Budidaya Rumput Laut dan Pengolahannya d (3)

NAMA : NUR CITRA AYNUN
NAMA : NUR CITRA AYNUN
NIM : L041171317
NIM : L041171317
PRODI/FAK
: SOSIAL EKONOMI PERIKANAN/FIKP
PRODI : SOSIAL EKONOMI
PERIKANAN
TOPIK : MATA
PENCAHARIAN
MASYARAKAT
TOPIK : MATA PENCAHARIAN
MASYARAKAT
PESISIR
PESISIR
JUDUL : BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN PENGOLAHANNYA DI
JUDUL : BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN
KABUPATEN JENEPONTO
PENGOLAHANNYA DI KABUPATEN
JENEPONTO
BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN PENGOLAHANNYA DI KABUPATEN


A.Pengantar
Indonesia adalah negara kepulauan yang sebagian besar dikelilingi oleh perairan yang
sangat luas , yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan memiliki potensi
yang sangat besar. Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung
pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa,
lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumber daya kelautan tersebut mempunyai
keunggulan karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat
dimanfaatkan dengan biaya yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas
penawaran yang kompetitif.
Rumput laut telah dikenal sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu di
Indonesia maupun di manca negara. Pada umumnya rumput laut digunakan sebagai
bahan makanan dan minuman, namun seiring dengan berkembangnya IPTEK saat ini
rumput laut dapat dikembangkan dan manfaatkan dalam berbagai macam industri
misalnya tekstil, kosmetik, dan industri kefarmasian.
Beberapa pakar ada yang mendefinisikan budidaya sebagai kegiatan pemeliharaan biota
air pada kondisi yang terkontrol, baik secara intensif maupun semiintensif. Namun
demikian, ada pakar yang menyatakan bahwa budidaya merupakan kegiatan
pemeliharaan flora dan fauna air, tetapi tidak termasuk dalam kegiatan yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan pembenihan jenis-jenis biota untuk akuarium, biota untuk

eksperimen atau percobaan di laboratorium, dan biota yang dipelihara khusus untuk
memenuhi kebutuhan perseorangan (LANDAU 1992). Selain itu, beberapa pakar ada

juga yang mendefinisikan budidaya sebagai kegiatan untuk memproduksi biota air
(termasuk di dalamnya: pemeliharaan, penanganan, pengolahan, dan pemasaran) untuk
tujuan komersial (BARNABE 1990).
Di Kabupaten Jeneponto prospek bisnis untuk rumput laut begitu luas. tetapi dalam
upaya pengembangannya masih banyak kendala yang dihadapi. Di bidang budidaya
misalnya, ketersediaan bibit yang berkualitas masih jarang ditemukan, di samping juga
adanya faktor perubahan kondisi perairan dan musim yang sangat mempengaruhi
kualitas rumput laut yang dihasilkan. Sementara, di bidang pengolahan , faktor
pengetahuan terhadap arti penting kualitas menjadi kendala utama. Hal ini tercermin
dari proses produksi dan peralatan yang digunakan masih jauh dari standar pengolahan.
Tujuan penulisan ini yaitu agar pembaca khususnya penulis sendiri sebagai seorang
mahasiswa perikanany yang nantinya dapat mengetahui cara-cara budidaya rumput laut,
dapat menganalisis usaha dalam suatu kegiatan budidaya rumput laut sehingga mampu
memperoleh keuntungan, serta mampu mengekstrak bahan mentah sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan baku makanan seperti dodol dan agar – agar.

B. Metode Penulisan Artikel

Metode yang digunakan dalam penulisan asrtikel ini yaitu dengan mengambil beberapa
data9 dari internet yaitu beberapa jurnal yang membahas tentang budidaya rumput laut.
Dengan kata lain metode yang penulis gunakan adalah metode sekunder.

C. Pembahasan
Kabupaten Jeneponto terletak di ujung barat daya dari wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan yang secara geografis terletak di antara 50 23’ 12’’ – 50 42’ 35’’ LS dan antara
1190 29’ 12’’ – 1190 56’ 45’’ BT. Ditinjau dari batas-batasnya jeneponto mempunyai
batas-batas sebagai berikut :


Sebelah Utara : Kabupaten Takalar dan Kabupaten Gowa



Sebelah Selatan : Laut Flores



Sebelah Timur : Kabupaten Bantaeng




Sebelah Barat : Kabupaten Takalar

Secara administratif, Kabupaten Jeneponto merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sulawesi Selatan yang potensial untuk pengembangan rumput laut karena memiliki
panjang pantai ± 95 km dengan luas 749.79 km2. Dan memiliki 11 wilayah kecamatan
dengan luas wilayah 74.979 ha atau 749,79 Km2 .
Kabupaten Jeneponto sesuai potensinya yang ditunjang oleh tujuh kecamatan daerah
pesisir dengan panjang garis pantai sekiar 95 km, ditetapkan sebagai pusat
pengembangan

(ingkubator)

agribisnis

perikanan

dan


rumput

laut.

