agar pelayanan yang diberikan oleh BUMN Perkebunan dapat
terus berkembang, selalu aktual sesuai dengan perkembangan
masyarakat baik secara ekonomi-pasar maupun dinamika sosial-kultural.
Jaringan yang luas akan membuka cakrawala pemikiran-pemikiran baru,
sehingga alternatif solusi yang dihadapi BUMN Perkebunan untuk ekspansi
pasar maupun produksi dalkam bentuk baru yang lebih efektif dan
efisien.
D. KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA
Kualitas sumberdaya manusia adalah aset yang sangat berharga, oleh
karena itu setiap program-program revitalisasi perkebunan harus
didukung oleh ketersediaan SDM yang cukup dan kompeten. Dalam
rangka peningkatan SDM dapat dilakukan melalui upaya-upaya pelatihan
yang diantaranya dapat dilakukan melalui metode a dispersed approach
yaitu pendekatan yang memungkinkan
semua stakeholder BUMN
Perkebunan mampu mengenal inovasi baru (informasi dan teknologi)
yang dintroduksi oleh lembaga-lembaga riset dan pengembangan
(lembaga penelitian). Sedangkan pendekatan yang sudah lajim
diterapkan adalah melalui metode a concentrated approach yaitu
pendekatan terpusat dan struktural yang biasa kita kenal dengan
munculnya pusat-pusat pelatihan. Namun hal ini perlu dicermati kembali
karena banyak mengeluarkan biaya (inefisien) dan kadang tidak
signifikan dengan hasil yang diharapkan. Pendekatan a concentrated
approach dapat dilakukan terutama pada bentuk-bentuk peningakatan
kapasitas manusia yang lebih spesifik.
Upaya peningkatan kualitas sumberdaya tidak hanya menekankan kepada
kemampuan dan keahlian, namun perlu juga dilakukan pembinaan
terhadap pola pikir atau reorientasi yang selama ini lebih didominasi
pada pola birokrasi yang bekerja semata-mata demi penghasilan (uang)
dan rejim yang sedang berkuasa. Perlu perubahan kearah pekerjaan
untuk memenuhi kesejahteraan client, dengan harapan kehadiran BUMN
Perkebunan selalu eksis dimata stakeholder-nya, baik masyarakat petani,
masyarakat umum serta konsumen sebagai prasyarat membangun
keunggulan kompetitif dipasar global.

15

E. SISTEM PENGAWASAN
Kesan BUMN Perkebunan yang lamban, birokrastis, sarang KKN dan
merupakan produk politik kekuasaan perlu di kikis dengan menerapkan
sistem pengawasan yang baik, independen dan penuh dengan komitmen
terhadap pemberantan KKN. Pembenahan terhadap sistem pengawasan
menjadi salah satu proses revitalisasi menuju BUMN yang produktif,
efisien dan kompetitif, sektor pengawasan diharapkan akan mengurangi
dampak biaya ekonomi tinggi yang selama ini menjadi kendala akut di
badan usaha ekonomi negara ini. Syarat pengawasan yang efektif dan
efisien adalah adanya transparansi, namun untuk memenuhi syarat
tersebut bukan hal yang mudah, oleh karena itu sistem pengawasan
dibenahi sambil berevolusi kearah pertanggung jawaban terhadap publik.
Sistem pengawasan dapat dimulai dengan 2 pendekatan, yaitu :
pengawasan internal dan pengawasan publik. Pengawasan internal lebih
menekankan kepada upaya pengawasan proses dan aktivitas produksi
BUMN Perkebunan dalam memenuhi tujuannya sesuai dengan aturan,
nilai dan perangkat hukum yang melekat sebagai badan usaha milik
negara. Yang menjadi hak kritis dalam pengawasan internal adalah
penentuan atribut pengawasan. Penentuan atribut pengawasan harus
mempertimbangkan efektifitas dan bias dari perangkat pengawasannya,
untuk menghindari adanya informasi yang tidak akurat sebaiknya atribut
pengawasan di tentukan berdasarkan proses semua kegiatan dari
perencanaan sampai pada pelaksanaan dan pengawasan. Penentuan dan
uraian terhadap atribut pengawasan sebaiknya dilakukan oleh pihak ke-3
yang terlepas dari bias kepentingan internal BUMN.
Pengawasan publik dapat diartikan sebagai bentuk mekanisme
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga publik seperti yang sudah
dilakukan saat ini. Namun hal yeng perlu di kembangkan adalah bentuk
komunikasi publik sehingga lembaga BUMN dapat berkomunikasi secara
bebas dan terbuka dengan konstituennya berkaitan dengan aktivitas dan
program yang dilaksanakan. Membuka ruang komunikasi publik adalah
cara yang efektif untuk mengetahui dengan cepat mengenai dampak
ativitas maupun masukan yang berasal dari publik terhadap adanya
indikasi-indikasi pelanggaran yang dilakukan perangkat BUMN dalam
melaksanakan aktivitasnya. Kanalisasi informasi publik merupakan awal
yang baik untuk mengembangkan budaya transparansi, dengan harapan
icon BUMN yang selama ini negatif dapat dikurangi melalui terobosanterobosan sistem pengawasan yang efektif.

