PEMERIKSAAN GENETIK ANTENATAL PADA GENODERMATOSIS

Tinjauan Pustaka
PEMERIKSAAN GENETIK ANTENATAL
PADA GENODERMATOSIS
Frien Refla Syarif, Sri Lestari
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Andalas/RSUP dr.M.Djamil Padang

ABSTRAK
Pemeriksaan genetik antenatal telah berkembang dengan pesat dalam genodermatosis. Genodermatosis merupakan
penyakit yang diturunkan dalam hal struktur dan fungsi kulit mencakup berbagai penyakit kulit turunan yang mungkin terkait
dengan risiko mortalitas yang bermakna dan morbiditas jangka panjang. Terdapat kemajuan yang pesat dalam metode untuk
pemeriksaan antenatal sejak 1980-an. Di masa lalu, pilihan untuk diagnosis antenatal pada penyakit ini terbatas pada biopsi
kulit fetus, tetapi saat ini kemajuan genetika molekuler telah berkembang dan sangat mempengaruhi diagnosis prenatal bidang
dermatologi. Pertemuan antara ilmu genetika dan dermatologi telah semakin luas dengan dapat diidentifikasinya kelainan gen
yang diturunkan hingga meningkatkan penemuan spektrum fenotip dan integrasi data molekuler dan klinis. Selain itu, diagnosis
prenatal memberikan orangtua pilihan terapi pada waktu yang lebih cepat. Di Indonesia perkembangan ilmu genetik dan
clinical genetic (genetik klinis) sudah berkembang cukup pesat. Konseling genetik sebagai sebuah ilmu dan konselor genetik
sebagai sebuah profesi telah berkembang pesat di negara maju demikian juga di beberapa negara berkembang. Mengingat
Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, hal ini tentunya merupakan tantangan yang terkait
dengan kesehatan untuk memberikan layanan ini.
Kata kunci: pemeriksaan genetik antenatal, genodermatosis


ANTENATAL GENETIC EXAMINATION
IN GENODERMATOSES
ABSTRACT
Antenatal genetic exmination has been developing progress in genodermatoses. Genodermatoses refer to inherited disease
of skin structure and function. It encompasses a range of inheritable skin diseases that may be associated with significant
mortality rate and long-term morbidity. There have been major advances in methods for antenatal testing since 1980s. In the
past, options for antenatal diagnosis of these diseases were limited to fetal skin biopsy but presently the progress of molecular
genetics led to a revolution which also had affected the dermatology field profoundly. The interface between genetics and
dermatology has broadened with the identification of the heritable disorders, improve recognition of phenotypic spectrums and
integration of molecular and clinical data. Furthermore, prenatal diagnosis gives parents the therapeutic option at the earliest
possible time. In Indonesia, the development of genetic science and clinical genetics (genetic clinic) has been growing quite
rapidly. Genetic counseling as a science and as a profession genetic counselor has been growing rapidly in developed countries
as well as in some developing countries. Since Indonesia is the fourth most populous country in the world, it is certainly a
challenge related to health to provide this service.
Keywords: antenatal genetic examination, genodermatoses

Korespondensi:
Jl. Perintis Kemerdekaan – Padang
Telp/fax: 0751-810256

Email: dr.refla.syarif@gmail.com

45

MDVI

PENDAHULUAN
Diagnosis genodermatosis di masa lampau sulit
ditegakkan dengan begitu banyaknya sistem klasifikasi
dan nomenklatur yang tidak konsisten. Sejak dasar
genodermatosis telah ditentukan, integrasi molekuler dan
data klinis dapat membantu untuk mempermudah
mengelompokkan
penyakit
dan
mengeliminasi
terminologi yang tidak diperlukan.1,2
Genodermatosis meliputi berbagai penyakit kulit
turunan yang berhubungan erat dengan kekerapan
mortalitas dan morbiditas jangka panjang.3 Pada saat

mengevaluasi pasien yang dicurigai berpenyakit
genodermatosis, langkah awal yang perlu dilakukan
adalah mendapatkan riwayat genodermatosis melalui
anamnesis sedikitnya dari 3 generasi dan memeriksa
status dermatologikus termasuk rambut, kuku, dan
mukosa oral/gigi. Ini sangat penting dilakukan untuk
mendapatkan riwayat pada keluarga (terutama orangtua
dan saudara sedarah) yang memiliki kelainan yang sama
sehingga dapat menegakkan pola penurunan genetik pada
keluarga. Hasil pemeriksaan laboratoris, radiografi, dan
histologis sebelumnya juga harus dikumpulkan.4
Dahulu diagnosis prenatal untuk berbagai kondisi ini
dilakukan hanya dengan biopsi kulit fetus.3 Eritroderma
iktiosiformis kongenital bulosa dan junctional EB
merupakan kondisi pasien yang sukses pertama kali
didiagnosis menggunakan teknik ini.5 Biopsi kulit fetus
dimulai sejak tahun 1987 pada saat ditemukannya delesi
gen steroid sulfatase yang mengakibatkan terjadinya
iktiosis x-linked recessive.6
Dua puluh lima tahun terakhir terdapat kemajuan

yang bermakna dalam menjelaskan dasar genetik
gangguan kelainan kulit.6 Penelitian pada mutasi gen
manusia kemudian berkembang pada tahun 2003.7,8 Sejak
tahun 2000 terdapat kemajuan pesat berbagai penelitian
yang menemukan lebih dari 1000 gen bertanggungjawab
terhadap fenotip manusia dan mencapai 300 gen yang
berhubungan dengan abnormalitas pada kulit.9-12
Sebelum dilakukan diagnostik molekuler pada pasien
genodermatosis, keuntungan dan kerugian pemeriksaan
ini harus dipertimbangkan dan dibicarakan dengan pasien
dan/atau keluarga pasien. Efek hasil pemeriksaan
terhadap pasien yang diperiksa atau anggota keluarga
harus dijelaskan kepada pasien dan keluarga. Konfirmasi
diagnosis yang dicurigai penting pada saat hasil
pemeriksaan karena dapat mempengaruhi prognosis,
monitoring dan/atau terapi.4,13,14
Masalah medis selama kehamilan dan kelahiran dapat
diantisipasi dan diterapi tepat waktu, misalnya proses
persalinan yang tidak maju (kala dua memanjang) bila ibu
mengandung bayi dengan iktiosis x-linked. Oleh sebab

itu, diagnosis prenatal memberikan pilihan abortus
terapeutik terhadap bayi yang dikandung15 dengan

