PERAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI DESA ADAT PAKRAMAN (Studi Kasus Lembaga Perkreditan Desa, Desa Pakraman Tibubiyu, Kabupaten Tabanan, Bali) I GEDE ADI AMBARA Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi PUDJIHARDJO ASFI MANZILATI Program Pascasarj
PERAN MODAL SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI DESA ADAT / PAKRAMAN
(Studi Kasus Lembaga Perkreditan Desa, Desa Pakraman Tibubiyu,
Kabupaten Tabanan, Bali)
I GEDE ADI AMBARA
Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi
PUDJIHARDJO
ASFI MANZILATI
Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
ABSTRACT
Social capital is very important feature for development. If the social capital in thecommunity is not given attention, the development will be distorted. Such issue can also be
found in the community empowerment. A community empowerment strategy is usually
implemented through the empowerment of community institutions and community social
organizations. These community-based institutions and social organizations represent the forms
of social capital which are developed in the community.The government of Bali Province already adopts social capital in the community through
the empowerment of desa pakraman. The term desa pakraman is defined as a custom
community which is established through a bonding of social and religion. Desa pakraman
produces several forms of capital social ranging from awig-awig (custom law), social trust, to
sense of collectiveness in citizenship level. The most typical form of empowerment for desa
pakraman is the founding of Rural Credit Organization (LPD – Lembaga Perkreditan Desa). One
successful LPD with continuous existence during stricter competition against other financial
institutions is LPD Desa Pakraman Tibubiyu at Tabanan Regency, Bali Province. This paper
attempts to explain the contribution of social capital to the management of LPD Desa Pakraman
Tibubiyu. The research type is descriptive-qualitative, while the approach is case study. Data
collection techniques include interview, observation and documentation.Result of research indicates that the social capital in the community of Desa Pakraman
Tibubiyu plays some positive roles to support the management of LPD in that village. First, in
planning LPD’s activity and budget, the social capital in form of a network consisting the steering
committee and custom officers has been able to facilitate the planning process in collective
manner. Second, during recruitment process of LPD personnel, the sense of collectiveness and
belonging to desa pakraman facilitates the citizen to give their vote to the process. Third, related
to credit distribution, the social capital in form of trust encourages LDP to give credit without
collateral to the citizen but within certain conditions. The network between LPD steering
committee and custom officers plays important role in introducing and controlling the customer.
Fourth, in solving the default credit, the application of custom punishment and the enforcement
of social habit to avoid from feeling embarrassed due to their default in LPD, truly facilitate the
citizens’ conformance to the transactional duty. Fifth, regarding to the supervisory and
responsibility tasks in LPD, a network between steering committee and custom officers can
facilitate the distribution of information about LPD development to the community.Considering these results, the adoption of social capital in the community empowerment
will have important value to keep the program in existence. Indeed, this research will be
expected as a preliminary study on the empowerment by focusing on the capital social existence
in the community empowerment.
Keywords: Empowerment, Social Capital, Desa Pakraman and Rural Credit
Organization1
ABSTRAK
Keberadaan modal sosial sangat penting dalam pembangunan. Pembangunan tanpamemperhatikan modal sosial yang ada di masyarakat sangat rentan untuk mencapai
ketidaksinambungan. Hal ini berlaku pula pada proses pemberdayaan masyarakat. Strategi
pemberdayaan masyarakat juga dapat dilakukan melalui pemberdayaan pranata-pranata dan
organisasi sosial kemasyarakatan. Pranata dan organisasi sosial kemasyarakatan tersebut
merupakan bentuk-bentuk modal sosial yang berkembang di masyarakat.Pemerintah Propinsi Bali telah mengadopsi keberadaan modal sosial di masyarakat
melalui pemberdayaan desa pakraman. Desa pakraman merupakan komunitas adat yang
terbentuk berdasarkan ikatan sosio-religius. Desa pakraman melahirkan berbagai bentuk modal
sosial mulai dari awig-awig (hukum adat), kepercayaan sosial, dan rasa kebersamaan di antara
sesama warga. Bentuk pemberdayaan desa pakraman yang paling lazim adalah pembentukan
Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Salah satu LPD yang menunjukkan eksistensinya di tengah
persaingan yang ketat dengan lembaga keuangan lainnya adalah LPD Desa Pakraman Tibubiyu
di Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Oleh karena itu tulisan ini akan memaparkan kontribusi
modal sosial dalam pengelolaan LPD Desa Pakraman Tibubiyu. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif-kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpula data
dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial yang berkembang di masyarakat
Desa Pakraman Tibubiyu memiliki peran positif dalam mendukung pengelolaan LPD desa
tersebut. Pertama, dalam perencanaan kegiatan dan anggaran LPD, keberadaan modal sosial
berupa network di antara pengurus dan perangkat adat mampu memfasilitasi proses
penyusunan perencanaan secara bersama-sama. Kedua, dalam proses rekrutmen personil
LPD, rasa kebersamaan dan rasa memiliki terhadap desa pakraman memfasilitasi warga untuk
memberikan suaranya dalam proses tersebut. Ketiga, dalam proses penyaluran kredit LPD,
keberadaan modal sosial berupa trust menjadikan LPD berani memberikan kredit tanpa
anggunan kepada warga dengan batasan tertentu. Dalam proses ini juga, network antara
pengurus LPD dengan perangkat adat berperan dalam melakukan pengenalan dan kontrol
terhadap nasabah. Keempat, dalam proses penyelesaian kredit macet, penerapan sanksi adat
dan kebiasaan warga untuk terhindar dari rasa malu terhadap kahalayak ramai apabila diketahui
menunggak di LPD memfasilitasi kepatuhan warga terhadap kewajiban transaksi. Kelima, dalam
proses pengawasan dan pertanggunjawaban LPD, network antara pengurus dan peragkat adat
memfasilitasi penyaluran informasi perkembangan LPD kepada masyarakat.Berdasarkan hasil penelitian ini, pengadopsian keberadaan modal sosial dalam proses
pemberdayaan masyarakat memiliki arti penting dalam menjaga eksistensi program tersebut.
Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan sebagai studi awal dalam penelitian pemberdayaan
yang berfokus dalam melihat keberadaan modal sosial dalam pemberdayaan masyarakat.
Kata Kunci : Pemberdayaan, Modal Sosial, Desa Pakraman dan Lembaga Perkreditan
Desa.2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
1. Bagaimanakah peran modal sosial dalam pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa ?
1.4 Manfaat Penelitian
2. Untuk menggambarkan mekanisme bekerjanya modal sosial dalam mendukung keberhasilan pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa.
1. Untuk menggambarkan kontribusi modal sosial dalam mendukung keberhasilan Lembaga Perkreditan Desa sebagai bentuk pemberdayaan Desa Adat/Pakraman.
Dalam penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : Untuk mendeskripsikan bentuk modal sosial yang mendukung keberhasilan pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa.
1.3 Tujuan Penelitian
2. Bagaimanakah kontribusi modal sosial dalam Lembaga Perkreditan Desa terhadap pemberdayaan ekonomi Desa Adat/Pakraman ?
Ketidakberdayaan penduduk dalam lingkaran kemiskinan, harus diubah melalui pembangunan yang berfokus pada peningkatan keberdayaan masyarakat. Salah satu masalah pemberdayaan yang paling krusial yang dihadapi penduduk miskin dan kalangan menengah kebawah dewasa ini adalah kesulitan dalam mengembangkan usaha, yang disebabkan oleh tidak adanya kemampuan untuk mengakses pinjaman dari lembaga keuangan. Penduduk miskin tidak memiliki anggunan sebagai syarat utama untuk mendapatkan pinjaman kredit dari memunculkan lahirnya Lembaga Keuangan Mikro (LKM), yang memberikan kredit modal usaha dengan kemudahan-kemudahan dalam hal anggunan dan suku bunga. Perkembangan LKM sampai saat ini, cukup mendapat tempat di hati masyarakat baik yang memerlukan modal usaha maupun yang memerlukan pinjaman kredit untuk kepentingan yang lainnya.
Pemerintah Provinsi Bali menterjemahkan upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui lembaga keuangan mikro yang disebut Lembaga Perkreditan Desa (LPD). LPD ini merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat miskin ditingkat Desa Adat/Pakraman.
1.2 Perumusan Masalah
Dilihat dari tujuan awal pendirian LPD ini berdasarkan Perda Propinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, bahwa pendirian LPD ini adalah untuk meningkatkan perekonomian kemudahan akses dalam bidang financial kepada warga Desa Adat/Pakraman sehingga praktek-praktek lembaga keuangan informal seperti sistem ijon, gadai ilegal dan praktek lintah darat yang memberatkan masyarakat sedikit demi sedikit dapat dihapus.
deposito, (2) Memberikan pinjaman hanya kepada Krama Desa.
Krama Desa dalam bentuk tabungan dan
Desa. Untuk kepengurusan dan pengelolaan LPD ini diserahkan sepenuhnya kepada Desa Adat/Pakraman, mulai dari pemilihan pengurus sampai dengan pengawasan melibatkan Desa Pakraman. Perda Nomor 8 Tahun 2002 ini juga menegaskan pelayanan LPD hanya melayani kegiatan simpan pinjam kepada warga Desa Adat/Pakraman, sesuai dengan pasal 7 (tujuh) angka 1 (satu) dan 2 (dua) Peraturan Daerah ini yang menyebutkan bahwa lapangan usaha LPD mencakup (1) Menerima/menghimpun dana
Pengaturan mengenai Lembaga Perkreditan Desa (LPD) ini diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga Perkreditan
Dalam program pemberdayaan masyarakat di Propinsi Bali, institusi tradisional yang dikenal dengan Desa Adat/Pakraman menjadi bagian penting dalam meningkatkan keberdayaan masyarakat, baik itu yang menyangkut kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, keagamaan maupun keamanan dan ketertiban masyarakat. Desa Adat/Pakraman dalam pemberdayaan masyarakat mengalami peningkatan sejak bergulirnya otonomi daerah. Tujuannya adalah untuk tetap mempertahankan pemerintahan asli yang digali dari identitas kultur dan adat-istiadat daerah.
