Uji Efektivitas Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata L) Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti Instar III/IV).

(1)

LARVA

Aedes aegypti

INSTAR III/IV

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

KIKI ROSMAYANTI

NIM: 1111103000052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan ridha-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul “Uji Efektifitas Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata L) Sebagai Larvasida Pada Larva

Aedes aegyptiInstar III/IV”

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dr. H. Djauhari Wijayakusumah, dan Dr. DelinaHasan, M.kes, Apt selaku Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.

3. dr. H. M. Fachrizal Achmad, M.Biomed dan Nurlaely Mida R., M.Biomed, DMS selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam penyusunan penelitian ini.

4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab riset PSPD 2011. 5. Kedua orang tua kami, H. Sapuri KS dan Hj. Asnawati yang selalu

mencurahkan kasih sayangnya, mendukung dalam suka dan duka, dan selalu mendoakan yang terbaik untuk putrinya.

6. Nisrina Fatin Mardiyah, Yoga Eka Prayuda, Apriangga sastriawan, Candra Ahmad Rosidi, Mohammed Shabat dan Mohammad Ardan Makarim Corny yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.


(6)

v

7. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011, dan semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Kami sadari penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan penelitian ini.

Akhir kata Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

“...Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat...(Q.S. Al Mujadilah:11)”


(7)

vi ABSTRAK

Kiki Rosmayanti. Program Studi Pedidikan Dokter. Uji Efektivitas Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata L) Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti Instar III/IV).

Penyakit akibat virus dengue merupakan penyakit akibat perantara nyamuk (mosquito borne disease) dengan penyebaran virus tercepat di dunia pada tahun 2012. Nyamuk Aedes aegypti adalah vektor bagi virus tersebut. Hingga kini pengobatan infeksi dengue hanya bersifat suportif dan simtomatif saja. Tanaman sirsak diduga memiliki efek sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti karena dianggap memiliki zat aktif berupa acetogenin yang dapat menghambat kerja enzim NADH pada mitokondria sehingga menyebabkan kematian larva. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek biji sirsak (Annona muricata L) sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti instar III/IV. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode the post test only controlled group design. Sampel diambil dengan teknik purposive samplingdengan 25 larva pada masing-masing kelompok. Hasil pada analisis probit didapatkan nilai LC50 sebesar 603 (0,060%) ppm dan LC99 adalah 3713 ppm (0,371%). Kruskal-Wallis didapatkan perbedaan yang signifikan dengan angka signifikansi = 0,000. Hasil Korelasi Pearson didapatkan nilai p = 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,919. Mann-Whitney menunjukkan bahwa semua konsentrasi uji berbeda secara signifikan terhadap kelompok kontrol dengan nilai p <0,05 yaitu konsentrasi 250 ppm (p= 0,005), 500 ppm (p= 0,005), 750 ppm (p=0,005), dan 1000 ppm (p=0,005). Kesimpulan ekstrak biji sirsak memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III atau IV pada LC50 603 ppm (0,060%).

Kata kunci : Annona muricata L, Aedes aegypti, larvasida, dengue

ABSTRACT

Kiki Rosmayanti. Medical Education Study Programme. Effect of Annona muricata L Extract as Lavarcide on Aedes aegyptiLarvae Instar III/ IV.

Disease caused by dengue virus, with Aedes aegyptias its vector, is one of the leading mosquito borne diseases with highest rate of deploymen in the world in 2012. Unfortunately, advanced development of dengue infection medication is only capable of treating either supportively or symptomatically. Annona muricata L, especially its seed part, is thought to have lavarcide effect to Aedes aegypti larvae instar III/ IV. This is an experimental study with post test only controlled group design using purposive sampling with 25 larvae each group. The result of probit analysis shows LC50 value of 603 (0.060%) ppm and LC99 value of 3713

ppm (0.371%). Through Kruskal-Wallis analysis, significant difference is found (0.000). Pearson Correlation analysis shows p-value of 0.000 and correlation coefficient of 0.919. Mann-Whitney analysis shows that all test concentrations – 250 ppm (p=0.005), 500 ppm (p=0.005), 750 ppm (p=0.005), and 1000 ppm


(8)

vii

(p=0.005) – differ significantly with that of control with p < 0.05. This study concludes that Annona muricata L extract has lavarcide effect to Aedes aegypti larvae instar III/ IV on LC50 603 ppm (0.060%=).


(9)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... Error! Bookmark not defined. PENGESAHAN PANITIA UJIAN... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Aedes aegypti ... 6

2.1.1 Perilaku dan Distribusi Aedes aegypti ... 6

2.1.2 Habitat ... 7

2.1.3 Klasifikasi ... 7

2.1.4 Morfologi Aedes aegypti ... 8

2.1.5 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 9

2.2 Sirsak (Annona muricata L) ... 13

2.2.1 Deskripsi ... 13

2.2.2 Taksonomi Annona muricata L ... 14

2.2.3 Buah ... 15

2.2.4 Daun ... 16

2.2.5 Biji... 16

2.2.6 Acetogenin ... 16

2.2.7 Komposisi Makronutrien dan Mikronutrien dalam Biji Sirsak ... 18

2.3 Kerangka Teori ... 19

2.4. Kerang Konsep ... 19

2.5 Definisi Operasional ... 20


(10)

ix

3.1 Desain Penelitian ... 22

3.2 Tempat dan waktu penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 23

3.3.1 Populasi penelitian ... 23

3.3.2 Sampel... 23

3.4. Rancangan Penelitian ... 25

3.5. Alat dan Bahan ... 26

3.6. Cara Kerja ... 26

3.6.1 Pembuatan Ekstrak Biji Sirsak... 26

3.6.2 Pembuatan Larutan Stok ... 27

3.6.3 Pembuatan Larutan Perlakuan ... 27

3.6.4 Pembagian Kelompok Uji ... 29

3.6.5 Penetasan telur ... 29

3.6.6 Pemindahan Larva pada Gelas Perlakuan ... 29

3.6.7 Pemeliharaan Larva sebagai Bahan Uji ... 30

3.6.8 Pemilihan Larva ... 30

3.6.9 Pembuangan Limbah penelitian ... 30

3.7 Managemen Data ... 30

3.8 Analisis Data ... 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Hasil Penelitian ... 32 4.2 Analisis Data ... 33

4.3 Pembahasan ... 37 4.4 Keterbatasan Penelitian ... 40

BAB 5 PENUTUP ... 42

5.1 Simpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Panjang Larva ... 12

Tabel 2.2 Kandungan Makronutrien Biji Sirsak ... 18

Tabel 2.3 Kandungan Mikronutrien Biji Sirsak ... 18

Tabel 2.4 Kandungan Mikronutrien dalam ppm ... 18

Tabel 3.1 Perhitungan Larutan Perlakuan ... 28

Tabel 4.1 Jumlah Mortalitas Larva Aedes aegypti pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Biji Sirsak setelah 24 Jam pertama ... 32

Tabel 4.2 Hasl Uji Distribusi Data ... 33

Tabel 4.3 Hasil Uji Variasi Data ... 34

Tabel 4.4 Hasil Uji Kruskal-wallis... 34

Tabel 4.5 Hasil Uji Mann-Whitney ... 35

Tabel 4.6 Hasil Analisis Probit ... 36

Tabel 4.7 Hasil Uji Korelasi Pearson ... 37

DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Rerata Mortalitas Larva Aedes aegypti ... 33

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Toraks pada Nyamuk Aedes sp. Betina Dewasa ... 9

Gambar 2.2 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti ... 9

Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti ... 10

Gambar 2.4 Telur Aedes aegypi Usia 2 Minggu Setelah Ovitrap... 10

Gambar 2.5 Larva Aedes aegypti. ... 11

Gambar 2.6 Abdomean Larva Aedes aegypti Instar I-IV ... 12

Gambar 2.7 Pupa Aedes aegypti... 13


(12)

xi

Gambar 2.9 Buah Sirsak ... 15

Gambar 2.10 Biji Sirsak ... 16

Gambar 2.11 Acetogenin ... 17

Gambar 2.12 Struktur Kimia Annonacin ... 17

DAFTAR LAMPIRAN Lampian Gambar Kegiatan ... 48

Lampian Surat Pembelian Telur Aedes aegypti ... 51

Lampian Surat Keterangan Ekstraksi ... 52


(13)

(14)

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penyakit akibat virus dengue seperti demam dengue dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah Penyakit yang dihasilkan oleh penularan vektor nyamuk atau Mosquito-borne diseases terbesar di dunia terutama pada negara tropis dan negara berkembang.1 infeksi virus dengue ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

sebagai vektor potensial.2 Menurut laporan World Health Organization

(WHO) lebih dari 70% populasi berisiko terinfeksi virus dengue berasal dari Asia-Pasifik seperti Indonesia.2-3

Indonesia termasuk negara dengan endemisitas virus dengue tertinggi setelah Brazil.2 Di Indonesia, pada tahun 2007 terdapat kejadian infeksi dengue tertinggi dengan 150.000 kasus dan lebih dari 25.000 kasus berasal dari daerah urban seperti Jakarta dan jawa Barat. Dengan tingkat kematian saat itu mencapai 1%.3 Lebih dari 60% penduduk tinggal di pulau jawa, daerah kejadian luar biasa infeksi dengue terjadi. Pada tahun 2012, Indonesia memiliki kejadian 129.435 kasus infeksi dengue. Pola epidemiologi infeksi dengue di Indonesia terus mengalami perubahan dari tahun ke tahun dimana jumlah kasus memuncak setiap siklus 10 tahunan. Pada tahun 1997, 2004 dan 2005 Departemen Kesehatan (Depkes) melaporkan angka kematian dengue berurutan adalah 15,2 per 100.000 jiwa, 30 per 100.000 jiwa dan 13,7 per 100.000 jiwa.4 Sampai saat ini pengobatan akibat infeksi dengue hanya bersifat simtomatik dan supotif saja.5