46

Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53

pertimbangan risk and benefit, serta etika, moral, dan
legalitas.31 Alasan lain untuk melakukan pemeriksaan
antenatal adalah terdapatnya faktor risiko pada anggota
keluarga yang tidak memiliki kelainan klinis
genodermatosis atau untuk menentukan anggota keluarga
mana yang carrier (pada kelainan resesif).4,13,14
Sebelum melakukan analisis genetik diperlukan
konseling dan informed consent terhadap pasien dan
keluarga. Dijelaskan juga kemungkinan dapat terjadi
kesalahan diagnosis apabila terdapat perubahan genetik
yang tidak dapat dideteksi dengan menggunakan metode
pemeriksaan yang akan dilakukan, mosaicism, genetic

(locus) heterogeneity dan kesalahan laboratoris.4
Keterbatasan pemeriksaan, termasuk mahalnya harga
pemeriksaan, terdapat potensi kesalahan diagnostik dan
implantansi pada embrio serta rasio kehamilan menjadi
lebih rendah pada pasien yang melakukan prenatal/implantation genetic diagnosis (PGD) dibandingkan
dengan pasien yang sedang menjalani fertilisasi
invitro.4,16
Di Indonesia perkembangan ilmu genetik dan clinical
genetic (genetik klinis) sudah berkembang cukup pesat.
Konseling genetik sebagai sebuah ilmu dan konselor
genetik sebagai sebuah profesi telah berkembang pesat di
negara-negara maju demikian juga di beberapa negara
berkembang. Mengingat Indonesia adalah negara dengan
penduduk terbesar keempat di dunia, hal ini tentunya
merupakan tantangan yang terkait dengan kesehatan
untuk memberikan layanan ini.17 Rumah Sakit Harapan
Kita dan Eijkman Institute di Jakarta, RS Telogorejo dan
Universitas Diponegoro di Semarang, Inter-University
Center (IUC) Bioteknologi di Bandung menyediakan
pelayanan diagnostik sitogenetik di Indonesia.18

Makalah
ini
membahas
tentang
indikasi,
kontraindikasi, aspek etika, dan teknik pemeriksaan
genetik yang dapat dilakukan untuk mebantu menegakkan
diagnosis pasti antenatal pada genodermatosis.
PEMERIKSAAN ANTENATAL
Definisi pemeriksaan antenatal
Pemeriksaan antenatal adalah program peduli
kesehatan kandungan yang bertujuan mengoptimalkan
kesehatan ibu dan anak melalui monitoring reguler pada
kehamilan.19 World Health Organization (WHO)
mendefinisikan
pemeriksaan
antenatal
sebagai
pemeriksaan selama kehamilan oleh dokter atau tenaga
medis yang ahli.20

Konseling genetik dan diagnosis prenatal
Konseling genetik merupakan satu proses komunikasi
efektif dokter-pasien atau keluarga pasien untuk
mendapat penjelasan penyakit, prognosis, risiko kejadian,

FR. Syarif & S. Lestari

pola penurunan genetik, pencegahan, dan tatalaksana
penyakit sebelum orangtua pasien memilih terapi.
Konseling genetik penting pada praktik dermatologi dan
diagnosis prenatal, terutama dilakukan pada penyakit
genodermatosis yang berat.21
Diagnosis prenatal dilakukan untuk memprediksi
kelainan genetik pada anak yang belum lahir
menggunakan metode invasif dan non-invasif.22 Sebelum
adanya metode pemeriksaan non-invasif berbasis DNA,
diagnosis prenatal pada genodermatosis menggunakan
analisis ultrastruktural dan imunohistokimia dengan
biopsi kulit fetus yang diperoleh pada usia gestasi 18 dan
22 minggu. Kelainan genetik herediter yang terdapat pada

anggota keluarga atau carrier harus diidentifikasi
sebelum dilakukan pemeriksaan.23,24
Pemeriksaan
diagnostik
prenatal
untuk
genodermatosis dilakukan pada rerata usia gestasi 19
minggu. Pada saat mutasi genetik telah teridentifikasi
dalam suatu keluarga, pemeriksaan ini harus dilakukan.21
Indikasi dan kontraindikasi diagnosis prenatal
Hal
terpenting
pada
diagnosis
prenatal
genodermatosis adalah memperoleh informasi rinci
tentang riwayat kesehatan 3 generasi sebelumnya pada
seorang pasien dengan tujuan untuk menilai risiko
kejadian penyakit.25 Indikasi medis yang diperlukan untuk
pemeriksaan genetik pada genodermatosis adalah adalah

terdapatnya faktor risiko pada anggota keluarga yang
tidak memiliki kelainan genodermatosis atau untuk
menentukan anggota keluarga mana yang carrier
(kelainan
resesif).
Pre-natal/implantation
genetic
diagnosis dilakukan pada orangtua yang memiliki anak
dengan kecurigaan genetik yang diturunkan secara resesif
autosomal (RA), dominan autosomal (DA) dan ibu yang
dicurigai carrier atau pasien dengan kelainan xlinked.4,13,14
Infeksi serviks aktif, misalnya klamidia atau herpes,
infeksi vaginal, perdarahan vagina atau vaginal spotting,
uterus anteversi atau retroversi yang ekstrim merupakan
indikasikontra dalam pemeriksaan antenatal invasif.26
Sedangkan kehamilan kembar saat ini menjadi kontra
indikasi untuk pemeriksaan antenatal noninvasif dengan
teknik pemisahan sel fetus dari darah ibu.27
Aspek etika diagnosis prenatal
Bahan pemeriksaan untuk diagnosis prenatal dan

genetik medik awalnya diambil dari cairan amnion
(amniosintesis).21 Namun, akibat tindakan tersebut
terdapat kecenderungan terminasi kehamilan.21,28
Terminasi kehamilan masih menjadi perdebatan dalam
bidang moral, etik, dan legalitas.29 Oleh karena alasan ini,
pemeriksaan diagnosis prenatal harus dilakukan dengan
hati-hati dan dengan informed consent.21,30

Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis

Terminasi dapat dilakukan kapan saja selama masa
gestasi apabila terdapat risiko tinggi, batasan usia aborsi
adalah usia kehamilan kurang dari 24 minggu, namun
batasan ini tidak dipakai pada kasus apabila bayi yang
akan lahir akan menderita abnormalitas fisik maupun
mental atau akan menderita cacat yang berat.28
Keputusan untuk melakukan terminasi tiap individu
berbeda, dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk nilai
agama, etika, dan hukum, indikasi medis. Beberapa
genodermatoses
menyebabkan
morbiditas
yang
bermakna, umpamanya Harlequin ichthyosis dan
beberapa bentuk epidermolisis bulosa. Banyak
genodermatosis lainnya hanya mengakibatkan masalah
kosmetik namun tidak berpengaruh pada harapan hidup.
Hingga saat ini belum ada panduan PGD yang jelas dan
setiap kasus harus dipertimbangkan secara individual.31
Teknik diagnostik prenatal
Teknik yang digunakan dalam diagnostik prenatal
meliputi beberapa teknik yang dilakukan untuk melihat
defek kelahiran dan kondisi genetik termasuk prosedur
invasif baku, yaitu amniosintesis, chorionic villus
sampling (CVS) dan kordosintesis, fetoskopi dan biopsi
kulit fetus maupun prosedur noninvasif seperti
ultrasonografi, pemisahan sel fetus dari darah ibu dan
teknik gen molekuler.32 Teknik diagnostik prenatal harus
dibedakan dengan metode screening prenatal. Screening
prenatal, misalnya serum screening dan ultrasonografi
rutin dilakukan namun tidak untuk menegakkan
diagnosis.32,32
Pemeriksaan genetik antenatal untuk genodermatosis
terus berkembang dan di masa depan metode noninvasif
diyakini mudah tersedia. Pemanfaatan diagnosis genetik
prenatal untuk gangguan kulit yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup, tetapi dengan fenotip lebih ringan,
menimbulkan tantangan baru bagi penyedia layanan
kesehatan. Skema ringkas metode diagnosis prenatal
ditunjukkan pada gambar. 1.31

Gambar 1. Pemilihan teknik pemeriksaan antenatal.

47

Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53

MDVI

PEMERIKSAAN
GENODERMATOSIS

ANTENATAL

PADA

Teknik pemeriksaan antenatal
Kelainan kongenital merupakan penyebab 20-25%
kematian perinatal.34 Pemeriksaan klinis sangat penting
dalam menegakkan diagnosis kerja pada beberapa
kelainan genetik termasuk genodermatosis.3 Teknik
pemeriksaan antenatal sangat membantu dalam penemuan
Tabel.1 Teknik yang tersedia untuk diagnosis prenatal pada genodermatosis
Teknik
Waktu gestasi
Biopsi kulit fetus
15 – 27 minggu (waktu yang tepat
bergantung pada penyakit)

risiko kelainan genetik dan pada ibu yang merencanakan
kehamilan.3,35 Pemeriksaan antenatal tidak hanya
kehamilan.3,35 Pemeriksaan antenatal tidak hanya
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis pada
genodermatosis, namun juga diperlukan untuk
tatalaksana.3 Teknik ini merupakan teknik lanjut untuk
memperoleh penegakan kemungkinan diagnosis sejak
masa gestasi menggunakan berbagai teknik.34,36
Teknik diagnosis prenatal yang dapat digunakan di
bidang dermatologi tertera dalam tabel di bawah ini.15

-

Risiko dan kerugian
Dilakukan pada waktu akhir gestasi
Dapat tidak memastikan diagnosis
Fetal scarring
Fetal loss (1-3%)
Infeksi
Kebocoran amnion

-

Fetal loss (0.5%)
Kebocoran amnion
Vaginal spotting/bleeding
Infeksi
Fetal loss (1%)

-

Dapat mengenai anggota tubuh fetus
Vaginal spotting/bleeding
Meningkatkan insiden hemangioma infantil
Kebocoran amnion

Keuntungan
- Digunakan apabila gen penyebab tidak
dapat ditemukan, mutasi spesifik tidak
dapat diidentifikasi atau analisis
keterkaitan gen tidak tersedia

- Telah banyak dilakukan
Amniosintesis

15 – 20 minggu

Chrionic villus sampling (CVS)

10 – 12 minggu

Diagnosis genetik preimplantasi
Sebelum implantasi blastosis

- Kriteria diagnosis tidak terlalu khas pada
kasus genodermatosis
- Bentuk genodermatosis tidak tampak hingga
akhir masa gestasi

Ultrasonografi
Pada masa kehamilan namun detail fetus
dapat divisualisai dengan lebih baik setelah
18 – 20 minggu
Maternal serum screening
(pemisahan sel fetus dari darah ibu)

- Mahal
- Terbatas dilakukan karena memerlukan uji
prenatal tambahan untuk konfirmasi
- Rasio kehamilan menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan in vitro fertilization

- Memerlukan uji prenatal tambahan untuk
konfirmasi

15 – 20 minggu

- Telah banyak dilakukan
- Dilakukan pada awal kehamilan

- Mengeliminasi terminasi pada fetus yang
menderita genodermatosis
- Menguntungkan bagi pasutri yang
memiliki kesulitan memiliki anak

- Dapat mendeteksi abnormalitas pada
genodermatosis tanpa adanya riwayat
keluarga
- Noninvasif

- Iktiosis x-linked berhubungan dengan
rendahnya kadar estradiol unconjugated
- Noninvasif