Dari perumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang digunakan adalah : Diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian terdahulu dan sebagai bahan untuk mengkaji lebih lanjut masalah modal sosial dalam aspek betuk, kontribusi dan mekanisme modal social dalam mendukung keberhasilan Lembaga Perkreditan Desa
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Modal Sosial dalam Pemberdayaan Desa Adat/Pakraman
Desa Adat/Pakraman sebagai institusi tradisional yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan kesejahteraan dari keterikatakan yang kuat antara Desa Adat/Pakraman dengan warganya. Fungsi strategis ini dapat dimanfaatkan secara optimal dalam memberdayakan masyarakat, dengan terlebih dahulu memberdayakan institusi Desa Adat/Pakraman yang akan berujung kepada pemberdayaan warga Desa Adat/Pakraman.
Eksistensi Desa Pakraman/Adat sebagai lembaga tradisional yang otonom dapat terus dipertahankan karena institusi ini memiliki modal yang dikenal dengan modal sosial seperti awig-awig (peraturan) baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang dibentuk oleh masyarakat sendiri berdasarkan kesepakatan bersama. Keberadaan Desa Adat/Pakraman disesuaikan dengan desa, kala, patra yang berlaku di daerah itu, sehingga akan memunculkan rasa memiliki yang begitu kuat dari masyarakat terhadap Desa Adat/Pakraman itu sendiri. Fenomena modal sosial ini harus diakui sebagai faktor penting yang mendukung peningkatan kesejahteraan warga, sehingga keberadaannya harus diperhatikan dalam pengimplementasian suatu kebijakan yang menyengkut pembangunan masyarakat.
2.2. Konseptualisasi dan Bentuk Modal Sosial
Kemunculan dan perkembangan konsep modal sosial (social capital) mengalami perdebatan yang mengarah kepada perdebatan ideologis. Perhatian masyarakat dunia terhadap keberadaan modal sosial mulai meningkat sejak 2 (dua) dekade terakhir. Orang yang pertama kali dianggap mempelajari modal sosial adalah Pierre Bourdie pada tahun 1986, Bourdie (dalam Hermawati dan Rinandari, 2003) mendefinisikan modal sosial sebagai “sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik (atau dengan kata lain: keanggotaan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif”.
Modal sosial dapat diartikan sebagai karakteristik dari hubungan antar individu dalam suatu organisasi sosial maupun dengan individu diluar organisasi yang dapat jaringan sosial yang memungkinkan setiap individu yang ada di dalamnya untuk melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Modal sosial yang terbentuk di
masyarakat dapat memiliki bentuk yang beraneka ragam, baik itu berupa organisasi maupun nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat. Wujud nyata dari modal sosial yang terjadi di masyarakat tidak dapat dilepaskan dari sistem budaya yang di masyarakat itu sendiri. Hermawati dan Handari (2003) menngungkapkan bentuk- bentuk modal sosial yang berkembang di masyarakat sebagai : hubungan social, adat dan nilai budaya lokal, toleransi, kesediaan untuk mendengar, kejujuran, kearifan lokal dan pengetahuan lokal, jaringan social dan kepemimpinan social, kepercayaan, kebersamaan dan kesetiaan, tanggung jawab sosial, partisipasi masyarakat, dan kemandirian.
2.3. Pemberdayaan Desa
Pemberdayaan masyarakat secara umum dapat dipahami sebagai proses untuk memperkuat keberdayaan masyarakat lapisan bawah untuk dapat hidup lebih baik. Pemberdayaan ini dimaksudkan untuk perubahan kondisi masyarakat dari “tidak
berdaya” menjadi “lebih berdaya”.
Ketidakberdayaan masyarakat ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal seperti struktur sosial, hubungan atau interaksi diantara manusia, situasi yang terjadi dimasyarakat, situasi kerja, situasi ekonomi, pendidikan maupun kondisi politik yang terjadi di masyarakat.
Menurut Mulyanto (dalam Sunartiningsih, 2004 : 21), memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan.
Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Mulyanto (dalam Sunartingsih, 2004 : 22) menambahkan, pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu tetapi juga pranata-pranatanya, menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari pemberdayaan. paradigma baru dalam pembangunan yang menekankan pada konsep bottom-up dengan mengedepankan pelibatan dan partisipasi masyarakat. Paradigma ini tidak hanya meliputi pemberdayaan individu semata tetapi juga institusi dari individu-individu itu harus diberdayakan. Dalam kaitan dengan kehidupan masyarakat Bali yang tidak dapat dipisahkan dari adat dan budaya, pemberdayaan Desa Adat/Pakraman sebagai institusi tradisonal harus mampu diberdayakan untuk mendorong pemberdayaan warga Desa Adat/Pakraman itu sendiri.
Dalam kehidupan masyarakat Bali, Desa Adat/Pakraman merupakan organisasi kemasyarakatan lokal yang memiliki peran strategis dalam pemberdayaan masyarakat serta institusi yang mengandung nilai-nilai luhur budaya masyarakat bali. Masyarakat Bali memiliki kecenderungan lebih patuh terhadap institusi adat daripada institusi pemerintah. Oleh karena itu peran Desa Adat/Pakraman strategis dalam pengimplementasian program pembangunan kepada masyarakat, termasuk upaya untuk memberdayakan masyarakat.
