Definisi Tujuan dan Model Kebijakan Luar

KEBIJAKAN LUAR NEGERI
Makalah ini Ditujukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah:
Politik Internasional

Dosen Pengampu:
Andar Nubowo, DEA

Oleh :
Auditya Rachmaniyah
111 211 3000 008
Khairi Fuady
111 111 3000 043
Labib Syarief
111 211 3000 033
Muhammad Sulthon
111 111 3000 031
Nurvika Vidyana Kesuma
111 211 3000 026

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR

Segala Puji Bagi Allah Swt yang telah menganugerahkan segala nikmat, di antaranya
nikmat Islam, Iman dan sehat. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Kebijakan
Luar Negeri” dengan baik. Shalawat serta salam, dihaturkan kepada Nabi Muhammad saw,
Nabi akhir zaman, yang membawa umatnya dari zaman yang penuh kegelapan, tanpa adanya
ilmu, ke zaman yang terang benderang, dengan banyaknya ilmu.

Makalah ini membahas pentingnya instrumen kebijakan luar negeri sebagai alat
analisis dinamika politik internasional. Kami selaku penulis berterimakasih kepada semua
pihak yang mendukung untuk penyelesaian makalah ini. Terima kasih kepada Bpk. Andar
Nubowo selaku dosen yang membimbing, mengarahkan dan mengajarkan Politik
Internasional yang sangat bermanfaat. Penulis memohon maaf, apabila makalah ini terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini. Penulis
berharap makalah ini


bisa bermanfaat, khususnya untuk kalangan akademik, baik itu

mahasiswa dan dosen.

Jakarta, 5 April 2014,
Penulis,

Kelompok V

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................... 1


A.
B.
C.
D.
E.
F.

BAB II

PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.

BAB III

Rumusan Masalah ................................................................................. 1
Tujuan dan Manfaat .............................................................................. 1
Tinjauan Pustaka ................................................................................... 2

Kerangka Teori ..................................................................................... 2
Metode Penelitian Makalah ................................................................... 2

Pengertian Kebijakan Luar Negeri .................................................... 3
Kapabilitas Negara dan Kebijakan Luar Negeri ..................................... 4
Proses Perumusan Kebijakan Luar Negeri ............................................. 8
Model Kebijakan Luar Negeri ............................................................... 8
a. Faktor Psikologi dalam Kebijakan Luar Negeri .................................. 9
b. Rational Decision Actor Making Model ........................................... 11
1. Rational Actor Model .......................................................... 11
2. Organizational Process Models ........................................... 13
3. Bureaucratic Political Models.............................................. 13
c. Faktor Domestik ............................................................................. 14
a) James N. Rosenau ..................................................................... 14
b) Alex Mintz ................................................................................ 15
d. Faktor Sistem Internasional dalam Kebijakan Luar Negeri ............... 16

PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................19
B. Saran .................................................................................................. 19


DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. iii

ii

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasca Westphalia muncul state sebagai entitas baru yang memiliki kedaulatan dan terdiri
dari pemerintahan, rakyat, teritorial, dan diakui oleh negara lain. Waktu terus berjalan,
manusia terus memperbaiki peradabannya dengan menemukan teknologi yang berdampak
pada kecanggihan alat militer. Hingga terjadi perang dunia satu dan dunia kedua dengan
intensitas korban yang banyak akibat canggihnya alat militer. Oleh karena itu, politik
internasional mengkaji bagaimana pola interaksi dunia antar negara terjadi, baik itu berupa
perang, diplomasi, dan lainnya.
Salah satu instrumen penting dalam menganalisa tindakan negara dalam sistem
internasional adalah melalui kebijakan luar negerinya. Bila kita mengetahui kebijakan luar

negeri mengetahui kita akan membaca arah politik internasional saat ini. Maka dari itu,
makalah ini akan membahas pengertian kebijakan luar negeri dari berbagai tokoh yang ahli
dalam bidangnya, tujuan dan proses dibuatnya, mengkaji tindakan tiap negara dalam sistem
internasional, serta model-model kebijakan internasional

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan yang dijelaskan di atas, agar pembahasan tidak melebar, rumusan
masalah akan dikerucutkan kedalam beberapa pertanyaan, sebagai berikut:
1.

Apa pengertian kebijakan luar negeri?

2.

Apa tujuan dilakukakannya kebijakan luar negeri?

3.

Bagaimana kapabilitas negara mempengerahi kebijakan luar negerinya?


4.

Apa saja model kebijakan luar negeri?

C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penyusunan makalah ini, untuk membahas dan menganalisa kebijakan luar
negeri sebagai instrumen setiap tindakan negara dalam politik internasional. Dilihat
berdasarkan kapabilitas yang dimiliki serta model-model kebijakan luar negeri. Sedangkan
manfaat makalah ini, untuk menambah wawasan bagi akademisi, baik itu mahasiswa dan

2

dosen, tentang dinamika pergerakan negara dalam politik internasional berdasarkan kacamata
kebijakan luar negerinya.

D. Tinjauan Pustaka
Dalam menjelaskan tiap bagian dalam makalah, penulis mengambil dari informasi
primer berupa buku, dari beberapa tokoh, di antaranya, K. J. Holsti, James N. Rosenau,
Graham T. Allison, Alex Mintz, serta lainnya. Untuk memperjelas tinjauan teoritis dengan
kasus, maka penulis mengambil dari beberapa media massa, sehingga penyusunan makalah

ini terarah dang kongkrit.

E. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan untuk menganalisa kasus-kasus yang berfokus pada
kebijakan luar negeri, sehingga perlu dijelaskan secara terperinci tentang pengertian
kebijakan luar negeri, serta melihat model-model kebijakannya yang menyebabkan mengapa
negara melakukan tindakan tersebut. Kerangka teori diambil dari tokoh-tokoh termuka di
antaranya, K. J. Holsti, James N. Rosenau, Graham T. Allison, Alex Mintz, serta lainnya.
Sehingga memudahkan penulis menganlisis setiap kejadian KLN dalam politik internasional

F. Metode Penelitian Makalah
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, sebab pemaparan dalam
penelitian ini berbentuk penggambaran secara rinci dan mendalam, serta menganalisisnya
dalam bentuk kalimat. Interpretasi penelitian berdasarkan fakta dan literatur yang telah
dikumpulkan.
2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi literatur. Literatur di
antaranya buku, jurnal, dan lain-lain. Sebagai sumber penelitian yang menjadi patokan dalam
pembahasan data. Di samping itu, internet sebagai tambahan yang tidak ada dalam literatur,

dan pendukung data yang sudah disumbangkan sumber primer.

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Kebijakan Luar Negeri
Menurut Joshua Goldstein mengatakan bahwa pengertian Kebijakan Luar Negeri adalah
kebijakan luar negeri adalah strategi-strategi yang diambil oleh pemerintah dalam
menentukan aksi mereka di dunia internasional. 1 Sedangkan menurut K.J. Holsti, kebijakan
luar negeri adalah tindakan atau gagasan yang dirancang untuk memecahkan masalah atau
membuat perubahan dalam suatu lingkungan. 2
Tiap negara memiliki perbedaan tujuan kebijakan luar negerinya. Namun, negara
mengeluarkan kebijakannya untuk memenuhi dan mencapai kepentingan pribadi maupun
kolektifnya. Pada umumnya kebijakan luar negeri suatu negara dilakukan agar dapat
mempengaruhi terhadap negara lain, menjaga keamanan nasional, memiliki prestise, serta
benefit untuk negaranya. Mereka bertindak berdasarkan sumber daya yang ada.

Menurut Rosenau tujuan dari kebijakan luar negeri sebenarnya merupakan fungsi dari

proses dimana tujuan negara disusun. Tujuan tersebut dipengaruhi oleh sasaran yang dilihat
dari masa lalu dan aspirasi untuk masa yang akan datang. 3 KJ. Holsti membagi tujuannya
menjadi tiga kriteria utama, sebagai berikut:
1. Nilai, yang diletakkan pada tujuan negara, sebagai faktor utama mendorong pembuat
kebijakan, hal itu dilakukan berdasarkan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai
tujuan.
2. Unsur Waktu, jangka waktu untuk mencapai tujuan.
3. Jenis tuntutan tujuan, negara tujuan akan dibebankan dari negara yang mengeluarkan
kebijakan luar negeri. 4
Menurut KJ. Holsti, dua tujuan yang lebih dominan dalam negara adalah, tujuan jangka
menengah dan jangka panjang. Tujuan jangka menengah adalah meningkatkan prestise
negara dalam sistem itu, indikator ini dinilai berdasarkan industri, teknologi, bantuan dana

1

Joshua Goldstein, International Relations, (New York: Longman, 1999), 147.
K.J. Holsti, International Politics : A Framework for Analysis. (New Jersey: Prentice-Hall, 1983) 107.
3
James N. Rosenau. International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory,
(New York: The Free Press, 1969), 167.

4
K. J. Holsti. Op. Cit., 145.
2

4

dan, militer. 5 Sedangkan Tujuan jangka panjang adalah rencana, impian dan pandangan
mengenai organisasi politik atau ideology terakhir dalam sistem internasional, ideologi
tersebut merupakan aturan yang mengatur tindakan negara dalam sistem internasional. 6 Bagi
Rosenau tujuan jangka panjang adalah untuk perdamiaan, kekuasaan dan keamanan. 7

B. Kapabilitas Negara dan Kebijakan Luar Negeri
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, kebijakan luar negeri adalah segala tindakan
suatu pemerintah terhadap negara lain dalam politik internasional, dengan didasarkan pada
serangkaian asumsi dan tujuan tertentu,serta dimaksudkan untuk menjamin keamanan
nasional.
Kebijakan luar negeri mempunyai beberapa komponen didalamnya antara lain
pandangan, sikap dunia luar dan keputusan. Namun ada komponen lain yang digunakan
untuk menjalankan kebijakan luar negeri tersebut.
Komponen itu bernama tindakan. Tindakan merupakan pencerminan kapabilitas atau
power sebuah negara. Tindakan dapat dilakukan dengan adannya power . 8 Dalam politik luar
negeri, kebijakan luar negeri adalah tindakan dalam bentuk komunikasi atau isyarat untuk
mengubah atau mendukung perilaku negara 9. Tujuannya adalah untuk menghasilkan orientasi
dalam mempertahankan tujuan tertentu.
a. Proses Tindakan Kebijakan Luar Negeri 10
Proses politik internasional mulai ketika contohnya, negara A berusaha melalui
berbagai tindakan atau isyarat untuk mengubah atau mendukung perilaku (perilaku :
tindakan, kebijakan, citra) negara B dengan menggunakan kapabilitasnya ( power ). Proses
tindakan kebijakan luar negeri terjadi juga ketika negara A menetapkan tujuan yang mungkin
dicapai apabila negara B melakukan tindakan x. Negara A membujuk negara B untuk tidak
melakukan tindakan x supaya tujuan negara A dapat tercapai.
Kemampuan negara A dalam mengendalikan perilaku dengan kebijkaan luar negeri
ini menggunakan power. Power untuk mengendalikan perilaku ini dapat dilihat dengan
beberapa cara, antara lain :

5

Ibid., 146
Ibid., 147.
7
James N. Rosenau. Op. Cit., 167.
8
K. J. Holsti, Op. Cit., 159-160.
9
Robert Jervis, The Logic of Images in International Relations, (New Jersey: Princeton University Press.
1970). 34.
10
K. J. Holsti, Op. Cit., 158.
6

