Makalah Politik Pendidikan dan Pendidika

Makalah Politik Pendidikan dan
Pendidikan Politik
Oleh

Dr.

Moh.

ROQIB,

M.Ag

Putus asa, jika tidak dosa mungkin pengamalnya lebih banyak dari berita
yang selama ini kita dengar. Bunuh diri berjamaah (bersama keluarga), terjun
dari mall, stress, dan mendaulat diri sebagai “pengangguran” adalah wujud
kongkritnya. Kemalangan, menimpa bangsa ini hamper merata bersamaan
dengan kejayaan yang fantastis dirasakan oleh “segelintir” oknum pejabat
yang merangkap sebagai “pedagang” atau oknum pengusaha yang
merangkap sebagai “pejabat”. Dagangan dan jabatan silih berganti berfungsi
atau secara bersamaan untuk melipat “karunia sumber daya alam” yang
melimpah di negeri ini. Dilipat dan digenggam kemudian dipermainkan

sesukanya.
Manusia komersial, hedonis, dan kanibal yang dulu sering dibaca dalam
komik dan cerita fiktif saat ini menjadi kenyataan yang membuat haru biru
kehidupan. Homo homini lupus semakin dekat dan nyata. Cerita Negara yang
gemahripah loh jinawe, tata tentrem kerta raharja menjani lamunan dan
impian bersama. Memang impian, harapan, dan lamunan –dalam kondisi
tertentu—merupakan obat mujarab untuk memberikan lelipur lara agar kita
survive dalam hidup, bertahan dalam menghadapi prahara nasional ini.
Pendidikan yang menjadi ujung tombak peningkatan SDM dan kesejahteraan
masih menjadi ujung tombok bagi para guru yang mendidik di berbagai
lembaga ini. Kemajuan telah dirasakan oleh sebagian kecil guru yang
sebagian besarnya mengalami kemacetan. Dari mana kita mengurai benang
kusust ini? Mengapa Negara yang kita cintai menjadi seakan menunjukkan
kebencian dan murkanya? Bumi memuncratkan lumpur panas, angin
menggeliat dengan arah putar zig zag dan cepat, gunung batuk, air muntah
meratakan bumi, api melahap pepohonan dan rumah yang tidak bersalah.
Ada

apa


ini

?.

Berbagai pertanyaan tersebut akan dijawab serba singkat dalam makalah ini
melalui

“kaca”

pendidikan

dan

politik.

Pendidikan

Sebagai

Soft


Power

Setiap kesuksesan di awali dan diakhiri dengan pendidikan. Kesuksesan
dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama dibangun di atas pndasi
pendidikan. Kesuksesan tanpa proses pendidikan adalah hayalan. Hayalan
yang berkembang dalam diri dan memiliki gap yang besar akan membuat
stress atau bahkan gila. Pendidikan yang kurang memadai jika dibarengi
dengan tumpukan hayalan sebagaimana yang ditawarkan oleh sinetron dan
iklan di media cetak dan elektronik akan membuat sebagaian masyarakat
menjadi benar-benar gila. Gila jabatan, gila harta, gila kecantikan, dan
lainnya. Bukan hanya rakyat jelata yang terserang penyakit ini tetapi juga
politisi, penguasa, pengusaha, guru, dosen, dan kyai. Trend kegilaan ini bias
ditemukan dalam kehidupan nyata. Mereka yang mestinya digugu dan ditiru
malah membuat adegan saru dan menjadi tontonan publik. Pertikaian karena
rebutan “roti” kejayaan menunjukkan bahwa mereka tidak akan pernah
meraih

kejayaan


itu.

Pendidikan merupakan soft power, kekuatan sejati yang tidak kasab mata
tetapi semua orang memerlukan dan merasakan kekuatannya. Pendidikan
memberikan pengaruh politis yang amat besar dalam kehidupan manusia.
Manusia yang terdidik dengan baik dan sehat ia akan mampu mengkreasi diri
untuk mengubah pendidikan menjadi media berpolitik adiluhung dan
sekaligus mempu mendidik politik lewat pendidikan. Pendidikan politik dan
politik pendidikan bias berintegrasi, interkoneksi, tetapi juga bisa bermusuhan.
Sekolah

Sebagai

Alat

Politik

Orang Miskin Dilarang Sekolah, Emoh Sekolah, dan judul buku semacamnya
merukan potret kegelisahan public melihat realitas sekolah yang semrawut,
mahal,


bersifat

seperti

bank,

dan

menjadi

alat

kapitalisme

global.