Pencegahan perkembangan nyamuk menjadi sangat esensial untuk menekan insiden infeksi dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti.2,3 Salah satu program dunia untuk menekan transmisi nyamuk adalah dengan pemberantasan larva.3,7 Larvasida sintetik merupakan cara yang paling umum untuk memutus rantai penularan virus dengue. Sejak tahun 1976 Indonesia telah menerapkan penggunaan


(16)

larvasida abate yang merupakan bahan dasar kimia sebagai salah satu cara pemberantasan pertumbuhan jentik-jentik nyamuk. Namun, penggunaan abate (temephos 1 %) secara terus-menerus dapat mencemarkan kondisi air, terutama air minum. Bagaimanapun temephos tidak digunakan secara oral. Selain itu, penggunaan larvasida sintetik yang rutin dapat menjadikan vektor nyamuk semakin resisten. Resistensi vektor nyamuk terhadap temephos

telah ditemukan diberbagai negara seperti Brazil pada tahun 2001, Thailand pada tahun 20058 dan beberapa daerah di Indonesia. Pada tahun 2001, Budi dalam penelitiannya yang berjudul Deteksi Dini Status Resistensi Nyamuk Demam Berdarah dengue terhadap Insektisida Organofosfat di Daerah Endemis di Yogyakarta dengan Uji Biokemis melaporkan kejadian resistensi

Anopheles sp. terhadap temephos di Yogjakarta. Di Palembang, Bandung, Semarang dan juga Jakarta telah dilaporkan mengalami resistensi vektor nyamuk terhadap themepos.9-11

Banyaknya efek negatif akibat larvasida sintetik membuat penggunaan larvasida sintetik dibatasi, hal ini mendorong perkembangan larvasida sebagai pemberantasan nyamuk sumber penyakit ke arah yang lebih alami. Salah satunya dengan menggunakan biopestisida yang aman bagi tubuh manusia, mudah didapat serta ramah lingkungan.6,11-12

Biji sirsak (Annona muricata L) memiliki senyawa aktif berupa saponin, alkaloid, bullatacin, goniothalamin, sylvaticin, senyawa hasil metabolik sekunder: golongan saponin alakaloid dan trierpenoids, annonin IV dan squamosin yang termasuk golongan senyawa acetogenin.13-14 Semuanya berperan sebagai larvasida.13 Afirts dkk melaporkan pada studinya, bahwa ekstrak biji sirsak dapat bersifat sebagai agen laravasida dengan konsentrasi letal (LC50) 244.27 ppm terhadap larva Aedes aegypti.13 Grzbowski dkk pada tahun 2012 melaporkan bahwa ekstrak biji sirsak dapat membunuh larva Aedes aegypti pada instar III dengan LC50 93.48 ppm dan 1.84 µg mL -1.15 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Tjahajani pada tahun 2000 menunjukkan hasil LC50 503,230 ppm terhadap kematian larva Aedes aegypti.16 Kamaraj dkk juga melaporkan pada tahun 2009


(17)

bahwa biji sirsak memiliki efek larvasida pada nyamuk Anopheles sp. dan

Culex sp.14 Biji sirsak telah banyak diteliti tidak hanya sebagai larvasida, namun juga sebagai insektisida, akarisida, antiparasit dan antibakteri13 : Abdullah dkk pada homoptera dan carlos dkk pada serangga hama

Sitophilus zaemais.17-18 Senyawa aktif ini memiliki toksisitas yang cukup tinggi terhadap larva, senyawa acetogenin, annonacin dan squamosin serta senyawa hasil metabolik sekunder: golongan saponin alkaloid dan trierpenoids memiliki efek sitotoksik dan neurotoksik pada sel larva maupun serangga sehingga menimbulkan kematian pada larva. Senyawa ini menghambat kerja enzim Nikotinamida Adenosin Dinukleotida Hidrogen (NADH) dengan sitokrom c- reduktase dan sitokrom komplek sub unit yang berada dalam mitokondria larva atau serangga.14

Tingginya kasus infeksi dengue dan terbatasnya mengenai penelitian pemanfaatan ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti yang dijadikan vektor virus dengue di Indonesia

menjadi alasan peneliti untuk melakukan peneltian dengan judul “Uji

Efektivitas Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata L) Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti”.


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) efektif dalam membunuh larva Aedes aegypti pada instar III / IV?

2. Berapakah Lethal Concentration 50% (LC50) dan Lethal Concentration 99% (LC99) dari ekstrak biji sirsak yang mematikan larva Aedes aegypti dalam waktu 24 jam?

1.3 Hipotesis

Ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti pada instar III/IV.

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui efek larvasida ekstrak biji sirsak (Annonamuricata L) terhadap larva Aedes aegypti.

.1.4.2 Tujuan Khusus

1. Berapakah Lethal Concentration 50% (LC50) dan Lethal

Concentration 99% (LC99) dari ekstrak biji sirsak yang dapat mematikan larva Aedes aegypti.

2. Untuk mengetahui perbedaan mortalitas larva Aedes aegypti

terhadap perbedaan konsentrasi ekstrak biji sirsak (Annona muricata L).

3. Untuk mengetahui kekuatan hubungan antara konsentrasi ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) terhadap mortalitas larva Aedes aegypti.


(19)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Aspek Teoritis

Memberikan bukti ilmiah tentang efek larvasida dari ekstrak biji sirsak (Annonamuricata L) terhadap larva Aedes aegypti.

1.5.2 Aspek Aplikatif

a. Meningkatkan pemanfaatan biji sirsak untuk membunuh larva Aedes agypti dengan harapan dapat membantu untuk menurunkan angka kejadian penyakit akibat infeksi virus dengue yang ditransimisikan melalui nyamuk tersebut.

b. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat terkait manfaat biji sirsak (Annonamuricata L) yang dapat digunakan sebagai larvasida.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aedes aegypti

2.1.1 Perilaku dan Dirtribusi Aedes aegypti.

Aedessp. ditemukan di negara-negara yang terletak antara 35° Lintang Utara dan 35° Lintang Selatan pada temperatur udara paling rendah sekitar 10°C . Pada musim panas ditemukan di daerah sekitar 45° Lintang Selatan. Biasanya spesies ini jarang ditemukan diketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Aedes aegypti memiliki sifat highly anthropophilic

yang artinya lebih menyukai menggigit manusia daripada binatang dan juga bersifat endofilik, artinya lebih menyukai istirahat di dalam rumah. Sedangkan Aedes albopictus merupakan nyamuk kebun (forest mosquito) yang memperoleh makanan dengan cara mengigit dan menghisap darah berbagai jenis binatang.19

Di Indonesia, Aedes sp. tersebar luas di seluruh wilayah di hampir semua provinsi, umumnya di temukan di pemukiman yang padat penduduk.9

Aedes sp. adalah genus nyamuk yang awalnya ditemukan di daerah tropis, namun kini telah mnyebar hingga ke semua benua kecuali Antartika. Genus ini pertama kali diberi nama oleh Johann Wilhelm Meigen pada tahun 1818.

Aedes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “tidak menyenangkan” atau

“najis”. Disebut demikian dikarenakan banyak penyakit yang disebarkan

oleh nyamuk jenis ini, diantaranya adalah demam dengue, DBD dan yellow fever.1,20

Aedes sp. bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Nyamuk dewasa betina mengisap darah vertebrata baik yang berdarah dingin maupun panas. Darah yang dihisap nyamuk diperlukan tidak hanya sebagai makanan melainkan sebagai sumber protein untuk mematangkan telurnya. Sedangkan dewasa jantan tidak menghisap darah dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan.21

Untuk mendapatkan inangnya, nyamuk aktif terbang pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00-10.00 dan sore hari antara pukul 15.00-17.00.21


(21)

2.1.2 Habitat

Nyamuk Aedes sp. terutama spesies aegypti akan berkeliaran ke rumah-rumah, biasanya hinggap di benda-benda yang menggantung seperti pakaian dan kelambu serta hinggap di tempat-tempat gelap. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu mengigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Baik nyamuk Aedes sp. dan culex sp. memiliki kebiasaan mencari makan diantara sepanjang kolom air, berbeda dengan Anopheles sp yang mencari makan di dasar air.21

Tempat perindukan utama Aedes sp. adalah air bersih yang tenang dan di tempat gelap di daerah padat penduduk yang rumahnya saling dekat satu sama lain.21 Suhu untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. berkisar antara 25°C-35°C. Larva akan mati pada suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Nyamuk dapat berkembang pada pH antara 4-9. Nyamuk Aedes sp. dapat hidup optimal di kelembapan udara berkisar 81,5-89,5%.22

2.1.3 Klasifikasi

Nyamuk Aedes sp. diperkirakan mencapai 950 spesies yang tersebar di seluruh dunia.23

2.1.3.1 Taksonomi Aedes aegypti.24 Kingdom : Animalia Filum : Artropoda

Klas : Insekta

Ordo : Diptera Famili : Culicidae Subfamili : Culicinae Genus : Aedes Spesies :aegypti


(22)

2.1.4 Morfologi Aedes sp.

Nyamuk Aedes sp. berukuran kecil dan halus (4-13 mm). Bagian-bagian tubuhnya terdiri dari caput atau kepala, torak dan abdomen. Tubuh nyamuk dewasa ini ramping dan disekujur badannya berwarna hitam dengan bercak-bercak putih, nyamuk ini lebih kecil dari nyamuk rumah Culex quinquefasciatus.