5

1. Pengaruh.
Pengaruh pada dasarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Pengaruh digunakan oleh
pemerintah atau negarawan untuk mencapai atau mempertahankan tujuan lain yang
mencakup gengsi, wilayah, jiwa, bahan mentah, keamanan, atau persekutuan.
2. Mobilisasi Sumber Daya Tertentu
Sumber Daya disini berarti objek fisik atau mental yang tersedia sebagai alat bujukan
atau untuk membujuk, member imbalan, atau menghukum negara yang menjadi tujuan
politik.
3. Tindakan mempengaruhi dan menyangkut hubungan kedua negara
Tindakan yang mempengaruhi B jelas menyangkut hubungannya dengan A walaupun
tidak ada komunikasi diantara kedua negara. Hal ini jika berlangsung dalam waktu yang lama
dapat dikatakan sebagai proses.
4. Pengaruh dan kekuasaan.
Jika negara A dapat mempengaruhi negara B tetapi tidak sebaliknya, dapat dikatakan bahwa
negara A lebih kuat daripada negara B
b. Aspek Kekuasaan dalam Kebijakan Luar Negeri
Pada intinya, kekuasaan dapat dilihat dari beberapa aspek. Kekuasaan ( power ) merupakan
suatu alat, didasarkan pada sumbernya, ia adalah hubungan dan suatu proses, serta dapat
diukur.
Aspek kekuasaan ini terdiri dari 3 hal yaitu:
1. Tindakan
Aspek kekuasaan tercermin dalam kebijakan internasional ketika mempunyai
pengaruh. Pengaruh dilihat ketika negara A berhasil membuat negara B meneruskan suatu
kebijakan di negara B sesuai kepentingan negara A. Pengaruh ini bersifat multilateral,
maksudnya tidak hanya negara B yang terkena pengaruh negara A melainkan negara lain juga
dan mewujudkan tujuan negara A. Negara A mendapatkan reaksi yang diharapkan dari
kekuasaannya.
2. Sumber daya
Sumber daya adalah media yang digunakan sebuah negara untuk memobilisasi,
mendukung tindakan, dan mempengaruhi negara B. dilihat dari pertumbuhan ekonomi,
pendidikan, tingkat pertumbuhan penduduk, militer. Hal ini bertujuan untuk menunjang
kebijakan luar negeri tertentu.

6

3. Tanggapan
Tanggapan adalah reaksi dari negara yang menerima pengaruh dari tindakan dan sumber
daya. Contohnya dari tindakan sebuah negar ke negara lain dan mobilisasi dengan sumber
daya, negara lain ini merespon. Responnya tergantung sekuat apa negara tadi
memengaruhinya.

c.

Variabel yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pengaruh Kebijakan Luar Negeri

11

1. Relevansi sumber daya terhadap situasi diplomatik
Suatu negara yang mempunyai sumber daya, contohnya sumber daya militer atau senjata
nuklir. Sumber daya ini besar, namun tiada artinya apabila sumber daya ini tidak dapat
digunakan untuk memobilisasi negara lain untuk melakukan keinginan negara tersebut.
2. Ketergantungan diantara dua negara dalam suatu hubungan pengaruh
Variabel ini menentukan sukses atau gagalnya hubungan diantara kedua negara. Umunya,
negara yang membutuhkan sesuatu rentan terhadap pengaruh negara lain. Inilah alasan
kenapa negara yang lemah mendapatkan konsensi dari negara yang kuat. Contohnya
ketergantungan Amerika dengan Arab Saudi. Walaupun amerika lebih berpengaruh, tetapi
Arab mempunyai minyak dan Amerika tergantung kepadannya. Pengaruh Arab Saudi kuat
terhadap Amerika.
3. Tingkat keahlian teknis suatu negara
Jumlah isu meningkat dalam kebijakan luar negeri sekarang ini sangat bersifat teknis, sepeti
hukum laut, siaran satelit, isu moneter dimana isu teknis jauh lebih penting dibandingkan tipe
sumber daya lainnya. Pemerintah yang memiliki data statistic yang lengkap, teknologi yang
maju, sepenuhnya menguasai sifat masalah dan dapat menyelesaikannya dengan ilmu
pengetahuan jauh lebih berpengaruh dibandingkan negara yang lainnya.
d. Cara Menjalankan Pengaruh dalam Kebijakan Luar Negeri 12
1. Persuasi
Persuasi adalah pengaruh yang dijalankan oleh sebuah negara yang isinya mencakup
protes dan penolakan yang tidak melibatkan ancaman nyata.

11
12

Ibid., 165.
Ibid., 170.

7

2. Tawaran imbalan
Untuk meningkatkan dukungan diplomatik pada sebuah kasus, sebuah negara
mungkin memberikan penawaran untuk meningkatkan pembayaran bantuan luar negeri,
membantu fasilitas komunikasi dan teknologi, atau berjanji untuk menghapuskan hukuman
sebelumnya.
3. Pemberian imbalan
Pemberian imbalan adalah bukti mematuhi sebuah persetujuan yang telah dibuatnya.
Seperti contohnya pada kasus gencatan senjata, tidak ada negara yang ingin mendemiliterisasi
terlebih dahulu kecuali ada imbalan yang benar-benar nyata.
4. Ancaman hukuman
Hampir sama seperti tawaran imbalan, ancaman hukuman digunakan untuk
menjalankan pengaruh kebijakan luar negeri. Ancaman hukuman terbagi menjadi dua yaitu 1)
ancaman positif. Yaitu ancaman penaikan tariff atau melakukan ancaman kekerasan. 2)
ancaman pencabutan, seperti mencabut bantuan luar negeri, atau menahan keuntungan untuk
negara yang sedang diancam.
5. Tindakan hubungan tanpa kekerasan
Merupakan sebuah ancaman yang dilakukan untuk mengubah sikap sebuah negara
yang tidak bisa diubah dengan cara lain.
6. Kekerasan
Kekerasan adalah salah satu proses yang dilakukan dalam perundingan. Kekerasan
adalah taktik yang efisien apabila kekuasaan negara ini lebih tinggi daripada negara yang
dilakukan kekerasan didalamnya. Tetapi pada masa sekarang sudah banyak cara pembujuk
lain yang menggantikan cara ini.

e.