Neokolonialisme telah hadir begitu dekat dengan lembaga publik yang selama
ini diagungkan. Pendidikan telah mengalami proses formalisasi sekolah, dan
hanya sekolah yang mendapatkan legitimasi negara membuat semua warga

“salah baca” terhadap pendidikan. Pendidikan dimaknai sekolah dengan
batasan yang amat sempit. Tugas pendidik, ujian nasional, pembangunan
fisik, dan program pendidikan lainnya selalu dilekatkan pada lembaga formal
yang bernama “sekolah”. Nasib orang ditulis dalam secarik kerta keramat
yang kemudian dimaknai oleh pejabat yang berwenang yang didukung oleh
data dan sekaligus “data pendukung”. Data pendukung ini dibutuhkan karena

ijazah dianggap belum cukup, karenanya harus ada lembaran-lembaran kecil
lain

yang

bias

mendukung

ijazah

ini


laku

atau

tidak.

Sekolah dengan desain politik seperti ini telah merebut kebebasan dan
kemanusiaan.[3] Sekolah bukan lagi mengemban misi pendidikan tetapi lebih
cenderung pada penyediaan lapangan kerja, perdagangan ilmu, dan praktik
kapitalisme dan kolonialisme baru. Tanpa membedakan antara sekolah dan
pendidikan

secara

global

ada

dua


hal

yang

perlu

direnungkan:

1. Mengapa sekolah mahal, mengapa harus membeli buku setumpuk. Apa
tujuan

dan

bagaimana

proses

dan

strategi


pembelajarannya

telah

direncanakan sehingga anak paham terhadap tujuan membeli dan membaca
buku-buku tersebut. Pertanyaan ini selalu saja tidak terjawab, yang membuat
jiwa tertekan dan merasa harga buku yang harus mereka beli menjadi lebih
mahal dan menyesakkan dada. Belum lagi kondisi pekerjaan, beban hidup,
kondisi lingkungan yang rusak, informasi yang terus mengalir bahwa ada
orang-orang yang memanfaatkan proyek pengadaan buku ajar dengan cara
yang kurang ngajar. Apalagi dengan melihat kebijakan pemerintah yang
kurang

berpihak

pada

pendidikan


bangsanya.

2. Secara institusional, sekolah kita belum mampu membuat visi dan orientasi
yang berpihak kepada rakyat, akan tetapi berpihak pada kepentingan
investasi modal. Di sisi lain sekolah juga belum mampu mengaplikasikan
strategi pembelajaran dan pendidikan yang menyentuh wilayah “dalam”
manusia agar peserta didik memiliki kompetensi unggulan sehingga ia dapat
berpartisipasi

untuk

Politik

memajukan

peradaban

yang

Keterpaksaan


berkeadaban.
Sekolah

Jika sekolah masih diposisikan sebagai alat politik, maka pendidikan politik
bagi generasi muda di negeri ini akan mengalami penurununan kualitas dan
bahkan lebih drastis lagi. Untuk mengatisipasi agar unsur keterpaksaan
sekolah bias dinetralisasikan dari pengaruh politik jahat, maka harus ada
program

pembebasan

rakyat

dari

keterpaksaan

dalam

menempuh

pendidikan.
Kebebasan memilih pendidikan yang berkualitas tanpa dibebani biaya yang
tidak terjangkau adalah salah satu solusi di samping peningkatan kualitas dan

pemerataan pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang berkualitas harus
tersebar di seluruh sudut kehidupan bangsa sehingga muda diakses. Dengan
teknologi informasi, upaya ini menjadi lebih mudah untuk direalisasikan.
Untuk memberikan alternatif solusi agar sekolah bisa murah sehingga bisa
terjangkau oleh semua lapisan masyarakat di antaranya dengan :
1. Pengalokasian dana APBN/APBD 20 persen untuk pendidikan, sehingga
tidak hanya menjadi wacana atau dengan menggunakan politik anggaran.[4]
2. Memotong gaji pejabat tinggi yang dialokasikan untuk pendidikan
berdasarkan
3.