Daerah

penunjangnya adalah Kabupaten Takalar, Bantaeng, Bulukumba, Selayar, dan Pangkep.
Potensi

sumber-sumber

ekonomi

yang

dimiliki

Kabupaten


Jeneponto

terus

dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Sebagai wilayah agraris dengan sumber daya alam yang sangat potensial untuk
dikembangkan, serta pertanian merupakan sektor paling dominan karena sebagian besar
masyarakatnya masih hidup disektor ini.Bila diamati output yang dihasilkan dari
pengelolaan sumber daya alam masing-masing sektor ekonomi, tampak bahwa sektor
pertanian masih tetap unggul bila dibandingkan dengan sektor lain, karena sektor ini
memberikan kontribusi terbesar (54,45%) terhadap total PDRB Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Kabupaten Jeneponto Tahun 2012, disusul sektor jasa-jasa sebesar
17,92%, sektor bank dan lembaga keuangan lainnya sebesar 7,67%, sektor perdagangan
7,44%, sektor bangunan 4,73%. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi paling
kecil adalah sektor listrik dan air hanya sebesar 0,63%. Jika diperhatikan komoditas sub
sektor perikanan tampak bahwa komoditas perikanan laut lebih dominan dari pada ikan
air tawar/tambak, hal ini ditunjang oleh potensi sumber daya kelautan yang ada, karena
dari sebelas kecamatan yang ada di Kabupaten Jeneponto, tujuh kecamatan diantaranya
merupakan daerah pesisir.
Produksi rumput laut di Kabupaten Jeneponto pada tahun 2012 mengalami peningkatan

dibandingkan tahun 2011. Produksi rumput laut pada tahun 2011 sebesar 15.047 ton
sedangkan pada tahun berikutnya hanya memproduksi rumput laut sebesar 15.130 ton.
Dengan kata lain terjadi adanya peningkatan produksi rumput laut sebesar 83 ton.

Berdasarkan jumlah produksi rumput laut, sebanyak 57 orang responden atau 70%
Petani rumput laut mampu memproduksi sebanyak 100 – 500 Kg/Sekali Panen.
Sedangkan sebanyak 28 orang responden atau 28% Petani rumput laut di Kabupaten
Jeneponto mampu memproduksi rumput laut sebanyak 501 – 1.000 Kg/Sekali Panen,
sebanyak 1 orang responden atau 1% mampu menghasilkan rumput laut sebanyak 1.001
- 1.500 Kg/Sekali Panen,dan 1% responden menghasilkan 1.501 – 2000 Kg/Sekali
Panen. Produksi diukur berdasarkan satuan Kg Per Panen dalam peningkatan hasil dan
perbaikan cara produksi. 1
Luasnya potensi perairan laut yang ada pada wilayah kabupaten Jeneponto dan
sekitarnya menjadi aset daerah yang belum tergarap secara optimal dan diharapkan
memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan ekonomi masyarakat.Oleh itu
diperlukan dukungan pemerintah daerah untuk memberi kelonggaran atau kemudahan
kepada siapapun yang hendak berinvestasi di wilayah ini. Misalnya, budidaya air payau
yakni budidaya udang dan ikan bandeng atau budidaya rumput laut yang kiranya
mampu memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang bermukim di
pesisir pantai. Selain budidaya udang dan ikan bandeng yang ada saat ini, juga terdapat

budidaya rumput laut yang tengah tumbuh di sekitar masyarakat pesisir. Ini hendaknya
menjadi perhatian serius dari pemerintah setempat karena hal tersebut sudah dapat
memberikan sumber penghasilan bagi perekonomian masyarakat.
a. Aspek Finansial
Hasil analisis rugi laba pada budidaya rumput laut, memberi gambaran bahwa petani
rumput laut akan mengalami kerugian pada saat panen awal. Sedangkan pada Masa
panen kedua dan seterusnya, petani rumput laut akan memperoleh laba yang cukup
signifikan. Hal ini disebabkan karena, pada musim tanam kedua dan seterusnya,petani
tidaklagi membeli bibit.
b. Pemilihan Lokasi

1Andi Faizal Akbar. 2014. Analisis Tingkat Produksi Petani Rumput Laut di Kabupaten