Pola pengaruh dalam sistem internasional 13

1. Hubungan konsensus
Hubungan antar negara yang memiliki sedikit ketidaksepakatan kebijakan luar negeri.
Mereka memiliki tingkat ketangkapan, interaksi dan juga keterlibatan yang rendah atas
urusan negara satu sama lain.

13

Ibid., 172.

8

2. Hubungan manipulasi terbuka
Dalam hubungan ini terdapat ketidaksepakatan atau konflik mengenai tujuan kebijakan
luar negeri yang tidak disetujui oleh salah satu negara. Dalam hubungan ini ada perseprsi
bahwa sebenarnya dari kedua negara berada dalam hubungan saling ketergantungan.
3. Hubungan paksaan
Dalam hubungan paksaan ada ketidaksepakatan yang fundamental diantara kedua negara
terhadap tujuan politik luar negeri.
4. Hubungan kekerasan
Dalam hubungan kekerasan terjadi ketidaksepakatan total mengenai tujuan kebijakan luar
negeri dan bidang consensus terbatas pada tingkat tinggi.

C. Proses Perumusan Kebijakan Luar Negeri
Keputusan kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal,
lalu dipilah oleh pembuat keputusan berdasarkan kepentingan yang siginfikan bagi dalam
negaranya. Hal ini digambarkan oleh para akdemisi tentang skema proses perumusan
kebijakan luar negeri sebagai berikut14:

Decision-Making
Policy-Output
Information
Assessment

Internal Environment
Policy Implementation
External Environment

D. Model Kebijakan Luar Negeri
Dalam melihat model kebijakan luar negeri suatu negara, maka dapat dilihat
berdasarkan level analisis yang akan membantu dari arah mana kebijakan tersebut
dikeluarkan. Level analisis berjumlah tiga, di antaranya. Pertama, KLN yang dianalis dari
level individu (pemimpin). Kedua, KLN yang dianalis dari level domestic negara. Ketiga,
KLN yang dianalisis dari level sistem.

14

Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), 60.

9

a. Faktor Psikologi dalam Kebijakan Luar Negeri (Alex Mintz)
Faktor seperti kepribadian dan kepercayaan dari pemimpin, gaya kepemimpinan,
emosi, images, cognitive consistency, dan penggunaan analogi pengaruh dan ketajaman
pembuatan kebijakan luar negeri. Hal ini adalah tekanan dalam pembuat pilihan untuk
sedikitnya menjauh dari ide rasional dan melihat lebih kearah teori dasar model pembentuk
keputusan. Dalam hal ini Alex Mintz menjelaskan faktor kerbagi menjadi tujuh bentuk 15.
Antara lain;
1. Leader’s Personality
Kepribadian dari pemimpin dapat membuat kita mengerti kenapa beberapa pemimpin
membuat beberapa keputusan, dimana pemimpin yang mengalami situasi yang sama namun
membuat keputusan yang sangat berbeda. Kepribadian pemimpin membuat efek dalam
pilihan strategi dan keputusan. Contoh kasus, kepribadian pemimpin yang melihat kearah
perluasan wilayah dan dasar kekuasaan dalam level nasionalisme, kepercayaan diri, motivasi
kekuatan, dan ketidakpercayaan. Hal ini ditunjukkan oleh karakteristik Saddam Hussein
selama invasi ke Kuwait.
2. Cognitive Consistency
Gaya dalam mempengaruhi pembuatan keputusan. Pembuat keputusan menurunkan setiap
keputusan terhadap kesesuaian dengan gambaran dan kepercayaan. Informasi didapat dari
proses gamabaran yang ada sebelumnya dan pembuat keputusan merasa apa yang seharusnya
ada terhadap kebijakannya. Hal ini hapir sama dengan membuka pikiran terhadap apapun
yang tidak sesuai dengan kepercayaan sebelumnya selama membuat keputusan. Contoh
kasus, The Falklands War 1982 dimana pemimpin militer Argentina tidak menyangka adanya
serangan balik terhadap Inggris dalam meginvasi pulau tersebut. Argentina beranggapan
invasinya dapat berlangsung cepat dalam kemenangan tapi tidak mengetahui adanya serangan
balik oleh Inggris.
3. Evoked Set
Dalam hal ini informasi baru dapat dicerna dengan berbagai macam kondisi. Fokusnya adalah
bagaimana perhatian aktor dapat mempengaruhi informasi baru yang di dapat. Untuk tahu
merupakan hal terpenting didalam pikiran pembuat keputusan yang dapat menolong untuk
memprediksi dan mengerti setiap keputusan. Contoh kasus, penembakan pesawat Libya oleh
pesawat tempur Israel yang tujuannya ke Kairo, hal terpenting adalah dimana pilot pesawat

15

Alex Mintz dan Karl Derouen, Understanding Foreign Policy Making: Decision Making, (New York:
Cambridge University Press, 2010), 3-4.