Di bagian caputnya terdapat probosis halus yang panjangnya melebihi panjang kepala. Probosis ini berguna untuk menangkap makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup nyamuk. Pada nyamuk betina, probosis ini digunakan untuk alat tusuk dan penghisap darah. Sedangkan, pada nyamuk jantan, probosis ini digunakan sebagai penghisap cairan tumbuh-tumbuhan, buah dan keringat. Di kiri dan di kanan probosis terdapat sepasang antena yang terdiri dari 15 segmen. Antena pada nyamuk jantan berambut lebih lebat dari pada nyamuk betina, rambut pada antena nyamuk jantan disebut pulmose sedangkan pada nyamuk betina disebut pilose.25

Pada bagian torak terdapat mesonotum yang berbentuk lyra

(“Lyreform” atau lyre-shaped). Dibagian mesonotum ini terdapat scutellum

yang memiliki 3 lobus. Perbedaan antara A. aegypti dan A. albopcitus

teletak pada perbedaan mesonatumnya. Pada A. Albopictus mesonotumnya terdapat gambaran garis putih yang memanjang dan hanya memiliki satu garis yang luas di tengah-tengah toraknya, sedangkan A. Aegypti memiliki dua garis pada toranya.24 Sayap nyamuk ini panjang dan langsing, mempunyai vena yang permukaanya ditutupi sisik sayap. Sisik sayap nyamuk ini sempit dan panjang.


(23)

Bagian abdomen dari tubuh nyamuk terdiri dari 10 segmen, 2 segmen terakhir berubah menjadi alat kelamin. Ujung abdomen Aedes sp. lancip disebut pointed.25

2.1.5 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Aedes sp. dan termasuk ordo diftera lainya, mengalami metamorfosis lengkap. Siklus hidupnya terdiri dari telur, larva (jentik), pupa (kepompong) dan nyamuk dewasa. Metamorfosis nyamuk Aedes aegypti mulai dari telur sampai menjadi larva memakan waktu kurang lebih 2 hari, dari larva menjadi pupa membutuhkan waktu 6-8 hari dan sampai menjadi nyamuk dewasa selama 2 hari.23

Selama masa bertelur, seekor nyamuk betina mampu meletakan 100-400 butir telur. Telur-telur tersebut diletakkan di bagian yang berdekatan dengan permukaan air. Telur diletakkan satu-persatu pada dinding.23

1. Stadium telur

Telur nyamuk Aedes sp. tidak memiliki frill atau floats, bantuknya memanjang dan oval. Pada bagian luar cangkak telur ada sedikit bentuk retikularis. Telur Aedes sp. pada kedua spesies Gambar 2.1 Toraks pada Nyamuk

Aedes sp. Betina Dewasa (modifikasi dari WHO, 1995).

Sumber : Chooi Khim, 2005.

Gambar 2.2 Nyamuk Dewasa

Aedes aegypti.


(24)

memiliki rupa yang sama yakni hitam legam dan mengkilat. Pada awalnya telur berwarna putih dan lembut ketika pertama kali dikeluarkan oleh induknya. Namun, kemudian telur berubah menjadi hitam dan sedikit keras. Sebelum telur matang, telur ini mengalami pertambahan ukuran.21 Telur ini berukuran sekitar ± 0,8 mm. Telur akan menetas dalam kurun waktu 2 hari.23

2. Stadium larva

Telur menetas menjadi larva instar I dalam waktu 2 hari, setelah itu larva akan mengalami 3 kali pergantian kulit (ecdysis) berturut-turur menjadi larva instar II,III, dan larva instar IV.18 Proses dari larva instar I sampai ke instar IV membutuhkan waktu sekitar 10 hari. Variasi waktu tergantung pada suhu dan diet larva. Setiap mengakhiri instar dengan cara moult atau ecdysis. Salah satu tanda dari ecdysis

adalah munculnya pita-pita hitam di dadanya yang terbungkus sirkular dan muncul rambut secara lateral di sepanjang kutikula . Ukuran larva sekitar 0,5-1 cm2. Setiap instar memiliki ciri masing-masing,19,23,45 yaitu

a. Pada instar I ukuran larva berkisar 1 mm , duri-duri (spine) pada dadanya belum begitu jelas dan corong pernapasan (siphon) belum menghitam. Larva akan terus tumbuh menjadi 2 kali lipat panjang Gambar 2.3 Telur Aedes aegypti.

Sumber: Zettel, 2009.

Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti

Usia 2 Minggu Setelah Ovitrap.


(25)

tubuh awal. Dibutuhkan waktu 1-2 hari unuk menjadi larva instar I.

b. Pada instar II, kepala dan bagian terminal larva lebih besar dari pada larva instar I, tubuh dan kepala semakin gelap dan lebih panjang serta silindris, spine belum jelas dan siphon sudah berwarna hitam. Dibutuhkan waktu 2-3 hari untuk mencapai instar II.

c. Pada larva instar III, tampak larva lebih besar dan panjang dari sebelumnya. Dibutuhkan waktu 2-3 hari untuk mencapai instar ini. d. Pada instar IV terjadi pengembangan tunas imaginal dada dan

akumulasi lemak di tubuh larva sehingga tampak lebih besar dan gemuk, pada fase ini terdapat struktur yang khas yakni adanya

rudiment of the pupal respiratory trumpets. Stadium ini sudah bisa dibagi berdasarkan anatominya. Pada larva ini dibutuhkan waktu 2-3 hari.

Larva bergerak terutama dengan dua cara yakni dengan tersentak oleh tubuhnya dan dengan mouth brushes.19 larva ini selalu bergerak aktif di dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernapas, kemudian turun kembali dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. biasanya berada disekitar dinding tempat penampungan air. Setelah 6-8 hari larva atau jentik akan menjadi pupa.19,23

Gambar 2.5 Larva Aedes aegypti.


(26)

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa total panjang instar I berkisar 1,434-2,056 mm, instar II adalah 2,432- 3,438 mm, instar III adalah 3,95-4,736 mm dan instar IV adalah 6,393-8,011 mm.

3. Stadium pupa

Saat fase ecdysis mendekati akhir, larva akan menjadi pupa. Pupa merupakan stadium akhir. Bentuk pupa bengkok dan kepalanya besar. Fase ini membutuhkan waktu sekitar 2-5 hari. Selama fase ini tidak makan apapun. Didalam pupa terdapat kantung udara yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan. Bentuknya seperti koma, gerakan lambat, sering berada dipermukaan air. Ketika pertama kali muncul, pupa Gambar 2.6 Abdomen Larva Aedes aegypti Instar I-IV, Pembesaran 22x.

Sumber : Bar, anaya, 2013

Tabel 2.1 Perbadingan panjang larva.


(27)

berwarna putih tetapi dalam waktu yang singkat terjadi perubahan pigmen. setelah 1-2 hari pupa akan menjadi nyamuk baru.8,19,23

2.2 Sirsak (Annona muricata L) 2.2.1 Deskripsi

Lebih dari 119 spesies dari genus Annona, famili Annonaceae, tersebar luas di daerah tropis dan subtropis dan ditemukan di india barat, Amerika Utara dan Selatan, dataran rendah di Afrika, dan Asia Tenggara seperti Indonesia.28

Di negara yang berbahasa Spanyol, buah ini dikenal dengan istilah guanabana. Di Salvador dikenal sebagai guanaba, di Mexico sebagai zopote de viejas atau cabeza de negro. Di Venezuela sebagai catoche, di Argentina sebagai anona de puntitas ,di Brazil sebagai araticum do grande, graviola atau jaca do para, dalam bahasa Ingrris dikenal sebagai soursop, Di Afrika barat dan Vietnam Utara dikenal sebagai corossol epineux. Di Malaysia dikenal sebagai durian belanda, sedangkan di Indonesia dikenal sebagai sirsak atau nangka belanda.28

Tanaman ini dapat tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian diatas 300 m di atas permukaan laut, tanaman ini dapat tumbuh pada suhu 15-30° C dengan kondisi tanah cukup dalam dan sedikit kering serta pH 6.0- 6.5.30-31

Sirsak banyak dikonsumsi di berbagai daerah, bisa dijadikan jelly buah, penyusun minuman, es krim dan sirup.32 Selain itu, tanaman ini memiliki efek pengobatan dari hampir semua komonen dari tanaman sirsak,

Gambar 2.7 Pupa Aedes aegypti.