Menarik

komitmen
pajak

yang

pendidikan

dipaksakan

melalui

pemerintah.

perusahaan-perusahaan

besar.

4. Menginvestigasi dan menjatuhkan sanksi kepada semua pihak yang
melakukan

korupsi

atas

anggaran

pendidikan.

5. Mendorong sektor usaha yang terkait dengan lembaga pendidikan untuk
mengalokasikan anggaran yang bisa memanfaatkan secara maksimal oleh
institusi

pendidikan.

6. Melibatkan media massa terutama untuk memberi liputan yang berani dan
tajam

mengenai

komitmen

sejumlah

kalangan

untuk

pendidikan.

7. Membuat standar baru tentang kualitas pendidikan yang tidak saja
menyentuh kemampuan dan krativitas siswa melainkan juga ongkos sekolah.
8. Mendorong manajemen lembaga pendidikan secara terbuka dengan
melibatkan sejumlah wali murid dan jika perguruan tinggi adalah mahasiswa
untuk

mendesain

kebutuhan

lembaga

pendidikan.

9. Mendorong kalangan parlemen untuk terlibat aktif dalam penentuan
pejabat pendidikan. Pejabat pendidikan bukan urusan internal sekolah
melainkan
10.

Melakukan

Pendidikan

urusan
penarikan
yang

dana

langsung

publik.
ke

Tejangkau

kalangan
dan

masyarakat.
Berprestasi

Sepuluh alternatif tersebut masih perlu didiskusikan dan dilengkapi.
1. Memotong gaji memberikan kesan pemaksaan. Pemaksaan memberikan
efek kurang positif dalam pendidikan. Sebagai alternatif bisa dilakukan
sosialisasi zakat profesi dan zakat semua penghasilan yang diperoleh oleh
pejabat

dan

tenaga

profesional.

2. Menerapkan konsep bahwa bagi orang yang telah membayar zakat di atas
bisa dimasukkan sebagai bagian dari pembayaran pajak. Dengan ikatan
spiritual dimungkinkan para pengusaha lebih mudah untuk mengeluarkan

dana

pendidikan.

3. Melakukan kontrol secara komprehensip dan menjatuhkan sanksi kepada
semua pihak yang melakukan korupsi bukan hanya atas anggaran pendidikan
tetapi

pada

semua

anggaran.

4. Memanfaatkan dan mendukung pendidikan keluarga (home schooling)
dengan optimalisasi peran ibu sebagai pendidikan anak dan generasi muda.
[5]
5. Membangun tradisi keilmuan/akademik di setiap lingkungan sosial dan
melengkapi sarana atau media pendidikan sehingga mudah diakses oleh
masyarakat.
6. Optimalisasi fungsi masjid dan perpustakaan. Apabila perpustakaan belum
ada bisa dimachingkan dengan masjid sekaligus upaya pelengkapan bukubuku

yang

dibutuihkan

dan

aktual

bagi

masyarakat.[6]

7. Membuat kelompok pemikir kependidikan di pusat dan masing-masing
daerah yang bertugas memberikan masukan dan antisipasi terhadap
problem-problem kependidikan. Hal ini karena problem yang akut akan
membutuhkan biaya tinggi dan kemudian akan membebani masyarakat.
8. Mendorong berdirinya sentra-sentra pendidikan masyarakat seperti
pesantren dan madrasah diniyah yang biasanya dikelola dengan kesadaran
tinggi

dan

kemandirian.

9. Memilih pejabat yang berpihak dan bukan yang netral. Memilih pejabat
atau

pimpinan

yang

berkarakter

memihak

rakyat

dan

keadilan.