TEKNIK NONINVASIF
Ultrasonografi
Kondisi genetik dapat didiagnosis dengan
menggunakan teknik visualisasi fetal langsung terhadap
fetus menggunakan ultrasound yang merupakan
gelombang suara frekuensi tinggi yang dipantulkan dari
densitas jaringan fetus di uterus.37 Ultrasonografi
merupakan metode konvensional dalam diagnosis
prenatal yang sering digunakan. Tanda beberapa
genodermatosis
dapat
diperoleh
menggunakan
ultrasonografi terutama pada kasus

48

de novo.31 Sedangkan pemeriksaan histopatologi
penting pada kelainan kulit yang diturunkan, namun
banyak di antaranya yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan ini.38
Ultrasonografi yang digunakan untuk diagnosis
prenatal hanya dapat dilakukan setelah usia gestasi 18
minggu.31,37 Kelainan kulit yang dapat didiagnosis
menggunakan metode ini antara lain epidemolisis bulosa
(EB), iktiosis Harlequin, displasia ektodermal
hipohidrotik, displasia kondroektodermal, nevus sebasea
linear, cutis verticis gyrata, dan tuberous sclerosis.37,39-41

FR. Syarif & S. Lestari

Snowflake sign (partikel echogenic multipel pada
cairan amnion) yang terdapat pada kavitas amnion
merupakan petanda pengelupasan kulit fetus untuk
beberapa kelainan termasuk junctional EB dengan atresia
pilorik dan iktiosis Harlequin.42,43 Snowflake sign juga
ditemukan pada aplasia cutis congenita.44
Epidermolisis bulosa. Salah satu tanda kemungkinan
diagnosis epidermolisis bullosa (EB) adalah terdapatnya
atresia pilorik pada fetus yang dapat dilihat menggunakan
ultrasonografi, dan tanda lainnya adalah stenosis ureteral,
artrogriposis, deformitas hidung atau telinga.42 Diagnosis
prenatal junctional EB dengan atresia pilorik dapat
teridentifikasi dengan
tampilan nonkutan misalnya
dilatasi gaster dan polihidramnion.45
Iktiosis Harlequin. Kecurigaan terhadap diagnosis
iktiosis Harlequin dapat ditegakkan apabila ditemukan
bentuk wajah dismorfik, ekstremitas abnormal, kontraktur
sendi yang luas, deformitas fleksor pada jari-jari fetus,
keterbatasan pertumbuhan janin dan adanya partikel
hiperekhogenik dalam cairan amnion.46-48 Dismorfik
fasial dapat terlihat lebih jelas dengan menggunakan
ultrasonografi tiga dimensi.49
Aplasia cutis congenital. Terlihat lesi cystic yang halus
terdapat pada skalp tanpa adanya kelainan serebral.
Placental infarcts, amniotic bands, fetus papyraceous
juga berhubungan dengan penyakit ini. Untuk
menegakkan diagnosis prenatal penyakit ini harus
didapatkan riwayat keluarga dengan pola penurunan
penyakit dominan autosomal dan riwayat infeksi pada
kehamilan sebelumnya.50
Displasia ektodermal hipohidrotik. Pada dysplasia
hipohidrotik dapat ditemukan facial cleft, cyclopia, dan
kelainan orbita. Defek fasial pada fetus akan lebih jelas
bila dilakukan ultrasonografi pada usia kehamilan 24
minggu, namun dapat dilakukan lebih awal bila
menggunakan ultrasonografi tiga dimensi (3-D).37
Displasia kondroektodermal. Terdapat defek pada
jantung yang dapat dilihat menggunakan USG, defek
berupa atrium and endocardial cushion..51
Nevus sebasea linear. Akan nampak massa jaringan
lunak pada garis tengah tubuh fetus diikuti dengan
terdapatnya makrosefali dan polihidramnion.39 Dapat juga
terlihat berupa skin tag-like lesion pada tempat predileksi
nevus sebasea linear.52
Cutis verticis gyrate. Pada daerah kepala fetus
akan tampak cairan antara skalp dengan tulang kranium
yang akan menghilang pada usia kehamilan 20 minggu.40

Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis

Tuberous sclerosis. Penemuan cardiac rhabdomyoma
merupakan salah satu tanda tuberous sclerosis namun
apabila hanya terdapat satu cardiac rhabdomyoma maka
diagnosis tuberous sclerosis menjadi meragukan.
Terdapatnya tumor yang multipel dapat menguatkan
kecurigaan diagnosis tuberous sclerosis.43,53
Pemisahan sel fetus dari darah ibu. Inti sel fetus
(eritroblas) yang bersirkulasi dalam darah maternal yang
berjumlah sangat banyak dapat digunakan untuk
pemeriksaan ekstraksi DNA.54,55 Pemeriksaan ini dapat
dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Tidak
terdapat risiko infeksi maternal atau abortus. Sel fetus
dapat diisolasi dari darah maternal menggunakan flow
cytometry, antibodi monoklonal atau polymerase chain
reaction (PCR).54
Iktiosis x-linked merupakan penyebab utama nilai
yang sangat rendah dari unconjugated estradiol yang
merupakan salah satu marker pada genodermatosis ini.
Pada kondisi ini terdapat insufisiensi steroid sulfatasi
plasenta yang merupakan tanda kecurigaan iktiosis xlinked. Oleh karena itu amniosintesis atau chorionic villus
sampling harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
kecurigaan diagnosis ini.56
TEKNIK INVASIF
Diagnosis prenatal merupakan sinonim pemeriksaan
antenatal invasif dan evaluasi kromosom.57 Indikasi untuk
pemeriksaan antenatal menggunakan teknik invasif adalah
terdapatnya peningkatan risiko terjadinya kelainan
genetik pada fetus.58
Amniosintesis
Teknik ini umumnya digunakan prosedur invasif
untuk diagnosis prenatal pada trimester kedua
kehamilan.31 Prosedur ini dilakukan dengan cara insersi
jarum 20-22 gauge melalui kulit abdomen ibu dan uterus
menuju ke dalam kantung amnion, kemudian dilakukan
aspirasi cairan amnion (tidak lebih dari 20-30 ml) yang
berisi sel fetus. Prosedur ini umumnya dilakukan pada
usia gestasi 16 minggu, dapat dilakukan antara minggu 914 yang disebut dengan early amniocentesis, namun
cairan amnion masih sedikit dan biasanya dilakukan
untuk penelitian sitogenik. Pemeriksaan ini biasanya
dituntun menggunakan ultrasound.59
Amniosintesis merupakan prosedur yang relatif aman.
Frekuensi kejadian chorioamnionitis yang disebabkan
oleh amniosintesis sekitar 0.1%, namun pernah
dilaporkan terjadinya septikemia maternal dengan edem
pulmonal, gagal ginjal dan dissemintaed intravascular
coagulation (DIC).60