(28)

tanaman sirsak dapat bersifat sebagai antibakteri, antivirus dan properti antiparasit.30 Ekstrak kulit batang dari Annona muricata diketahui dapat menghambat cytopathic effect dari HSV-1, sedangkan pada penelitian terbaru melaporkan bahwa ekstrak metanol dari tanaman ini dapat menghambat aktivitas Herpes Simplex Virus-2 (HSV-2). Kandungan giganthalamicin dan gigantetrocin menunjukkan efek sitotoksik pada karsinoma paru A 549, karsinoma payudara MCF-7 dan adenocarcinoma human tumor cell line HT-29pada kolon.28 Ekstrak alkohol dari batang dan kulit kayunya dapat bersifat untuk mempercepat penyembuhan luka, esktrak dari daun A. Muricata dengan aquades dapat mengobati jaringan pankreas yang rusak akibat induksi oksidatif stres streptozotocon. Ekstrak etanol dan metanol dari biji sirsak dapat bersifat larvasida.42-43 Ekstrak dari Annona muricata dengan metanol dan aquades juga dapat bersifat antibakteri

broadspectrum, sudah di coba pada beberapa jenis bakteri seperti

Staphylococcus aereus, Escherichia coli, Streptococcus pyogenes,

Salmonella typhymurim, Proteus vulgaris dan bakteri lainnya.33 Senyawa isoquinolinic alakaloid dan acetogenin pada tanaman ini memiliki efek sitotoksik dan neurotoksik pada sel larva maupun serangga sehingga menimbulkan kematian sel larva. Senyawa ini menghambat kerja enzim NADH dengan sitokrom c-reduktase dan sitokrom kompleks sub unit I yang berada dalam mitokondria larva atau serangga.28,32

2.2.2 Taksonomi Annona muricata L.34 Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Klas : Magnoliopsida

Ordo : Magnoliales

Famili : Annonaceae Genus : Annona L Species : muricata L


(29)

2.2.3 Buah

Bentuk buah ini tidak teratur, namun umumnya sering berbentuk oval atau berbentuk seperti hati dengan panjang buah 10-30 cm dan lebar sekitar 20 cm dengan beratnya mencapai 0,5- 10 kg. Kulitnya berduri kecil-kecil dan berwarna hijau tua ketika masih mentah dan akan berubah menjadi hijau kekuningan saat sudah matang. Daging buahnya mengandung segmen-segmen yang berserat dan berair, dimana bentuk seratnya memanjang. Pada bagian dalamnya terdapat 5-200 biji sirsak yang berukuran 1.25- 2cm.28,35

Gambar 2.9 Buah Sirsak.

Sumber: Mohamed, 2009

Gambar 2.8 Pohon Sirsak (Annona muricata L).


(30)

2.2.4 Daun

Daun sirsak memiliki panjang 7,6-15,2 cm dan lebar 2,5-7,6 cm, tekstur kasar, berbentuk elips, mengkilap di bagian atas daun, ada stipula, warna hijau pada atapnya, serat-serat yang mengarah lateral dan kuat, baunya menyengat dan bertangkai pendek sekitar 3-10 mm.

2.2.5 Biji

Biji buah sirsak kaya akan lemak dan protein dan sedikit kandungan

toxicant (tanin, fitat dan sianida). Biji sirsak mengandung 22.10 % pale-yellow oil dan 21.43% protein. Jumlah lemak yang tersaturasi berkisar 28.07% dan yang tidak tersaturasi adalah 71.83%. Biji ini tinggi akan kandungan magnesium dan zinc daripada dagingnya.28

2.2.6 Acetogenin

Bahan kimia acetogenin dimiliki hampir oleh seluruh famili Annonaceae, termasuk sirsak (Annona murcata L), telah banyak diketahui bahwa molekul ini berperan sebagai larvasida. Tanaman jenis Annonaceae yang paling berperan sebagai larvasida adalah Annona muricata dan Annona

squamosa. Acetogenin yang ditemukan pada A.muricata termasuk

annocatalin, annohexocin, annomonicin, annomontacin, annomuricatin, annomuricin, annonacin, coronin, corossolin, corossolone, gigantetrocin, giganthalamicin, nontanancin, muracin, muricatalin, muricin, robustosin,

Gambar 2.10 Biji Sirsak.


(31)

solamin, squamocin, uvariamicin,. Dari semua varietas bioaktif tersebut yang paling berpengaruh sebagai insektisida dan larvasida adalah acetogenin, annonacin dan squamocin. Dari kesemua zat aktif, yang paling berperan terhadap kematian larva Aedes aegypti adalah

annonacin.8Acetogenin dapat ditemukan pada daun, akar dan paling banyak terdapat pada bagian biji sirsak (Annona muricata L). Pada penelitian yang dilakukan oleh Freddy pada tahun 200542 menunjukkan bahwa ektrak etanol dari biji sirsak (Annona muricata L) memiliki kadar annonacin yang paling tinggi dibandingkan dengan pelarut yang lain seperti etil asetat. Cara kerja acetogenin adalah dengan menghambat rantai pernapasan pada NADH ubiquinone reduktase (complex I) yang menyebabkan penurunan kadar

adenosine triphosphat (ATP), menyebabkan secara langsung gangguan transport elektron di mitokondria sehingga memacu apopotosis sel. Ekstrak tanaman famili Annonaceous telah banyak diteliti sebagai insektisida dan larvasida seperti Aedes aegypti dan lepidoptera larvae.8

Gambar 2.11 Struktur Kimia Acetogenin dari A. Muricata.

Sumber : Wele, 2004.

Gambar 2.12 Struktur Kimia Annonacin.


(32)

2.2.7 Komposisi Makronutrien dan Mikronutrein dalam Biji Sirsak

(A.muricata).

Kandungan Jumlah

Lemak 22.57 ± 0.2

Protein 27.34 ± 0.1

Karbohidrat 4.36 ± 0.1

Serat 43.44 ± 0.2

Kandungan Jumlah

Potassium 31.40 ± 0.1

Sodium 19.10 ± 0.2

Kalsium 00.2

Magnesium 53.30 ± 0.1

Kandungan Jumalh

Besi 63.20

Zinc 49.10

Copper 1.00

Tabel 2.2 Kandungan makronutrien biji sirsak (Annona muricataL) dalam %

Tabel 2.3 Kandungan mikronutrien biji sirsak (Annona muricataL)

Tabel 2.4: Kandungan mikronutrien

Sumber : Muharsini, 2006

Sumber : Muharsini, 2006


(33)

2.3 Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep Kualitas air Tempat perindukan

Volume larva Suhu

Kelembapan Kesehatan larva Biji sirsak (Annona muricata

L)

Diekstraksi dengan metode maserasi

Hasil ektraksi mengandung zat aktif berupa acetogenin

Menghambat rantai pernapasan pada NADH ubiquinone reduktase (complex I )

Menurunkan kadar ATP di mitokondria larva

Efek larvasdia Larva Aedes aegypti instar

III/IV

Larva mati Variabel luar

terkendali

Variabel luar tak terkendali

Ekstrak biji sirsak

Gangguan pernapasan pada larva Penurunan ATP pada larva


(34)

2.5Definisi Operasional Variabel No Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Ektrak biji sirsak (Annona muricata L) Biji sirsak yang telah diekstraksi dengan metode maserasi dan menggunakan pelarut etanol, untuk menghilangkan variabel perancu.8 Neraca digital, gelas ukur

Presentase Numerik

2 Mortalitas Larva

Aedes aegypti

Larva Aedes aegypti dianggap mati dengan kriteria: larva tidak bergerak, tenggelam atau tidak berespon terhadap rangsangan.8

Senter, lidi Ekor Numerik

3 Larva

Aedes aegypti

instar III atau IV

Larva Aedes aegypti yang telah berumur sekitar 5-7 hari setelah menetas dan panjang tubuh larva 4-8 mm.26,45 Kaca pembesar, penggaris Karakteristik tubuh larva Aedes aegypti, umur dan panjang tubuh larva sesuai kriteria Kategorik


(35)

4 Volume air Volume air yang digunakan pada setiap wadah kelompok uji yaitu 100 ml.40

Gelas ukur Mililiter (ml)

Numerik

5 Kepadatan larva Jumlah larva dalam satu wadah kelompok uji yaitu 25 ekor.40

Pipet tetes Ekor Numerik

6 Temperatur Suhu ruangan tempat perindukan.16

Air

conditioner portable

Celcius Numerik

7 pH Derajat

keasaman air tempat perindukan larva Aedes aaegypti.16

pH meter digital

Derajat keasaman air


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental karena larva Aedes aegypti mendapat perlakuan langsung dengan dimasukan ke dalam larutan ekstrak biji sirsak dengan berbagai konsentrasi. Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group design. Rancangan penelitian ini dipilih karena tidak dilakukan pretest terhadap sampel sebelum perlakuan. Karena telah dilakukan randomisasi baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian:

3.2.1 Determinasi

Biji sirsak yang telah dibeli dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor kemudian dideterminasi di Pusat Konservasi Tumbuhan – Kebun Raya Bogor pada tanggal 18 Maret 2014 untuk memastikan bahwa jenis bahan yang didapat merupakan biji sirsak (Annona muricata L).

3.2.2 Ekstraksi

Bahan yang sudah dideterminasi kemudian diekstraksi di BALITRO pada tanggal 29 Maret 2014. Ekstraksi bahan uji dilakukan oleh rekan peneliti dan peneliti.

3.2.3 Pengenceran Ekstrak

Bahan yang sudah diekstraksi kemudian diencerkan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Jakarta pada tanggal 18 Juli 2014.


(37)

3.2.4 Perkembangbiakan Larva

Telur Aedes aegypti diperoleh dari Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Vektor Reservoir Penyakit (B2P2VRP), Salatiga. Menurut WHO pemilihan tempat perkembangbiakan larva didasarkan pada tempat habitat dan lingkungan larva. Untuk menyesuaikan dengan kondisi alam bebas dimana larva biasa hidup, maka telur dikembangbiakan untuk menjadi larva di ruangan khusus milik peneliti di daerah Pondok Hijau, Ciputat dengan mengondisikan suhu ruangan dengan Air conditioner portable.40

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah larva Aedes aegypti dengan intstar III atau IV yang didapat dari penetasan telur yang dikembangkan. Pertimbangan penggunaan Larva instar III atau IV Aedes aegypti berdasarkan Departemen Kesehatan R1 tahun 1987 karena relatif stabil terhadap pengaruh eksternal.13

3.3.1 Sampel

a. Kriteria Inklusi

1. Larva Aedes aegypti

2. Larva Aedes aegypti yang telah mencapai instar III atau IV 2. Larva Hidup

b. Kriteria Eksklusi

1. Larva Aedes aegypti instar I dan II 2. Larva mati sebelum diberikan perlakuan

c. Besar Sampel


(38)

(t-1) (r-1) > 15 Keterangan :

n = besar sampel

t = jumlah kelompok perlakuan (n-1)(t-1) ≥ 15

(n-1)(6-1) ≥ 15 5n – 5 ≥ 15 n ≥ 20 n ≥ 4

Jadi, besar sampel minimal yang digunakan sebanyak 4 ekor larva. Di dalam penelitian ini digunakan sebanyak 25 larva berdasarkan rekomendasi WHO tahun 2005. 40 Larva dimasukkan dalam 6 kontainer. Tiap-tiap kontainer berisi 25 ekor larva.