Terkait dengan pendanaan, selain dana dari sumber yang sudah lazim,
sekolah/lembaga pendidikan dapat mengembangkan dana dari donatur
(infaq-shadaqah), zakat, dan wakaf (termasuk wakaf media pembelajaran,
buku perpustakaan, dan fasilitas masjid). Pendanaan model ini bisa
diterapkan khususnya pada madrasah atau sekolah agama apalagi keluhan
madrasah yang selama otonomi daerah diibaratkan (Kompas, 11 September
2004: 10) tak lebih dari anak tiri bagi pemerintah daerah dan tak lebih dari
anak

angkat

bagi

pemerintah

pusat.

Pendidikan yang murah adalah pendidikan yang berprestasi. Prestasi ini bisa
kita capai dengan kerja keras, komitmen yang tinggi, dan kerja sama dengan
berbagai pihak termasuk pemerintah. Dukungan politik dan semakin
kondusifnya peran politik masyarakat di era reformasi ini prestasi sekolah
atau

lemabaga

pendidikan

bisa

lebih

mudah

direalisasikan.

Political

Will

Dalam

masyarakat

Pemimpin

dan

Do’a

paternalistik,

pemimpin,

Khusyu’

pejabat,

dan

Rakyat
orang

tua

merupakan panutan yang menentukan. Pemikiran dan wacana yang
berkembang hanya akan menjadi agenda jika pemimpin di republik ini tidak
merealisasikannya. Kebijakan politik harus segera diambil sebelum negara ini
menjadi lebih “menyedihkan”. Harapan terhadap political will ini juga terkait
dengan pemimpin informal dan nonformal yang memiliki kemampuan dan
kekuatan

lebih

disbanding

rakyat

kebanyakan.

Do’a kaum dhu’afa’ akan terkabul jika dilakukan dengan khusyu’ yang berarti
disertai dengan ihktiar yang serius dan bergandengan tangan dengan
berbagai pihak untuk maju. Pertikaian tidak lagi diagendakan apalagi
dilaksanakan,

karena

waktu

tertumpah

untuk

pendidikan

umat

dan

kemanusiaan. Dengan demikian semoga bencana di negeri ini berganti
menjadi

kejayaan,

baldatun

thayyibatun

warabbun

ghafur.

Wassalam
Secara etimologi “politic” berasal dari kata prancis “politique”, dan diambil dari
kata latin “politicus”. Secara sederhana politik kekuasaan adalah menentukan
siapa memperoleh apa, dimana, dan kapan. Politik sebagai jenis khusus usaha
seseorang dalam memperjuangkan kekuasaan politik (Catanese, 1984: 57).
Politik pendidikan adalah sikap yang konsisten dalam hal mengarahkan
kontrol sosial, baik mengenai tujuan maupun metodenya terhadap sistem
pendidikan. Masyarakat selalu berubah. Karena itu, sistem sosial pun selalu
mengalami perubahan. Oleh karena sistem pendidikan itu merupakan suatu
unsur dalam sistem sosial, maka sistem pendidikan pun selalu mengalami
perubahan. Di sanalah tampak tugas politik pendidikan. Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat. Semua aktivitas institusi pendidikan bermuara pada
pencapaian tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, beriman, bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan
mandiri sebagai warga negara demokratis dan bertanggung jawab (UU Nomor 20
Tahun 2003). Pendidikan adalah hak asasi manusia, kunci pembangunan
berkelanjutan, dan perdamaian dan stabilitas dalam negeri. Pendidikan juga
harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara.