49

MDVI

Kebocoran cairan amnion merupakan komplikasi
relatif (1-2%) yang terjadi oleh sebab amniosintesis,
namun biasanya membaik dalam waktu 48-72 jam.
Komplikasi lain adalah transient vaginal spotting yang
biasanya terjadi pada ibu hamil berusia di atas 40 tahun.61
Iktiosis kongenital dapat dinilai menggunakan
amniosintesis dengan
ditemukannya
peningkatan
echogenicity pada cairan amnion dan penebalan kulit fetus.62
Cairan amnion yang keruh ditemukan pada pemeriksaan
dengan amniosintesis pada Iktiosis Harlequin.63
Chorionic villus sampling (CVS)
Chorionic villus sampling berbeda dengan amniosintesis. Pada amniosintesis, cairan amnion yang
diaspirasi, sedangkan pada CVS jaringan plasenta yang
diaspirasi. Aspirasi dilakukan dengan tuntunan ultrasound
baik
melalui
transabdominal
maupun
trasnvaginal/transservikal.64 Keuntungan dari CVS dan
amniosintesis adalah keduanya dapat dilakukan pada
masa awal kehamilan sejak usia gestasi 6 minggu. Namun
pada beberapa center menunda prosedur CVS hingga 10
minggu usia gestasi karena terdapat kemungkinan fetal
loss (1%). Chorionic villus sampling umumnya dilakukan
pada usia gestasi 10-12 minggu.64
Indikasi untuk prosedur CVS adalah sama dengan
indikasi pada prosedur amniosintesis dengan tambahan
terdapatnya diagnosis kelainan genetik secara biokimia
dan molekuler pada ibu.65 Chorionic villus sampling
dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
prenatal pada junctional epidermolysis bullosa dan
dystrophic epidermolysis bullosa.66
Komplikasi prosedur ini antara lain adalah perdarahan
vaginal yang umumnya terjadi sebanyak 7-10% pasien
yang diambil sampel CVS melalui transservikal namun
tidak mengganggu kelahiran. Komplikasi lain adalah
chorioamnionitis dan ruptur membran korion yang
disebabkan oleh trauma mekanik ataupun kimia terhadap
korion (0.3%).65
Junctional epidermolysis bullosa. Akan ditemukan
mutasi pada gen LAMA3, LAMB3, LAMC2, ITGB4,
BPAG2/COL17A1, dengan rata-rata protein yang terlibat
adalah laminin 5.3
Dystrophic epidermolysis bullosa. Pada penyakit ini akan
ditemukan mutasi pada gen COL7A1, dengan protein
yang terlibat adalah kolagen tipe VII.3
Fetoskopi dan biopsi kulit fetus (fetal skin biopsy)
Fetoskopi dilakukan menggunakan anestesi sedatif
dengan memasukkan endoskopi fiberoptic ke uterus pada
usia kehamilan 16-20 minggu. Indikasi utama
dilakukannya fetoskopi adalah untuk melihat isi uterus,
fetal blood sampling (biasanya berasal dari umbilical
cord) dan biopsi jaringan fetus. Fetoskopi memiliki
keterbatasan untuk melihat kelainan genodermatosis.3

50

Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53

Biopsi kulit fetus awalnya mewakili pemeriksaan
antenatal untuk genodermatosis, namun saat ini telah
tergantikan oleh metode berbasis DNA. Biopsi kulit fetus
pertama kali dilakukan pada tahun 1980-an untuk
mendiagnosis
congenital
bullous
ichtyosiform
erythroderma dan Herlitz junctional epidemolysis
bullosa.5
Indikasi dilakukannya prosedur ini adalah apabila gen
penyebab kelainan genodermatosis tidak diketahui,
namun
pada
diagnosis
prenatal
menunjukkan
kemungkinan adanya genodermatosis.3 Indikasi lain
dilakukannya biopsi kulit fetus adalah kecurigaan
terhadap kemungkinan terjadinya iktiosis pada fetus
terutama iktiosis Harlequin. Biopsi umumnya dilakukan
pada usia kehamilan 22 minggu karena kelainan struktur
biasanya muncul pada usia kehamilan tersebut. Pada usia
kehamilan 19 minggu sudah dapat diperiksa keratinized
hair canals dan sel pada cairan amnion.67 Biopsi kulit
fetus juga dapat digunakan untuk menegakkan albinisme
okulokutaneus yang dilakukan pada trimester kedua
kehamilan.68,69
Kelemahan biopsi kulit fetus antara lain adalah
sampling error, sampel untuk analisis yang tidak
memadai, kesulitan dalam menginterpretasikan morfologi
dan imunohistokimia. Kelemahan tersebut sangat
bergantung pada pengalaman ahli kandungan dan patologi
anatomi. Artefak yang mungkin didapat pada saat
melakukan biopsi dapat menyerupai kelainan patologis.
Namun, secara keseluruhan, biopsi kulit fetus memiliki
tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah fetal loss
(kurang dari 1%) dan abortus spontan.3
Diagnosis genetik pre-implantasi
Diagnosis genetik preimplantasi atau
prenatal/implantation genetic diagnosis (PGD) merupakan
salah satu metode yang dapat memberikan informasi
mengenai keterlibatan genetik pada embrio di masa awal
kehamilan.70
Diagnosis
genetik
preimplantasi
dikembangkan untuk menghindari aborsi pada
pemeriksaan antenatal untuk genodermatosis.71
Prosedur ini dilakukan dengan cara menghilangkan
satu sel dari embrio secara invitro untuk menegakkan
diagnosis prenatal pada kelainan genodermatosis yang
berulang, berat dan dapat diturunkan, dengan demikian
dapat menghindari implantasi pada embrio yang
terkena.72 Aplikasi klinis diagnosis genetik preimplantasi
dilakukan apabila terdapat risiko pada embrio untuk
kelainan resesif autosomal, ectodermal dysplasia-skin
fragility syndrome dan dystrophic epidermolysis
bullosa.73
Terdapat tiga teknik untuk melakukan biopsi pada
embrio, yaitu polar body biopsy, cleavage stage biopsy