Jumlah sampel yang diambil dikalikan jumlah replikasi tiap konsentrasi yang diteliti.

Banyaknya replikasi masing-masing larva dapat menggunakan rumus berikut

Keterangan

t : jumlah perlakuan r : jumlah replikasi (6-1) (r-1) ≥ 15

5r-5 ≥ 15

5r ≥ 20 r ≥ 4


(39)

jumlah larva per kontainer x jumlah replikasi x jumlah perlakuan

Maka, jumlah replikasi atau pengulangan perlakuan paling sedikit dilakukan sebanyak 4 kali. Sehingga, jumlah seluruh besar sampel adalah

25 x 4 x 6 = 600 larva.

d. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada peneliitian ini dengan metode

purposive sampling terhadap larva Aedes aegypti sesuai kriteria inklusi dan ekslusi.


(40)

3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat

Tabung reaksi, neraca timbang, aluminium foil, oven, rotatory evaporator, corong buchner, kertas saring, batang pengaduk kaca, pipet, gelas ukur 1000 cc, 30 gelas plastik (sebagai gelas perlakuan), gelas beker, kertas label, botol 1,5 L, nampan plastik untuk medium pertumbuhan larva dan saringan teh.

3.5.2 Bahan

Biji sirsak (Annona muricata L), etanol 96%, aquades, larva Aedes aegypti instar III/IV dan makanan ikan (fish food) untuk makanan larva.

3.6 Cara Kerja

3.6.1 Pembuatan Ektrak Biji Sirsak (Annona muricata L)

Langkah pembuatan ekstrak biji sirsak sebagai berikut:

a. Biji sirsak yang diambil dan telah dideterminasi kemudian dikeringkan selama + 7 hari dengan menggunakan oven pada suhu 40oC.

b. Biji sirsak yang sudah kering kemudian digiling dengan greender

dengan kehalusan 3mm.

c. Biji sirsak yang sudah halus tersebut direndam dalam pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1:3 (b/v)

d. Diaduk dengan mixer, selama 2-3 jam. Kemudian dibiarkan selama 24 jam dan disaring dengan corong buchner yang dialasi dengan kertas saring.

e. Hasil dari penyaringan kemudian dimasukkan ke rotary evaporator

agar etanol menguap hingga dihasilkan ekstrak kental yang siap digunakan.


(41)

Penggunaan etanol pada penelitian ini dikarenakan kandungan zat aktif paling tinggi ditemukan pada ektrak etanol dibandingkan dengan pelarut lain. Selain itu, etanol juga memiliki sifat toksisitas yang paling rendah serta bersifat semipolar. 42-43

3.6.2 Pembuatan Larutan Stok

Satu part permillion (ppm) adalah konsentrasi 1 mg zat terlarut 1000 ml.8 Maka untuk membuat larutan stok sebesar 2000 ppm sebanyak 500 ml, dengan cara menimbang ekstrak 1000 mg lalu dilarutkan dalam 500 ml aquades.

3.6.3 Pembuatan Larutan perlakuan

Dengan menggunakan rumus pengenceran: M1 x V1 = M2 x V2 M1 :Konsentrasi larutan stok

M2 : Konsentrasi larutan yang diinginkan V1 : Volume larutan stok


(42)

Kelompok kontrol negatif (KN) M1 x V1 = M2 x V2

2000 ppm x V1 = 0 ppm x 100 ml

V1 = 0 ml

Kelompok 1 (K1), 100 ppm (0,01%) M1 x V1 = M2 x V2

2000 ppm x V1 = 100 ppm x 100 ml

V1 = 5 ml

Kelompok 2 (K2), 250 ppm (0,025%) M1 x V1 = M2 x V2

2000 ppm x V1 = 250 ppm x 100 ml

V1 = 12,5 ml

Kelompok 3 (K3), 500 ppm (0,05%) M1 x V1 = M2 x V2

2000 ppm x V1 = 500 ppm x 100 ml

V1 = 25 ml

Kelompok 4 (K4), 750 ppm (0,075%) M1 x V1 = M2 x V2

2000 ppm x V1 = 750 ppm x 100 ml

V1 = 37,5 ml

Kelompok 5 (K5), 1000 ppm (0,1%) M1 x V1 = M2 x V2

2000 ppm x V1 = 1000 ppm x 100 ml

V1 = 50 ml

Semua kelompok dilarutkan dalam aquades hingga mencapai 100 ml. Menurut Frank46, penentuan konsentrasi minimal didapatkan dari salah satu konsentrasi ektrak biji sirsak yang menunjukkan nilai LC10, atau LC50 atau LC90. Pada penelitian ini konsentrasi merupakan kelipatan yang diambil dari nilai LC50 pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Tjahjani pada tahun 2000 dengan nilai LC50 503,230 ppm yang telah dibulatkan menjadi 500 ppm dan dibuat 2 kelompok di bawahnya dan 2 kelompok di atasnya. Hal ini dimaksud agar konsentrasi uji merupakan konsentrasi standar yang dapat membunuh larva dan masih dalam batas rekomendasi WHO yakni dibawah konsentrasi <1% atau <10.000 ppm.14,40


(43)

3.6.4 Pembagian Kelompok Uji

Larutan yang telah disiapkan dengan berbagai konsentrasi ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata L) dipindahkan di dalam gelas plastik yang sudah dipersiapkan kedalam 6 kelompok

a. Kelompok KN : ekstrak biji sirsak dengan konsentrasi 0 (0%) b. Kelompok 1 : ekstrak biji sirsak dengan konsentrasi 100 ppm

(0,01%)

c. Kelompok 2 : ekstrak biji sirsak dengan konsentrasi 250 ppm (0,025%)

d. Kelompok 3 : ekstrak biji sirsak dengan konsentrasi 500 ppm (0,05%)

e. Kelompok 4 : ekstrak biji sirsak dengan konsentrasi 750 ppm (0,075%)

f. Kelompok 5 : ekstrak biji sirsak dengan konsentrasi 1000 ppm (0,1 %)

Percobaan di atas diulang sebanyak 5 kali.

3.6.5 Penetasan Telur

Telur Aedes aegypti direndam di nampan plastik yang sudah diberikan aquades untuk tempat penetasan telur. Kemudian diletakkan di ruangan khusus perkembangbiakan larva milik peneliti yang sudah diatur suhunya dengan Air conditioner portable.

3.6.6 Pemindahan Larva pada Gelas Perlakuan

Telur yang telah menetas menjadi larva instar III dan IV kemudian dipindahkan ke gelas yang berisi aquades, pindahkan 25 larva dengan menggunakan pipet. Kemudian larva yang sudah dipindahkan ke gelas dan sudah diukur sejumlah 25 larva lalu dipindahkan ke gelas perlakuan yang


(44)

sudah berisi ekstrak biji sirsak dengan masing-masing konsentrasi dengan menggunakan saringan teh.40

3.6.7 Pemeliharaan Larva sebagai Bahan Uji

Telur dimasukkan ke dalam baki plastik yang berisi air untuk dilakukan pembiakan. Jika telur sudah menetas menjadi larva, larva diberi makan berupa fish food.40

3.6.8 Pemilihan Larva

Larva yang dipilih adalah larva instar III/IV yang ditandai dengan usia larva 5-7 hari45 dan ukuran larva 4-8 mm.26

3.6.9 Pembuangan Limbah Penelitian

1. Limbah penelitian terutama larva yang telah digunakan setelah proses penelitian kemudian dibunuh dengan menggunakan deterjen dan ditunggu sampai larva benar-benar mati seluruhnya dengan tanda larva tidak bergerak dengan rangsangan, kemudian dibuang didalam kloset. 2. Limbah alat-alat lepas pakai dibuang pada tempat sampah.

3.7 Managemen Data

3.7.1 Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan merupakan data primer yakni diambil dari jumlah larva yang mati setiap 24 jam pada setiap konsentrasi ekstrak biji sirsak (Annona muricata L). Data yang dikumpulkan dicatat dalam bentuk tabel.

3.7.2 Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah dengan cara menghitung jumlah larva yang mati selama 24 jam pada masing-masing gelas perlakuan. Larva yang mati merupakan larva yang tenggelam ke dasar kontainer, tidak bergerak, meningggalkan larva lain yang dapat bergerak dengan jelas dan tidak berespon terhadap rangsangan.


(45)

3.8. Analisa Data

Setelah semua data yang didapatkan dari jumlah larva Aedes aegypti

instar III/IV yang mati, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data menggunakan software SPSS 16.0. Terdapat beberapa uji statistik yang dilakukan, yaitu

1. Uji Analisis Varian (One Way ANOVA)

Digunakan untuk menemukan perbedaan jumlah kematian larva

Aedes aegypti antar kelompok uji. 2. Uji Least Significance Difference (LSD)

Digunakan untuk menemukan perbandingan pasangan mean yang perbedaanya signifikan.

