Analis Kebijakan dan Advokasi Kebijakan

Analis Kebijakan dan Advokasi Kebijakan
A. Analis Kebijakan
I. Pengertian dan Ketentuan Umum
Analis Kebijakan adalah Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan
instansi Pusat dan Daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya
menyelenggarakan

dan/atau

melaksanakan

tugas

mengidentifikasi

masalah kebijakan, memformulasi kebijakan, menyampaikan hasil analisis
kebijakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kebijakan pada
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Jabatan
lingkungan


fungsional

instansi

pekerjaannya

Pusat

Analis
dan

menyelenggarakan

Kebijakan
Daerah

adalah

yang


dan/atau

jabatan

sesuai

dalam

dengan

melaksanakan

sifat

analisis

kebijakan yang mencakup proses identifikasi masalah kebijakan, formulasi
kebijakan,

penyampaian


hasil

analisis

kebijakan,

pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi kebijakan oleh Pegawai Negeri Sipil. 
Tim Penilai Angka Kredit jabatan fungsional Analis Kebijakan adalah
tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
dan bertugas menilai prestasi kerja Analis Kebijakan.Angka kredit adalah
satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir
kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional Analis Kebijakan
dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.
Untuk memecahkan setiap permasalahan seorang analis kebijakan
harus membuat karya tulis ilmiah terlebih dahulu yang berisikan tulisan
hasil pokok pikiran, pengembangan dan hasil kajian/penelitian yang
disusun oleh perorangan atau kelompok, yang membahas suatu pokok

bahasan ilmiah dengan menuangkan gagasan analisis kebijakan tertentu
melalui identifikasi, tinjauan pustaka, deskripsi, analisis permasalahan,
kesimpulan dan saran-saran pemecahannya.
Dalam menjalankan tugasnya dan keberhasilan seorang analis
kebijakan akan mendapatkan penghargaan yakni berupa tanda jasa,

tanda kehormatan atau bentuk penghargaan lain yang diberikan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Negara Asing, atau organisasi ilmiah
nasional/regional/ internasional yang diakui oleh masyarakat ilmiah.
Pejabat penilai adalah atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang dinilai,
dengan ketentuan paling rendah pejabat struktural eselon V atau pejabat
lain yang ditentukan.
Analis Kebijakan Publik akan memberikan laporan setiap bulan
kepada Tim Fungsional Wakil Menteri melalui pejabat Asisten Deputi yang
ditunjuk dan dalam bekerja dapat berkoordinasi dengan setiap unit kerja
terkait. Analis kebijakan publik akan memberikan laporan berisi hasil
penelaahan kebijakan publik disertai rancangan kebijakan publik yang
sedang dikerjakan.
II. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Kewajiban
(1)


Analis Kebijakan merupakan pejabat fungsional yang berkedudukan

sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang kebijakan pada instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah.
(2)

Analis Kebijakan merupakan jabatan karier.

Tugas Pokok Analis Kebijakan adalah mengidentifikasi masalah kebijakan,
memformulasi
melaksanakan,

kebijakan,
memantau

menyampaikan
dan

hasil


mengevaluasi

analisis

kebijakan,

kebijakan

pada

kementerian/lembaga Pemerintah Non Kementerian dan pemerintah
daerah.
(3)

Kewajiban Analis Kebijakan adalah sebagai berikut :
 Menelaah kebijakan publik yang telah dihasilkan oleh unit kerjanya,
termasuk rencana implementasi dan evaluasi kebijakan.
 Memberikan masukan terkait substansi maupun teknis dalam setiap
perumusan peraturan perundang-undangan di unit kerjanya agar

sesuai dengan peraturan yang ada.
 Memberikan masukan baik atas perintah ataupun secara inisiatif
atas rancangan kebijakan publik yang sedang disusun.

 Berkoordinasi

dengan

unit-unit

kerja

terkait

dalam

proses

perumusan kebijakan publik di unit kerjanya.


B. Advokasi Kebijakan
I. Pengertian Dan Deskripsi
Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama,
pekerjaan atau profesi dari seorang advokat, dan kedua, perbuatan atau
tindakan pembelaan untuk atau secara aktif mendukung suatu maksud.
Pengertian pertama berkaitan dengan pekerjaan seorang advokat dalam
membela seorang kliennya dalam proses peradilan untuk mendapatkan
keadilan. Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus
sedangkan pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan
dengan pembelaan secara umum, memperjuangkan tujuan atau maksud
tertentu.
Dalam konteks advokasi untuk memengaruhi kebijakan publik,
pengertian advokasi yang kedua mungkin yang lebih tepat karena obyek
yang di advokasi adalah sebuah kebijakan yang berkaitan dengan
kepentingan publik atau kepentingan anggota masyarakat.
Kebijakan publik dapat diartikan sebagai pengalokasian nilai-nilai
secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat. Definisi ini
menegaskan bahwa hanya pemerintah lah yang secara sah dapat berbuat
sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu tersebut ditampilkan dalam bentuk

pengalokasian nilai-nilai pada masyarakat. Hal ini disebabkan karena
pemerintah termasuk kedalam “authorities in a political system”, yaitu
para penguasa dalam suatu sistem politik yang terlibat dalam masalah
sehari-hari yang telah menjadi tanggung jawab peranannya.