10

Libya yang mencari arah ke bandara udara. Dimana Israel salah menanggapi bahwa peaswat
tersebut adalah peasamat komersial. Dalam hal ini kedua belah pihak terlalu menafsirkan
informasi yang baru.
4. Emotions
Pembuatan keputusan dalam keadaan emosi buruk dapat menimbulakan keputusan yang salah
sebab saat itu keputusan akan berada pada keadaan yang sangat tidak menguntungkan. Emosi
yang buruk dapat membuat keputusan jauh dari sifat objektif. Namun emosi seperti simpati
dan empati sangat mempengaruhi pembuatan keputusan yang baik. Contoh kasus,
terbunuhnya 130 warga Israel oleh pasukan Hamas Palestine yang menimbulkan adanya rasa
dendam Israel yang berujung terhadap Isreal’s Operation Defensive Shield.
5. Images
Dalam melihat setiap keputusan, kita dapat melihat bagaimana gamabaran yang dilihat oleh
pemimpin untuk membuat keputusan yang baik bagi negaranya. Pada awalnya images atau
gambaran lebih terfokus bagaimana pembuat keputusan untuk melihat keadaan internasional
kedalam kebijakan luar negeri. Contoh kasus, pembuat keputusan Amerika Serikat terhadap
lingkungan politik Uni Soviet di masa Perang Dingin.
6. Belief and Belief Systems
Proses kebijakan luar negeri dapat membentuk kepercayaan terhadap suatu hal pada negara
itu. Hal ini membuat bingakai yang kuat terhadapa keadaan keputusan. Kepercayaaan juga
dapat menutup adanya informasi yang baru, pengaruh dari dalam negeri, dan faktor
internasional dalam membuat keputusan yang menengahi kepercayaan dari pemimpin.
Contoh kasus, kepercayaan Amerika Serikat terhadap adanya senjata pemusnah masal di Irak.
7. Analogies and learning
Adanya pengaruh dari masa lalu membuat kebijakan luar negeri dapat berubah. Adanya
pengalaman dari peristiwa yang pernah dialami dapat membuat suatu kebijakan luar negeri
yang hampir sama dengan peristiwa yang lampau menjadi berpotensi baik terhadap
negaranya. Namun adanya perhitungan situasi yang tidak sama dengan pengalaman dapt
menjadi sangat berbahaya terhadap negara. Contoh kasus, pengalaman Amerika Serikat
terhadap perang Vietnam mengubah pandangan Amerika terhadap masalah-masalah Asia
yang harus diselesaikan oleh negara Asia sendiri.
Dalam pembuatan kebijakan luar negeri, negara sebagai aktor memerlukan cara untuk
menelaah kembali situasi dan bentuk peristiwa yang terjadi di dalam negara atau lingkungan
disekitar negara. Hal ini dikarenakan negara sebagai aktor dapat memilah bagaimana cara

11

terbaik untuk membuat kebijakan luar negeri negaranya. Graham T. Allison menyebutkan
tiga model dari proses pembuatan kebijakan luar negeri, yang akan dijelaskan antara lain
Rational Actor/Unitary Government, Governmental/Bureaucratic Politics Model, dan
Organizational Process Model.

b. Rational Decision-Making Model
Salah satu hal yang paling sering digunakan dalam proses pembuatan kebijakan luar
negeri yaitu ‘Rational Decision-Making Model’ atau yang lebih sering dikenal dengan
Rational Choice Theory. Analisis ini digunakan dalam melihat bagaimana menjelaskan

pilihan dan perilaku pemimpin di dalam krisis internasional. Namun yang paling dominan
adalah bagaimana caranya untuk mengetahui dasar dari prinsip dan asumsi Rational Actor
Model yang meliputi dasar dari Rational Choice Theory.
Rational Choice Theory muncul sebagai alat dari analisis politik sejak awal 1950-an,

lebih khusus setelah berakhirnya Perang Dunia II pada 1945 dan awal dari Perang Dingin.
Munculnya sangat bertepatan dengan menonjolnya pandangan Realis dalam hubungan
internasional, dan Amerika Serikat terutam sekali memakai pandangan ini. Dimana pilihan
paling rasional sangat popular saat itu. Salah satu dari fundamental beliefs dalam realisme
klasik adalah negara bertindak secara rasional, menghitung biaya dan keuntungan dari aksi
alteratif dan memilih salah satu yang paling menguntungakan kepentingannya. Inti dari
Rational Choice Theory adalah ide dari pilihan optimal yang terhubung baik dengan empat
dasar asumsi yang dikenal oleh berbagai penulis antara lain, utility maximasation, bering
consistency, expected value, dan individuals.

1. Rational Actor Model
Yang paling tersebar luas dan memaksa dalam proses pembentukan kebijakan luar
negeri adalah Rational Actor Model. Model ini menyebar keseluruh ilmu sosial, terutama
teori ekonomi. Asumsi dasar dari Rational Choice Theory adalah lingkungan internasional
menentukan aksi negara sebagai aktor, semua pembentuk pilihan kebijakan luar negeri
hampir sama dalam mengutamakan proses pembentukan kebijakan, setiap pilihan negara
membuat proses dapat dilihat sebagai satu kesatuan aktor dalam membuat pilihan, setiap satu
kesatuan aktor membuat pilihan yang rasional. 16

16

Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, (New Jersey: Englewood Cliffs, 1982) 5.