3. Kruskal-Wallis

Merupakan uji alternatif jika data tidak berdistribusi normal dan homogen. Digunakan untuk menemukan perbandingan perbedaan mean lebih dari dua kelompok.

4. Mann-Whitney

Merupakan uji alternatif jika data tidak berdistribusi normal dan homogen. Digunakan untuk menemukan perbandingan perbedaan mean antar kelompok.

5. Uji Korelasi Pearson

Digunakan untuk mengetahui korelasi pada masing-masing variabel

6. Analisis Probit

Digunakan untuk menemukan efek mortalitas ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) terhadap larva Aedes aegypti yang dinyatakan dengan Lethal Concentration (LC).


(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

Jangka waktu penelitian Uji Efektivitas Ekstrak Biji Sirsak terhadap Larva Aedes aegypti Instar III/ IV dilakukan selama 24 jam untuk melihat efek larvasida. Didapatkan data primer sebagai berikut:

Konsentrasi (ppm)

Jumlah larva yang mati Rata-rata

Ulangan 1 2 3 4 5

ekor % ekor % ekor % ekor % ekor % ekor % 1000 (0,1%) 23 92 15 60 20 80 11 44 18 72 17,4 69,6 750 (0,075%) 21 84 22 88 19 76 12 48 9 36 16,6 66,4 500 (0,05%) 6 24 18 72 9 36 8 31 8 31 9,8 38,8 250 (0,025%) 6 24 5 20 2 8 4 16 2 8 3,8 15,2

100 (0,01%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kontrol negatif

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol negatif pada semua replikasi tidak ditemukan adanya larva yang mati. pada nilai rata-rata mortalitas larva menunjukan bahwa nilai tertinggi terdapat pada konsentrasi 1000 ppm (0,1%) yaitu sebanyak 17,4 ekor (69,5%) sedangkan nilai terendah terdapat pada konsentrasi 100 ppm (0,01%) dengan larva yang mati sebanyak 3,8 ekor (15,2%).

Berdasarkan hasil uji pada tabel diatas, dibuat grafik untuk menggambarkan respon mortalitas rerata larva terhadap ekstrak biji sirsak. Tabel 4.1 Jumlah Mortalitas Larva Aedes Aegypti pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Biji Sirsak (Annona Muricata L) Setelah 24 Jam Pertama Perlakuan.


(47)

Grafik 4.1 Rerata Mortalitas Larva Aedes aegypti.

Dari grafik di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji sirsak maka semakin tinggi pula nilai mortalitas rerata larva

Aedes aegypti.

4.2 Analisis Data

4.2.1. Uji Distribusi Data

Sebelum melakukan uji One Way ANOVA, data yang didapat harus memenuhi syarat yaitu data berdistribusi atau sebaran data normal. Dengan menggunakan SPSS 16.0 , dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Pada tabel uji normalitas berikut yang sudah di transform dengan akar kuadrat menunjukkan bahwa p > 0,05 pada seluruh konsentrasi coba, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.

Konsentrasi Kolmogorov-Smirnov

Statistic df P

value Trans2_Mortalitas 250/0,025% .249 5 .200

500/0,05% .341 5 .059

750/0,075% .275 5 .200

1000/0,1% .171 5 .200

4.2.2 Uji Varian Data

Syarat untuk melakukan uji One Way ANOVA adalah data harus berdistribusi normal dan memiliki varian data yang sama atau homogen.

Tabel 4.2 : Hasil Uji Distribusi Data

0 0 15,2 38,8 66,4 69,6 0 20 40 60 80

0 100 250 500 750 1000

Konsentrasi Ekstrak Biji Sirsak (ppm)

R er at a M or ta li ta s L ar va (%


(48)

Pada uji varian data dapat kita lihat pada tabel 4.3 yang menunjukkan nilai

p < 0,05. Dapat dismpulkan bahwa varian data tidak homogen.

Levene Statistic

df1 df2 p value

5.425 5 24 0.002

Karena data tidak homogen maka uji One Way ANOVA tidak dapat digunakan. Sehingga dilakukan uji alternatif yakni Kurskal-Wallis.

4.2.3 Uji Kruskal-Wallis

Untuk mengetahui perbedaan jumlah mortalitas larva pada masing-masing konsentrasi maka dilakukan uji Kruskal-Wallis. Hasil uji ini ditunjukkan pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai signifikannya adalah 0,000 (p < 0,05) , maka dapat disimpulkan bahwa paling tidak terdapat perbedaan mortalitas larva Aedes aegypti antara dua kelompok konsentrasi uji.

Trans2_ Mortalitas

Chi-Square 26.676

Df 5

P value .000

4.2.3 Uji Mann-Whitney

Untuk mengetahui kelompok uji mana yang mempunyai perbedaan secara signifikan maka dilakukan uji analsisis Pos Hoc. Alat untuk melakukan analisis Pos Hoc untuk Kruskal-Wallis adalah uji Mann-Whitney. Pada uji ini didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Uji Variasi Data


(49)

Konsentrasi P value Kemaknaan 0 ppm (0%) dengan 100 ppm (0,01%) 1.000 Tidak signifikan

0 ppm (0%) dengan 250 ppm (0,025%) .005 Signifikan

0 ppm (0%) dengan 500 ppm (0,05%) .005 Signifikan

0 ppm (0%) dengan 750 ppm (0,075%) .005 Signifikan

0 ppm (0%) dengan 1000 ppm (0,1%) .005 Signifikan

100 ppm (0,01%) dengan 250 ppm (0,025%) .005 Signifikan

100 ppm (0,01%) dengan 500 ppm (0,05%) .005 Signifikan

100 ppm (0,01%) dengan 750 ppm (0,075%) .005 Signifikan

100 ppm (0,01%) dengan 1000 ppm (0,1%) .005 Signifikan

250 ppm (0,025%) dengan 500 ppm (0,05%) .011 Signifikan

250 ppm (0,025%) dengan 750 ppm (0,075%) .009 Signifikan

250 ppm (0,025%) dengan 1000 ppm (0,1%) .009 Signifikan

500 ppm (0,05%) dengan 750 ppm (0,075%) .036 Signifikan

500 ppm (0,05%) dengan 1000 ppm (0,1%) .036 Signifikan

750 ppm (0,075%) dengan 1000 ppm (0,1%) .917 Tidak signifikan

Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki perbedaan jumlah mortalitas larva secara signifikan terdapat pada semua kelompok perlakuan kecuali pada kelompok 0 ppm (0%) dengan 100 ppm (0,01%) dan 750 ppm (0,075%) dengan 1000 ppm (0,1%).

4.2.4 Analisis Probit

Untuk mengetahui konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan 50% (LC50)dan 99% (LC99)populasi larva selama 24 jam, maka dilakukan uji analisis probit pada program SPSS 16.0. Dari hasil perhitungan analisis probit didapatkan hasil yang ditunjukkan pada tabel berikut:


(50)

No Point Exposure Concentration

95% confidance limit

Concentration (ppm)

Lower Upper

1 LC1 98 .109 272

2 LC2 121 .257 310

3 LC3 139 .440 337

4 LC4 153 .661 359

5 LC5 167 .919 378

6 LC10 221 3 453

7 LC20 312 11 570

8 LC30 340 29 685

9 LC40 494 64 818

10 LC50 603 130 1000

11 LC60 735 248 1304

12 LC70 908 434 1976

13 LC80 116 677 3969

14 LC90 1641 990 13234

15 LC95 2180 1247 38884

16 LC96 2368 1325 53569

17 LC97 2621 1425 79627

18 LC98 3001 1563 135316

19 LC99 3713 1799 313844

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa nilai LC50 adalah 603 ppm (0,060%) danLC99 adalah 3713 ppm (0,371%).

4.2.5.Uji Korelasi Pearson

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.2 bahwa data berdistribusi normal, maka untuk menilai apakah terdapat korelasi antara konsentrasi ekstrak terhadap jumlah kematian larva maka dilakukan uji Korelasi Pearson. Hasil uji ini ditampilkan pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Hasil Analsis Probit


(51)

Trans2_mortalitas

Konsentrasi ekstrak R 0,919

P <0.001

N 30

Dari hasil di atas diperoleh nilai Sig 0,000 (p <0,001) yang menunjukkan bahwa korelasi antara konsentrasi dan jumlah kematian larva adalah bermakna. Nilai koefisien Korelasi Pearson sebesar 0,919 menunjukkan korelasi postif dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat. Hasil dari uji korelasi didapatkan koefisein korelasi (r) = 0,919, nilai p

<0,001 dan jumlah subjek 30.

4.3. Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan uji ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) sebagai efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti dengan berbagai konsentrasi uji. Ektrak biji sirsak ini didapatkan dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol. Penggunaan etanol pada penelitian ini dikarenakan kandungan zat aktif paling tinggi diperoleh dari ektrak etanol dibandingkan dengan pelarut lain. Selain itu, etanol juga memiliki sifat toksisitas yang paling rendah serta bersifat semipolar sehingga dapat menarik zat yang bersifat polar maupun nonpolar.42-43 Bahan aktif annonaceaous acetogenin yakni annonacin yang terkandung dalam biji sirsak diduga memiliki potensi larvasida pada larva Aedes aegypti. Pada uji coba ini digunakan larva Aedes aegypti instar III/IV karena larva pada stadium ini memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap lingkungan eksternal.13 Selain itu, larva juga dikembangkan di dalam ruangan khusus dengan mengatur suhu sesuai suhu optimum bagi perkembangan larva yaitu 25-35◦ C, suhu ini sesuai untuk perkembangan larva di alam terbuka.24 Tabel 4.6 Hasil Uji Korelasi Pearson


(52)

Pada penelitian ini, larva dikembangbiakan dengan suhu 30◦ C, suhu

ini masih dalam batas normal untuk perkembangbiakan larva, sehingga dapat kita simpulkan bahwa kematian larva akibat suhu dapat disingkirkan.