Politik dan pendidikan berada dalam satu sistem yang saling berhubungan
dekat. Dari kiprahnya, para pendidik selalu memelihara politik karena proses
pendidikan yang memberikan sumber nilai dan memberikan kontribusi terhadap
politik. Pendidik memberi kontribusi signifikan terhadap politik, terutama stabilasi
dan transformasi sistem politik (Thomson, 1976:1). Peran politisi dalam
perencanaan dan pengembangan tampak berkembang karena para bidang
legislatif bertanggung jawab mengembangkan sikap politis, biasanya melalui
undang-undang, hukum, pembuatan anggaran, aturan, dan peraturan (Catanese,
1984:58).
Hubungan politik dan pendidikan merupakan suatu hal yang sulit dipahami.
Dalam satu sisi hal itu disebabkan sifat dasar politik itu sendiri. Pemahaman
politik juga bahkan lebih sulit bagi warga negara sebab konsep politik
memunculkan beragam citra. Pandangan politik mengacu terhadap hubungan
politik dengan kebijakan pemerintah sebagai hasil dari sistem. Berbagai
peraturan, keputusan, aturan-aturan / tata tertib, tindakan administratif adalah
bukti dari politik. Pandangan lain mengenai politik bahwa politik sebagai proses,
cara sistem politik itu bekerja. Pendekatan ini lebih kompleks konsepnya dan
memerlukan suatu pemahamn bagaimana proses pemerintahan bekerja dan
bagaimana perilaku manusia mempengaruhi semua proses tersebut.
Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota
atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti
warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara,
politika

yang

berarti

pemerintahan negara dan

politikos

yang

berarti

kewarganegaraan. Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh
sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik
tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaannegara atau tindakan-tindakan
yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan,
manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial,
maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut
tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi
seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok,
termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008),
hlm. 58

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari unsur sosial dan budaya.
Sepanjang kegiatan kehidupan manusia, aktivitasnya tidak terlepas dari kelompok
manusia lainnya. Karena hal itu dikatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial
karena memerlukan kehadiran dan bantuan serta peran serta orang lain. Sosial
budaya ini tercermin pada kegiatan sekelompok manusia secara bersamasama.Hal-hal yang dikerjakan manusia, cara mengerjakannya, bentuk pekerjaan
yang diinginkan merupakan unsur sebuah budaya.Maka, aspek sosial ditinjau dari
hubungan antarindividu, antar masyarakat serta aspek budaya ditinjau dari
proses pendidikan manusia tersebut melalui materi yang di pelajari, cara
belajarnya, bagaimana gaya belajarnya, bentuk- bentuk belajar serta
pengajaranya.
Pendidikan pada hakikatnya adalah kegiatan sadar dan disengaja secara
penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga
timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang
dicita-citakan yang dilakukan secara bertahap berkesinambungan di semua
lingkungan yang saling mengisi (rumah tangga, sekolah, masyarakat)unsur sosial
merupakan aspek individual alamiah yang ada sejak manusia itu lahir. Langeveld
mengatakan “setiap bayi yang lahir dikaruani potensi sosialitas atau kemampuan
untuk bergaul, saling berkomunikasi yang pada hakikatnya terkandung unsur
saling memberi dan saling menerima (Umar Tirtarahardja, 2005:18). Aktivitas
sosial tercermin pada pergaulan sehari-hari, saat terjadi interaksi sosial
antarindividu yang satu dengan yang lain atau individu dengan kelompok, serta
antar kelompok. Didalam interaksi ini ada keterkaitan yang saling mempengaruhi
(Abu Ahmadi, 2003:13).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dibuat suatu rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Adakah hubungan politik dengan pendidikan?
2. Apa saja aspek- aspek dalam pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Politik Pendidikan

Pendidikan adalah sala satu bentuk interaksi manusia. Pendidikan adalah
suatu tindakan sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan
hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan
hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di dalamnyalah yang
menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat.
Jika politik dipahami sebagai “ praktik kekuatan, kekuasaan dan otoritas dalam
masyarakat dan pembuatan keputusan- keputusan otoritatif tentang alokasi
sumberdaya dan nilai- nilai sosila”. Maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain
adalah sebuah bisnis politik
Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan.
Bahkan menurut Baldridge, lembaga- lembaga pendidikan dipandang sebagai
sitem politik mikro, yang melaksanakan semua fungsi utama sistem- sistem
politik.
Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling
berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu
mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik
ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan.
B. Aspek-Aspek Dalam Pendidikan
Pendidikan tidak akan terlaksana secara baik bila tidak memandang pada
bermacam- macam aspek. Yang dimaksudkan dengan aspek disini adalah sudut
pandang, maka sudut pandang tersebut sangat menentukan dalam
mempertimbangkan sesuatu. Dalam Pendidikan, memang ada beraneka ragam
aspek, di antara aspek yang dominan adalah politik dan sosial.
1. Aspek politik dalam pendidikan
Sebagaimana di maklumi bahwa yang hendak dituju oleh pendidikan nasional
ialah pendidikan yang yang menuju kepada masyarakat industri yang tidak
terlepas dari tujuan politik ideologi bangsa kita sebagaimana yang diamanatkan
oleh Undang Undang Dasar 1945, Pancasila dan GBHN. Sistem Pendidikan
Nasional telah merumuskan dasar, fungsi dan tujuan pendidikan, yaitu :
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945;
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemajuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional; Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekertu luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.