12

Sebagai negara atau lebih tepatnya pemerintahan akan mengasumsi hampir sama
dengan individual rasional yang mempunyai nilai (atau biaya perhitungan), maksud, dan
menggunakan alat untuk memerintah taktik. Aktor ini kemudian mengumpulkan pilihan,
informasi, resiko berat, yang kemudian memilih dan membuat rencana dari setiap aksi
sebagai salah satu cara meilhat apa yan akan terjadi dan apa saja keuntungannya jika salah
satu terpilih. Maka jika Rational Actor gagal atau tidak dapat keuntungan sebesar-besarnya,
hal itu merupakan kesalahan dalam pengumpulan data informasi, perhitungan salah, atau
pilihan rasional yang salah. 17
National Interest

Input

“Leader”

Ouput

National Power

Model ini dikenal pula sebagai model strategik (model aksi-reaksi) yang digunakan
para analis (terutama para ahli sejarah diplomasi) untuk menerapkan tiap respon sebagai
suatu perhitungan rasional (rational calculation) untuk menghadapi tindakan yang dilakukan
pihak lain. Kelemahan yang melekat pada model ini adalah asumsi mengenai perhitungan
rasional dari para pembuat keputusan. Sering terjadi suatu keputusan yang rasional bagi
seseorang belum tentu rasional pula bagi orang lain. Dalam banyak literatur mengenai studi
politik luar negeri dijelaskan bahwa para pengambil keputusan akan bertindak rasional.
Kesulitan muncul ketika kita mencoba mendefinsikan apa yang dimaksud dengan keputusan
atau tindakan rasional, dipandang rasional oleh siapa atau rasional untuk siapa?
Secara konvensional, rasionalitas terjadi ketika seorang pembuat keputusan akan
memilih alternatif terbaik dari sekian banyak alternatif yang tersedia. Untuk itu para
17

Lawrence S Falkowski, Psychological Models in International Politics, (Colorado: Westview Press:
1974) 15-46.

13

pengambil keputusan membutuhkan informasi-informasi yang terbaik pula. Bila hal ini tidak
terpenuhi, tentunya para pengambil keputusan tidak dapat memilih alternatif yang terbaik.
Contoh Kasus: Rational Decision-Making Model (Perang Irak)
Kasus mencul setelah 11 September dimana keamanan Amerika mulai terguncang.
Dalam kasus ini Presiden Bush yang berinisiatif terhadap Invasi Irak yang menghasilkan tiga
opsi, military force, vigilant containment, dan do nothing. Jika menggunakan militer terhadap
Irak, dengan alasan kepercayaan adanya senjata pemusnah massal di Irak. Outcomes:
Removal of Saddam; Destruction of WMD; Democracy in the region; Military casualties (US
and allies); Civilian casualties; High monetary cost; Lengthy occupation (quagmire);
Complicated relations with other countries. Laternatif yang lain adalah vigilant containment
dimana strategi untuk menekan Saddam, termasuk persetujuan ekonomi dan diplomasi, yang
juga berarti penguatan oposisi dengan Irak. Outcomes: Saddam remains in power; Risk of
continued development of WMD Risk of terrorism; International cooperation; Sanctions are
undermined by smuggling and non-compliance. Dan terakhir do nothing dimana Amerika
Serikat tidak akan melakukan apapun terhadap Irak, yang Outcomes-nya kepentingan dari
Amerika Serikat terhadap dirinya sendiri terlebih dahulu setelah 11 September.

2. Organizational Process Models (OPM)
Graham T Allison menjelaskan bahwa organisasi, dalam hal ini kementrian dalam
pemerintah, dapat bergerak sendiri sebagai pengambil keputusan. OPM menganggap tujuan
dan sasaran dibentuk secara baik, membatasi pilihan berdasarkan, menggunakan standar
operasional prosedur (SOP), membuka jalan pembuatan kebijakan yang dipengaruhi oleh
organisasi-organisasi kunci atau lembaga dalam negara, setiap organisasi memiliki masingmasing fungsi dan misi. serangkaian program dikembangkan demi mencapai tujuan,
tergantung pada anggaran (dana keuangan), SOP meningkatkan efisiensi dan kinerja,
Kepuasan yang dihasilkan lebih diutamakan daripada optimalisasi.

3. Bureaucratic Political Models (OPM)
Di samping itu, Graham T Allison juga menjelasakan model kebijakan luar negeri
lainnya, yaitu Bureaucratic political models (BPM), dimana unit analisisnya berdasarkan
individu yang merupakan kunci pengambilan keputusan berdasarkan pengaruh birokrasi,
tokoh kunci memiliki pengaruh besar dalam menentukan tindakan birokrasinya, perbedaan

14

persepsi dan prioritas antar birokrasi, berbeda birokrasi berbeda saran yang diajukan kepada
pemimpin, hubungan komunikasi antar kekuasaan informal dan formal dalam negara.
Kemudian ia menjelaskan, bahwa BPM juga merupakan tindakan pemerintah: hasil
dari proses tawar-menawar politik di antara pemain kunci, tawar-menawar dan kompromi
hasil dalam kepuasan tidak mengoptimalkan pengambilan keputusan: pemilihan berdasarkan
dukungan dari birokrasi yang sukses melobi pemimpin, ambisi pribadi menjadi pertimbangan
birokrasi ketika membuat keputusan, permusuhan dan persahabatan terjadi antara birokrasi,
serta pendapat pribadi tentang isu-isu yang terjadi, dapat menyimpang sesuai kebutuhan
kebijakan publik yang seharusnya diambil.
Keuntungan dari model ini adalah, model menambahkan gambaran penting yang rinci
tentang politik dalam negeri, membantu menjelaskan peran birokrasi dalam pemerintah,
membantu menjelaskan mengapa tiap birokrasi bekerja sesuai perannya, namun terjadi
pertentangan dengan kepentingan pemerintah pada umumnya, membantu menjelaskan
mengapa kebijakan terkadang muncul irasional berdasarakan perspektif kesatuan pemerintah
(eksekutif), tetapi kelemahannya yaitu, sulit untuk mempelajari dan menganalisis dan terlalu
banyak variabel.

c. Faktor Domestik dalam Model Kebijakan Luar Negeri
a) James N. Rosenau18
Menurut James N. Rosenau yaitu. Pertama, societal sources (Economic Development,
Cultural and History, Sosial structure, dan Moods of Opinion). Kedua, Governmental sources
(Political accountability and governmental structure).
1. Societal Sources
a. Economy

Pemerintah mengedepankan kepentingan ekonomi dalam kebijakan luar negerinya,
hal itu dipandang dari masyarakat industri memiliki kebutuhan yang berbeda dari masyarakat
agrikutural, mereka perlu mengimpor berbagai jenis komoditas dan harus memiliki hubungan
moneter dengan mitra dagang mereka di luar negeri, pengambil keputusan harus merumuskan
kebijakan luar negeri untuk melayani keragaman kepentingan negaranya, yang akan
menghasilkan pembangunan ekonomi.