Kebijakan publik itu mewujudkan diri dalam berbagai bentuk, yaitu :
peraturan perundang-undangan, maksud dari aktor politik, keputusankeputusan dan pidato-pidato pejabat teras pemerintah, program-program
pembangunan dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah dalam
merespon

dan

mengatasi

berbagai

masalah

kemasyarakatan


dan

kenegaraan.
Pembuatan kebijakan publik untuk memecahkan suatu masalah
dilakukan

melalui

proses

politik

yang

melibatkan

para

pengambil


keputusan dan pengikutnya serta penentangnya. Dalam lingkungan
politik, kebenaran bersifat relatif. Sedangkan hakikat politik itu sendiri
adalah perjuangan untuk mengalokasikan nilai-nilai dan sumber-sumber
sosial.
Dengan demikian kebijakan publik mengandung aspek politik yang
sangat kuat, dan karena itu setiap kebijakan yang dihasilkan pastilah
memendam persoalan politik. Mengapa dibuat kebijaksanaan tersebut?
Sumber daya apa yang dimiliki, siapa yang digunakan untuk menjalankan
kebijakannya? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Ini
semua merupakan persoalan politik, yang pasti melekat dalam suatu
kebijakan.
Karena pembuatan kebijakan publik melalui proses politik, maka
akan terjadi persaingan (pengaruh mempengaruhi) antara kekuatankekuatan

yang

terdapat

dalam

masyarakat

dengan

membawa

kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai yang diyakininya.
Meskipun demikian, dalam konsep demokrasi modern, kebijakan
publik tidaklah hanya berisi cetusan pikiran atau pendapat para pejabat
yang mewakili rakyat, tetapi opini pubik (public opinion) juga mempunyai
porsi

yang

sama

besarnya

untuk

diisikan

(tercermin)

dalam

kebijaksanaan-kebijaksanaan Negara. Setiap kebijaksanaan Negara harus
selalu berorientasi pada kepentingan public (public interest).
Advokasi kebijakan merupakan upaya pembelaan (pengawalan)
secara terencana terhadap rencana sikap, rencana tindakan atau rencana

keputusan, rencana program atau rencana peraturan yang dirancang
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan agar sesuai dengan
kepentingan

masyarakat.

Nilai-nilai

utama

yang

terdapat

dalam

masyarakat yang menjadi kepentingan seluruh anggota masyarakat
haruslah diprioritaskan.
Keberhasilan

advokasi

kebijakan

untuk

mempengaruhi

proses

pembuatan kebijakan publik sangat tergantung kepada kualitas aktor atau
para aktor yang memainkan peran dalam advokasi kebijakan tersebut
yang meliputi kemampuan intelektual, kemampuan mengkomunikasikan
ide dan pemikiran, kemampuan untuk menjalin relasi politik dan
pengorganisasian kekuatan politik serta kemampuan membangun opini
publik.
II. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Dalam Advokasi Kebijakan
Upaya masyarakat atau kelompok masyarakat untuk memainkan
peran advokasi dalam mempengaruhi kebijakan publik akan menghadapi
empat kendala pokok.
Pertama, ada konflik nilai dalam pembuatan kebijakan publik. Konflik
nilai bisa timbul antara etika dan estetika yang dapat dilihat misalnya
dalam RUU anti pornografi dan pornoaksi. Para pendukung etika (tokoh
agama dan pendidikan) menginginkan pembatasan yang ketat terhadap
publikasi dan prilaku porno, sebaiknya para pendukung nilai-nilai estetika
(seniman, musikus, sastrawan, dan pekerja seni) menilai pembatasan
yang ketat terhadap publikasi dan prilaku porno bertentangan dengan hak
asasi manusia. Mereka menganggap bahwa pelarangan pornografi dapat
membelenggu kebebasan berekspresi mereka untuk membuat karyakarya seni yang merupakan sumber mata pencaharian mereka.
Kedua, konflik antara etika dan ekonomi dapat tergambar dari
kebijakan

dibidang

perjudian

dan

pelacuran

(prostitusi).

Larangan

perjudian dan pelacuran dalam kacamata hukum pidana mungkin
dianggap sebagai hal yang wajar, tapi perjudian dan pelacuran dengan

beban pajak yang cukup tinggi dapat menjadi sumber bagi pendapatan
daerah.
Ketiga, kondisi masyarakat sipil yang tidak terintegrasi secara baik.
Sebenarnya

kekuatan

masyarakat

sipil

cukup

memadai,

baik

dari

kalangan komunitas perguruan tinggi, kelompok profesi dan lembaga
swadaya masyarakat, namun karena terlalu banyak isu-isu yang diusung
menyebabkan fokus gerakan masyarakat sipil menjadi terpecah-pecah.
Bahkan adakalanya terjadi konflik yang tajam di antara kekuatan
masyarakat sipil.
Akhirnya, kondisi demokrasi dalam kehidupan ketatatanegaraan kita
yang belum mapan. Meskipun reformasi politik telah berlangsung sejak
1998, tapi peran partai dan aktor politik dalam memperjuangkan
kepentingan rakyat masih jauh dari harapan masyarakat. Partai dan aktor
politik terlalu sibuk dengan dirinya sendiri sehingga memunculkan
apatisme politik dan ketidakpercayaan terhadap partai politik.

Sumber :
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

dan Reformasi

Birokrasi Nomor 5 tahun 2012 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan
dan Angka Kreditnya.
http://birokrasi.kompasiana.com

“Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara”, M. Irfan Islamy,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2004.