FR. Syarif & S. Lestari

dan trophectoderm biopsy, dan diagnosis harus
ditegakkan dalam 12-48 jam agar reimplantasi embrio
dapat dilakukan.70,74 Teknik cleavage stage biopsy paling
sering dilakukan namun memiliki keterbatasan, yaitu
dapat merusak embrio dan dapat terjadi misdiagnosis oleh
karena adanya cellular mosaicism. Risiko terjadinya
kesalahan diagnosis adalah sebanyak 2% pada kondisi
autosomal resesif dan 11% pada autosomal dominan.74
Amniosintesis atau CVS direkomendasikan untuk
mengkonfirmasi diagnosis.75
SIMPULAN
Ketidaktersediaan tatalaksana khusus terhadap pasien
dengan genodermatosis, pemeriksaan antenatal pada saat
kehamilan dapat dilakukan terutama apabila terdapat
risiko penyakit yang rekuren terjadi pada anggota
keluarga. Sebelum pemeriksaan antenatal pada pasien
yang diduga dengan genodermatosis, informasi detail
tentang riwayat kesehatan pada 3 generasi sebelumnya
penting untuk ditanyakan. Indikasi medis pemeriksaan
genetik pada genodermatosis adalah terdapatnya faktor
risiko pada anggota keluarga yang tidak memiliki
kelainan genodermatosis atau untuk menentukan anggota
keluarga mana yang carrier (kelainan resesif), orang tua
yang memiliki anak dengan kondisi RA, pasien yang
memiliki kelainan DA, dan ibu yang carrier atau pasien
dengan kelainan x-linked. Prinsip pemeriksaan genetik
antenatal adalah terdeteksinya mutasi genetik dan tandatanda khas

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3.

4.
5.

6.

Fine JD, Eady RA, Bauer EA. The classification of
inherited epidermolysis bullosa (EB): report of the
third international consensus meeting on diagnosis
and classification of EB. J Am Acad Dermatol.
2008; 58: 931-50.
Oji V, Tadini G, Akiyama M. Revised
nomenclature and classification of inherited
ichtyoses: results of the first ichtyosis consensus
conference. 2010; 63: 607-41.
Fassihi H, Eady RA, Mellerio JS, Ashton GH,
Dopping HPJ, Denyer JE, dkk. Prenatal diagnosis
for severe inherited skin disorder: 25 years’
experience. Br J Dermatol. 2006; 154: 106-13.
Schaffer
JV.
Molecular
diagnostic
in
genodermatoses. Cutan Med Surg. 2012; 211-20.
Rodeck CH, Eady RA, Gosden CM. Prenatal
diagnosis of epidermolysis bullosa letalis. Lancet.
1980; i: 949-52.
Bonifas JM, Morley BJ, Oakey RE. Cloning of a
cDNA for steroid sulfatase: frequency occurence of
gene deletions in patients with recessive x

Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis

7.

8.

9.
10.

11.
12.

13.

14.
15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.
22.

chromosome-linked ichtyosis. Proc Natl Acad Sci.
1987; 84:9248-51.
International HapMap Consortium. A haplotype
map of the human genome. Nature. 2005;
437:1299-320.
1000 Genomes Project Consortium. A map of
human genome vriation from population-scale
sequencing. Nature. 2010; 467; 1061-73.
Antonarakis SE, McKusickVA. OMIM passes the
1000-disease-gene mark. Nat Genet. 2000;25:11.
Bale SJ. The morbid anatomy of the dermatologic
genome: an update for the third millenium. J Cutan
Med Surg. 2001;5:117-25.
Lander ES. Initial impact of the sequencing of the
human genome. Nature. 2011;470:187-97.
Feramisco JD, Sadreyef RI, Murray ML.
Phenotypic and genotypic analyses of genetic skin
disease through the online Mendelian inheritance in
man (OMIM) database. J Invest Dermatol.
2009;129:2628-36.
Rantanen E, Hietala M, Kristoffersson U. What is
ideal genetic counseling? A survey of current
international guidelines. Eur J Hum Genet.
2008;16:445-52.
Laukaitis CM. Genetics for the general internist.
Am J Med. 2012; 125:7-13.
Luu M, Francis JLC, Glick SA. Prenatal diagnosis
of genodermatoses: Current scope and future
capabilities. Int J Dermatol. 2010;49:353-61.
Sengupta SB, Delhanty JD. Preimplantation genetic
diagnosis: Recent triumphs and remaining
challenges. Expert Rev Mol Diagn. 2012;12:58592.
Rujito L, Ghozali PA. Menggagas pengembangan
layanan konseling genetik di unit pelayanan
kesehatan: Sebuah kajian awal. Maj Kedokt Indon.
2010; 60(9): 426-30.
World Health Organization. Identifying regional
priorities in the area of human genetics in SEAR:
Report of an intercountry consultation. WHO
Regional Office for South-East Asia.2003:1-26.
Ministry of Health and Population. Basic essential
obstetric care: Protocols for physicians. Standards
of Practice for Integrated MCH/RH Services. 2005;
p. 173.
Rooney C. Antenatal care and maternal health: How
effective is it? A review of the evidence. Maternal
Health and Safe Motherhood Programme Division
of Family Health World Health Organization
Geneva. 1991: 6-14.
Nishie W. Humanization of autoantigen. Nat Met.
2007; 13: 378-83.
Winnacker EL. Predictive genetic diagnosis. Senate
Commission on Genetic Research. 2003; p. 1-65.