Desa Adat/Pakraman adalah bersifat otonom sesuai dengan pengertian Desa Pakraman menurut Perda Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001. Hak Desa Adat/Pakraman untuk mengurus rumah tangganya sendiri bersumber dari hukum adat. Terkait dengan otonomi Desa Adat/Pakraman, Dharmayudha (2001 : 19-20) menambahkan, secara garis besar otonomi Desa Adat/Pakraman mencakup:
1. Membuat aturan sendiri (dalam hal ini berupa awig-awig)
2. Melaksanakan sendiri peraturan yang dibuat (melalui prajuru)
3. Mengadili dan menyelesaiakan sendiri (dalam lembaga Kertha Sabha)
4. Melakukan pengamanan sendiri (melalui pekemitan, pagebagan, dan pecalangan).
Sedangkan Surpha (2004 : 52) mengatakan bahwa otonomi Desa Adat/Pakraman meliputi :
1. Otonomi desa adat adalah meliputi hak dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri bidang-bidang organisasi, ekonomi, sosial budaya dan pengaturan keamanan.
3. Usaha-usaha yang diperlukan dalam menegakkan otonomi desa adat adalah dengan penyuratan awig-awig.
Pendapat diatas menggambarkan bahwa Desa Adat/Pakraman mempunyai legitimasi murni yang bersumber dari hukum adat untuk mengatur rumah tangganya sendiri, baik itu dalam bidang organisasi, politik, ekonomi, sosial budaya maupun pengaturan keamanan. Tujuan utama dari otonomi Desa Adat/Pakraman adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya baik yang bersifat material maupun rohani yang dikenal dengan istilah “Moksartham Jagadhita”. Pada hakekatnya Desa Adat/Pakraman memiliki peran dalam mengatur kehidupan paguyuban dari krama
2.4 Desa Pakraman Dalam Konteks Pemberdayaan
desa-nya. Desa Adat/Pakraman berfungsi
dalam mengatur tata hubungan warganya berdasarkan konsep Tri Hita Karana, yaitu unsur palemahan, adalah hubungan manusia dengan lingkungannya, pawongan adalah mengatur hubungan manusia dengan individu lainnya serta parahyangan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan.
Selain mengatur hubungan warga berdasarkan konsep Tri Hita Karana tersebut, Desa Adat/Pakraman memiliki kapasitas penting dalam menggerakkan atau meningkatkan partisipasi warga untuk melaksanakan program pemerintah. Untuk
mengatur kehidupan warga Desa Adat/Pakraman dalam mencapai tujuan Erawan (dalam Suacana et al., 2008 bersama yaitu kesejahteraan lahir mapun : 144) mengatakan bahwa di sektor moneter rohani, dibuatkanlah awig-awig. Menurut peranan Desa Adat/Pakraman sudah mulai Negara (2005 : 32), awig-awig pada dasarnya menampakkan hasil (melalui Lembaga adalah adalah hukum adat yang dapat Perkreditan Desa), maka pemberdayaan dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu ekonomi Desa Adat/Pakraman di sektor riil hukum yang berasal dari atas dan hukum perlu ditingkatkan (melalui Badan Usaha Milik yang berasal dari bawah. Hukum yang Desa Adat) sehingga pada akhirnya ekonomi berasal dari Tuhan dapat berwujud hukum rakyat dapat lebih diberdayakan.
Agama, sedangkan hukum yang berasal dari negara (pemerintah) berupa peraturan
2.5 Kerangka Penelitian
perundang-undangan. Sebaliknya hukum Berdasarkan pada latar belakang dan yang berasal dari bawah adalah hukum yang permasalahan pada penelitian ini dan diskusi diciptakan oleh masyarakat setempat yang pada bab II, kerangka pemikiran pada populer disebut hukum adat. penelitian ini dapat dilihat pada gambar Dari pandangan diatas, dapat berikut ini. dipahami bahwa keberadaan awig-awig ini adalah untuk mengatur perilaku warga Desa mewujudkan ketertiban dan keamanan dalam KERANGKA PIKIR kehidupan bermasyarakat. Awig-awig sebagai bentuk hukum adat, memiliki sanksi-
Desa Adat/ Pakraman
sanksi tertentu sesuai sebagai bentuk pembinaan kepada warga yang melanggar ketentuan hukum adat ini.
Peranan Desa Adat/Pakraman tidak dapat dilepaskan dari fungsinya sebagai
Adat Istiadat Awig - awig
kesatuan hukum adat yang bersifat sosial Budaya keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Menurut Dharmayudha (2001 : 20) fungsi Desa Adat/Pakraman adalah sebagai berikut :
Modal Sosial
1. Membantu pemerintah, pemerintah daerah dan pemerinah desa /kelurahan dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan disegala bidang terutama
LPD
di bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan.
2. Melaksanakan hukum adat dan adat istiadat dalam desa adat.
Pemberdayaan
3. Memberikan kedudukan hukum adat
masyarakat
terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan sosial keperdataan dan keagamaan
4. Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan
Upacara keagama Ekonomi
kebudayaan nasional pada umumnya dan
/ Budaya
kebudayaan Bali pada khususnya, berdasarkan paras paros salunglung sabayantaka/musyawarah untuk mufakat.
