Peran Advokasi dan Edukasi Komisi Inform

PERAN ADVOKASI DAN EDUKASI KOMISI INFORMASI PUSAT DALAM
MENDUKUNG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERSIFAT PARTISIPATIF
Muhammad Amhar Azet

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta sejumlah
peraturan turunannya telah disahkan. Tujuan dari UU tersebut antara lain
memajukan perekonomian masyarakat di pedesaan, mengatasi kesenjangan
pembangunan kota dan desa, memperkuat peran penduduk desa dalam
pembangunan

serta

meningkatkan

pelayanan

publik

bagi

warga


masyarakat desa.
Untuk

mencapai hal

tersebut,

beberapa

hak

dan

wewenang

diberikan kepada desa. Salah satunya adalah alokasi khusus APBN untuk
pedesaan. Dana tersebut akan dibagikan kepada seluruh desa di Indonesia
dengan nilai nominal dan proses sebagaimana yang ditetapkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2014 sebagaimana telah dirubah dengan

Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2015 Tentang Dana Desa yang
Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.
Pengertian desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus

urusan

pemerintahan,

kepentingan

masyarakat

setempat

berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.1

Berdasarkan pengertian tersebut, maka desa memiliki kewenangan
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan adat istiadat Desa.2
UU Desa menjadi peluang bagi desa untuk menata ulang desa,
memajukan dan memenuhi hak warga desa serta menjamin tata kelola
1
2

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

pemerintahan yang berdaulat, mandiri dan demokratis. Tetapi tidak hanya
sebagai peluang, UU Desa juga memiliki sejumlah tantangan misalnya soal
kesiapan aparatur pemerintahan desa, lembaga-lembaga desa lainnya, serta
warga

masyarakat


masing-masing

desa

untuk

menjadi

subyek

pembangunan. Selain itu kesiapan pemerintah kabupaten dan kecamatan
dalam menyiapkan seperangkat aturan guna mendukung pelaksanaan UU
Desa, mendampingi dan memfasilitasi desa serta mendorong keterlibatan
kelompok marjinal dan kelompok rentan dalam tata kelola pemerintahan
desa perlu dipersiapkan.3
Berdasarkan

hal

tersebut,


desa

memiliki

kewenangan

untuk

mengatur dan mengurus masyarakat setempat sesuai kondisi sosial dan
budaya termasuk dalam merencanakan pembangunan dan pengaturan
keuangan. Selanjutnya pengaturan tentang perencanaan pembangunan di
tuangkan dalam Rencana Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) sedangkan pengaturan
tentang Anggaran Desa di tuangkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APB Desa).
Pemerintahan

desa


sebagai

penerima

kewenangan

tersebut

diselenggarakan oleh pemerintah desa yang terdiri dari Kepala Desa atau
yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau
yang disebut dengan nama lain. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
pemerintahan

desa,

melaksanakan

pembangunan

desa,


pembinaan

kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.4
Selain

pelaksana

pemerintahan

diatas,

dikenal

pula

Badan

Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
lembaga


yang

melaksanakan

fungsi

pemerintahan

yang

anggotanya

merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah
dan ditetapkan secara demokratis.

3

Zainal Anwar. Peneliti dan Manajer Program Governance and Policy Reform Institute for Research and
Empowerment (IRE) Yogyakarta dalam Workshop I tegrasi Progra “a itasi Total Berbasis Masyarakat

(STBM) Dalam Pelaksanaan UU No 6/2014 di Kabupaten Sumba Barat Daya pada 2-5 Desember 2014.
4
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyelenggara pemerintahan
khususnya

dibidang

keuangan,

kepala

desa

berwenang

memegang

kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa.5 Namun wajib dikelola

berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran.6
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB-Desa) merupakan
bagian integral dari perangkat kebijakan pembangunan dan rumah tangga
desa. Dalam mendukung pelaksanaan pembangunan di desa diperlukan
kepastian biaya yang berasal dari berbagai sumber baik pemerintah, swasta
maupun masyarakat setempat.
APB-Des

sebagai sebuah

dokumen

publik

sudah

seharusnya

disusun secara partisipatif. Masyarakat desa sebagai yang hakekatnya

sebagai pemilik anggaran haruslah diajak bicara dari mana dan berapa
besar pendapatan desa dan diajak bermusyawarah untuk apa keuangan
desa akan dibelanjakan. Dengan demikian harapan tentang anggaran yang
digunakan untuk sebesar besar kesejahteraan rakyat benar-benar akan
terwujud sesuai tujuan pembentukan UU Desa.
Namun untuk menciptakan partipasi warga masyarakat desa
tidaklah mudah. Selain adanya kontes politik dalam pemilihan kepala desa,
maka kepala desa terpilih juga akan dihadapkan dalam keadaan politik
5
6

