Rusia Lebih Baik Dibanding AS.docx

Rusia, Amerika Serikat, Negara Arab, FSA, Assad dan ISIS
Mereka Semua Sama: Berperang Melawan Kemanusiaan di
Suriah
Oleh Yopi Makdori
Konflik di Suriah telah berlangsung begitu lama, konflik ini seakan tak akan pernah
usai, tanpa titik terang perdamian. Munculnya berbagai aktor yang ikut terlibat di dalam
konflik ini membuat suasananya menjadi semakin runyam. Tak terkecuali, kehadiran Rusia di
dalam konflik ini. Kieikutsertaan Rusia di dalam konflik di Suriah dimulai sejak bulan
September 2015 setelah permintaan secara resmi pemerintah Suriah terkait bantuan militer
untuk menyerang para pemberontah dan kelompok Jihadis (US News & World Report,
8/10/2015).
Seminggu sebelum serangan udara Rusia, Carnegie: Middle East Center, sebuah
lembaga Think Tank milik Amerika Serikat (AS) telah mengidentifikasi tiga area yang
diperkirakan menjadi wilaya strategis bagi pemerintahan Bashar Assad dan secara politis
relevan bagi Presiden Putin, yaitu Aleppo dan sekitarnya yang merupakan rute utama untuk
memasuki wilaya Suriah bagian tengah, seperti Hama; Barat laut Suriah yang merupakan
wilaya terdepan kelompok pemberontak Islam di Idlib terhadap kelompok Alawite di Hama
dan Latakia; Gurun timur Homs yang mana Negara Islam Iraq dan Suriah (ISIS)
diproklamirkan di wilaya ini, ditambah dengan infrastruktur energi pemerintah Suriah juga
banyak yang terdapat di wilaya ini (Carnegie: Middle East Center, 23/09/2015). Meskipun
kemudian diketahui ternyata Rusia bukan hanya menyerang tiga area tersebut, namun fokos

serang mereka jelas terlihat ke tiga wilaya ini.
Politik Luar Negeri Rusia terlihat sangat jelas ingin mempertahankan kekuasaan
Presiden Bashar al Assad di Suriah. Pada musim gugur 2013 lalu, Rusia berusaha dengan
keras agar rezim Assad lolos dari hukuman penggunaan senjata kimia di dekan Damascus.
Moscow menghimbau supaya negara-negara Barat seharusnya ikut bergabung “koalisi”
bersama Presiden dan militer Suriah, bukan malah justru menentang rezim Assad. Karena
menurut Moscow ancaman utama bukanlah rezim Assad, melainkan ISIS (EA World View,
16/09/2015). Pernyataan Rusia terkait rezim Assad seakan miskin data, mereka seakan lupa
bahawa yang menyebabkan ratusan ribu warga Suriah terbunuh dan lebih dari 11 juta lainya
menjadi pengungsi yang terusir dari bangsanya adalah rezim Assad.

Jika kita perhatikan dengan seksama, argumen yang dibangun oleh pemerintah Rusia
sangat lemah. Bantuan peralatan militer dan intervensi mereka ke wialaya Suriah buakan
untuk melawan ISIS, melainkan untuk menyokong pasukan militer rezim Assad yang telah
ditaklukan oleh para pemberontak di sepanjang barat laut Suriah yang mengancam jantung
kekuasaan Assad, Provinsi Latakia di barat Suriah. Rezim Assad tidak memiliki jejak
menentang kelompok ini, justru sebaliknya, di tahun 2011 ia menggunakan strategi
membebasakan para “ekstrimis” dari penjara—untuk meracuni kelompok oposisi rezim
Assad (EA World View, 16/09/2015).
Rusia nampaknya berhasil menerapkan logika oposisi biner layaknya AS saat

mengajak

negara-negara

di

dunia

untuk

memerangi

teroris.

Moscow

seakan

mengumandangkan pesan kepada negara-negara Barat bahwa kalian—Barat—pilihan antara
melawan Assad dan membiarkan ISIS memegang kendali Suriah, atau bergabung bersama

Rusia dan Damascus untuk menghentikan ancaman bukan hanya bagi Suriah melainkan
seluruh dunia.
Menurut Amnesty International (25/12/2015), Rusia telah melanggar hukum
humanitarian internasional dengan menyerang perumahan warga sipil, masjid, pasar yang
dipadati warga sipil dan fasilitas kesehatan. Menurut kelompok monitoring yang berbasis di
Inggris (CNN, 30/09/2016), sekitar 3.800 warga sipil Suriah dan hampir setengah dari
mereka merupakan anak-anak telah terbunuh dikarenakan serangan udara Rusia ke wilaya
Suriah sejak bulan September tahun lalu. Data yang lebih mengejutkan dipaparkan oleh
Airwars.org, sebuah situs yang memantau jumlah korban sipil di Suriah, menyebutkan bahwa
selama 30 September 2015 hingga 11 Oktober 2016 jumlah korban non-kombatan yang
terbunuh oleh serangan Rusia diperkirakan mencapai 6.656 sampai 8.479 jiwa.
Menurut laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menemukan bahwa
serangan udara Rusia ke Suriah telah membunuh lebih banyak warga sipil dibandingkan
dengan target mereka, yaitu ISIS (Business Insider, 22/08/2016). Dilaporkan pula bahwa
Moscow lebih banyak membunuh warga sipil Suriah dibanding ISIS itu sendiri. Padahal saat
pertama kali mereka melakukan intervensi, Moscow menggunakan dalih melindung warga
sipil Suriah dari serangan ISIS. Namun kenyataanya, justru mereka ikut berpartisipasi dalam
pembantaian besar-besaran wara Suriah.
Tak ubahnya dengan Rusia, AS juga ikut berpartisipasi dalam pembantaian tersebut.
Menurut Airwars.org, sejak September 2014 AS dan koalisinya telah melancarkan serangan