5. Menjaga, memelihara, dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan
Warga desa adat / masyarakat desa adat. pakraman Kerangka piker diatas mengeksplorasi Desa Adat/Pakraman sebagai institusi tradisional di Bali yang memiliki peran sangat dominan dalam mengatur perilaku warga Desa Adat/Pakraman. Institusi ini memiliki posisi strategis dalam memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan warganya. Hal ini dikarenakan sikap warga yang memiliki kecenderungan untuk lebih “tunduk” terhadap institusi adat dari pada institusi pemerintah.
Lembaga Perkreditan Desa sebagai aset Desa Adat/Pakraman memberikan pelayanan hanya kepada warga Desa Adat/Pakraman dengan melandaskan pola pengelolaannya pada awig-awig (hukum adat) Desa Adat/Pakraman. Dalam pengelolaann Lembaga Perkreditan Desa didasari oleh kepercayaan, awig-awig dan Desa terhadap warga Desa Adat/Pakraman dan institusi lainnya diluar Desa Adat/Pakraman
1. Pada wilayah Desa Pakraman Tibubiyu terdapat beberapa lembaga keuangan selain LPD yaitu, BPR Sentral Ekonomi Nusantara, BPR Dharmawarga Utama, BPR Artha Budaya. Dengan kondisi persaingan memperebutkan nasabah yang demikian ketat akan memudah Peneliti untuk memetakan peran dan kontribusi modal sosial (social capital) dalam pengelolaan LPD Desa Pakraman Tibubiyu.
1. Teknik Wawancara Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah semi terstruktur yang memungkinkan Peneliti untuk lebih bebas tanpa terpaku kepada pertanyaan-pertanyaan yang telah
3.3 Metode Pengumpulan Data
letaknya di daerah pinggiran (hinterland) dari Kota Tabanan juga di jalur strategis, sehingga perkembangan masyarakatnya beragam. Hal ini akan berpengaruh terhadap minat dan analisis warga dalam memilih tempat untuk menyimpan atau meminjam uang.
Pakraman Tibibiyu saat ini karena
2. Pertimbangan lainnya adalah Desa
Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive dengan mengambil lokasi di LPD Desa Pakraman Tibubiyu, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Adapun objek penelitian dalam penelitin ini adalah LPD Desa Pakraman Tibubiyu. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah :
Penelitian ini difokuskan untuk memahami relasi-relasi sosial yang berkembang pada masyarakat desa ditetapkan. Dalam melakukan wawancara dengan informan, Peneliti berbekal panduan wawancara sehingga sangat dimungkinkan informasi yang diperoleh akan berkembang secara luas. Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan studi kasus dengan tipe intrinsik. Idrus (2007 : 79) mengatakan, studi kasus intrinsik adalah studi kasus yang menekankan pada pemahaman (verstehen) yang mendalam terhadap kasus tunggal yang disebabkan karena kasus menarik. Tujuan desain ini tidak dimaksudkan untuk memahami konstruk abstrak atau fenomena umum yang diharapkan dapat melakukan generalisasi, melainkan lebih ditekankan pada kepentingan intrinsik, dan menghilangkan generalisasi, serta tidak dimaksudkan untuk membentuk teori baru.
dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan tegas.
inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan fenomena ilmiah (Azwar, 2007 : 5). Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu penelitian yang memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu, dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus (Nawawi, 2003 : 72). Sedangkan ( Yin, 2005 : 18) mengartikan studi kasus sebagai suatu
modal sosial dalam pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD). Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang memberikan gambaran mengenai berbagai fenomena, menjelaskan hubungan, mengkaji hipotesis, mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah (Nazir, 1999 : 64).
pakraman, yaitu untuk memahami peran
BAB IV MODAL SOSIAL DALAM MASYARAKAT DESA PAKRAMAN TIBUBIYU Desa Pakraman Tibubiyu sesuai
sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007 : 96).
Tabel dukungan modal sosial dalam pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa di Desa Pakraman Tibubiyu tersebut adalah sebagai berikut :
Dalam pemetaan dukungan ini, pola manajemen pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa merupakan komparasi pengelolaan secara normatif berdasarkan peraturan daerah Propinsi Bali yang terkait dengan Lembaga Perkreditan Desa dengan praktek yang terjadi lapangan pada saat penelitian ini dilakukan.
Peran dan kotribusi modal sosial (social capital) dalam mendukung pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa sebagaimana yang telah dideskripsikan di atas, dapat digambarkan dalam sebuah tabel peta dukungan modal sosial. Tabel ini merupakan uraian singkat untuk lebih memahami peran modal sosial dalam bidang- bidang kegiatan Lembaga Perkreditan Desa.
4.1 Beberapa Temuan Penting
Modal sosial yang ada di masyarakat Bali memiliki berbagai bentuk. Bentuk-bentuk modal sosial tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa hal yaitu perkumpulan kesenian, perkumpulan profesi, social trust, norma dan kebiasaan-kebiasaan di masyarakat.
tersendiri yang dikenal dengan istilah awig- kehidupan warga supaya berjalan harmonis.
desa pakraman juga memiliki aturan
faktor penting untuk mempertahankan eksistensi desa pakraman. Disamping itu,
Tiga (Pura Puseh, Pura Bale Agung dan Pura Dalem). Ikatan sosio-religius ini merupakan
sampling purposive, adalah teknik penentuan
krama (warga desa). Desa pakraman
dengan keberadaan desa pakraman lainnya di Bali merupakan institusi tradisional yang dibangun dengan tujuan untuk melestarikan budaya dan meningkatkan kesejahteraan
Analisis data bertujuan untuk mengubah data mentah yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi menjadi lebih berguna sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, analisis data terdiri dari 3 (tiga) tahapan sesuai dengan tahapan analisis yang dikemukakan oleh Sugiyono (2007 : 92-99) yaitu reduksi data, penyajian data, dan verivikasi data.