Pada penelitian ini menggunakan 6 kelompok uji dengan konsentrasi yang berbeda dengan masing-masing kelompok berisi 25 larva dalam 100 ml larutan. Kelompok KN (Kontrol Negatif) adalah 0 ppm (0%), kelompok 1 adalah 100 ppm (0,01%), kelompok 2 adalah 250 ppm (0,025%), kelompok 3 adalah 500 ppm (0,05%), kelompok 4 adalah 750 ppm (0,075%), dan kelompok 5 adalah 1000 ppm (0,1%. Konsentrasi ini diambil berdasarkan kelipatan dari nilai LC50 503,230 ppm yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya,16 hal ini dimaksud agar konsentrasi yang diuji merupakan konsentrasi standar yang dapat bersifat mematikan larva uji. Pada kelompok 1 merupakan konsentrasi kontrol negatif yang hanya mengandung 100 ml aquades dan tidak ada kandungan ektrak biji sirsak (0 ppm atau 0%), pada kelompok 1 pada perlakuan 24 jam tidak terdapat kematian larva pada semua pengulangan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat efek larvasida dari aquades yang dijadikan medium plelarut dalam penelitian ini.

Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji sirsak mempunyai efek larvasida terhadap Aedes aegypti terutama pada konsentrasi 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm dan 1000 ppm dengan tingkat mortalitas semakin tinggi pada konsentrasi ekstrak yang lebih tinggi (Grafik 4.1). Jumlah larva yang mati setelah pemberian ekstrak biji sirsak kemudian diuji dengan menggunakan analisis probit untuk mengetahui nilai LC50 dan LC99. Hasil dari uji ini didapatkan nilai LC50 603 ppm yang artinya dibutuhkan konsentrasi ekstrak biji sirsak dengan nilai 603 ppm atau 0,060% untuk membunuh 50% populasi larva dan LC99 3713 ppm yang artinya dibutuhkan konsentrasi ekstrak biji sirsak sebesar 3713 ppm atau 0,371% untuk membunuh 99% populasi larva. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Tjahjani didapatkan nilai LC50 503,230 ppm dan yang dilakukan oleh Afirts dkk dihasilkan nilai LC50 244.27 ppm, perbedaan


(53)

nilai LC50 ini diduga diakibatkan oleh perbedaan ketahanan larva sebagai bahan uji. Selain itu, faktor-faktor dari tanaman juga dapat berpengaruh seperti lokasi tumbuh asal tanaman, periode pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, kulalitas dan kuantitas zat aktif yang terkandung dalam tanaman dan metode ekstraksi yang dilakukan.8

Untuk mengetahui perbedaan mortalitas larva terhadap perbedaan pada masing-masing konsentrasi uji, maka dilakukan uji Kruskal-wallis pada konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, dan 1000 ppm. Hasil uji ini menunjukkan bahwa dosis yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai besar rata-rata yang berbeda secara signifikan dengan p =0,000.

Untuk melihat adanya dua kelompok yang memiliki perbedaan yang signifikan maka dilakukanlah uji Mann-Whitney. Pada uji ini menunjukkan bahwa semua kelompok uji berbeda secara signifikan terhadap kelompok kontrol dengan nilai p <0,05 yaitu konsentrasi 250 ppm (p= 0,005), 500 ppm (p= 0,005), 750 ppm (p=0,005), dan 1000 ppm (p=0,005). pada hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi minimal efektif yang dapat membunuh larva adalah 250 ppm.

Kemudian, untuk mengetahui hubungan pada masing-masing variabel yakni mortalitas larva dan konsentrasi ekstrak, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Korelasi Pearson. Hasil pada uji ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna dari perbedaan pada setiap kelompok perlakuan yang telah dianalisis dengan metode Kruskal-Wallis. Hasil dari Korelasi Pearson menunjukkan bahwa peningkatan jumlah larva yang mati benar-benar diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) yang diberikan, hal ini dikarenakan pada hasil uji menunjukkan nilai p = 0,000.

Biji sirsak (Annona muricata L) adalah tanaman golongan annonaceae yang dari penelitian sebelumya diketahui memilii kandungan zat aktif yang berperan sebagai larvasida yakni annonacin golongan acetogenin .(8)


(54)

Mekanisme kerja zat aktif acetogenin dengan cara menghambat rantai pernapasan pada NADH ubiquinone reduktase (complex 1) yang menyebabkan penurunan ATP, menyebabkan secara langsung gangguan transpor elektron di mitikondria sehingga memacu apoptosis sel. 8,12

4.4Keterbatasan Penelitian

1.Lokasi Penelitian

Adanya keterbatasan pengontrolan perkembangan larva maka penelitian ini tidak dilakukan di laboratorium. Sehingga, protokol yang dilakukan masih belum sempurna.

2.Fase Penelitian Larvasida

Fase penelitian ini merupakan fase II dan sebaiknya terlebih dahulu diuji di laboratorium (fase I) sebelum dilakukan penelitian di lapangan bebas.


(55)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III atau IV.

2. Konsentrasi ekstrak biji sirsak (Annona muricata L) berpengaruh terhadap mortalitas larva Aedes aegypti instar III selama 24 jam dengan diperoleh nilai LC50 603 ppm atau 0,060% dan LC99 3713 ppm atau 0,371%.

B. Saran

1. Penelitian ini bisa dikembangkan dengan uji coba pada spesies larva nyamuk lain.

2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menguji toksisitas pada ikan dan manusia secara in vivo

3. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan uji coba ekstrak dalam bentuk sediaan zat ekstrak yang lain.

4. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan mengenai senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam biji sirsak , selain yang sudah dijelaskan diatas yang berfungsi sebagai larvasida.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

1. Van den berg, Henk, dkk. Regional Framework for Surveillance and Control of Invasive Mosquito vVctors and Re-emerging Vector-Borne Disease 2014-2020. WHO press. 2013: 9.

2. World Health Organization (WHO). Global Strategy for Dengue Prevention and Control, 2012–2020. Geneva: WHO Press. 2012.

3. World Health Organization (WHO). Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and control. Geneva : WHO press. 2009.

4. Setiati TE, Wangenaar JF, dkk. Changing Epidemiology of Dengue Haemorrhagic Fever in Indonesia. [Artikel Ilmiah]. Indonesia: Dengue Bulletin. 2006: 1-10.

5. Karyanti R, Mulya. Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. [Artikel Karya Ilmiah]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.

6. Ghosh, Anupam , dkk. Plant Extract as Potential Mosquito Larvicide. Indian J Med Res 135. 2012 : 581-598.

7. Townson, H, dkk. Exploiting the Potential of Vector Control for Disease Prevention. Bulletin of the World Health Organization. Geneva: WHO press. 2005.

8. Aradilla, Sikka Ashry. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Etanol daun Mimba (Azadirachta indica) terhadap Larva Aedes aegypti. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro. 2011: 11.

9. Mulyaningsih, Budi. Deteksi Dini Status Resistensi Nyamuk Vektor Penyakit Demam Berdarah Dangue terhadap Insektisida Organofosfat di


(57)

Daerah Endemis di Yogyakarta dengan Uji Biokemis. [Artikel Ilmiah]. Lembaga Penelitian UGM: Yogyakarta. 2001.

10. Ahmad, intan, dkk. Status Kerentanan Aedes aegypti (Diptera : Culicidae) pada Tahun 2006-2007 terhadap Malation di Bandung, Jakarta, Suarabaya, Palembang dan Palu. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati.[Artikel Ilmiah]. Institut Teknologi Bandung. 2008.

11. Leatemia, Johanna Audrey. Development of a Botanical Insectide from Ambon and Surrounding Area (Indonesia) for Local Use. [Tesis]. London: The University of Brithis Columbia. 2003: 2.

12. Castillo-Sanchez, Enrique Luis, dkk. Secondary Metabolites of The Annonaceae Solanaceae and Meliaceae Families Used as Biological Control of Insect. Mexico: Tropical and Subtropical Agreoecosystems. 2010 : 445-452.

13. Komansilan, Alfarits, dkk. Isolation and Identification of Biolarvicide from Soursop (Annona muricata Linn) Seeds to Mosquito (Aedes aegypti) Larvae. International Journal of Engineering and Technology IJET-IJENS. 2012. Vol 12: 1.

14. Muharsini, sri, dkk. Uji Keefektifan Biji Sirsak (Annona muricata) dan Akar Tuba (Deris elliptica) terhadap Larva Chrysomya bezziana secara In Vitro. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. 2006: 1.

15. A, Grzybowski, dkk. The Combined Action of Phytolarvacides for The Control of Dengue Fever Vector, Aedes aegypti. 2013, No ISSN 0102-695X: 1.

16. Utami, B, T,Sri. Uji Toksisitas Ekstrak Biji Sirsak (Annona muricata Linn) terhadap Larva Aedes aegypti. [Tesis]. Jakarta: UI press. 2000.


(58)

17. Augusto,

c

arlos, dkk. Insecticidal Activity of Annona muricata

(Annonaceae) Seed Extract on Sitophilus zeamais (Coleoptera: curculionidae). Bogota : Revista Colombiana de Entomologia. 2008. Vol 34: 1.