udara ke wilaya Suriah sebanyak 5. 300 kali, dan telah membunuh sedikitnya 850 warga sipil
dan berpotensi bisa mencapai lebih dari 1.200 jiwa. Namun dikutip dari In These Times
(27/09/2016), AS mengaku hanya membuh 33 jiwa warga sipil. Serangan al Tukhar
merupakan seranagan AS dan kolisinya yang paling banyak memakan korban warga sipil.
Sebanyak lebih dari 73 jiwa terbunuh dalam serangan tersebut, termasuk 27 di antaranya
merupakan anak-anak (Amnesty International, 26/10/2016).
Kehadiran intervensi militer Rusia dan Amerika Serikat bersama koalisinya bukan
untuk menjaga warga sipil dari ISIS maupun rezim Bashar al Assad, namun kehadiran
mereka justru ikut berpartisipasi untuk membantai warga sipil Suriah. Mereka hanya peduli
dengan kepentingan internal negaranya, bukan HAM apalagi demokrasi. HAM dan
demokrasi akan mereka gunakan jika itu beriring sejalan dengan kepentingan nasional
negaranya, namun jika tidak, pembantaianpun halal dilakukan bagi mereka tak perduli HAM
apalagi kemanusiaan. Padahal, AS selaku negara yang selama ini dikenal sebagai negara yang
senantiasi menjunjung tinggi HAM saat kasusu intervensi militer di Libya dan Iraq, mereka
selalu menggunakan dalih bahwa aksi mereka demi menegakan demokrasi dan melindungi
warga sipil di kedua negara tersebut dari kungkungan rezim Saddam dan Qaddafi.
Suriah akan terus bergejolak tanpa titik terang yang jelas selama kepentingan negaranegara besar terus bermain di wilaya ini. Pada akhirnya, warga sipil Suriah yang terus
menjadi korban dalam konflik ini. Mereka telah kehilangan banyak hal dalam hidupnya
dikarenakan konflik tersebut. Mereka telah kehilangan rumah, tempat ibadah, pasar, jalanjalan, sekolah, rumah sakit dan keluarga-keluarga mereka yang sangat dicintainya. Negaranegara Arabpun tak bisa diandalkan, beberapa pemimpin negara Arab justru bergabung

kedalam koalisi AS dan Rusia ikut serta untuk membantai wargai Suriah. Pemimpinpemimpin Arab tersebut hanya peduli dengan kekuasaan mereka, di sinilah terkadang konsep
identitas (identity) dalam Hubungan Internasional kehilangan maknananya. Semua ini
berlangsung bukan karena agama, melainkan jauh dari itu semua ini terjadi karena kerakusan
oleh segelinter orang yang akhirnya berdampak sangat luas bagi warga Suriah itu sendiri
maupun dunia. Pertempuran yang terjadi antara rezim Assad yang disokong Rusia, Cina, Iran,
Pakistan dan Libanon melawan kelompok pemberontak Free Syrian Army (FSA) yang
disokong negara-negara Arab, Barat dan Amerika Serikat dan ikut bergabung juga ISIS
melawan kedua kubu tersebut, pertarungan di antara kubu-kubu tersebut bukanlah
pertarungan antara siapa yang “benar”, namun ketiga kubu tersebut berperang melawan
kemanusian dan HAM warga sipil Suriah. Mereka semua tak ubahnya dengan teroris yang

“katanya” harus mereka perangi, apa bedanya Rusia dan pendukungnya dengan AS dan
koalisinya atau ISIS dan kelompok teroris yang berada di kubunya? Mereka semua sama,
membantai warga sipil demi kepentingan sekelompok kecil manusia-manusia rakus dan
menjijikan.

Kepustakaan
“Clash between Syria troops, insurgents intensify in Russia –backed offensive”. US
News & World Report. 8 Oktober 2015. Diakses pada 26/10/2016
“Putin’s Plan: Russia Bomb in Syria?”. Carnegie: Middle East Center. 23 September

2015. Diakses pada 26/10/2016
“Syria Analysis: How Russia Justifies Militery Intervation—The Case of the Chechen
Islamic State Terrorism”. EA World View. 16 September 2015. Diakses pada 26/10/2016
“Alleged civilian casualities from Russia airstrikes in Syria”. Airwars.org. Diakses
pada 26/10/2016
Spark, Laura Smith, et. al. “Activist: 3,800 Syrian civilians killed in a year of Russia
airstrikes”. CNN. 30 September 2016. Diakses pada 26/10/2016
“Syria: Russia’s shameful falure to acknowledge civilian killings”. Amnesty
International. 25 Desember 2015. Diakses pada 26/10/2016
“Report: In less than a year, Russia has killed more civilians than ISIS”. Business
Insider. 22 Agustus 2016. Diakses pada 26/10/2016
“USA must come clean about civilian deaths caused by Coalition air strikes in
Syria”. Amnesty International. 26 Oktober 2016. Diakses pada 26/10/2016
“U.S. led Airstrikes Have Allegedly Killed Over 850 Syrian Civilians: So Where Is the
Outrage”. In This These Times. 27 September 2016. Diakses pada 26/10/2016