Pasal 26 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa

kompetisi masyarakat desa yang mungkin masih terbawa. Oleh karena itu,
kepercayaan dalam hal pengelolaan pemerintahan desa menjadi tantangan
pertama kepala desa terpilih dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan
partisipatif.
Dalam

melaksanakan

tugas

kepala

desa

dalam

mengelola

pemerintahan desa, kepala desa memiliki beberapa kewajiban. Salah
satunya

kepala

desa

berkewajiban

memberikan

informasi

kepada

masyarakat desa7. Kontruksi bangun keterbukaan informasi publik di desa
menjadi poros utama dalam menciptakan keadaan desa yang partisipatif
bagi warga masyarakat desa.
Hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka
penyelenggaraan

pemerintahan

penyelenggaraan

desa

pemerintahan

untuk
tersebut

diawasi

publik,

makin

dapat

dipertanggungjawabkan. Hak setiap masyarakat desa untuk memperoleh
informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi atau pelibatan
masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan informasi
publik tersebut.
Sejalan dengan tujuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang

Keterbukaan

Informasi

Publik,

bahwa

tujuan

keterbukaan

informasi salah satunya adalah mendorong partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan kebijakan publik dan meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan
Publik yang baik.8
Edukasi bagi kepala desa dan perangkat desa perlu digiatkan oleh
Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi Provinsi dalam mendukung
kesadaraan pemerintahan desa membangun kepercayaan dan partisipasi
dari masyarakat desa dalam ikut merencanakan dan melaksanakan
pembangunan
kepercayaan

desanya.
antara

Dengan

masyarakat

adanya
desa

keterbukaan,

dan

maka

pemerintahan

kultur

desa

bisa

terbangun.
7
8

Pasal 26 ayat (4) huruf p Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pasal 3 huruf b dan huruf c Undang -Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Desa sebagai salah satu badan publik menurut UU KIP, memiliki
kewajiban untuk mengumumkan informasi publik secara berkala, meliputi
meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi
mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait; c. informasi mengenai
laporan keuangan; dan/atau d. informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.9 Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan
Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik secara berkala
tersebut diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi sebagai standar
pelayanan informasi publik yang telah ada, yaitu dalam Peraturan Komisi
Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2010 (Perki 1 Tahun 2010) tentang Standar
Layanan Informasi Publik.10
Namun keterbukaan informasi yang diamanahkan kepada kepala
desa lebih berat di dalam UU Desa. Dalam melaksanakan segala tugas,
kewenangan, hak, dan kewajiban sebagai kepala desa berkewajiban :
1. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap
akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
2. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada
akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
3. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan
secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir
tahun anggaran; dan
4. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan
pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir
tahun anggaran.11
Disini dapat dirasionalkan adalah penyampaian laporan kepada Badan
Permusyawaratan Desa kepada Bupati/Walikota dapat dilakukan dengan
penyerahan dokumen laporan seperti biasa secara wajar melalui tata
birokrasi pemerintahan. Namun akan berbeda dalam point 4, yaitu
9

Pasal 9 Undang -Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Ditetapkan oleh Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia yang diundangkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 272 dan Tambahan Berita Negara Nomor 1 sebagai amanah UU KIP Pasal 23,
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
11
Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

10

memberikan

dan/atau

menyebarkan

informasi

penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun
anggaran sudah tidak dapat lagi menggunakan posisi masyarakat desa
sebagai pemohon atau peminta informasi dalam UU Desa.
Perbedaan cara menyampaikan informasi ini disebabkan karena
tidak adanya standar pemberian dan/atau penyebaran informasi dari
kepala

desa

kepada

masyarakat

desa.