18

James N. Rosenau. Op. Cit., 180-185.

15

b. Cultural and history

Pemerintah mengeluarkan kebijakannya berdasarkan norma dan tradisi mendasari
hubungan antar anggota suatu masyarakat, memandang budaya dalam memberikan norma
untuk menafsirkan dan menolak dalam kebijakan luar negerinya.
c. Social sctructure
Memandang seharusnya masyarakat mendapat pendidikan yang tidak terbatas karena
ras, para pemimpin politik direkrut serta sumber daya manusia yang dikembangkan akan
membentuk efektivitas tindakan negara.
d. Mood opinion
Melihat bahwa dalam sebuah negara otoriter , dengan presepsi negatif dari masyarakat
tidak dapat mempengaruhi negara dalam kebijakan luar negeri, sebaliknya dalam negara
demokrasi, presepsi masyarakat mempengaruhi kebijakan luar negeri sumber pemerintah.
2. Governmental sources

Menjelaskan bahwa pemerintah yang demokrasi kurang efisien dalam dana, namun
fleksibel dalam kebijakan luar negeri sebab menerima saran dan kritik, sebaliknya pemerintah
yang otoriter sangat efisien dan hanya memobiliasi massa sesuai kehendak pemerintah. Di
samping itu, sistem dua partai pemerintah kemungkinan akan menghasilkan saran dan
masukan kebijakan luar negeri yang berbeda dengan multi partai.

b) Alex Mintz
Model selanjutnya dijelaskan oleh Alex Mintz19, untuk menjelaskan bagaimana
kebijakan luar negeri suatu negara berdasarkan faktor domestiknya, yaitu:
1. Diversionary Tactics, adalah kebijakan luar negeri yang dilakukan apabila terjadi
perselisihan dalam sebuah negara, dan untuk mempertahankan posisi pemimpin dalam
negara, dengan mengalihkan isu tersebut terhadap isu yang muncul dari ancaman luar.
2. Economic Interests and Foreign Policy Decision , adalah kebijakan ekpansi sebuah
negara yang sering dipandang untuk mengejar kepentingan ekonomi mereka. Motivasi
imperialistik menjadi faktor utama untuk kebijakan luar negerinya.
Studi Kasus: Jepang melakukan politik dumping agar produk mereka diterima
dan dibeli negara lain, demi menaikkan income negaranya dan mencari pangsa pasar
perusahaannya, berupa elektronik, mobil, dan lainnya.

19

Alex Mintz dan Karl Derouen, Op. Cit., 129-132.

16

3. The Role of Public Opinion , adalah opini publik yang dapat menekan, memaksa, dan
mempengaruhi pemimpin dalam negara demokrasi untuk menerapkan keinginannya
dalam kebijakan luar negeri. Mereka juga dimungkinkan menjadi pengaruh utama
dalam penggunaan dan penghentian kekuatan militer negara dalam krisis.
Studi Kasus: Opini publik masyarakat Perancis terhadap perang Vietnam
pada 1950, bahwa publik menyukai untuk mengakhiri perang, mereka menganggap
perang adalah tindakan tidak bermoral dan illegal, sehingga terjadi pergeseran opini
untuk memilih jalan kooperasi.
4. Electoral Cycles, banyak bukti menggambarkan pemilu berperan penting dalam
menganalisa pembuatan kebijakan oleh pemimpin. Jangka waktu dalam pemilu
digunakan untuk mempertahankan politik dan melawan rivalnya. Pemimpin yang
ingin bertahan dalam politik tergantung pada konstituennya untuk menyetujui
kebijakan yang mereka inginkan agar mereka senang. Sehingga, dapat dimungkinkan
kesempatan terpilih kembali pemimpin tersebut–jika baru satu periode di negara
demokrasi–sangat besar dalam pemilu selanjutnya.

d.

Faktor Sistem Internasional dalam Kebijakan Luar Negeri
Setelah menjelaskan faktor domestik dalam KLN, selanjutnya Alex Mintz

menjelaskan bahwa dalam level sistem dapat menentukan kebijakan suatu negara,
menurutnya terdiri dari empat kriteria 20, yaitu:
1. Deterrence and Arms Races. Deterrence adalah kebijakan luar negeri dengan
pencegahan atau penangkalan ancaman militer dari negara lain dengan memperluas
pangkalan militer. Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi realis, bahwa negara
terancam dari negara lain dan sistem bersifat anarki, sehingga untuk memperkuat
kekuatan militer dan mencegah serangan negara lain dengan menaruh pangkalan
militer berdasarkan kalkulasi cost-benefit.
Arms Races, adalah analisa dari turunan pemikiran realis ke game theory, di

mana bila suatu negara menaikkan kapabilitas militernya, hal itu akan
mempengaruhi negara lainnya, sehingga akan memilih beberapa kebijakan luar
negeri alternatif akibat security dilemma . Di antaranya, menurut Chasman dan
Mingst21 alternatif tersebut yaitu, Pertama, mengalahkan rival dengan menguatkan