51

MDVI

23. Schaffer
JV.
Molecular
diagnostic
in
genodermatosis. Semin Cutan Med Surg. 2012; 31:
211-20.
24. Kulkarni ML, Vengalath S. Prenatal diagnosis of
genetic disorders. Indian J Pediatrics. 1995;
32:1229-38.
25. Michaels HS, Nazareth SB, Tambini L. Prenatal
genetic counseling. Dalam: Evans MI, Johnson MP,
Yaron Y, Drugan A, penyunting. Prenatal
diagnosis. Mexico: McGraw-Hills Company;
2006.h.71-8.
26. American
College
of
Obstetricians
and
Gynecologists (ACOG). Clinical management
guidelines for Obstetrician-Gynecologists: Prenatal
diagnosis of fetal chromosomal abnormalities.
Obstet Gynecol. 2001; 97(5 Pt 1): suppl 1-12.
27. Shea J, Diamandis E, Hoffman B, Lo YMD, Canick
J, Boom DVD. A new era in prenatal diagnosis:
The use of cell-free fetal DNA in maternal
circulation for detection of chromosomal
aneuploidies. Clin Chem. 2013; 59: 1151 – 9.
28. Gare M, Gosme-Seguret S, Kaminski M, Cuttini M.
Ethical decision-making in prenatal diagnosis and
termination of pregnancy: a qualitative survey
among physicians and midwives. Prenatal Diag.
2002; 22: 811-7.
29. Newson AJ. Ethical aspects arising from noninvasive fetal diagnosis. Semin Fetal Neonatal Med.
2008; 13: 103-8.
30. Veach P McCarthy, Bartels DM, LeRoy BS. Ethical
and professional challenges posed by patients with
genetic concerns. A report of focus group
discussions with genetic counselors, physicians, and
nurses. J Genetic Counselling. 2001;10:97-119.
31. Ramot Y. Intrauterine diagnosis of genodermatoses.
Curr Derm Rep. 2013;2:243-8.
32. Greb A, Wegner J. Counseling for abnormalities.
Dalam: Evans MI, Johnson MP, Yaron Y, Drugan
A, penyunting. Prenatal diagnosis. Mexico:
McGraw-Hills Company; 2006.h.529-36.
33. Crombleholme TM, D’Alton M, Cendron M,
Alman B, Goldberg MD, Klauber GT, dkk. Prenatal
diagnosis and the pediatric surgeon: the impact of
prenatal consultation on perinatal management. J
Pediatric Surg. 1996;31:156-63.
34. Marino T, Ramus RM. Prenatal diagnosis for
congenital malformations and genetic disorders.
Drugs, Diseases & Procedures. 2012;68:1-4.
35. Holbrook KA, Smith LT, Elias S. Prenatal
diagnosis of genetic skin disease using fetal skin
biopsy samples. Arch Dermatol.1993;129:1437-54.
36. Ashton GH, Bady RA, McGrath JA. Prenatal
diagnosis for inherited skin diseases. Clin
Dermatol. 2000; 18: 643-8.

52

Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
Vol. 44 No. 1 Tahun 2017; 45 - 53

37. Sepulveda W, Sandoval R, Carstens E, Gutierrez J,
Vasquez P. Hypohidrotic ectodermal dysplasia:
prenatal
diagnosis
by
three-dimensional
ultrasonography. J Ultrasound Med. 2003; 22: 7315.
38. Dolan CR, Smith LT, Sybert VP. Prenatal detection
of epidermolysis bullosa letalis with pyloric atresia
in a fetus by abnormal ultrasound and elevated
alphafetoprotein. Am J Med Genet. 1993; 47: 395400.
39. Neis AE, Johansen KL, Harms RW, Watson WJ,
Brost BC. Sonographic characteristics of linear
nevus sebaceous sequence. Ultrasound Obstet
Gynecol. 2006; 27: 323-4.
40. Nas T, Biri A, Gursoy R, Biberoglu K, Oztas M.
Prenatal ultrasonographic appearance of isolated
cutis verticis gyrata. Ultrasoung Obstet Gynecol.
2005; 26: 97-8.
41. Lee KA, Williams B, Roza K, Ferguson H, David
K, Eddleman K, dkk. PTPN11 analysis for the
prenatal diagnosis of Noonan syndrome in fetuses
with abnormal ultrasound findings. Clin Genet.
2009; 75: 190-4.
42. Achiron R, Hamiel PO, Engelberg S, Barkai G,
Reichman B, Mashiach S. Aplasia cutis congenita
associated with epidermolysis bullosa and pyloric
atresia: the diagnostic role of prenatal
ultrasonography. Prenat Diagn. 1992;12:765-71.
43. Bongain A, Benoit B, Ejnes L, Lambert JC, Gillet
JY. Harlequin fetus: three-dimensional sonogrphic
findings and new diagnostic approach. Ultrasound
Obstet Gynecol. 2002; 20: 82-5.
44. Meizner I, Carmi R. The snowflake sign. A
sonographic marker for prenatal detection of fetal
skin denudation. J Ultrasound Med. 1990;9:607-9.
45. Azarian M, Dreux S, Vuillard E, Meneguzzi G,
Haber S, Guimiot F, dkk. Prenatal diagnosis of
inherited epidermolysis bullosa in a patient with no
family history: a case report and literature review.
Prenatal Diag. 2006;26:57-9.
46. Holden S, Ahuja S, Stuart AO, Firth HV, Lees C.
Prenatal diagnosis of harlequin ichtyosis presenting
as distal arthrogryposis using three-dimensional
ultrasound. Prenatal Diag. 2007;27:566-7.
47. Berg C, Geipel A, Kohl M, Krokowski M, Baschat
AA, Germer U, dkk. Prenatal sonographic features
of Harlequin ichtyosis. Arch Gynecol Obstet.
2003;268:48-51.
48. Tourette C, Tron E, Mallet S, Levy-Mozziconacci
A, Bonnefont JP, D’Ercole C, dkk. Threedimensional ultrasound prenatal diagnosis of
congenital ichtyosis: contribution of molecular
biology. Prenat Diagn. 2012; 32: 498-500.
49. Vohra N, Rochelson B, Smith LM. Threedimensional sonographic findings in congenital

FR. Syarif & S. Lestari

50.