16

VI. PENUTUP
Dengan memperhatikan Pedoman Revitaliasi Pertanian, Pedoman
Revitalisasi BUMN dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah, maka
kebijakan dan program yang akan ditempuh dalam membangun BUMN
Perkebunan yang produktif, efisien dan kompetitif dengan
mengoptimalkan sumberdaya yang sudah ada. Prinsip keseimbangan
dalam menjalankan aktivitas baik ditinjau dari sisi ekonomi, sosial dan
lingkungan, adalah keniscayaan BUMN Perkebunan akan siap dan mampu
berkompetisi dalam era globalisasi dan pasar bebas. Secara garis besar
kebijakan dan program yang harus dioptimalkan meliputi :
- Intensifikasi perkebunan, mengotimalkan luas lahan perkebunan yang
sudah ada melalui adaptasi pengebangan ilmu dan teknologi, sehingga
dapat diterapkan dengan tetap menjaga kesimbangan ekonomi, sosial
dan lingkungan;
- Diversifikasi produk perkebunan, indikator peningkatan nilai tidak
dibarengi dengan penguasaan pangsa produk, Indonesia mempunyai
potensi keanekaragaman hayati yang tinggi dan masih banyak produk
unggulan yang belum teridentifikasi;
- Pedekatan Investasi dibaringi dengan pendekatan konsumsi domestik,
pengembangan perkebunan melalui investasi memang masih menjadi
primadona namun perlu juga dipertimbangan dengan upaya
peningkatan konsumsi domestik yang sangat potensial;
- Peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan ekonomi
rakyat, dampak pemberdayaan adalah peningkatan kesejahteraan
yang sesuai dengan karaketeristik dan kualitas SDM, bukan
menciptakan ketergantungan, melainkan memicu keberdayaan
terhadap kemampuan konsumsi yang layak sesuai dengan dinamika
dalam masyarakat itu sendiri;
- Revitalisasi manajemen dan kelembagaan melalui peningkatan
kapasitas lembaga serta kanalisasi terhadap komunikasi publik,
sehingga manajemen pengawasan lebih efektif dan efisien serta
mampu mengurangi parktik-praktik KKN melalui re-biroktatiasi BUMN
Perkebunan kearah transparansi dan dapat dipertangungjawabkan;
- Peningkatan kualitas sumberdaya manusia, sebagai pilar utama dalam
menjalankan program dan aktivitas bisnis dan pemberdayaan
masyarakat, melalui transformasi informasi dan teknologi secara
langsung dan transparan kepada stakeholder BUMN Perkebunan dan
secara terpusat pada keahlian yang memerlukan spesifikasi tertentu.
Upaya revitalisasi BUMN Perkebunan adalah upaya perubahan yang
menyeluruh dan terencana secara bertahap. Diawali dengan komitmen
yang tegas terhadap usaha perbaikan oleh para pihak yang telibat
didalamnya. Sehingga akan tercipta BUMN yang sinergis dengan program
pemerintah dan mampu eksis mengahadapi era globalisasi dan pasar
bebas.

17

PUSTAKA
1.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Perubahannya

3.

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Indonesia Tahun
2005.

2.
4.

Undang-Undang Nomor 19 Tahgun 2003 Tentang BUMN

Anonim. 2005.Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2006.
Departemen Pertanian. Jakarta.

5.

______.

6.

Mangunjaya, Fachruddin.M. 2005.Konservasi Alam Dalam Islam.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

7.
8.
9.
10.

2005. Peran Pertanian, Kelautan-Perikanan dan
Kehutanan Dalam Perekonomian Nasional. Kementrian
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.

Sa id, E.Gumbira dan Yayuk Eka Prastiwi. 2005. Agribisnis Syariah
Manajemen Agribisnis Dalam Prespektif Syariah Islam.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumarjo, Jaka Sulaksana dan Wahyu Aris Darmono. 2004. Teori
dan Praktek Kemitraan Agribisnis. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Jamasy, Owin.et al (ed.). 2001. Pembangunan Pertanian Melalui
Pemberdayaan Masyarakat Desa. Bina Swadaya. Jakarta.

Mubyarto dan Awan Santosa. 2003. Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan. Makalah Konperensi Komisi Pengembangan
Sosial Ekonomi Waligereja Indonesia Yogyakarta 12
September 2002, Artikel TH.II-No.03-Mei 2003.Jakarta.

18