LPD dan monografi Desa Pakraman Tibubiyu.
Desa Pakraman Tibibiyu, laporan tahunan
Dalam penelitian ini, data sekunder tersebut akan diperoleh dari awig-awig (hukum adat) dan perarem (penjabaran dari awig-awig)
3. Dokumentasi Dokumenasi bertujuan untuk mengumpulkan data sekunder dengan mempelajari berbagai literatur atau dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.
kemasyarakatan, aktivitas pelayanan pada Kantor LPD Desa Pakraman Tibibiyu dan proses paruman (rapat) desa pakraman terkait dengan permasalahan LPD.
Pakraman Tibubiyu, lingkungan alam Desa Pakraman Tibubiyu, organisasi
2. Observasi Observasi dapat digunakan untuk menggambarkan aktivitas keseharian dari objek penelitian yang akan diamati guna mengungkapkan fenomena yang sedang terjadi. Selain itu, observasi juga digunakan sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh dari metode wawancara maupun dokumentasi. Observasi dilakukan terhadap
mempunyai “lem” yang mampu menyatukan warganya yaitu ikatan terhadap Kahyangan
3.4 Teknik Analisis Data
No Pengelolaam LPD Peran Modal Sosial
Tabel 5.1 Peta Dukungan Modal Sosial Dalam Pengelolaan LPD Desa Pakraman Tibubiyu No Pengelolaam LPD Peran Modal Sosial‐ Rasa kebersamaan dan rasa memiliki terhadap desa pakraman memfasilitasi warga untuk peduli dalam proses rekrutmen pengurus LPD melalui mekanisme rapat adat tersebut.
2 Rekrutmen Pengurus dan Karyawan :
- Secara normatif, personil LPD dipilih melalui
1. Perencanaan &
Pengorganisasian : Perencanaan kegiatan & anggaran
- Dalam praktek di lapangan : ‐ Hanya ketua LPD yang dipilih dalam
- Pengurus LPD setiap tahun membuat rencana kerja dan rencana anggaran. Rencana tersebut, disampaikan kepada perangkat desa
- Dalam praktek di lapangan : ‐ Perencanaan LPD dapat terwujud tepat waktu.
‐ Personil LPD merupakan perwakilan dari masing- masing banjar (dusun).
‐ Trust juga memfasilitasi kemudahan dalam proses pelayanan LPD.
‐ Trust antara LPD dengan warga memfasilitasi lembaga keuangan ini untuk berani memberikan kredit tanpa anggunan kepada warganya
pakraman ‐ Pelayanan LPD meliputi tabungan, deposito dan kredit ‐ Tujuan LPD adalah meningkatkan kesejahteraan warga dan memberantas ijon serta gadai gelap.
3. Pelayanan LPD
Network ini memudahkan pengenalan nasabah LPD di masing-masing banjar (dusun).
‐ Pola keterwakilan dalam rekrutmen pengurus dan karyawan LPD berimplikasi pada terbentuknya network LPD pada masing- masing banjar (dusun).
paruman (rapat) desa, sedangkan yang lainnya masing- masing banjar (dusun).
pakraman dan Badan Pengawas untuk mendapatkan pengesahan
paruman (rapat) desa pakraman.
‐ Network dan kerjasama di internal pengurus dan karyawan LPD mampu mengatasi permasalahan beban kerja yang terlalu banyak. Beban kerja ini disebabkan keterbatasan personil LPD.
‐ Network dan trust antara pengurus dan perangkat desa pakraman memfasilitasi penyusunan rencana kerja dan rencana anggaran secara bersama-sama
‐ Dalam proses penyusunan perencanaan tersebut, pengurus LPD memiliki dominasi dalam kreativitas dan usulan perencanaan tersebut Pengorganisasian
- Secara normatif : ‐ Organisasi LPD terdiri dari pengurus dan Badan Pengawas.
- Secara normatif : ‐ LPD hanya melayani warga desa
‐ Tiap-tiap pengurus maupun karyawan LPD memiliki tugas pokok dan fungsu yang telah diatur dalam perarem LPD
- Dalam praktek di lapangan : ‐ Tugas-tugas yang telah didistribusikan tersebut tidak dapat terlaksana. kolektivitas lebih terlihat dalam kinerja LPD.
No Pengelolaam LPD Peran Modal Sosial lebih menonjol dalam penyelesaian kasus LPD
- Dalam praktek di lapangan : ‐ LPD memberikan kredit tanpa anggunan kepada warga sampai dengan batas maksimal Rp 1 juta.