18. Abdullah, Fauziah, dkk. The Potential of Soursop Seed Extract Annona muricata Linn as A Bipesticide Against Aphids Aphis Gossypii Glover (Homoptera:Aphididae) on Chilly. Malaysia : Malaysian Journal of Science. 2003, Vol 22: 1.

19. Malar, Manorentitha, dkk. The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L.) and Aedes albopictus (Skuse) Diptera : Culcidae) and The Resistance Status of Aedes albopictus (Field Strain) Against Organopshates in Penang, Malaysia. [Tesis]. Malaysia. 2006.

20. Azani, Surya. Pemanfaatan Ekstrak Biji Bengkoang (Pachyrrhizas erosus) sebagai Larvasida terhadap Larva nyamuk Aedes sp. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2006: 1.

21. Supartha, Wayan I. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera : Culicidae). [Artikel Karya Ilmiah]. Denpasar: Dies Natalis Universitas Udayana. 2008.

22. Yudhastuti, Ririh. dkk. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan Perilaku Masyarakat dengan keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah dengue Surabaya. [Artikel Karya Ilmiah]. Surabaya: Kesehatan Lingkungan FKM Unair. 2005.

23. Adifian, dkk. Kemampuan Adaptasi Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albipictus dalam Berkembang Biak Berdasarkan Jenis Air. [Artikel Karya


(59)

Ilmiah]. Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Makasar: Universitas Hasanudin. 2013.

24. Chooi khim, Phon. Bionomics of Aedes aegypti and Aedes albopictus in Relation to Dengue incidence on Penang Islang and The Application of Sequential Sampling in the Control of Dengue Vectors. [Tesis]. Malaysia: University Sains Malaysia. 2007: 8.

25. Rosdiana-safar. Entomologi Kedokteran Bagian Parasitologi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlaiga. 1996

26. Zettel, Catherine dkk. Yellow Fever Mosquito Aedes aegypti (Linnaeus) (insecta :Diptera : culicidae). University of Florida : IFAS Extension. 2009. EENY-434.

27. Bar, Ananya, dan Andrew, J. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Larvae. Annual review and Research in Biology. 2013. ISSN: 2231-4776, Vol 3(1): 1-21.

28. Watson Ross, Ronald. dkk. Bioactive Foods in Promoting Health Fruits and Vegetables. Oxford: Academic Press. 2009: 622.

29. Pinto, Q de. C. A. Annona Species. London : Cambridge University Press 2005 April, Vol 3 : 261.

30. Consolacion , Ragasa, dkk. Acetogenins from Annona muricata. Taipei: National Research Institute of Chinese Medicine. 2012.

31. Southampton Center for undertilised Crops (ICUC). Annona (Annona cherimola, A. Muricata, A. Reticulata, A. Senegalensis and A. Squamosa) Field Manual for Extension Workers and Farmers. UK: Southampton Center for Undertilised Crops (ICUC). 2006.


(60)

32. O, A fasakin, et al. Compositional Analyses of Seed of Soursop Annona muricata L. as A Potential Animal Feed Supplement. Scientic Research and Essay. 2008. vol.3 (10): 521-523.

33. S, Gajalakshmi, dkk. Phytochemical and Pharmacological Properties of Annona muricata. India: International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science. 2012, vol 4 No ISSN-0975-1491.

34. Wagner, W.L, D.R. Harbest, dan D.H. Lorence. Flora of The Hawaiian island website. 2011. Available from

http://botany.si.edu/pasificislandbiodiversity/hawaiianflora/index.htm

35. Kunz, Robert. Control of Post Harvest Disease (Botryodiplodia sp.) of Rambutan and Annona species by Using a Bio Control Agent (Trichoderma sp.). Sri Lanka: The International Centre for Underutilised Crops. 2007.

36. Mohamad Bte, Hasni Khaidatul. Physical Properties of Soursop (Annona muricata) Powder Produced by Spray Drying. [Disertasi]. Malaysia: University Malaysia Phahang. 2009.

37. Indriyani Putu, Luh Ni. The Growth Evaluation of Two Annona Species at Seedling Phase. APRN Journal of Agricultural and Biological Science. 2012, Vol. 7, No 7. ISSN 1990-6145.

38. Zhou, Jiaju, dkk. Molecular Structures, Pharmacological Activities Natural Sources and Application. London: Springer Heidelberg Dordercht. 2011, Vol 4.

39. Sudigdo, S.,Ismael. Dasar-Dasar Metode Dalam Penelitian Klinis.[Artikel Karya Ilmiah]. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.


(61)

40. World Health Organization. Guidelines For Laboratory And Field Testing Of Mosquito Larvacides. World Health Organization Communicable Disease Control, Prevention, And Eradication WHO Pesticide Evaluation Scheme. Geneva : WHO press. 2005: 10.

41. Agnetha, A.Y. Efek Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Sebagai Larvasida Nyamuk Aedes sp. [Skripsi]. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2005.

42. Wurangian, L Freddy. Determination of Annonacyn Compound by High Performance Liquid Chromotograhy on The Extract Annona muricata Linn Seed for Pesticide Formula. Indonesia: Indo. J. Chem. 2005: 1.

43. Wele, Alassane, dkk. Annomuricatin C, an Novel Cyclohexapeptide from The Seed of Annona muicata. Prancis: C.Rchimie . 2004, Vol 7: 982.

44. Urrahman-Atta. Studies in Natural Product Chemistry volume 7. USA: Elsevier. 2005: 266.

45. Soegijanto, Soegeng. Demam Berdarah Dengue. [Artikel Karya Ilmiah]. Surabaya : Airlangga University Press. 2004.

46. C. Lu, Frank. Basic Toxcicology. Wasington: Hemisphere Publishing Corporation Second Edition. 1991.


(62)

Lampiran 1 Gambar Kegiatan

Proses penimbangan ekstrak biji sirsak (Annona muricata L)

Proses pengenceran ekstrak biji sirsak dengan menggunakan aquades

Larutan Stok 2000 ppm sebanyak 500 ml

Telur Aedes aegypti F8 dari B2P2VRP, salatiga


(63)

Perendaman telur Aedes aegypti Larva Aedes aegypti pada tiap instar

Larva Aedes aegypti dengan panjang keseluruhan 6-7 mm

Larva Aedes aegypti Instar III/IV

Larva Aedes aegypti instar III/IV yang telah dimasukkan kedalam gelas

perlakuan pada masing-masing konsentrasi

Larva Aedes aegypti instar III/IV dalam gelas perlakuan


(64)

Alat pH meter untuk mengukur kadar pH air sebagai lingkungan penetasan telur

Aedes aegtypti

Air conditioner portable untuk mengatur suhu ruangan perkembangbiakan larva Aedes

aegypti

Biji sirsak (Annona muricata L) Alat penggilingan

Proses pengadukan serbuk biji sirsak yang telah dicampur dengan etanol

96% Serbuk biji sirsak (Annona muricata

L) yang telah digiling dengan alat penggiling


(65)

Proses Penguapan dengan alat

Rotatory Evaporator


(66)

Lampiran 2 Surat Pembelian Telur Aedes aegypti


(67)

Lampiran 3 Surat Keterangan Ekstraksi

Kementerian Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Jalan Tentara Pelajar No. 3 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor 16111 Telepon : (0251) 8321879 Faximile : (0251) 8327010 E-mail : balittro@telkom.n

SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dedy Kustiwa

Intansi : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Jabatan : Teknisi Litkayasa

Nip : 197010222997011001

Dengan ini menerangkan bahwa :

Nama : Kiki Rosmayanti

Universitas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Yang bersangkutan benar – benar melakukan ekstraksi Biji Sirsak, di Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ( BALITTRO). Demikian surat keterangan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya dan untuk tujuan serta maksud yang baik.

Bogor, 12 Agustus 2014


(68)

(1)

Perendaman telur Aedes aegypti Larva Aedes aegypti pada tiap instar

Larva Aedes aegypti dengan panjang keseluruhan 6-7 mm

Larva Aedes aegypti Instar III/IV

Larva Aedes aegypti instar III/IV yang telah dimasukkan kedalam gelas

perlakuan pada masing-masing konsentrasi

Larva Aedes aegypti instar III/IV dalam gelas perlakuan


(2)

Alat pH meter untuk mengukur kadar pH air sebagai lingkungan penetasan telur

Aedes aegtypti

Air conditioner portable untuk mengatur suhu ruangan perkembangbiakan larva Aedes

aegypti

Biji sirsak (Annona muricata L) Alat penggilingan

Proses pengadukan serbuk biji sirsak yang telah dicampur dengan etanol

96% Serbuk biji sirsak (Annona muricata

L) yang telah digiling dengan alat penggiling


(3)

Proses Penguapan dengan alat Rotatory Evaporator Alat saringan ekstrak ukuran 3mm


(4)

Lampiran 2 Surat Pembelian Telur Aedes aegypti


(5)

Lampiran 3 Surat Keterangan Ekstraksi

Kementerian Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Jalan Tentara Pelajar No. 3 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor 16111 Telepon : (0251) 8321879 Faximile : (0251) 8327010 E-mail : balittro@telkom.n

SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dedy Kustiwa

Intansi : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Jabatan : Teknisi Litkayasa

Nip : 197010222997011001

Dengan ini menerangkan bahwa :

Nama : Kiki Rosmayanti

Universitas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Yang bersangkutan benar – benar melakukan ekstraksi Biji Sirsak, di Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ( BALITTRO). Demikian surat keterangan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya dan untuk tujuan serta maksud yang baik.

Bogor, 12 Agustus 2014


(6)