Apabila dilihat rumusan tersebut di atas, kelihatannya sudah jelas dan
sistematik serta merupakan kerangka acuan bagi politik pendidikan nasional
dalam semua aspek pendidikan. Sebenarnya rumusan ini merupakan penjabaran
dari politik ideologi nasional ke dalam sektor pendidikan. Pada dasarnya
pembangunan dalam sektor pendidikan adalah aspek dari pembangunan politik
bangsa, yang tidak lain sebagai konsistensi antara arah politik dengan cetak biru
pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar
1945 (HAR. Tilaar, 2003:161).
Tujuan nasional sebagai ideologi dasar dari masyarakat dan bangsa kita
menjiwai terbentuknya masyarakat industri modern, ideologi pembangunan dan
politik pendidikan nasional. Ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi sangat
menentukannya, karenanya sangat perlu diketahui oleh masyarakat serta
berkembangnya kehidupan demokrasi. Maka demokrasi modern memerlukan
rakyat yang selain berpaham nasionalis itu juga berwatak demokrat. Baik paham
nasionalisme maupun watak demokrat tidaklah tumbuh sendiri, melainkan harus
dididikan melalui proses sosialisasi pendidikan politik.
Dengan demikian, masyarakat industri modern adalah masyarakat yang
mengacu pada kualitas dalam segala aspek kehidupan, kualitas tersebut akan
hidup dalam masyarakat yang tinggi disiplinnya. Justru itu masyarakat industri
modern yang diinginkan tidak dapat dilepaskan dari dasar Pancasila dan Undang
Undang Dasar 1945 serta GBHN, dengan intinya adalah pemerataan, kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia dan pembangunan yang
berbudaya nasional.
Salah satu unsur politik pendidikan yang menunjang kehidupan
masyarakat industri modern ialah pendidikan yang memperioritaskan kepada
kualitas. Pemberian prioritas kepada kualaitas bukan berarsi suatu sistem
pendidikan yang elitis tetapi yang memberi kesempatan kepada setiap orang
mengembangkan bakat sesuai kemampuannya dengan. Pendidikan yang selektif
untuk rogram yang relevan, pendidikan untuk anak pintar, merupakan program
yang perlu dilaksanakan.
Politik pendidikan dengan sadar menyiapkan tenaga yang cukup jumlahnya
dan terampil untuk mendukung masyarakat industri perlu dengan sungguhsungguh disiapkan. Persoalannya ialah masyarakat industri modern yang akan
kita bina adalah masyarakat yang adil dan makmur.
Oleh karena itu pendidikan merupakan landasan utama bagi tumbuhnya
rasa nasionalisme yang positif. Usaha ini tentu saja harus mendapat perhatian
utama dalam pendidikan dasar 9 tahun ( wajar 9 tahun ). Pelaksanaan politik
pendidikan ini menuntut cara penyajian yang efektif sesuai dengan taraf
pendidikan rakyat dan tumbuhnya kehidupan yang terbuka. Untuk itu metodologi
yang rasional dan kritis sangat diperlukan sehingga mampu mengolah berbagai
bentuk arus globalisasi.