Dalam

Permendagri

tentang

pengelolaan keuangan desa, disebutkan bahwa laporan realisasi dan
laporan

pertanggungjawaban

realisasi

pelaksanaan

APBDesa

diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media
informasi yang mudah diakses oleh masyarakat, antara lain papan
pengumuman, radio komunitas, dan media informasi lainnya.12
Namun jika merujuk pada pengertian masyarakat desa, maka kultur
yang dibangun dalam penyelenggaraan desa adalah asas partisipasi, yaitu
turut berperan aktifnya masyarakat desa dalam suatu kegiatan atau agenda
pembangunan desa. Sehingga penyampaian informasi melalui papan
pengumuman semata hanya akan menjadi pajangan di kantor desa atau di
sekretariat dusun. Hal ini sudah tidak relevan lagi, karena hanya akan
menjadi penggugur kewajiban kepala desa semata setelah menempelnya di
papan pengumuman desa.
Ketidakadanya standar pelayanan informasi khusus ini menjadikan
ketidakseimbangnya peran masyarakat desa dengan kebutuhan kepala desa
akan partisipasi masyarakat desa. Sehingga dapat menjadikan celah
perdebatan

pendapat

antara

masyarakat

desa

terkait

tata

cara

penyampaian informasi dari kepala desa.
Bahkan

kepala

desa

kepala

desa

yang

tidak

melaksanakan

kewajiban tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan
dan/atau

teguran

tertulis.

Dalam

hal

sanksi

administratif

tidak

dilaksanakan, maka dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan
dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.13 Maka apabila merujuk pada UU
Desa,
12
13

secara

logika

tidak

akan

terjadi

sengketa

informasi

Pasal 40 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

antara

masyarakat desa selaku pemohon dengan kepala desa selaku termohon
sebagaimana ditentukan oleh UU KIP.
Hal ini jelas bisa menjadikan alat kejahatan bagi oknum masyarakat
desa yang tidak bertanggungjawab untuk menjatuhkan kepala desa
dikarenakan tidak memberikan informasi serta merta tersebut. Oleh karena
itu,

advokasi

yang

perlu

dilakukan

oleh

Komisi

Informasi

Pusat

bekerjasama dengan kementerian terkait adalah membuat peraturan teknis
terkait standar pelayanan informasi desa. Peraturan teknis ini jelas akan
berbeda dengan Perki 1 Tahun 2010, dikarenakan sistem dan ketersediaan
sumber daya manusia aparatur pemerintahan desa tidak bisa disamakan
dengan badan publik setingkat kementerian / lembaga negara ataupun
pemerintahan daerah sebagaimana mestinya.
Selain itu, bangun kontruksi desa bukan partisipasi perwakilan,
tetapi partisipasi masyarakat desa. Sehingga pola penyampaian informasi
ataupun standar pelayanan informasi desa harus dibedakan dan bersifat
khusus. Komisi Informasi Pusat bertanggungjawab terhadap mendorong
penetapan

standar

pelayanan

informasi

desa

ini

sebagai

bentuk

keterbukaan informasi serta merta khusus. Dikarenakan kepala desa tidak
lagi berhadapan dengan ketentuan pidana Pasal 52 UU KIP, yaitu :
“Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak
memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa
Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib
diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia
setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas
dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”
Dikarenakan pasal pidana tersebut mengharuskan ada kerugian bagi orang
lain ketika badan bublik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak
memberikan,

dan/atau

tidak

menerbitkan

Informasi

Publik

berupa

Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan
secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat,
dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan
sesuai dengan UU KIP.

Namun

berbeda

dengan

UU

Desa,

kewajiban

kepala

desa

menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis
kepada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran bukan lagi sebagai
informasi serta merta biasa, tetapi merupakan informasi serta merta
khusus yang apabila tidak dilaksanaan dapat dikenai sanksi administratif
berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis, yang dapat dilanjutkan
dengan tindakan pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai
kepala desa berdasarkan UU Desa.
Oleh karena itu, peran Komisi Informasi Pusat dalam urgensi
keikutsertaan mengadvokasi dan mengedukasi kepala desa sangatlah
sangat mendesak. Hal ini dikarenakan Dana Desa yang ditransfer dalam
APBN dan alokasi dari bantuan APBD tidaklah sedikit. Sehingga apabila
peraturan pendukungnya tidak segera dibuat dan disusun sebagai bentuk
perlindungan kepala desa dalam menjalankan tugas dan kewajibannya,
maka kasus-kasus keterbukaan informasi desa dapat menjadikan perseden
buruk bagi keterbukaan informasi secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4846).
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5495).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksana UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 99, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5149).
4. Peraturan

Pemerintah

Nomor

43

Tahun

2014

tentang

Peraturan

Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran

Negara

Republik

Tambahan

Lembaran

Negara

Indonesia
Republik

Tahun

2014

Indonesia

Nomor
Nomor

213,
5539)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5717).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang
Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5558) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
Yang Bersumber

Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 88, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5694).

6. Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar
Layanan Informasi Publik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 272, Tambahan Berita Negara Nomor 1).
7. Peraturan Menteri Dalam Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset
Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53).
8. Peraturan Menteri Dalam Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
2093).