Jeneponto. Dalam https://core.ac.uk/download/pdf/77619539.pdf

Pemilihan lokasi budidaya rumput laut merupakan salah satu hal yang perlu
diperhatikan. Lokasi pesisir pantai yang tidak tercemar sampah industri, limbah rumah
tangga dan lainnya yang dapat meningkatkan kekeruhan air, karena kondisi tersebut
dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas air laut, yang pada akhirnya akan
menurunkan daya dukung lingkungan terhadap perkembangan rumput laut yang

dikembangkan.Selain itu, lokasi harus terhindar dari angin kencang dan gelombang
besar, karena dapat merusak rumput laut yang dibudidayakan. Mengingat makanan
rumput laut berasal dari aliran air yang melewati, gerakan air yang cukup harus
diperhatikan, karena selain dapat membawa nutrisi, juga dapat mencuci kotoran yang
menempel, membantu pengudaraan, dan mencegah fluktuasi suhu air yang besar.Suhu
yang baik sekitar 20 – 28°C, besarnya kecepatan arus antara 20–40 cm/detik dan
kecerahan perairan lebih dari 1 meter di atas permukaan air. Persyaratan tersebut sangat
penting diperhatikan, agar rumput laut masih mendapat panetrasi sinar matahari yang
sangat berguna untuk sumber energi dalam proses fotosintesis. Faktor lain yang harus
dipertimbangkan dalam memilih lokasi adalah, sebaiknya tidak terlalu jauh dari tempat
tinggal, supaya mudah melakukan pengawasan. Lokasi juga harus ada sarana jalan
untuk pengangkutan bahan, sarana budidaya bibit, tempat penjemuran dan mudah dalam
pemasaran hasil. 2
Rumput laut akan bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih lanjut. Pada
umumnya penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai pada
pengeringan saja. Rumput laut kering masih merupakan bahan baku yang harus diolah
lagi. Pengolahan rumput laut kering dapat menghasilkan agar-agar, keraginan atau algin
tergantung kandungan yang terdapat di dalam rumput laut. Pengolahan ini kebanyakan
dilakukan oleh pabrik namun sebenarnya dapat juga oleh petani. Pengolahan rumput
laut menjadi bahan baku telah banyak dilakukan para petani. Hasil yang diperoleh

sesuai standar perdagangan ekspor. Untuk itu, akan lebih baik bila penanganan
dilakukan secara hati-hati dan diawasi.

2 Hasriyanti. 2014. Pemetaan Wilayah

Rumput Laut di Kecamatan Tamalatea

Kabupaten Jeneponto. Jurnal Sainsmat. Vol III No.2. Halaman 176-184. Dalam
http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat

Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan di Kabupaten Jeneponto adalah K.
alvarezii. Jenis ini mempunyai nilai ekonomis penting karena sebagai penghasil
karaginan. Dalam dunia industri dan perdagangan karaginan mempunyai manfaat yang
sama dengan agar-agar dan alginat, karaginan dapat digunakan sebagai bahan baku
untuk industri farmasi, kosmetik, makanan dan lain-lain (Mubarak et al. 1990).
Permintaan rumput laut kering kurang 9.300 MT per tahun dan untuk kebutuhan
industri di luar negeri 15.000 s.d. 20.000 MT per tahun. Pabrik pengolahan keragian
rumput laut di Indonesia telah ada sejak tahun 1989. Sekarang ini sudah banyak pabrik
pengolahan rumput laut di Indonesia, karena itu pabrikan dan eksportir bersaing untuk
memperoleh bahan baku rumput laut kering.Budidaya rumput laut yang pada umumnya

dapat dilakukan oleh parapetani/ nelayan dalam pengembangannya memerlukan
keterpaduan unsur-unsur sub sistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya
sampai ke pemasaran hasil. Keterpaduan tersebut menuntut adanya kerjasama antara
pihak-pihak yang terkait dalam bentuk kemitraan usaha yang ideal antara petani/usaha
kecil yang pada umumnya berada di pihak produksi dengan Pengusaha Besar yang
umumnya berada di pihak yang menguasai pengolahan dan pemasaran.3
Atribut sensitif pada dimensi sosial-budaya yakni partisipasi keluarga, dalam kegiatan
budidaya rumput laut ini bisa dilihat dari kenyataan dilapangan bahwa kaum pria dalam
keluarga seperti ayah dan anak laki-laki melakukan pekerjaan di laut seperti penyiapan
lahan, pemeliharaan dan pemanenan, sedangkan kaum perempuan seperti ibu dan anak
perempuan lebih banyak berperan pada pekerjaan di darat seperti pembuatan tali,
pengikatan bibit dan menjemur rumput laut. Sedangkan sosialisasi pekerjaan selain
dilakukan bersama keluarga juga dilakukan secara berkelompok atau bergotong royong
perlu dipertahankan. Selain itu, bagi masyarakat pesisir tidak terlalu banyak pilihan
pekerjaan yang bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan keluarga kecuali jika
masyarakat pembudidaya rumput laut mencari pekerjaan diluar wilayahnya sehingga
3 Nur Rahmah Yusuf, A. Niartiningsih, dan Chair Rani. Keberlanjutan Budidaya