20
21

Ibid., 121-127.
Ibid., 124

17

militer yang superior. Kedua, melakukan perlombaan peningkatan militer. Ketiga,
membuat kerjasama militer dengan negara yang telah menguatkan militernya.
Keempat atau alternatif terakhir, yaitu tidak melakukan apa-apa, akibat kekurangan
anggaran, atau disebut sebagai pihak yang kalah dalam perlombaan peningkatan
kapabilitas militer.
Studi Kasus: Deterrence: Kehadiran militer Inggris di Belize yang bersifat jangka
panjang adalah untuk mencegah serangan dan klaim wilayahnya dari Guatemala.
Begitupun dengan AS menempatkan pangkalan militer di Darwin, Australia. Hal itu
dilakukan untuk mencegah dominasi dan serangan militer China di Asia Timur
maupun Asia Tenggara. Kebijakan ini telah dikalkulasi secara matang, walaupun
cost penempatan militer mahal, tetapi benefit didapatkan lebih banyak.
Strategic Surprise, menurut John Lewis Gaddis, strategic surprise adalah

kebijakan yang dikeluarkan disebabkan kekuatan militer digunakan dalam cara
yang tidak diperkirakan pada waktu yang tidak diperkirakan pula untuk melawan
target yang tidak diperkirakan sebelumnya. 22
Studi Kasus: Pasca serangan terorisme 9/11, Presiden Bush langsung
mengeluarkan kebijakan melawan terorisme, dan menganggap Afghanistan serta
Irak sebagai sarang Taliban. Padahal sebelumnya tidak ada rencana untuk
menginvasi dua negara tersebut.
2. Alliances, salah satu keputusan kebijakan luar negeri yang penting adalah
pemimpin negara membuat atau bergabung pada suatu aliansi. Yang pada
umumnya berbentuk aliansi militer, adalah perjanjian yang ditandatangani negara
terjadinya penyatuan militer. Menurut Bruce Bueno de Mesquita23 menggambarkan
tiga aliansi negara, yaitu. Pertama, netral atau non-agresi, negara yang
menandatangani perjanjian ini berjanji tidak akan mengambil bagian untuk
menyerang satu sama lain. Kedua, Etente, salah satu negara lebih memilih aliansi
yang B, daripada aliansi A, jika ingin menyerang negara X di aliansi A. Ketiga,
Defence Pact, bila salah satu negara anggotanya diserang, maka anggota negara lain

harus membela negara tersebut.
Studi Kasus: Pada Februari 2013, Turki meminta perlindungan terhadap NATO
akibat kemungkinan negaranya diserang oleh Syria. Sekjen NATO Anders Fogh

22
23

Ibid., 125.
Ibid., 126.

18

Rasmussen berkomitmen untuk menjaga wilayah teritorial negara anggotanya.
Sehingga NATO memutuskan untuk menempatkan rudal-rudal patriot di perbatasan
Turki-Syria. 24
3. Regime Type of the Adversary, kebijakan yang yang dikeluarkan oleh negara
berdasarkan kesamaan ideologi atau perbedaan ideologi. Negara yang memiliki
kesamaan ideologi, negara lain yang sama ideologinya cenderung membelanya.
Sebaliknya, negara yang memiliki perbedaan ideologi, cenderung dianggap rival.
Studi Kasus: Saudi Arabia dengan Iran selalu dianggap bermusuhan karena
perbedaan ideologi antara wahabi dan syiah, hal ini akan menentukan pergerakan
mereka dalam membela salah satu pihak dalam konflik Syria. Iran menganggap
pemerintahan As’ad adalah teman seideologinya, sedangkan pemberontak adalah
lawan. Bagi Arab Saudi pemberontak harus didukung, baginya pemerintahan As’ad
yang Syiah adalah lawan.

Endah
Hapsari,
“Turki
Diserang,
NATO
Siap
Pasang
Badan”,
www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/02/13mi4q53/turki-diserang-nato-siap-pasang-badan diakses
pada 5 April 2014.

24

19

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan dan Saran

Interaksi negara dalam politik internasional tidak lepas dari instrumen utama dari tiap
negara yaitu kebijakan luar negeri. Perlu ditinjau secara mendalam untuk melihat tiap
interaksi antar negara apabila salah satu negara telah mengeluarkan kebijakan luar negerinya
yang mempengaruhi negara lain dan dinamika politik internasional. Dengan mengetahui
KLN, kita dapat menganalisis dan memprediksi tiap pergerakan negara selanjutnya. Di
samping itu, model-model kebijakan luar negeri sangat membantu secara khusus faktor apa
yang melatarbelakangi negara membuat kebijakannya. Dengan demikian, KLN memiliki
relevansi yang dekata sangat penting dalam membaca gejolak politik internasional.

Makalah kebijakan luar negeri ini perlu penyempurnaan lebih banyak bagi kalangan
akademisi yang minat dalam memperdalam kajian ini. Sehingga makalah ini hanyalah bagian
dalam referensi melihat kebijakan luar negeri dalam politik internasional. Untuk
memperbanyak wawasan dapat mengkomparasikan hasil makalah ini dengan buku atau hasil
karya ilmiah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

A.

BUKU

Falkowski, Lawrence S. Psychological Models in International Politics. Colorado.
Westview Press. 1974.
Holsti, K.J. International Politics. New Jersey. University of British Columbia Press.
1983.
Jensen, Loyd. Explaining Foreign Policy. New Jersey. Englewood Cliffs. 1982.
Jervis, Robert. The Logic of Images in International Relations. Princeton New Jersey:
Princeton University Press. 1970.
Mintz, Alex. Karl Derouen. Understanding Foreign Policy Making: Decision Making .
New York: Cambridge University Press, 2010.
Perwita, Anak Agung Banyu. Yanyan Mochamad Yani. Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional. Bandung. Remaja Rosda Karya. 2006.

Rosenau, James N. International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research
and Theory. New York. The Free Press. 1969.

B.

INTERNET

Endah Hapsari. “Turki Diserang, NATO Siap Pasang Badan”. Diakses pada 5 April
2014 dari www.republika.co.id/berita/internasional/glonal/13/02/13mi4q53/turki-diserangnato-siap-pasang-badan