Daging dan Produk Olahan daging

TUJUAN PEMBELAJARAN
1.
2.
3.
4.

Bagaimana pemeriksaan daging dari aspek mikrobiologis?
Bagaimana pengawetan daging yang baik dan benar?
Sebutkan dan jelaskan pigmen-pigmen pada daging !
penyakit-penyakit zoonotik yang diperantarai oleh daging ?

PEMERIKSAAN DAGING DARI ASPEK MIKROBIOLOGIS
Hasil pengujian laboratorium terhadap daging dan hasil olahannya sangat tergantung
pada rencana dan teknik pengambilan, penanganan (pengiriman, penyimpanan) serta persiapan
contoh (sample). Daging dikategorikan sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable
food) karena daging mengandung zat gizi yang baik, memiliki pH dan aktivitas air yang sangat
menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Dengan kata lain, daging merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, daging dikategorikan juga sebagai bahan
makanan yang berpotensi berbahaya (potentially hazardous food), artinya daging dapat menjadi
media pembawa mikroorganisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan konsumen
(Lukman, 2010).

Untuk menjamin penyediaan daging yang ASUH, maka dilakukan pengawasan
(surveillance, monitoring, inspeksi) terhadap daging dalam mata rantai penyediaan daging.
Dalam pengawasan tersebut, dapat dilakukan pengambilan dan pengujian (laboratorium) contoh.
Pengujian contoh di laboratorium perlu mengikuti prosedur baku baku agar hasil pengujian dapat
dipertanggung-jawabkan.
Untuk pengujian mikrobiologis, perlu ditetapkan prosedur dan kriteria penetapan suatu contoh
diterima atau tidak. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pengambilan
contoh untuk pengujian mikrobiologis adalah:
a.

Bahaya terhadap kesehatan
Semakin bahaya jenis mikroorganisme yang diduga terdapat di dalam makanan atau
semakin kecil jumlah mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit, maka unit
contoh yang diambil harus semakin besar dan banyak. Hal ini untuk meningkatkan
peluang untuk mendapatkan contoh yang positif, sehingga dapat dihindari kemungkinan
menyatakan suatu contoh aman padahal sebenarnya berbahaya (negatif palsu).

b.

Keseragaman


1

Semakin seragam contoh, misalnya makanan cair (susu), pada proses homogenisasi,
maka contoh yang diambil dapat lebih kecil. Namun jika suatu contoh tidak atau kurang
seragam, maka unit contoh yang diambil harus lebih banyak atau lebih besar.
c.

Pengelompokan
Jika di dalam suatu lot terdapat pengelompokan yang lebih kecil (sublot), misalnya
beberapa unit kaleng dimasukkan ke dalam kotak karton, maka unit contoh dapat diambil
dari masing-masing sublot untuk mewakili setiap atau sebagian besar sublot.

d.

Konsistensi dalam produksi
Jika suatu produk selalu memiliki mutu yang baik setelah diuji, maka pengambilan
contoh dapat dikurangi jumlahnya atau diperpanjang periodenya karena sudah
mempunyai tingkat kepercayaan tinggi.
Contoh yang diambil dari daging/karkas segar atau beku dapat berupa contoh permukaan


(surface samples) dan contoh jaringan (deep tissue samples). Contoh permukaan digunakan
untuk pengujian mikrobiologis, misalnya jumlah mikroorganisme pada permukaan daging/karkas
(cfu/cm2 atau cfu/karkas ayam). Contoh permukaan ini bersifat non-destruktif, artinya contoh
tidak dihancurkan (homogenisasi) dalam pengujian. Contoh jaringan biasanya digunakan untuk
pengujian mikrobiologis, kimiawi atau residu (Lukman, 2010).
Contoh permukaan dapat dilaksanakan dengan tiga cara, yaitu:
a.

Swab
Cara ini digunakan untuk permukaan daging/karkas segar (panas atau dingin). Kapas
bergagang (cotton swab) steril diusapkan pada permukaan daging/karkas dengan luas
tertentu, umumnya 25 atau 50 cm2. Kemudian kapas bergagang tersebut dimasukkan ke
dalam tabung/wadah berisi larutan pengencer steril.

b.

Excision
Cara ini digunakan untuk permukaan daging beku. Contoh diambil dengan menggunakan
cork borrer yang ditusukkan ke dalam daging (kurang lebih 2 mm dari permukaan). Perlu

diperhitungkan luas permukaan yang diambil dan jumlah larutan pengencer, sehingga
diperoleh jumlah mikroorganisme per cm2.

c.

Rinse technique
2

Cara ini biasanya digunakan untuk contoh kecil (maksimum 2 kg), misalnya karkas
ayam, sosis, dan lain-lain. Contoh tersebut ditimbang secara aseptik dan dimasukkan ke
dalam plastik steril yang besarnya memadai, lalu tambahkan larutan pengencer steril
sebanyak 9 kali berat contoh.
Contoh jaringan diambil dari daging/karkas dengan menggunakan skalpel atau gunting
dan pinset dengan kedalaman 0,5 sampai 1,0 cm dari permukaan daging/karkas, atau mengambil
seluruh jaringan (Lukman, 2010). Pertumbuhan mikroba berhubungan erat dengan kualitas
daging segar. Peningkatan jumlah mikroba pembusuk/patogen berpengaruh terhadap keamanan
dan daya tahan atau masa simpan serta kandungan awal mikroba dalam daging segar. Kandungan
mikroba awal dalam jumlah sedikit dalam bahan pangan dicapai melalui aplikasi sanitasi yang
efektif selama penanganan bahan pangan serta penggunaan biopreservatif yaitu zat untuk
pengawetan secara biologi untuk mencegah mikroba patogen/pembusuk (Septiani, 2008).


PENGAWETAN DAGING YANG BAIK DAN BENAR
Daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan daging ditandai
oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba
menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan daging. Kerusakan
mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk dengan tandatanda sebagai berikut:


Pembentukan lendir



Perubahan warna



Perubahan bau menjadi busuk karena terjadi pemecahan protein dan terbentuknya
senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, H2S dan senyawa lain-lain




Perubahan rasa menjadi asam dan pahit karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam dan
senyawa pahit



Terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging
(Usmiati, 2009).
Pengawetan daging bertujuan untuk memperpanjang masa simpannya sampai sebelum

dikonsumsi. Berdasarkan metode, pengawetan daging dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu
3

pengawetan secara fisik, biologi, dan kimia. Pengawetan secara fisik meliputi proses pelayuan
(penirisan darah selama 12-24 jam setelah ternak disembelih), pemanasan (proses pengolahan
daging untuk menekan/membunuh kuman seperti pasteurisasi, sterilisasi) dan pendinginan
(penyimpanan di suhu dingin refrigerator suhu 4-10°C, freezer suhu