‐ Network antara pengurus LPD dengan perangkat adat memfasilitasi penyelesaian masalah LPD. Disamping itu, rasa kebersamaan sebagai komunitas desa pakraman menjadikan warga peduli untuk hadir dalam rapat tersebut.
‐ Pelibatan perangkat adat dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan kredit macet ‐ Kepatuhan warga sangat tinggi dalam memenuhi kewajibannya dalam bertransaksi dengan LPD. setiap kebijakan LPD dilakukan atas dasar hasil paruman (rapat) desa. menghindari terjebak dalam perasaan lek ken banjar (malu terhadap khalayak ramai) memfasilitasi warga untuk selalu memenuhi kewajibannya terhadap LPD
No Pengelolaam LPD Peran Modal Sosial
‐ Pelayanan LPD mudah dan cepat ‐ Dalam penentuan kredit LPD perangkat adat
‐ LPD juga melayani warga di luar desa pakraman
‐ Network antara pengurus LPD dengan perangkat adat membantu proses pengenalan & pengontrolan nasabah LPD ‐ Pelayanan yang diberikan kepada warga non desa pakraman difasilitasi karena adanya trust dari pengurus.
4. Penyelesaian
- Secara normatif, LPD adalah aset desa pakraman. Dalam hal ini
desa pakraman memiliki kewajiban untuk menyelesaikan setiap permasalahan LPD.
‐ Adanya kebiasaan (social norm) warga untuk
Permasalahan LPD
5. Pengawasan dan Pertanggung jawaban LPD
a. Pengawasan LPD
network antara pengurus LPD dengan Badan Pengawas Internal memfasilitasi mekanisme pengawasan tidak kaku.
- Secara normatif, pengawasan LPD dibagi menjadi dua. Secara eksternal dilakukan oleh Bank BPD Bali dan secara internal dilakukan oleh Badan Pengawas yang dibentuk oleh
- Dalam praktek di lapangan : ‐ Sanksi adat diakomodir untuk memayungi transaksi LPD ‐ Penerapan sanksi sulit untuk diterapkan secara tegas. Upaya pendekatan kekeluargaan ‐ Sanksi adat (awig-awig)
desa pakraman
Pengawasan internal lebih diarahkan kepada pembantuan pengurus LPD dalam penyelesaian kredit macet.
sebagai bentuk social norm yang diterapkan mampu meningkatkan kepatuhan warga dalam memenuhi kewajiban transaksi dengan LPD ‐ Rasa kebersamaan memfasilitasi proses penyelesaian permasaahan LPD dengan warga yang lebih mengedepanka n rasa kekeluargaan
- Dalam praktek di lapangan, ‐ Trust dan
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Awig-awig yang juga diterapkan dalam pengelolaan LPD menjadi “jaminan” yang mengikat Nasabah untuk mentaati perjanjian kredit sehingga membantu kelancaran perguliran kredit. sehingga kemajuan LPD adalah tanggung jawab semua pihak di Desa Pakraman, baik pihak yang berperan sebagai pengelola maupun sebagai nasabah. Hal tersebut terlihat dari kegotong-royongan dan sikap saling membantu dalam menyelesaikan masalah antara pihak LPD dan Desa Pakraman.
(aguanan) tidak mengikat
C. Kontribusi LPD dalam pemberdayaan perekonomian masyarakat Desa Pakraman yaitu : ‐ Persayaratan kredit
B. LPD tetap proporsional walaupun telah memiliki kepercayaan penuh dari nasabah, antara lain dalam pelayanannya dan partisipasi dalam membantu perekonomian masyarakat desa pakraman.
A. Perangkat Desa Adat berperan dalam pengorganisasian pengurus LPD sehingga pengelolaan LPD menjadi lebih mudah karena pengelola dan nasabah di bawah aturan main atau adat yang sama.
2. Kontribusi modal sosial dalam LPD terhadap pemberdayaan ekonomi Desa Adat/Pakraman
IV dan V, dapat disimpulkan bahwa peran modal sosial (social capital) dalam pengelolaan LPD yang dapat dilihat di Desa Pakraman Tibubiyu, yaitu :
1. Berdasarkan hasil analisis pada Bab
6.1 Kesimpulan
‐ Network yang terbentuk memfasilitasi proses pertanggung jawaban. ‐ Network memfasilitasi penyampaian informasi keberadaan LPD kepada warga desa pakraman.
- Dalam praktek di lapangan : ‐ Pertanggungj awaban hanya melibatkan perangkat adat. Perangkat adat ini yang akan menyampaiak an informasi perkembanga n LPD kepada warga.
‐ Masih ada sebagian warga yang tidak mengetahui kontribusi LPD terhadap desa pakraman maupun kepada masyarakat itu sendiri
desa pakraman melalui rapat adat
No Pengelolaam LPD Peran Modal Sosial Badan Pengawas Internal lebih berfokus pada penyelesaian kredit macet dan permasalahan LPD lainnya sedangkan pengawas eksternal lebih berfokus pada pengawasan financial.
b. Pertanggungjaw aban LPD
- Secara normatif, LPD bertanggung jawab kepada
‐ Penyelesaian permasalahan Bantarso, Adik Bandaro. 2004. Kampus Biru kredit lebih mengedepankan
Menggugat Bunga Rampai
pendekatan kekeluargaan
Tulisan Alumni Fisipol UGM dan sanksi moril. (seri I). KA FISIPOL GAMA.