Rumput Laut Kappaphycus alvaerezii (Doty) di Kecamatan Binamu Kabupaten
Jeneponto.
pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c30979b05f80f6488e8244db2d6f31.pdf

Dalam

tingkat ketergantungan terhadap kegiatan budidaya rumput laut cukuptinggi. Karena itu
jumlah rumah tangga petani rumput laut setiap tahun semakin bertambah banyak. Hasil
penelitian menunjukkan populasi RTP rumput laut lebih dari 75% dari komunitas
penduduk wilayah pesisir. Pertambahan rumah tangga petani rumput laut ini harus
dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Atribut yang paling sensitif pada dimensi teknologi adalah standarisasi mutu rumput
laut, yang menurut penyuluh dari Dinas Kelautan dan Perikanan sudah diterapkan di
Kabupaten Jeneponto. Akan tetapi para petani/pembudidaya tidak mengetahui dengan
pasti perbedaan penampilan fisik rumput laut yang bermutu baik atau bermutu jelek
dalam hal ini kandungan agar dan karaginan tetapi informasi yang mereka peroleh dari
Dinas Perikanan setempat bahwa rumput laut yang dipanen pada masa pemeliharaan 45
hari lebih bagus mutunya dibandingkan pada masa pemeliharaan 30-40 hari.4

D. Penutup
Pengembangan budidaya perikanan rumput laut ini diharapkan mampu pemberdayaan
masyarakat petani rumput laut dan meningkatkan taraf hidup petani rumput laut. Maka
dari itu program pengembangan budidaya rumput laut ini menjadi perhatian penting
bagi pemerintah daerah . Sebagian besar pengolahan budidaya rumput laut dikelola
secara tradisional, hal ini dikarenakan pengolahan modern membutuhkan persyaratan
yang sulit dipenuhi para petani rumput laut termasuk di dalamnya kualitas rumput laut
yang bermutu tinggi dan teknologi pengelolaanya. Untuk ikut bersaing, industri
pengolahan budidaya rumput laut skala kecil ini membutuhkan bantuan modal,
pembinaan atau pelatihan serta bantuan pemasaran sehingga rumput laut ini dapat
dikembangkan memiliki kualitas daya jual yang tinggi dan dapat meningkatkan
4 Irmayani, Syarifuddin Yusuf, dan Muhammad Alispar. 2014. Analisis Kelayakan

Usaha Budidaya Rumput Laut di Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala Kabupaten
Jeneponto. Jurnal Bisnis Perikanan. Vol I No. 1. Halaman 17-28. Dalam
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=380846&val=7777&title=ANALISIS%20KELAYAKAN%20USAHA
%20BUDIDAYA%20RUMPUT%20LAUT%20%20DI%20DESA%20MALLASORO
%20KECAMATAN%20BANGKALA%20%20KABUPATEN%20JENEPONTO

kesejahteraan pada para petani rumput laut yang berkelanjutan untuk menghasilkan
produk budidaya rumput laut yang ditinjau dari segi ekonomis menguntungkan dari segi
teknis bisa dilaksanakan, sehingga pengembangan rumput laut ini dapat memberikan
kontribusi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun untuk pemerintah
Kota Jeneponto itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Andi Faizal Akbar. 2014. Analisis Tingkat Produksi Petani Rumput Laut di Kabupaten
Jeneponto. Makassar. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
https://core.ac.uk/download/pdf/77619539.pdf
Hasriyanti. 2014. Pemetaan Wilayah Produksi Rumput Laut di Kecamatan Tamalatea
Kabupaten Jeneponto. Jurnal Sainsmat. Vol III No.2. Halaman 176-184. Edisi
September 2014. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Makassar. http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat
Irmayani, Syarifuddin Yusuf, dan Muhammad Alispar. 2014. Analisis Kelayakan
Usaha Budidaya Rumput Laut di Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala
Kabupaten Jeneponto. Jurnal Bisnis Perikanan. Vol I No. 1. Halaman 17-28.
Edisi April 2014. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Pare-Pare.
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=380846&val=7777&title=ANALISIS%20KELAYAKAN%20USAHA
%20BUDIDAYA%20RUMPUT%20LAUT%20%20DI%20DESA
%20MALLASORO%20KECAMATAN%20BANGKALA
%20%20KABUPATEN%20JENEPONTO
Nur Rahmah Yusuf, A. Niartiningsih, dan Chair Rani. Keberlanjutan Budidaya Rumput
Laut Kappaphycus alvaerezii (Doty) di Kecamatan Binamu Kabupaten

Jeneponto. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/b6c30979b05f80f6488e8244db2d6f31.pdf