51.

52.

53.

54.

55.

56.

57.

58.

59.

60.

61.

62.

(Harlequin) ichtyosis. J Ultrasound Med.
2003;22:737-9.
Jelin AC, Glenn OA. Membranous aplasia cutis
congenital. A recognizable lesion on prenatal
sonography. J Ultrasound Med. 2009;28:1393 – 6.
Hayrullah ALP, Fatih SAP, Altin H, Karatas Z,
Baysal T, Karaaslan S. Ellis-van Creveld syndrome
(chondroectodermal dysplasia) a case report:
Association of common atrium and persistent left
superior vena cava. Turkish J Pediatric Disease.
2013;2:89 – 93.
Lien SH, Hsu ML, Yuh YS, Lee CM, Chen CC,
Chang PY, dkk. Prenatal three dimensional
ultrasound detection of linear nevus sebaceous
syndrome. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed.
2005;90:F315.
Chen CP, Su YN, Hung CC, Lee CN, Hsieh FJ,
Chang TY, dkk. Molecular genetic analysis of the
TSC genes in two families with prenatally
diagnosed
rhabdomyomas.
Prenat
Diagn.
2005;25:176-8.
Yeoh SC, Sargent I, Redman C. Fetal cells in
maternal blood and their use in non invasive
prenatal diagnosis. Progress Obstet Gynecol.
1993;14:51-63.
Hahn S, Holzgreve W. Prenatal diagnosis using
fetal cells from maternal blood. Evans MI, Johnson
MP, Yaron Y, Drugan A, penyunting. Prenatal
diagnosis. Mexico: McGraw-Hills Company;
2006.h.505-12.
Luu M, Cantatore FJL, Glick SA. Prenatal
diagnosis of genodermatosis: current scope and
future capabilities. Int J Dermatol. 2010;49:353-61.
Trajkovic SP, Antic V, Kopitovic V. Invasive
prenatal diagnosis. Dalam: Choy R, penyunting.
Prenatal diagnosis – morphology scan and invasive
methods. Croatia: Intech; 2012.h.1-26.
Shulman LP, Simpson JL, Elias S. Invasive prenatal
genetic technique. Glob Libr Women’s Med.
2008;10:1-15.
Mujezinovic
F,
Alfirevic
Z.
Technique
modifications
for
reducing
the
risksfro
amniocentesis or chorionic villus sampling.
Cochrane Database Syst Rev. 2012;8:CD008678.
Hamoda H, Chamberlain PF. Clostridium welchii
infection following amniocentesis: A case report
and review of the literature. Prenat Diagn.
2002;22:783-5.
Borgida AF, Mills AA, Feldman DM. Outcome of
pregnancies complicated by ruptured membranes
after genetic amniocentesis. Am J Obstet Gynecol.
2000;183;937-9.
Phadnist SV, Griffin DR, Eady RA, Rodecks CH,
Chitty LS. Prenatal diagnosis and management
strategies in a family with a rare type of congenital

Pemeriksaan genetik antenatal pada genodermatosis

63.

64.

65.

66.

67.

68.

69.

70.

71.

72.

73.

74.

75.

ichtyosis. Ultrasound Obstet Gynecol. 2007;30:90712.
Suzumori K, Kanazaki T. Prenatal diagnosis of
harlequin ichtyosis by fetal skin biosy; report of
two cases. Prenat Diagn. 1991;11:451-7.
Mujezinovic F, Alfirevic Z. Procedure-related
complications of amniocentesis and chorionic villus
sampling: A systematic review. Obstet Gynecol
2007;110:687-94.
Evans MI, Rosner G, Yaron Y, Wapner R.
Chorionic villus sampling. Evans MI, Johnson MP,
Yaron Y, Drugan A, editors. Prenatal diagnosis.
Mexico: McGraw-Hills Company; 2006:p.433-42.
McMillan JR, Long HA, Akiyama M, Shimizu H,
Kimble RM. Epidemolysis bullosa (EB) – diagnosis
and therapy. Wound Practice and Research.
2009;7:62-70.
Akiyama M, Suzumori K, Shimizu H. Prenatal
diagnosis of harlequin ichtyosis by the examination
of keratinized hair canals and amniotic fluid cells at
19 weeks’ estimated gestational age. Prenatal Diag.
1999; 19:167-71.
Shimizu H, Niizeki H, Suzumori K. Prenatal
diagnosis of oculocutaneous albinism by analysis of
the
fetal
tyrosinase
gene.
J
Invest
Dermatol.1994;103:104-6.
Ashton GHS, Eady RAJ, McGrath JA. Prenatal
diagnosis for inherited skin diseases. Clin
Dermatol.2000; 18:643–8.
Braude P, Pickering S, Flinter F, Ogilvie CM.
Preimplantation genetic diagnosis. Nat Rev Genet.
2002;3: 941-55.
Thorp JM, Hartmann KE, Shadigian E. Long-term
physical and psychological health consequences of
induced abortion: Review of the evidence. Obstet
Gynecol Surv.2003;58:67-79.
Ogilvie CM, Braude PR, Scriven PN.
Preimplantation genetic diagnosis – an overview. J
Histochem Cytochem.2005;53:255-60.
Fassihi H, Grace J, Lashwood A. Preimplantation
genetic diagnosis of skin fragility-ectodermal
dysplasia syndrome. Br J Dermatol. 2006;154:54650.
Lewis CM, Pinel T, Whittaker JC, Handyside AH.
Controlling misdiagnosis errors in preimplantation
genetic diagnosis: A com[rehensive model
encompassing extrinsic and intrinsic sources of
error. Hum Reprod.2001;16:43-50.
Brezina PR, Brezina DS, Kearns WG.
Preimplantation genetic testing. BMJ. 2012;345:5968.

53