Jakarta. ‐ LPD ikut memberikan
Berg, Bruce L. 1988. Qualitative Research sumbangan dana terhadap kegiatan yang melibatkan Methods for Social Sciences. masyarakat adat terutama Allyn and Bacon. USA
Coleman, James S. 2008. Dasar-Dasar Teori kegiatan upacara keagamaan
Sosial. Nusa Media. Bandung (Tri Kahyangan).
Dharmayudha, I Made Swasthawa. 2001.
Desa Adat : Kesatuan
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Bali. Upada Sastra. beberapa saran dapat Peneliti berikan untuk Denpasar. meningkatkan kapasitas modal sosial (social
Dwipayana, A.A Ari. 2005. Desa Mawa Cara
capital) dalam mendukung pengelolaan LPD
sebagai lembaga keuangan milik desa Bali. IRE. Yogyakarta.
pakraman.
- , 2003. Membangun Good
1. LPD perlu dikembangkan karena Governance di Desa. IRE memiliki modal sosial yang sangat Press. Yogyakarta. penting untuk memberdayaakan
Eko, Suntoro. 2003. Modal Sosial, masyarakat Desa Pakraman.
Desentralisasi dan Demokrasi
Pengembangannya dapat dilakukan
Lokal. Makalah Seminar
dengan memberikan kesempatan International IV “Dinamika masyarakat desa adat lainnya Politik Lokal di Indonesia : bergabung menjadi nasabah.
Demokrasi dan Partisipasi” Fukuyama, Francis. 1999. The Great
2. LPD perlu meningkatkan
Disruption Human Nature and
profesionalisme pelayanannya
The Reconstitution of Social
misalnya dengan bekerjasama
Order. The Free Press. New
dengan LPD lain sehingga menjadi York. suatu LPD yang memiliki cabang-
- . 2002. Trust Kebajikan Sosial dan cabang yang nantinya dapat bersaing
Penciptaan Kemakmuran
dengan lembaga keuangan lainnya (Diterjemahkan dari buku Trust (umum).
The Social Virtues and The Creation of Prosperity.1995).
DAFTAR PUSTAKA Qalam. Yogyakarta.
Grootaert, Christian. Social Capital, Ancok, Djamaludin. 2003. Pidato pengukuhan Household and Poverty in
Guru Besar “Modal Sosial dan Indonesia. The World Bank. Kualitas Masyarakat”. UGM. New York.
Yogyakarta http://www.bps.go.id. Jumlah Penduduk Arsyad, Lincolin. 2008. Lembaga Keuangan Miskin Indonesia 2008,
Mikro, Institusi, Kinerja dan Diakses pada tanggal 12 Sustanabilitas. Andi Offset. Februari 2010.
Yogyakarta http://www.worlbank.org/poverty/scapital. Azwar, Saifudin. 2007. Metode Penelitian. Modal Sosial. Diakses pada Pustaka Pelajar. Yogyakarta. tanggal 8 Maret 2010.
Baker, Therese L. 1999. Doing Social http://www.imf.org.Social Capital dan Civil
Research. Mc Graw Hill. Society. Diakses pada tanggal
Singapore 8 Maret 2010.
http://www.detikfinance.com. LPD Sebagai Perubahan Atas Peraturan
Lembaga Pemberi Pnjaman Daerah Propinsi Bali Nomor 8 Bagi Masyarakat Pedesaan Tahun 2002 tentang LembagaTerbaik se-Indonesia,. Diakses Perkreditan Desa
pada tanggal 14 Februari Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 8 2010. Tahun 2002 tentang Lembaga http://www.bi.go.id. Perkembangan Lembaga Perkreditan Desa.
Keuangan Mikro Non Bank,. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I
Diakses pada tanggal 12 Bali Nomor 06 Tahun 1986 Februari 2010. tentang Kedudukan, Fungsi
http://www.profi.or.id.Survey Kepuasan dan Peranan Desa Adat
Pelanggan BPR dan LPD sebagai Kesatuan Masyarakat 2005/2006, Diakses pada Hukum Adat dalam Propinsi tanggal 12 Februari 2010. Daerah Tingkat I Bali.Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). UII Press. Yogyakarta.
Kartono, Kartini. 1990. Pengantar Metodologi Bandung. Medrilzam.1999. “Social Capital” Penataan
Ruang dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Tantangan dalam Era Reformasi. Jurnal Majalah
Perencanaan Pembangunan edisi nomor 16 Juni/Juli 1999. Jakarta. Muslim, Faishol. 2005. Peran Institusi
Pemerintah dan Institusi Masyarakat Dalam Pembentukan Kapital Sosial pada Era Otonomi Daerah Studi Kasus pada Karang Taruna Gombang Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul. UGM.
Yogyakarta Nawawi, Hadari. 2003. Metode Penelitian
Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Nazir, Mohammaad. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia.
Jakarta. Negara, I Ketut Sukra. 2005. Hubungan
Antara Desa Pakraman dengan Desa Dinas Pasca Otonomi Daerah. UGM.
Yogyakarta Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3
Tahun 2001 tentang Desa Pakraman
Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2007 tentang