Dalam hal ini, akhirnya politik pendidikan nasional perlu ditata dalam suatu
organisasi yang efesien dan dikelola oleh yang profesional. Yang tidak dapat
dielakkan ialah keterpaduan antara berbagai jenis dan jenjang pendidikan
nasional sebagai sistem pengelolaan pembangunan nasional.
2. Aspek sosial dalam pendidikan
Sebagaimana yang telah di ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial
(Soscial Being atau homo saphiens ). Kita sebagai manusia dilahirkan ke alam
dunia ini dalam kondisi yang lemah, tak berdaya. Karena manusia tidak berdaya,
maka dia tidak akan sanggup melangsungkan hidupnya tanpa bantuan orang lain.
Fithrah-potensi manusia yang dibawa semenjak lahir baru dapat dan bisa
berkembang dalam pergaulan hidupnya, dan manusia yang dilahirkan itu tidak
akan menjadi manusia tanpa pengembangan potensi tersebut sebagaimana yang
dikehendaki oleh ajaran Islam. Di antara nash yang menyatakan demikian, dapat
dipahami dari surat Al-Hujurat ayat 13, yaitu:

‫يأيها الناس إننا خلقناكم من ذكر او انثى و‬
‫جعلناكم شعوبا و قبائل لتعارفوا‬
Dari nash tersebut diatas dapat disinyalir betapa pentingnya memperdayakan
masyarakat.
Untuk
memperdayakan
masyarakat,
yang pertama adalah
mengembang kan potensinya. Potensi tersebut dapat dikembangkan adalah
melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia akan berwawasan, mempunyai
bermacam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuanlah yang akan menjadikan
seseorang atau masyarakat dapat diperdayakan untuk bermacam-macam
kepentingan, baik yang berhubungan dengan pribadinya maupun yang berkaitan
dengan masyarakat. Kedua,dengan jalan sosialitas manusia ( social being ), dalam
ajaran Islam inilah yang dikenal dengan ta’arafu-berkenalan, menjalin hubungan
secara baik. Keadaan seperti itulah yang dikehendaki oleh ajaran Islam sekaligus
memperdayakan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan, khususnya dalam
mengelola pendidikan.
Apabila seseorang telah dapat bergaul dan menyesuaikan dirinya dengan
kehidupan kelompoknya, berarti orang tersebut dapat mengenal nilai yang
berlaku dalam kehidupan sosialnya, sekaligus memperkembangkan pribadinya.
Dengan interaksi sosial itu manusia dapat merealisasikan kehidupannya, sebab
tanpa timbal balik dalam interaksi sosial itu, ia tidak akan dapat merealisasikan
kemungkinan dan potensi-potensinya sebagai individu ( Gerungan, 1966 :
26 ). Mengenai sosialitas manusia ( social being ) terlaksananya pendidikan
secara baik adalah dengan saling tolong-menolong sebagai makh luk sosial.
Pernyataan ini dapat dipertegas dengan firmanAllah:

2 : ‫)وتعاونوا علي البنر و النتقوي )المائدة‬

Aspek- aspek sosial pendidikan dapat digambarkan dengan memandang
ketergantungan individu- individu satu sama lain dalam proses belajar. Makhlukmakhluk bukan manusia seperti binatang buas, burung-burung, atau serangga
dapat hidup hanya berpedoman pada warisan biologis, suatu program genetik
bagi tingkahlaku makhluk hidup. Pola-pola diwarisi mengajarnya memelihara
anaknya, mencari makan, dan menjaga kawasannya.
Sebaliknya, kebanyakan yang perlu diketahui oleh manusia tidak
diprogramkan melalui genetik. Semenjak dan masa sangat muda lagi kanakkanak sudah harus mulai mempelajari cara hidup yang begitu banyak
macamnya.Cara hidup yang disebut kebudayaan itu tidak dapat diwariskan
secara biologis, harus selalu dipelajari oleh setiap individu.
Sekolah, yang merupakan institusi formal untuk belajar, mengharuskan
sejumlah persyaratan kepada pendidikan. Akibatnya, belajar di sekolah sangat
berlainan dengan yang berlaku di dalam keluarga, dalam teman-teman sebaya,
atau dalam komunitas. Jadi pendidikan dalam pengertiannya yang sangat luas
dapat dianggap sebagai suatu proses sosialisasi yang melaluinya seseorang
mempelajari cara hidupnya.
Dimensi- dimensi sosial pendidikan yang dibicarakan dalam aspek- aspek
sosial pendidikan adalah:
a. aspek sosial yang ditanamkan oleh pendidikan yang berlaku disekolah,
seperti pewarisan budaya dari generasi tua ke generasi muda. Ini
berlaku pada semua masyarakat, dahulu atau pun sekarang, termasuk
dalam masyarakat Indonesia sendiri. Juga pewarisan ketrampilan.
ketrampilan dan generasi ke generasi. ini juga berlaku di masyarakat
manapun, walaupun teknologi ketrampilan itu selalu berubah. Juga
pewarisan nilai-nilai dan kepercayaan merupakan fungsi pendidikan.
Nilai-niiai scperti kejujuran, solidaritas, gotong-royong adalah nilai-nilai
yang tak dapat tidak harus wujud kalau masyarakat itu akan hidup
terus. Sebab kumpulan apapun tak akan hidup sebagai kumpulan tanpa
nilai-nilai itu sebagai pemersatu.
b. aspek sosial yang kedua yang mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri
budaya yang dominan pada kawasan-kawasan tertentu di mana
sekolah-sekolah itu wujud. Walaupun pengelompokan seperti ini tidak
selalu memberi gambaran yang jernih terhadap kelompok yang
dibicarakan di situ. Sebab faktor-faktor lain turut memainkan peranan di
dalamnya, seperti kepercayaan politik dan sosial, status sosio ekonoimi,
kelas sosial, etnik, ras, agama dan lain-lain.
c. aspek sosila ketiga yang memainkan peranan pada pendidikan yaitu
faktor-faktor organisasi, dan segi birokrasi. Adanya sistem adrninistrasi
yang bersifat hirarkis dan biasanya berlaku pada tiap organisasi
persekolahan. Juga hubungan-hubungan dan segi formal dan informal

yang masing-masing tergantung pada sistem-sistem sosial yang
mengadakannya. Begitu juga guru dan adininistrasi, hubungan orang
tua, guru, hubungan teman-teman sebaya, dan hubungan guru, murid,
semuanya besar pengaruhnya dalam pelaksanaan pendidikan.
d. aspek sosial keempat yang terpenting mempengaruhi pendidikan adalah
sistem pendidakan itu sendiri. Istilah sistem pendidikan bermaksud
suatu pola total masyarakat dalam institusi formal, agen-agen dan
organisasi yang meimindahkan pengetahuan dan warisan kebudayaan
yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spiritual, dan intelektual
seseorang. Walaupun mungkan kita menganalisa sistem pendidikan
dalam kawasan kota, kota madya, propinsi dan lain-lain, tetapi biasanva
dibuat dalam bentuk lebih besar, seperti sebuah negara.
Tidak ada suatu sistem pendidikan yang tetap dan statis. Perlu juga disadari
bahwa sistem pendidikan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan
dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya, spiritual, ekonomi, dan politik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hubungan politik dengan pendidikan
. Pendidikan adalah suatu tindakan sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan
melalui suatu jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah
bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di
dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Politik
adalah bagian dari paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan Hal ini
menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling
berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu
mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik
ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan
2. Aspek-Aspek dalam pendidikan
a. Aspek politik dalam pendidikan
b. Aspek sosoial dalam pendidikan antara lain :


Aspek sosial yang ditanamkan oleh pendidikan yang berlaku disekolah,
seperti pewarisan budaya dari generasi tua ke generasi muda



Aspek sosial yang kedua yang mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri
budaya yang dominan pada kawasan-kawasan tertentu di mana sekolahsekolah itu wujud



Aspek sosila ketiga yang memainkan peranan pada pendidikan yaitu
faktor-faktor organisasi, dan segi birokrasi



Aspek sosial keempat yang terpenting mempengaruhi pendidikan adalah
sistem pendidakan itu sendiri.